1
Hlm. 287
sumber lain, termasuk dari organisasi non-pemerintah, entah itu laporan awal atau periodik
yang sudah lama terlewat.2
Berdasarkan Pasal 11, satu pihak negara dapat mengajukan pengaduan tehadap pihak
negara lain dan Komite akan berusaha memecahkan pengaduan tersebut Jika masalahnya
tidak bisa diselesaikan dengan cara demikian, salah satu pihak dapat menyampaikannya
kembali kepada Kimite dan berdasarkan Pasal 12 sebuah Kimisi Konsiliasi ad hoc bisa
dibentuk, yang akan melaporkan kembali kepada Komite dengan rekomendasi yang
dipandang tepat bagi solusi sengketa secara damai. Selain mendengarkan laporan negara dan
pengaduan antar-negara, Komite juga bisa menyimak petisi individu berdasarkan prosedur
Pasal 14. Bagaimanapun juga, ini berlaku bila pihak negara pihak negara pengadu membuat
pernyataan yang mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas komunikasi
tersebut. Karena itu, jika pernyataan tersebut belum disampaikan oleh negara Komite tidak
berwenang untuk mendengarkan petusu terhadap negara. Dalam prosedur ini, pmebahasan
komunikasi berisifat rahasia dan Komite bisa dibantu oleh kelompok kerja terdiri atas lima
orang yang memberikan rekomendasi kepada Komite penuh. Komite mulai menyimak
komunikasi individu pada 1984 dan sejumlah kasus penting kini telah terselesaikan.3
Komite secara teratur melakukan rapat dua kali setahun dan telah menafsirkan
sejumlah pasal Konvensi, membahas laporan yang disampaikan kepadanya, mengadopsi
beberapa keputusam dan rekomendasi umum, mendapatkan informasi lebih jauh dari para
pihak negara dan bekerja sama secara erat dengan Organisasi Buruh Internasional dan
UNESCO. Banyak negara yang telah membuat perundangan sebagai konsekuensi dari kinerja
Komite dan riwayat ketidakberpihakannnya sangat bagus. Komite juga menerima salinan
petisi dan laporan yang dikirimkan kepada berbagai badan PBB ysng menangani wilayah dan
perwaliamn dan tidak berpemerintahan sendiri dalam bidang urusan umum Konvensi dan
bisa membuta komentar atasnya. Pasal umum 9 tentang sistem pelporan tampaknua berkalan
dengan baik, dengan sejumlah besat laporan telah diserahlamm dan diperiksa, namun
beberapa negara terbukti lambat dalam memenuhi kewajibannya. Komite telah meberbitkan
pediman bagi para negara peserta tentang struktur laporannya.
Komite, dalam rangka mempercepat pembagasan laporan negara, telah
melembagakan praktik penunkukkan pelapor negara, yang fungsinya mempersiapkan analisis
laporan pihak negara. Komte juga menyerukan disediakannya bantuan teknis tembagan oleh
2
Hlm. 288
3
Ibid.
PBB guna membantuk ptoses pelaporan, di samping mrngungkapkan keprihatinan serius
bahwa kesulitan keuangan mulai mempengaruhi kinerjanya.4
4
Hlm. 289
5
Hal 289
tidak ada lagi dipermasalahkan bila isi informasidari berbafai organisasi non-pemerintah
diungkapkan secara publik. Komite juga dapat mencarri informasi tambahan dari megara
yang bersangkutan. Sebagai contoh, pada Oktober 1992, Komite mengadopsi keputusan yang
meminta pemerintah Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro), Kriasua dan
Bosnia Herzegovina untuk menyampaikan laporan singkat mengenai ejumlah langkah guna
mencegah antara lain pemebersihan etnis dan pembunuhan semena-mena. Laporan demikian
disampaikan dan dibahas bersama perwkilan negara bersangkutan dan sejumlah komentar
diberikan. Komite kemudian mengamandemen aturan prosedurnya yang memungkinkan
permintaan laporan pada sembaranag saat bilamana dianggap tepat. Komite jugs
menyebutkan bahwa bangsa yang berada di dalam wilayah sebuah bekas negara pihak
Konvenan tetap berhak atas jaminan dari Kovenan. Apabila pihak negara gagal memberikan
laporan selama beberapa siklus pelaporan, atau meminta penundaan kehadiran terjadwal
merke di hadapan Komite, Komite dapat tersu mengamati situasi di negara tertentu
berdasarkan materi yang tersedia untuk itu.
DRAFT 2
Termonilogi hak asasi manusia, prinsip kesetaraan dan anti diskriminasi merupakan
ciri khas dari hak asasi manusia, prinsip kesetaraan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal
1 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), dalam Pasal 1 UDHR dipahami tentang
prinsip kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan. Hal ini berarti bahwa salam kehidupan
individu maupun kehidupan sosialnya setiap orang mempunyai kedudukan yang setara
dengan yang lain. Sedangkan prinsip anti diskriminasi sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 2 UDHR dengan tefgas dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas semua hak-hak dan
kebebasan-kebebasan yang diatur dalam Deklarasi tanpa adanya kekecualian atau perbedaan
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pilitik atau pandanganan lain,
asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran, ataupun kedudukan. Dengan
kata lain dalam prespektif hak asasi manusia tidak bileh ada perlakuan diskriminatif yang
ditujukan kepada kelompok masyarakat tertentu.6 Penegasan mengenai prinsip kestaraan dan
antidiskriminasi dalam pelaksanaan hak asasi manusia dapat juga dicermati dalam instrumen
hukum internasional tentang hak asasi manusia antara lain adalah International Convenant on
Economid, Social and Culture Right.
Merujuk pada hasil peneliatian Herdi Sahrasad, ada beberapa sebab terjadinya konflik
antar etnism yaitu sebagai berikut:
1. Masalah kekerasan rasial atau kondlik antaretnis asalah masalah yang lebih banyak
berhubungan dengan kebijkan pemeritnah yang diskriminatif dan bukannya semata-
mata masalah sentimen antar etnis itu sendiri.
2. Konflik antar etnis terjadi karena masalah yang menyangkut hubungan kekuatan
ekonomi-politik. Orang atau kelompok yang mempunyai kekeuatan politik biasanya
mempertukarkan kekuatan politiknya dengan keuntungan ekonomi, sebaliknya pihak
yang mempunyai kekuatan ekonoomi dapat mempertukarkan kekuatan ekonominya
untuk mendapatkan perlindungan atau fasilitas politik. Kolis dan perkoncoan di
kalangan kelompok-kelompok dominan ini jelas menguntungkan mereka, dan di sisi
lain mengorbankan kelompok masyarakat pada umumnya yang secara terbuka
menunjukkan adanya praktik diskriminasi.
6
Hesti Armieulan, Diskriminasi Rasial dan Etnis Sebagai Perlsialan Hukum dan Hak Aasasi Manusia,
Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya,
3. Kemungkinan untuk memakai potensi pertentangan antar etnis sebagai instrumen
untuk politik devide at impera kepentingan kekuasaan harus dikikid habis. Politik
memecah belah itu jelas tidak membawa keuntungan apapun bagi negara dan
masyarakat, selain keuntungan bagi pemegang kekuasaan, dan jelas bertentangan
dengan niat paea pendiri Republik ini. Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial ditandatangani pada 1965 dan mulai berlaku pada
1969. Didasarkan atas ketentuan non-diskriminasi yang ada di dalam Piagam PBB.
Diskriminasi rasial didefinisikan sebagai:7
DRAFT 3
7
Malcolm N. Shaw Qc, 2016, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, hlm. 273
8
Muhammad Caesar Amin, Sikap Diskriminatif Zaitokukai Terhadap Kelompok Minoritas Zainichi
Korean, Skripsi, Universias Sumatera Utara, Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Medan, 2018
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial ditandatangani pada 1965 dan mulai berlaku pada 1969. Didasarkan atas
ketentuan non-diskriminasi yang ada di dalam Piagam PBB. Diskriminasi rasial
didefinisikan sebagai:9
All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are
endowed with reason and cinscience and shoul act towards one another in a spirit of
brotherhood.
BAB IV PENGANTAR
Ada pandangan bahwa Jepang adalah negara yang homogen baik secara
rasial maupun etnis, namun kenyataannya sama dengan negara lainnya, masyarakat
Jepang terdiri dari etnis dan ras yang bervariasi. Variasi tersebut yang kemudian
melahirkan paham Jepang sebagai negara yang heterogen dan multikultural.
Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas
berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang
berbeda-beda. Keberagaman masyarakat multikultural kemudian membentuk
kelompok mayoritas dan minoritas. Kelompok minoritas sering diartikan
dengan suatu kumpulan manusia yang dikucilkan oleh masyarakat karena
sesuatu perbedaan yang tidak diterima oleh masyarakat tersebut. Dalam
kehidupan bermasyarakat di seluruh belahan dunia pasti terdapat kelompok
minoritas yang menjadi korban prasangka dan diskriminasi.10
9
Malcolm N. Shaw Qc, 2016, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, hlm. 273
10
Yessy Harum, Latar Belakang Penggunaan Nama Jepang Orang Korea Zainichi (在日韓国人),
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2015/2016, Volume IV/No.2/September 2016, hlm. 3
sebaliknya menguatkan kehomogenitasan Jepang sebab homogenisasi itu terjadi jika ada
faktor asing yang terhomogenisasi.11
yaitu Alien Registration Law 1952. Peraturan ini diberlakukan untuk semua
orang asing, dimana peraturan ini merupakan simbol diskriminasi yang paling nyata
yang pernah dialami oleh seluruh gaijin termasuk zaincihi sendiri. Aturan dalam Alien
Registration Law ini antara lain, seluruh gaijin harus melakukan pengambilan sidik
jari yang memiliki makna simbolik bahwa semua warga asing berpotensi untuk
melakukan tindak kriminal.
Selain itu tindakan diskriminatif terbesar yang dilakukan oleh pemerintah Jepang
adalah fenomena yang terjadi di wilayah di distrik Utoro, Kyoto. Pemerintah Jepang selama
Perang Dunia Kedua menempatkan zainichi Koreans di Utoro untuk membangun bandara
militer. Namun, ketika perang berakhir, proyek pembangunan ini ditinggalkan dan orang
11
Yenni Anggraeni, Posisi Zainichi Korean Dalam Masyarakat Jepang: Kajian Etnisitas dan
Representasi, (Skrispsi Sarjana Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjajaran, 2017) , hlm. 3
12
Yessy Harum, loc.cit
Korea yang bekerja di sana dilupakan dan ditinggalkan di tanah itu tanpa pekerjaan, sumber
daya, maupun perlindungan atau status. Realitanya, kondisi sanitasi di Distrik Utoro
menyedihkan, pasalnya sejumlah besar keluarga tidak memiliki air yang mengalir, kota di
sana tidak memiliki saluran untuk mengevakuasi air, yang sering memicu banjir. Saluran
pembuangan air dalam kondisi terbuka yang levelnya sering naik karena kanal tetangga yang
dikelola oleh kota Uji sering menyebabkan refluks ke saluran pembuangan Utoro.
Infrastruktur dasar yang ada dibangun oleh penduduk sedangkan otoritas publik tidak pernah
datang ke daerah ini. Penduduk melihat kurangnya infrastruktur dasar ini sebagai pelanggaran
hak karena mereka yang bekerja telah membayar pajak penghasilan mereka.
Dalam bidang pendidikan, zainichi telah membangun sendiri sejumlah sekolah Korea,
yang berfungsi melestarikan identitas nasional mereka. Sehingga dalam sekolah Korea ini,
mereka mengajarkan sejarah-sejarah mengenai tanah air mereka. Di tahun 2010, pemerintah
Jepang memperkenalkan Program Pengabaian Biaya Pendidikan yang akan membebaskan
biaya sekolah untuk pendidikan sekolah menengah. Direncanakan untuk memasukkan tidak
hanya sekolah negeri dan swasta Jepang, tetapi juga sekolah asing di Jepang yang
terakreditasi sebagai sekolah lain-lain di bawah Undang-Undang Pendidikan Sekolah. Ini
adalah kesempatan pertama bagi semua sekolah Korea yang diakreditasi sebagai sekolah lain-
lain untuk diberikan subsidi oleh pemerintah pusat Jepang. Pemerintah Jepang memulai
program tanpa menerapkannya ke sekolah Korea, karena penculikan warga Jepang pada
1970-an dan 1980-an oleh DPRK. Ini sama dengan menggunakan anak-anak Korea sebagai
pion politik antara Tokyo dan Pyongyang.
Dalam bahasa Jepang, orang Korea yang tinggal di Jepang ini disebut Zainichi (在日). Istilah tersebut
dapat dijelaskan dalam kutipan berikut:
Arti ‘Zainichi’ adalah (perihal) tinggal di Jepang, namun sekali lagi, sebagai kata benda merujuk pada
orang asing yang tinggal di Jepang. Akan tetapi, sebagian besar dari kami (orang Jepang),
mengasosiasikan ’Zainichi’ sama dengan ’Orang Korea Zainichi.’ Ini dapat dikatakan sebuah
pemahaman bersama. (Tachibana 2006 : 12)13
13
Muhammad Caesar Amin, Sikap Diskriminatif Zaitokukai Terhadap Kelompok Minoritas Zinichi
Korean, 2008, (Skripsi, Sarjana Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara), hlm. 28