Anda di halaman 1dari 6

Arya Bumi Persada

D4 SKL 2A
1241150012

Universal Declaration of Human Rights (1948) adalah sebuah pernyataan dari seluruh umat
manusia mengenai HAM. Meskipun dalam sejarahnya terdapat banyak perdebatan dalam
pembentukanya, namun akhirnya deklarasi tersebut dapat diterima oleh Majelis Umum PBB
pada tanggal 10 Desember 1948. Sebelum pembentukannya oleh PBB, sejarah mencatat ada
beberapa instrumen HAM yang dianggap sebagai pendahulu UDHR. Instrumen-instrumen
tersebut adalah :
1. Piagam PBB
2. Magna Charta (1215)
3. Bill of Rights (1689)
4. Declaration of Independence, USA (1776)
5. Bill of Rights, USA (1791)
6. Declaration of The Rights of Man and The Citizen, Prancis, (1789)
Beragam instrumen tersebut menjadi inspirasi dan sumber dalam pembentukan UDHR 1948.
Ide pengaturan hak asasi manusia pada awalnya timbul bersamaan dengan kelahiran
Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan tetapi belum mencapai kesepakatan antar negara. Ide itu
tercetus karena dipengaruhi oleh kekejaman yang terjadi selama Perang Dunia Kedua,
dimana Adolf Hitler dengan sadisnya melakukan pembantain terhadap jutaan kaum Yahudi
dengan cara-cara yang sangat tidak berperikemanusiaan.
Setelah Perang Dunia II usai, masyarakat dunia memiliki niat untuk membuat suatu kaidah
atau aturan yang dapat melindungi hak-hak asasi manusia. Perlindungan tersebut sangat ingin

memfokuskan perlindungan terhadap HAM, baik yang mengatur mengenai hak sipil dan
politik juga hak ekonomi, sosial dan budaya.
Presiden Amerika pada saat itu, yakni Roosevelt, mengeluarkan sebuah pernyataan tentang
kebebasan yang menjadi salah satu pemicu pembentukan perlindungan HAM, kebebasan
menurut Roosevelt itu dikenal dengan The Four Freedoms, yaitu, Freedom of
Speech, Freedom of Worship, Freedom from Want, Freedom from Fear. Pernyataan itu
merupakan simbol sebuah dukungan yang sangat besar terhadap masalah HAM, sebab
Amerika dan sekutu adalah pihak yang menang perang.
Usainya Perang Dunia II dibarengi juga dengan lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam
Piagam PBB sudah jelas di sebutkan bahwa salah satu tujuannya adalah penghormatan
terhadap hak fundamental dan kebebasan. Menjelang hari penutupan Konferensi PBB di San
Fransisco 1945, para editor The Annals of The American Academy of Sosial and Political
Science, mengumpulkan makalah-makalah untuk suatu penerbitan khusus tentang HAM dari
sejumlah pakar baik delegasi Amerika maupun delegasi asing, dengan maksud untuk menarik
perhatian publik pada HAM yang acuanya telah di buat dalam piagam PBB.
Selain terdapat dalam tujuan PBB, perlindungan terhadapat hak asasi manusia juga banyak
tersebar dalam bagian isi piagam PBB. Salah satu isi Piagam PBB tersebut adalah Pasal 68,
tentang tugas-tugas ECOSOC, yang berbunyi :
Dewan ekonomi dan sosial akan membentuk panitia-panitia di lapangan ekonomi dan sosial
dan untuk memajukan hak-hak asasi manusia dan panitia-panitia demikian lainnya jika
diperlukan untuk menjalankan tugas-tugasnya.
Kemudian pada sidang pertama ECOSOC tahun 1946, yang mendapatkan mandat untuk
membuat suatu instrumen HAM, membentuk sebuah komisi yang disebut dengan Komisi
Hak Asasi Manusia (CHR), dengan tugas untuk menangani isu-isu hak asasi manusia yang
belum diselesaikan. Ketentuan mengenai batas- batas permasalahan yang di tangani CHR,
ditetapkan oleh ECOSOC juga pada tahun 1946. Ketentuan- ketentuan ini menyatakan bahwa
komisi harus menyampaikan kepada ECOSOC, proposal, rekomendasi dan laporan
mengenai:
1. Suatu Bill of Right (Pernyataan tertulis mengenai hak-hak terpenting) Internasional.

2. Deklarasi atau konvensi internasional mengenai kebebasan sipil (civil libertarian),


status wanita, kebebasan informasi, dan hal-hal serupa.
3. Perlindungan bagi minoritas
4. Pencegahan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
5. Hal-hal lain mengenai hak asasi manusia yang tidak tercakup dalam butir- butir di
atas.
Selain tugas-tugas yang telah disusun di atas untuk komisi hak asasi manusia, ECOSOC juga
menambahkan misi dengan ketentuan sebagai berikut: Komisi harus membantu (ECOSOC)
dalam pengkoordinasian kegiatan-kegiatan mengenai hak asasi manusia dalam sistem PBB.
Tambahan ini akan semakin mempertegas sikap dari PBB menuju suatu pendekatan yang
terpadu dan menyeluruh terhadap permasalahan hak asasi manusia.
Hal yang paling utama dilaksanakan oleh komisi hak asasi manusia itu adalah membuat
rumusan mengenai Bill of Rights yang berlaku bagi dunia. Agar dapat terbentuk suatu
rumusan yang cepat dan menyeluruh, maka komisi ini melaksanakan sidang untuk pertama
kali pada bulan Februari 1947, komisi ini diketuai oleh Eleanor Roosevelt dan beberapa
anggota yang terdiri dari beberapa negara-negara. Dalam pembahasan Bill of Rights tersebut,
di dalam komisi terdapat dua pandangan yang berbeda, yaitu:
1. Pendapat pertama dipelopori oleh Amerika Serikat yang beranggapan bahwa Bill of
Rights tersebut akan berbentuk deklarasi, tanpa mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum.
2. Pendapat kedua yang didukung oleh negara-negara barat, berpendapat bahwa Bill of
Rights itu harus berbentuk sebuah perjanjian yang mempunyai kekuatan secara
hukum.
Setelah mengalami beberapa perdebatan, akhirnya disepakati sebuah jalan alternatif untuk
menyelesaikan perbedaan pandangan tersebut. Komisi berhasil menemukan sebuah rumusan
yang memuaskan kedua belah pihak, rumusan yang dihasilkan oleh komisi adalah bahwa Bill
of Rights tersebut akan terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Suatu Deklarasi
2. Suatu Perjanjian
3. Sistem Pengawasan Internasional.
Keputusan yang telah diambil oleh komisi tersebut bukanlah tanpa konsekuensi sama sekali,
melainkan sebuah usaha dalam mencari format ideal perlindungan hak asasi manusia yang
mampu diterima oleh seluruh masyarakat dunia. Keputusan akhir, yakni dengan membentuk
suatu deklarasi, tentu akan memberikan sebuah keuntungan dan juga kerugian.
Keuntunganya adalah deklarasi tersebut dapat diterima secara umum, ketua komisi yaitu
Eleanor Roosevelt menyatakan bahwa deklarasi tersebut merupakan suatu standar prestasi
bersama bagi semua orang dan semua bangsa.
Diperkirakan apabila hasil komisi di beri judul perjanjian, maka akan kecil kemungkinan
dapat di terima oleh majelis umum. Kerugianya adalah, sebagai suatu deklarasi atau resolusi,
maka produk tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Salah satu
kelemahan lain dari deklarasi tersebut yaitu tidak dimuatnya sama sekali lembaga atau
mekanisme yang akan menjamin diindahkanya hak-hak tersebut.
Komisi tersebut telah mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan efisien, sehingga pada
tanggal 10 Desember 1948, deklarasi tersebut dapat diterima dalam Resolusi Majelis Umum
PBB no. 27(III) dengan komposisi pemungutan suara sebagai berikut:
1. 48 negara setuju
2. 8 negara abstain
3. Tidak ada negara yang menolak.
Delapan negara yang abstain adalah: Belarusia, Cekoslavakia, Ukraina, Polandia, Uni Soviet,
Yugoslavia, Afrika Selatan dan Arab Saudi. Delapan negara yang abstain tersebut secara
keseluruhan menerima prinsip-prinsip tentang pengaturan HAM dalam UDHR. Namun
mereka keberatan terhadap beberapa pasal dalam UDHR yang mereka anggap bertentangan
dengan latar belakang politik, ekonomi, budaya, agama dan ideologi negaranya.

Negara-negara sosialis yang abstain merasa keberatan mengenai beberapa pasal dalam
UDHR yang cenderung terpengaruh dari ideologi liberal yang merupakan lawan abadi
negara-negara sosialis semasa perang dingin. Pasa-pasal yang mereka tolak misalnya seperti
Pasal 17 yang mengatur perlindungan tentang hak pribadi.
Sedangkan Arab Saudi yang melakukan abstain dalam pemungutan suara tersebut memiliki
alasan yang berbeda dengan negara-negara sosialis. Arab Saudi keberatan terhadap Pasal 16
UDHR yang mengatur mengenai perkawinan, sebab dalam pasal tersebut memperbolehkan
perkawinan antaragama, sedangkan dalam Islam perkawinan antaragama tidak
diperbolehkan. Arab Saudi juga keberatan terhadap Pasal 18 yang mengatur mengenai hak
kebebasan beragama sebab dalam pasal tersebut disebutkan hak untuk berpindah agama serta
hak untuk tidak beragama. Padahal dalam Islam seseorang yang telah memeluk Islam
dilarang untuk berpindah agama apalagi menjadi tidak beragama.
Lepas dari abstainya delapan negara tersebut, UDHR tetap diterima sebagai suatu standar
prestasi bersama semua orang dan bangsa. Resolusi Majelis Umum PBB no. 27(III) tersebut
terbagi dalam lima bagian,yaitu:
1. Part A consisted of UDHR
2. Part B The Right to Petition
3. Part C General Assembly called upon the UN Sub Commission to make through
study of the problem of minorities, in order that UN may be able take measures for
the protection of racial, religious or linguistic minorities.
4. Part D Publicity of UDHR
5. Part E Preparation of a Draft Convenant on Human Rights and Draft Measures of
Implementation.
UDHR memiliki 30 pasal yang mengatur perlindungan hak-hak fundamental yang paling
penting. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan terhadap hak-hak sipil dan
politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai dengan kesepakatan pembentukan
UDHR, maka selanjutnya disusun sebuah perjanjian internasional yang lebih mengikat secara
hukum. Perjanjian tersebut adalah International Convenant on Civil and Political Rights

(ICCPR) dan International Convenant on Economic, Sosial and Cultural Rights ( ICESCR)
yang terbentuk pada tahun 1966.

Anda mungkin juga menyukai