on Civil and Political Rights (ICCPR) yang meliputi sejarah perkembangan dan
umum ICCPR, penulis selanjutnya akan membahas seputar jenis serta muatan hak-
Rights (ICCPR)
isu hak asasi manusia pada periode pasca-Perang Dunia kedua, yang di mana
dehumanisasi telah terjadi pada saat itu. Misalnya, selama Perang Dunia pertama,
orang-orang Armenia dibantai dan membunuh lebih dari satu juta orang. Kemudian
pada PD II tahun 1942, rezim Nazi merenggut nyawa 11 juta orang, termasuk 6 juta
orang Yahudi dan jutaan tawanan perang dan orang Gipsi. Terlebih lagi, ketika
genosida yang terjadi di Bosnia pada tahun 1995 sekali lagi mengejutkan dunia,
29
menewaskan ratusan ribu orang.1
Resolusi 217 A (III) yang bernama Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Hak
dan kebebasan yang termuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun
1948 mencakup hak-hak yang lengkap, termasuk hak-hak sipil, politik, budaya,
ekonomi dan sosial untuk setiap individu, serta beberapa hak kolektif. DUHAM
sebagai standar umum keberhasilan bagi semua rakyat dan bangsa serta deklarasi
tersebut telah menjadi tonggak sejarah dalam pengembangan hak asasi manusia.
DUHAM memuat 30 pasal yang meliputi pokok-pokok hak asasi manusia dan
kebebasan dasar, yang dijadikan sebagai acuan umum bagi pencapaian seluruh
rakyat dan bangsa untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang universal
dan efektif terhadap HAM dan kebebasan dasar, termasuk rakyat dari anggota
kebebasan dasar yang termuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Hal
ini karena DUHAM bersifat himbauan saja, tidak mengikat secara hukum.
1
Muhammad Rafi Darajati and Muhammad Syafei, POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN DUA
KOVENAN HAM INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL POLITIK DAN HAK EKONOMI
SOSIAL BUDAYA, Syiah Kuala Law Journal, Vol, 4, No, 2, (2020), hal. 107.
2
Ibid.
3
Ibid.
30
Terkait dengan hal tersebut, Majelis Umum PBB pada tahun 1948 meminta
kepada Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang sebelumnya telah menyiapkan
Komisi HAM PBB mulai mengerjakannya di tahun 1949, lalu Majelis Umum PBB
sipil dan politik dan kebebasan dasar di satu sisi seta penikmatan hak ekonomi,
sosial dan budaya di sisi lain saling terkait juga saling bergantung.4
Selanjutnya, pada sidang MU PBB tahun 1951 meminta Komisi HAM PBB
agar menyusun dua konvensi tentang hak asasi manusia yaitu kovenan tentang hak
sipil dan politik serta kovenan tentang hak ekonomi, sosial dan budaya. Secara
sejumlah ketentuan yang sama dan wajib mencakup pasal-pasal yang ditetapkan
Pada tahun 1951, Komisi PBB dibantu oleh perwakilan dari Organisasi
rancangan Kovenan Hak Asasi Manusia. Setelah diskusi panjang, Majelis Umum
meminta pada Februari 1952 agar ada dua kovenan terpisah, satu tentang hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya dan yang lainnya tentang hak-hak sipil dan politik. Hal
ini menjadi perlu pada saat itu karena beberapa negara tidak mengakui hak-hak
4
DPR RI, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang International Covenant on Civil and
Political Rights, 2005, hal. 4.
5
Ibid.
31
ekonomi sosial dan budaya sebagai hak asasi manusia, sementara beberapa negara
lain tidak mengakui hak sipil dan politik sebagai hak asasi manusia.6
Kedua rancangan kovenan yang dibuat oleh Komisi HAM PBB akhirnya
selesai, draf naskah tersebut selesai pada tahun 1953 dan tahun 1954. Sesudah
kedua rancangan kovenan dibahas, akhirnya diputuskan oleh MU PBB pada tahun
lebih rinci serta publik bisa dengan bebas menyampaikan pendapatnya. Sehingga
demi tujuan itu, MU PBB merekomendasikan Komite III PBB untuk mulai
pembahasan dari draf teks kovenan pasal demi pasal dari pada 1955.7
pertama oleh Komisi dan kemudian oleh Komite III Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang diadopsi oleh Komite III. Namun, baru pada tahun 1966 Komite III
Umum.8
6
Canada’s Human Rights Commitments, History of the International Covenant on Civil and
Political Rights, 2015, diakses dalam <http://humanrightscommitments.ca/2015/11/history-of-the-
international-covenant-on-civil-and-political-rights/> [26 January 2022].
7
RI. Loc. Cit.
8
Canada’s Human Rights Commitments, Loc. Cit.
32
Internasional Hak-hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak-
hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Pada tanggal 23 Maret 1976 Kovenan tentang
Internasional Hak Sipil dan Politik sesudah 35 negara meratifikasi ICCPR dan itu
Perbedaan antara dua tema hak asasi manusia yang memunculkan Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik adalah hasil dari persetujuan politik saat
itu yang sulit di antara negara-negara sosialis dan negara-negara kapitalis yang
ketika itu ikut serta dalam Perang Dingin. Situasi ini berpengaruh terhadap proses
pembuatan perjanjian hak asasi manusia internasional yang saat itu masih
dikerjakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1949. Hasilnya,
dibentuklah dua perjanjian internasional yang mengatur tentang hak-hak sipil dan
politik dan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, yang awalnya diupayakan untuk
Sosial dan Budaya. Kedua perjanjian ini adalah saudara kembar yang lahir dalam
kondisi yang tidak menguntungkan, yang berdampak pada penegakan kedua jenis
hak tersebut.10
Kini ICCPR telah diratifikasi oleh 173 negara dan 6 negara penanda
tangan.11 Artinya, setidaknya 95% dari 193 negara anggota PBB telah menjadi
Negara peserta dalam ICCPR Dilihat dari banyaknya ratifikasi ICCPR oleh negara,
9
RI. Loc. Cit.
10
TEMMANENGNGA, IMPLEMENTASI KOVENAN HAK SIPIL DAN POLITIK DI INDONESIA,
Kementerian Hukum Dan HAM RI, 2014, diakses dalam
<https://ham.go.id/2014/03/24/implementasi-kovenan-hak-sipil-dan-politik-di-indonesia-hal-1/>
[11 November 2021].
11
OHCHR, STATUS OF RATIFICATION <https://indicators.ohchr.org/> [accessed 7 August 2021].
33
dibandingkan dengan perjanjian-perjanjian HAM internasional lainnya, kovenan
ini dapat dikatakan memiliki universalitas yang sangat tinggi. Tidak salah
Human Rights.12
seseorang, tiap orang mempunyai hak yang sama serta seimbang dan dapat
menikmati hak-hak di dalam ICCPR tanpa adanya rasa tertekan. ICCPR juga
Negara-negara yang telah menjadi negara pihak ICCPR tersebut terikat oleh
HAM memiliki ketentuan khusus dalam pasal yang terpisah dari ICCPR, pasal
tersebut mencakup pasal 28 sampai dengan pasal 45. Komite HAM bertugas
meliputi tiga hal. Pertama, mempelajari laporan negara yang telah menjadi negara
pihak. Adapun laporan ini mengandung mengenai tindakan yang diambil oleh
negara-negara pihak untuk melindungi hak sipil dan politik dan kemajuan
implementasi hak-hak tersebut untuk menjamin dan mewujudkan hak yang diatur
dalam hal pengaduan negara tentang negara lainnya yang dianggap melakukan
12
Syukron Mahbub, KOVENAN INTERNASIONAL HAK SIPIL POLITIK (KIHSP) DAN KOVENAN
INTERNASIONAL HAK EKONOMI SOSIAL BUDAYA (KIHESB) KORELASINYA DENGAN
MAQASHID AL-SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, Jurnal YUSTITIA, Vol, 20, No, 2,
(2019), hal. 118.
13
International Law Making, Dekiarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, Indonesian Journal of
International Law, Vol, 4, (2006), hal. 147. <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.
34
pelanggaran norma-norma dalam ICCPR. Ketiga, menerima, mempertimbangkan,
dan mendamaikan bagi warga negara yang mengadu dalam suatu negara yang
organ) yaitu tugas komite ini adalah untuk pengawasan implementasi isi ICCPR
oleh seluruh Negara yang telah ratifikasi ICCPR. Untuk melengkapi monitoring
yang dilakukan Komite, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik telah
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Ini berarti bahwa Negara Pihak pada
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dapat memilih ingin terikat
maupun tidak dengan prosedur yang ditetapkan dalam Optional Protocol ini.
Komite HAM beranggotakan 18 orang, anggota ini dipilih dari warga Negara
Peserta ICCPR. Anggota yang terpilih sebagai bagian dari komite wajib memenuhi
syarat sebagai personal dengan kompetensi hak asasi manusia yang tinggi dengan
Setiap empat tahun mengadakan pemilihan anggota Komite dan dipilih dari
pengambilan suara secara rahasia. Walaupun anggota diusulkan oleh negara pihak,
tapi anggota tersebut tidak mewakili negaranya jika terpilih sebagai anggota
Komite, anggota Komite wajib bekerja dalam kapasitas sebagai individu, dan
14
Muhardi Hasan and Estika Sari, Hak Sipil Dan Politik, Demokrasi, Vol, 4, No, 1, (2005), hal. 95-
96.
15
Vinny H. Waluya, MEKANISME, TANGGUNGJAWAB DAN IMPLEMENTASI KOVENAN HAK
SIPIL DAN POLITIK DI INDONESIA, Kementerian Hukum Dan HAM RI, 2014, diakses dalam
<https://ham.go.id/2014/04/21/mekanisme-tanggungjawab-dan-implementasi-kovenan-hak-sipil-
dan-politik-di-indonesia-halaman-1/> [11 November 2021].
35
tindakannya bukan sebagai wakil dari negara. Sifat personal tugas-tugas anggota
komite tampaknya diperkuat oleh komitmen yang wajib anggota ucapkan saat
anggota tersebut ditunjuk untuk melaksanakan tugas mereka dengan adil dan
sungguh-sungguh.16
yang ditetapkan oleh Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta
sistem pelaporan secara berkala. Negara yang telah meratifikasi harus menyerahkan
ICCPR dan progres yang sudah mereka capai. Komite dengan cermat menelaah
laporan berkala yang dibuat oleh negara peserta dan selanjutnya komite
ini sifatnya tidak wajib negara peserta dapat memilih mengikuti atau tidak. Berbeda
hanya dapat digunakan pada negara peserta lain yang juga menyetujui terikat
meyakini bahwa negara lain telah melanggar ICCPR, fakta tersebut dapat menjadi
perhatian negara yang bersangkutan. Negara yang dituduh harus tanggapi tuduhan
tersebut dalam jangka waktu tiga bulan. Jika dua negara tersebut tidak bisa
16
Ibid.
17
Ibid.
36
selesaikan perselisihannya dalam jangka waktu enam bulan, salah satu dari kedua
atas dasar itikad baik untuk mencapai penyelesaian damai antara negara-negara
tersebut. Namun jika solusi atau jalan keluar yang diberikan komite tidak dapat
petition). Prosedur ini juga sifatnya pilihan, artinya hanya bisa dilaksanakan di
Negara Peserta yang telah melakukan ratifikasi Optional Protocol pertama ICCPR.
Dengan mekanisme ini, individu bisa dengan langsung menghubungi komite. Tidak
perlu lewat perantara negara. Oleh karena itu, mekanisme ini menegaskan bahwa
status individu dalam hukum internasional sekarang tidak lagi hanya sebagai
internasional.19
2.3 Jenis dan Muatan Hak-Hak Di Dalam International Covenant On Civil And
berbeda dengan hak asasi manusia lainnya, terutama hak ekonomi, sosial dan
represif, terutama bagi negara-negara yang telah ratifikasi ICCPR. Oleh karena itu,
18
Ibid.
19
Ibid.
37
hak-hak yang terkandung di dalam ICCPR selalu dikenal sebagai hak-hak negatif,
dalam artian apabila peran negara dibatasi atau dikurangi, maka hak-hak dan norma
yang dijamin di dalam ICCPR akan terwujud. Namun, jika negara bertindak terlalu
intervensionis, maka negara akan melanggar hak dan norma yang ditetapkannya.
menghilangkan orang.20
Sedangkan, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya sering disebut sebagai hak
maksimal dalam mewujudkan hak-hak dalam Kovenan. Inilah perbedaan antara hak
sipil dan hak politik dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Adapun contoh
6 bagian dan 53 pasal. Pasal 1 hak atas menentukan nasib sendiri. Pasal 2 mengatur
bagi negara peserta harus menghormati hak-hak dalam ICCPR. Pasal 3 menyatakan
kesetaraan hak bagi laki-laki dan perempuan. Pasal 4 menyatakan bahwa negara
20
Devy Puspita Sirua, IMPLEMENTASI INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND
POLITICAL RIGHTS (ICCPR)TERHADAP KEBEBASAN HAK BERAGAMA DAN
BERKEYAKINAN DI INDONESIA, (UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR, 2014), hal.
20.
21
Ibid.
38
serta kebebasan yang ditetapkan dalam ICCPR.22
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang totalnya ada 53 pasal,
22
OHCHR, International Covenant on Civil and Political Rights, UNITED NATIONS HUMAN
RIGHTS OFFICE OF THE HIGH COMMIISSIONER diakses dalam
<https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/ccpr.aspx> [18 January 2022].
23
Hasan and Sari, Loc. Cit.
39
21. 26 Kesamaan di muka hukum
22. 27 Menjamin hak untuk kaum minoritas
implementasi hak-hak yang tercantum dalam ICCPR, Pasal 28 sampai dengan Pasal
Manusia.24
pun dalam ICCPR yang dapat diartikan untuk mengurangi ketentuan Piagam PBB
dan konstitusi badan khusus dalam hubungan dengan masalah yang diatur dalam
ICCPR dan Pasal 47 bahwa tidak satu ketentuan pun di dalam ICCPR yang dapat
diartikan untuk mengurangi hak yang melekat semua rakyat agar menikmati dan
gunakan sepenuhnya dan secara bebas kekayaan serta sumber daya alamnya. Pasal
Selanjutnya, hak sipil dan politik yang terdapat di dalam ICCPR mempunyai
rights merupakan hak mutlak yang pelaksanaannya hak tersebut tidak dapat
dikurangi Negara Peserta dan harus dijunjung tinggi dan dihormati bahkan dalam
situasi darurat. Adapun hak-hak yang tergolong dalam kategori ini meliputi:26
24
RI, Op. Cit., hal. 8.
25
RI, Op. Cit., hal. 9.
26
DPN SBMI, BELAJAR TENTANG HAK ASASI MANUSIA DARI HRWG, 2016, diakses dalam
<https://sbmi.or.id/belajar-tentang-hak-asasi-manusia-dari-hrwg/> [6 November 2021].
40
1. Hak untuk hidup (right to life),
(hutang).
dikritik sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia (gross violation of human
rights). Sedangkan kategori kedua yaitu derogable rights, hak-hak yang dapat
dibatasi implementasinya oleh negara yang menjadi peserta dalam kovenan ini.
jika sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif,
27
Ibid.
41
yaitu pertama untuk menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau
kebebasan orang lain. Profesor. Rosalyn Higgins menyatakan ketentuan ini sebagai
ketentuan clawback, yang di mana hal tersebut dapat disalahgunakan oleh negara
jika diberi suatu keleluasaan seperti itu. Untuk menghindari situasi ini, Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menguraikan bahwa pembatasan atas
hak-hak tersebut tidak boleh di luar cakupan Kovenan ini. Selain itu diwajibkan
semua Negara Pihak pada Kovenan Internasional tentang hak-hak Sipil serta hak
Politik.28
28
Ifdhal Kasim, Sedikit Tentang Kovenan Hak -Hak Sipil Dan Politik, 2011, diakses dalam
<https://docplayer.info/41111997-Makalah-sedikit-tentang-kovenan-hak-hak-sipil-dan-politik-
oleh-ifdhal-kasim-ketua-komnas-ham-ri-jakarta.html>. hal. 2.
42