1. Umum.
a. Salah satu tugas dan tanggung jawab negara sebagai negara yang
berdaulat dan sebagai negara perserikatan bangsa-bangsa adalah memajukan
perlindungan dan penyelenggaraan dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam
memberikan jaminan perlindungan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
dan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat manusia.
a. Maksud. Naskah Sekolah ini disusun sebagai pedoman bagi Gadik dan
Pasis dalam proses belajar mengajar Pendidikan Perwira TNI AD.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Naskah Sekolah Hukum HAM ini meliputi
penjelasan tentang Hukum HAM yang disusun dengan tata urut sebagai berikut:
a. Bab I Pendahuluan
b. Bab II Hubungan Hukum HAM dan Hukum Humaniter
c. Bab III Penerapan HAM dalam Operasi Militer
d. Bab IV Tempat Kedudukan Pengadilan HAM
e. Bab V Lingkup Kewenangan
f. Bab VI Hukum Acara Pengadilan HAM
g. Bab VII Perlindungan Korban dan Saksi
h. Bab VIII Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi
i. Bab IX Ketentuan Pidana
j. Bab X Proses Penyelesaian HAM Berat
j. Bab XI Penutup
4. Referensi.
RAHASIA
2
5. Pengertian.
a. Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia (Pasal 1 butir 1. UU No. 39 Tahun 1999).
BAB II
HUBUNGAN HUKUM HAM DAN HUKUM HUMANITER
6. Umum. Hubungan antara Hukum Humaniter dan Hukum HAM dapat dilihat
dari persamaan dan perbedaan kedua disiplin ilmu tersebut, dimana persamaannya
adalah sama-sama memberikan perlindungan kepada manusia, sedangkan
perbedaannya adalah kalau hukum Humaniter memberikan perlindungan kepada manusia
pada saat terjadi pertikaian bersenjata, sedangkan hukum HAM memberikan
perlindungan kepada manusia pada masa damai.
2) Revolusi Amerika tahun 1776, revolusi dalam abad ke-18 ini besar
sekali pengaruhnya pada perkembangan HAM. Revolusi Amerika menuntut
adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini hidup
bebas dari kekuasaan Inggris.
BAB III
PENERAPAN HAM DALAM OPERASI MILITER
10. Umum. Operasi militer adalah kegiatan terencana yang dilaksanakan oleh
satuan militer dengan sasaran waktu, tempat, dan dukungan logistik yang telah ditetapkan
sebelumnya melalui perencanaan yang terinci, dimana operasi militer ini dibagi menjadi 2
Pola yaitu Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang. Penerapan HAM
dalam suatu operasi militer hanya terbatas pada operasi militer selain perang, sedangkan
dalam operasi militer perang yang diberlakukan adalah Hukum Humaniter.
b, Hubungan HAM dan Hukum Humaniter tidak pernah diperhatikan, baru pada
akhir tahun enam puluhan, Kesadaran ini meningkat dengan adanya pertikaian
bersenjata seperti perang kemerdekaan di Afrika, Konflik di Timur Tengah dan di
Vietnam menimbulkan permasalahan yang dapat dipandang baik dari segi hukum
perang maupun dari segi HAM. Konvensi mengenai HAM yang diselenggarakan
oleh PBB di Teheran tahun 1968, secara resmi menjalin hubungan antara HAM
dan Hukum Humaniter. Dalam Resolusi XXIII tertanggal 12 Mei 1968 mengenai
“penghormatan HAM pada waktu pertikaian bersenjata” Konferensi meminta
supaya konvensi-konvensi tentang pertikaian bersenjata diterapkan agar lebih
sempurna dan agar supaya disepakati perjanjian baru dalam hal ini. Dengan
demikian setelah diadakan Konvensi di Teheran para negara baru bersedia untuk
melengkapi konvensi-konvensi Jenewa sedangkan sebelumnya “Peraturan-
peraturan untuk membatasi masalah masyarakat sipil pada waktu perang” yang
diusulkan oleh ICRC pada tahun 1956 tidak menarik perhatian mereka.
a. Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar dan bersifat kodrati yang melekat
pada manusia atas kelahirannya sebagai manusia, pemenuhan bagi penikmatan
HAM merupakan hal yang patut dan penting dan merupakan masalah tersendiri
dalam HAM, dilihat dari segi pemenuhannya HAM dapat dibedakan dalam dua
konsep, yakni derogable rights dan non-derogable rights. Derogable rights berarti
hak-hak yang dapat dibatasi, sedangkan non-derogable rights adalah hak-hak yang
tidak dapat dibatasi kapanpun, dimanapun, dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun.
c. Perwujudan Hukum HAM dan Hukum Humaniter dalam setiap OMSP dan
OMP yang melibatkan TNI akan tertuang dalam aturan pelibatan (Rules Of
Engagement) dan buku saku (Pocket Card) yang harus dijalankan oleh setiap
prajurit TNI.
12
BAB IV
TEMPAT KEDUDUKAN PENGADILAN HAM
13. Umum. Pengadilan HAM merupakan pengadilan yang mempunyai sifat khusus
yang hanya dapat mengadili pelaku-pelaku pelanggaran HAM berat berupa Genocide dan
kejahatan kemanusiaan. Untuk mengadili pelaku-pelaku pelanggaran HAM berat dapat
ditempuh dengan 2 (dua) cara yakni diadili oleh Pengadilan HAM Permanen dan
Pengadilan HAM Ad. Hoc. Pengadilan HAM yang bersifat permanen hanya mengadili
pelaku-pelaku pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah berlakunya UU Nomor 26
Tahun 2000, sedangkan Pengadilan HAM Ad. Hoc mengadili pelaku-pelaku pelanggaran
HAM berat yang terjadi sebelum berlakunya UU Nomor 26 Tahun 2000 atas usul DPR
berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
15. Bentuk dan Sifat Hubungan Hukum HAM. Penyelenggaraan dan perlindungan
Hukum HAM bersifat vertikal dan horizontal:
BAB V
LINGKUP KEWENANGAN
17. Yurisdiksi.
18. Pelanggaran HAM. Istilah pelanggaran HAM dalam pengertian umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM yang berat.
Namun dalam pengertian hukum HAM, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah
pelanggaran HAM yang berat. Hal itu sesuai pasal 4 UU No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM telah ditentukan bahwa Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus pelanggaran HAM yang berat.
a) Kejahatan Genosida.
a) Pembunuhan.
b) Pemusnahan.
c) Perbudakan.
f) Penyiksaan.
j) Kejahatan apartheid.
BAB VI
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM
c. Memanggil pihak pengadu, korban atau pihak yang diadukan untuk diminta
dan didengar keterangannya.
1) Memeriksa surat.
g. Dalam hal Komnas HAM berpendapat bahwa tedapat bukti pemulaan yang
cukup telah terjadi pelanggaran HAM berat, maka kesimpulan hasil pemeriksaan
disampaikan kepada penyidik paling lambat 7 hari kerja.
21. Penyidikan, adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya:
c. Apabila dalam jangka waktu 240 hari tidak diperoleh bukti yang cukup, maka
wajib dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung.
23. Penahanan, adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.
24. Penuntutan, adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana
ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
c. Dalam hal tidak terdapat alasan yang cukup kuat untuk mengajukan perkara
pelangaran HAM berat ke pengadilan maka Jaksa Agung dapat menghentikan
penyidikan atau mengesampingkan perkara.
e. Hakim Ad Hoc diangkat untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 kali masa jabatan.
f. Perkara pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh pengadilan
HAM dalam waktu paling lama 180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Pengadilan HAM.
BAB VII
PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI
26. Umum. Untuk memberikan jaminan keamanan bagi korban dan saksi atas
tindakan-tindakan intimidasi ataupun tindakan-tindakan kekerasan lainnya karena
memberikan laporan tentang telah terjadinya suatu pelanggaran HAM,
28. Perlindungan Saksi. Pengertian saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
a. Setiap saksi dalam pelanggaran HAM yang berat berhak memperoleh atas
perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari
pihak manapun.
BAB VIII
KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI
29. Umum. Kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terhadap pelanggaran HAM berat
harus diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
b. Restitusi, adalah ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku atau pihak
ketiga pada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya. Sama
halnya dengan kompensasi, pada restitusi ini pelaksanaannya harus melalui
pembentukkan komisi dan dalam tenggang waktu 3 tahun sejak tanggal
pembentukkan komisi ditetapkan harus sudah terealisasi.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
31. Umum. Terhadap perbuatan pelanggaran HAM yang berat sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 26 tahun 2000, dapat dijatuhkan sangsi pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000, yang menganut sistem pidana maksimal dan pidana minimal.
32. Sanksi Pidana, adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan
akibat adalah hukumnya, orang yang terkena akibat akan memperoleh sanksi baik masuk
penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak yang berwajib.
g. Pasal 42: Komandan Militer atau seseorang yang secara efektif bertindak
sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana
yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh
pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif atau di
bawah kekuasaannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat
dari tidak dilakukannya pengendalian pasukan secara patut, yaitu:
BAB X
PROSES PENYELESAIAN HAM BERAT
33. Umum. Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk
Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum, Dalam hal tidak
ditentukan lain dalam Undang-undang ini, hukum acara atas perkara pelanggaran hak
asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 26 Thn 2000.
34. Proses Penyelesaian HAM Berat. Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-
Undang No. 26 Thn 2000 boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan, atau pihak
manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau
kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini, maka proses penyelesaian HAM
berat dimulai dari Komnas HAM sesuai Pasal 90 sampai 96 sebagai berikut:
a. Pasal 90:
22
1) Setiap orang dan sekelompok orang yang memiliki alasan kuat
bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan
pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.
b. Pasal 91
c. Pasal 92
e. Pasal 94:
1) Pihak pengadu, korban, saksi, dan atau pihak lainnya yang terkait
wajib memenuhi permintaan Komna HAM.
f. Pasal 95, Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau
menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua
Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g. Pasal 96:
RAHASIA
24
BAB XI
PENUTUP
35. Penutup. Demikian Naskah Sekolah ini disusun sebagai bahan ajaran untuk
pedoman bagi tenaga pendidik dan Pasis dalam proses belajar mengajar materi pelajaran
Hukum Hak Asasi Manusia pada Pendidikan Perwira TNI AD.
RAHASIA