Anda di halaman 1dari 4

RESUME SEJARAH PERKEMBANGAN PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA

(BAB II Buku Hukum Hak Asasi Manusia)

Disusun untuk memenuhi Tugas 1 Hukum dan Hak Asasi Manusia kelas B
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Rahayu, S.H., M.Hum.

Disusun Oleh:
Sekar Novi Rahmawati
(11000120120085)

FAKULTAS HUKUM S-1


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
A. Sejarah Pemenuhan Hak Asasi Manusia
Gagasan mengenai perlindungan Hak Asasi Manusia telah muncul dan berkembang di
berbagai negara dengan memiliki kesamaan semangat yakni dorongan untuk
memperjuangkan kehidupan manusia yang lebih baik.
Di Inggris, isu mengneai perlindungan hak asasi manusia telah ada sejak 1215 yang
dirumuskan di dalam Magna Charta, Petition of Rights 1628, Habes Corpus Act 1679,
dan English Bill of Rights 1689 yang mengedapankan atas kebebasan politik, kebebasan
pribadi serta ketentuan untuk melindungi hak dan kebebasan individu.
Pemenuhan HAM juga tidak terlepas dari Revolusi Prancis dengan adanya
Declaration of The Rights of Man and Citizen. Sedangkan di Amerika Serikat
pemenuhan terhadap HAM lebih spesifik sebagaimana yang tercantum di dalam The
Virginia Declaration of Rights yang memiliki pengaruh dalam penyususnan naskah
konsitusi Amerika Serikat.
Meskipun terdapat perbedaan nama dan tujuan yang dituangkan di dalam naskah
mengenai pemenuhan HAM, namun yang perlu ditekankan ialah:
1. Manusia memiliki hak kodrati yang melekat pada setiap manusia serta tidak dapat
dicabut.
2. Perlindungan terhadap hak-hak manusia harus dilaksanakan secara setara.
3. Pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh undang-undang.
B. Perkembangan HAM dalam Hukum Internasional
Perhatian terhadap HAM di dalam hukum internasional baru muncul di abad ke-19
yang mana masih bersifat tradisional tersebut subjek hukumnya hanyalah negara
sedangkan individu hanya menjadi objek. Implikasi dari hal tersebut ialah jika adanya
perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan oleh negara lain terhadap warga negara
asing, maka negara dari warga asing tersebut yang berhak mengajukan tuntutan.
Fenomena ini disebut dengan doktrin State Responsibility for Injury to Alliens.
Dalam perkembangan HAM internasional pada abad ke-20, Liga Bangsa-Bangsa
mengesahkan Konvensi Penghapusan Perbudakan dan Perdagangan Budak 1967. Selain
itu pula, dibentuknya Palang Merah Internasional 1863, Perjanjian Versailles pasca
Perang Dunia 1 serta membentuk Organisasi Perburuhan Internasional. Di masa ini,
hukum internasional tradisional telah memusatkan perhatian mengenai doktrin untuk
melindungi berbagai kelompok.
Konsep atas perlindungan yang terjadi di era hukum internasional tradisional
berkembang menjadi hukum internasional modern dengan konsep bahwa negara tidak
hanya pemegang hak dalam pemenuhan HAM warga negaranya, namun juga sebagai
pemegang kewajiban. Sebagai bentuk komitmen dalam perjanjian mengenai pemenuhan
HAM, negara-negara melakukan ratifikasi atas perjanjian-perjanjian internasional
sebagaimana yang disebutkan di dalam Piagam PBB. Dalam upaya menegakan HAM di
masyarakat internasional, dikeluarkan Universal Declaration of Human Rights 1948
yang bertujuan untuk dijadikan dasar oleh negara-negara dalam menghormati dan
menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaan antar bangsa.
C. Perkembangan HAM di Indonesia
Di Indonesia perjuangan untuk melindungi hak individu tiap warga negaranya dimulai
sejak adanya proses pembentukan undang-undang dasar. Dengan segala sudut pandang
dari beberapa founding fathers mengenai urgensi untuk dimuatya hak asasi manusia ke
dalam UUD 1945, pada akhirnya konsep tersebut diterima dengan terbatas. Keterbatasan
tersebut dapat dilihat bahwa dalam UUD 1945 secara konseptual menggunakan istilah
‘hak warga negara’ bukan ‘hak asasi manusia’. Secara implicit, di dalam UUD 1945
tidak diakuinya natural rights yang menyarakan bahwa hak asasi manusia adalah hak
yang dimiliki oleh manusia karena ia lahir sebagai manusia. Implikasinya ialah negara
bukan sebagai guardian of human rights namun hanya sebagai regulator rights.
Dalam pergolakan pasca kemerdekaan, terdapat perubahan dalam konstitusional baik
secara formiil maupun materiil. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 mengatur
secara detail dalam pengaturan HAM dan kewajiban negara dalam menjamin penegakan
HAM. Kemudian di dalam UUD 1950 mengeluarkan beberapa revisi mengenai HAM
dengan mencantumkan hak-hak yang bersifat pribadi, keluarga, warga negara maupun
negara secara sistematis. Pengaturan mengenai perlindungan HAM yang dicantumkan di
dalam RIS 1949 dan UUDS 1950 dicabut dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959
sehingga konstitusi negara kembali menggunakan UUD 1945.
Pemenuhan perlindungan HAM di masa orde baru tidak dapat berjalan secara serius
dan massif sebagaimana dapat dibuktikan dengan adanya peristiwa kekerasan yang
dilakukan oleh pemerintah Orde Baru terhadap warga sipil yang melakukan aksi-aksi
yang dianggap sebagai pemberontakan. Pasca penggulingan Soekarno sebagai presiden
disusun Panitia Ad Hoc guna menyusun Rancangan Hak-Hak Asasi Manusia oleh MPRS
1968 namun tidak disahkan sebagai Tap MPR meskipun telah dibentuknya MPR pasca
pemilu 1971.
Pasca penggulingan Soeharto, terdapat beberapa tuntutan reformasi yang salah
satunya ialah tuntutan mengenai perlindungan HAM. Pada 1998 ditetapkan Piagam
HAM dalam Tap MPR No 18 Tahun 1998 yang memerintahkan lembaga negara untuk
menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman HAM serta menugaskan
Presiden untuk meratifikasi instrument-instrumen hukum internasional yang mengatur
mengenai HAM. Kemudian diundangkan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kemudian Keputusan Presiden No 26
Tahun 2000 untuk membentuk Pengadilan Ad Hoc guna mengadili kasus pelanggaran
HAM sebelum tahun 2000.
Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) UUD 1945, suatu instrument hukum internasional dapat
berlaku dan menjadi suatu peraturan perundangan di Indonesia apabila telah melalui
proses ratifikasi atau aksesi. Dilansir dari Tirto.id , Indonesia telah meratifikasi 12
instrumen HAM internasional ke dalam peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai