Anda di halaman 1dari 7

MEKANISME PERLINDUNGAN HAM BERDASARKAN

CHARTER BASED MECHANISM DAN TREATY BASED MECHANISM

Disusun Oleh :
Hamasah Tsabitah 195010107111192
Azzavira Salsa Anandita 195010107111195
Mutiara Shabila Sandy 195010107111197
Yatnaztasya Azaria Ayudianti 195010107111199
Faris Ibrahim Tuhepaly 195010107111223

Charter Based Mechanism


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mempunyai peran krusial dalam rangka
melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Pada pasal 1 ayat 3 Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa (Piagam PBB) menggambarkan bahwa perlindungan HAM menjadi salah satu tujuan
PBB. Dan seperti instruksi Dewan Ekonomi dan Sosial dan apa yang tertera pada pasal 55
dan 56 dari Piagam PBB antara lain adalah “mendorong penghormatan universal dan
diterapkannya hak asasi dan kebebasan dasar manusia.” Dalam hal ini telah terbagi dua
mekanisme dalam konstruksi sistem pemantauan hak asasi manusia, yang pertama
mekanisme yang berdasarkan perjanjian (the treaty based mechanism) dan kedua mekanisme
yang berdasarkan piagam (the charter based mechanism).
Charter based mechanism sendiri merupakan mekanisme pembahasan isu HAM
dalam persidangan intergovernmental atau sebuah prosedur penegakan hak asasi manusia
berdasarkan Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, dan Deklarasi dan Program Aksi Wina.
Dalam charter-based mechanism pula tidak ada limitasi mengenai isu HAM yang dibahas.
Melalui Komisi HAM PBB dan Sub Komisi HAM, prosedur 1503 serta mekanisme tematis
mekanisme ini dilakukan. Sejak 1967 yakni setelah tuntas dengan tugasnya dalam
merumuskan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia dan dua Kovenan Internasional HAM,
komisi HAM PBB diberi mandat oleh ECOSOC untuk menangani pengaduan-pengaduan
pelanggaran HAM.
1. Mekanisme Tematis Dan Negara
Dibentuk oleh Komisi HAM PBB untuk menyelediki problematika HAM berdasarkan
isu tertentu atau negara tertentu, seperti hak kebebasan berekspresi di suatu negara.
Komisi HAM PBB dan Sub Komisinya dalam hal ini dapat mendelegasikan ahli tertentu
dalam rangka melakukan investigasi atas isu HAM pada sebuah negara tertentu.
Bentuknya dapat dalam wujud Kelompok Kerja atau Pelapor Khusus. Dalam mekanisme
ini selambatnya 3 x 24 jam dari peristiwa mereka akan bertindak langsung atas
pelanggaran HAM yang terjadi, kemudian akan menyelidiki kasus dengan melakukan
verifikasi pada pelapor dan pemerintah. Dalam membuat laporan ada prasyarat yang
mengwajibkan para korban atau pelapor menjelaskan fakta secara mendetail.
2. Prosedur 1503
Mekanisme penyelesaian problematika HAM yang dilakukan secara tertutup sehingga
nama negara tidak akan dipublikasikan ke publik oleh karena dilaksanakan pula melalui
sidang tertutup. Melalui prosedur ini, laporan bisa dikirim ke pelapor khusus atau
working group yang ada. Adapun sebelum memakai mekanisme ini terdapat syarat yang
harus dilalui yakni harus setelah melalui seluruh mekanisme yang ada di dalam negeri
terlebih dahulu (exhausted domestic remedies).
3. Dewan HAM PBB
Majelis Umum PBB pada 15 Maret 2006 mencoba untuk menciptakan sebuah organisasi
HAM baru yakni Dewan HAM PBB dimana organisasi ini diinisiasi menjadi penerus
dari Komisi HAM PBB di PBB. Dewan HAM PBB beranggotakan 47 negara. Dibetuk
sebagai maifestasi dan reformasi PBB. Mandat Dewa HAM PBB adalah Pemajuan,
Penghormatan dan perlindungan HAM bagi semua secara adil dan setara tanpa adanya
pembedaan; Menyelesaikan situasi pelanggaran HAM termasuk pelanggaran HAM berat
dan sistematis serta membuat rekmendasi terhadap pelanggaran tersebut; Memajukan,
mengkoordinasi dan mengarusutamakan HAM di PBB; Menyediakan forum dialog
terhadap tema-tema khusus di PBB; Menyampaikan rekomendasi dalam pembangunan
instrument kepada Majelis Umum PBB; Memajukan implementasi kewajiban HAM oleh
Negara anggota; Tindak lanjut komitmen HAM. Beberapa aktivitas Dewan HAM PBB
dalam melindungi HAM antara lain Regular/Plenary session yang diadakan tiga kali
dalam setahun, Universal Periodic Review (UPR), Advisory Committee, Complain
Procedure, Expert Mechanism on Indigeneous Peoples, Forum on Minority Issues,
Social Forum, Forum on Business and Human Right, dan Forum on human rights,
democracy and rule of law.
4. Special Procedure Mandate Holders
SPMH dalam hal ini adalah sekelompok pakar independen atau pakar tertentu yang
ditunjuk oleh Dewan HAM PBB untuk memberikan masukan dan laporan kepada
DHAM terkait kondisi HAM di negara tertentu maupun kondisi pelaksanaan dengan
tema-tema HAM tertentu. SPMH dalam menjalankan perannya telah melakukan kajian
tematis; pengamatan langsung melalui kunjungan ke negara (country visit) dan
menyelenggarakan konsultasi dengan advokasi, para pakar, dan pihak terkait lainnya.
Treaty Based Mechanism
Treaty Based Mechanism merupakan sebuah proses/prosedur pengaduan yang dibuat
dengan sebuah dasar perjanjian/konvensi HAM internasional. Sebuah perjanjian internasional
berlaku atau mengikat bagi beberapa negara yang mengikuti perjanjian internasional tersebut
jika perjanjian Internasional tersebut telah ditandatangani dan diratifikasi oleh negara
tersebut.
Terdapat beberapa Konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) yang penting dan memberi
sebuah mekanisme untuk penanganan suatu pelanggaran HAM. Mekanisme tersebut
dipusatkan dalam suatu Komite/sebuah badan khusus untuk mempelajari seberapa jauh suatu
negara yang telah meratifikasi atau menandatangani perjanjian internasional menerapkan isi
dari perjanjian internasional tersebut. Dalam hal ini Indonesia menjadi bagian dari beberapa
konvensi Hak Asasi Manusia sebagai berikut:
1. ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights), komite pengawasnya
ialah Human Rights Committee/ Komite HAM, konvensi ini bertujuan dalam
pengukuhan pokok-pokok HAM dalam bidang politik & sipil yang ada di dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) hingga menjadi beberapa ketentuan
yang dapat mengikat sacara legal dan penjabarannya meliputi beberapa pokok lain yang
terkait. ICCPR diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 28 Oktober 2005 dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
ICCPR.
2. ICESCR (The International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights),
komite pengawasnya ialah Ekosob, konvensi ini bertujuan dalam pengukuhan pokok-
pokok hak asasi manusia dalam bidang ekonomi,  sosial, dan budaya. diratifikasi oleh
indonesia pada 30 september 2005. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang
pengesahan ICESCR.
3. CERD (Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination), komite
pengawasnya ialah Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, diratifikasi oleh Indonesia
pada 29 Juni 1999 dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
4. CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against
Women), Komite pengawasnya ialah Committee on the Elimination of Discrimination
against Women, dalam konvensi internasional ini dikhususkan mengenai isu hak asasi
wanita yang dikhususkan dalam penghapusan semua wujud diskriminasi terhadap
wanita. Diratifikasi oleh Indonesia pada  24 Juli 1984 melalui Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan.
5. CAT (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment), Komite pengawasnya ialah Komite Anti Penyiksaan, dalam Konvensi
ini dimuat suatu bentuk pencegahan bagi penyiksaan yang terjadi di seluruh dunia.
Diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Ratifikasi
CAT.
6. CRC (Convention on the Rights of the Child), Komite pengawasnya ialah Komite Hak
Anak, dalam konvensi ini dimuat penganturan yang menjamin hak anak pada bidang
sosial, sipil,ekonomi, politik, budaya , dan Kesehatan demi melindungi hak anak.
Diratifikasi oleh Indonesia telah melakukan ratifikasi Konvensi Hak Anak ini melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996.
7. MWC (Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members
of Their Families), Komite pengawasnya ialah Komite Hak Buruh Migran. Konvensi ini
diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2012.
8. Convention On The Rights of Persons With Disabilities, komite pengawasnya ialah
Committee on The Rights of Persons With Disabilities. Konvensi ini diratifikasi oleh
Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.
Dalam hal ini terdapat 4 (empat) mekanisme inti/utama tentang monitoring dan pengaduan
terhadap penerapan HAM:
1. Mekanisme Pelaporan, bertujuan untuk mengawasi kemajuan dalam penerapan
kewajiban negara sesuai dengan apa yang tertera dalam perjanjian.
2. Mekanisme Pengaduan Individual, merupakan sebuah Mekanisme yang berhubungan
dengan adanya sebuah pengaduan dari suatu kelompok atau individu yang merasa bahwa
hak asasi mereka telah dilanggar. Mengacu pada sebuat pelanggaran tertentu.
3. Pengaduan antar Negara, Negara Pihak melakukan pengaduan terhadap Negara pihak
yang lainnya dengan dasar dirasanya negara pihak yang lain tersebut melakukan
pelanggaran kewajibannya dalam perjanjian internasional tersebut.
4. Mekanisme investigasi, Mekanisme ini terdapat dalam 2 (dua) Konvensi diatas yaitu
konvensi CEDAW dan CAT, Komite ini berwenang untuk menginvestigasi suatu dugaan
pelanggaran Hak Asasi berdasarkan syarat tertentu dimana pelanggaran itu bersifat
berat/sistematis. Penyelidikan dari investigasi yang dilakukan ini bersifat rahasia hingga
proses penyelidikan/investigasi berakhir.
Berdasarkan dua mekanisme tersebut yaitu Charter Based Mechanism dan Treaty Based
Mechanism terdapat perbedaan dalam hal perlindungan hak asasi manusia. Dalam treaty
based mechanism, apabila terdapat Negara yang tidak meratifikasi perjanjian – perjanjian
internasional tersebut maka Negara tidak dapat melaporkan pelanggaran hak asasi manusia
dengan mekanisme treaty based. Sedangkan dalam charter based mechanism, semua Negara
anggota, orang, kelompok masyarakat, organisasi non pemerintahan dapat melaporkan
pelanggaran hak asasi manusia atau perbuatan yang berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Apabila terdapat Negara yang tidak meratifikasi perjanjian internasional tentang HAM,
maka hanya dapat melaporkan pelanggaran atau potensi pelanggaran HAM melalui charter
based mechanism. Kemudian dalam Charter Based Mechanism mekanisme ini selambatnya
3 x 24 jam dari peristiwa mereka akan bertindak langsung atas pelanggaran HAM yang
terjadi dan Treaty Based Mechanism Mekanisme Pelaporan membahas laporan Negara pihak
setiap 2 -5 tahun dan membuat concluding observation/pengamatan umum. Dalam hal ini
Treaty Based Mechanism memerlukan waktu yang lebih lama dari pada charter based
mechanism.

Contoh Kasus

Penyelesaian HAM terhadap Etnis Rohingya di Myanmar


Berdasarkan pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa untuk menyelesaikan suatu kasus
dianjurkan untuk menggunakan cara diplomasi dahulu sebelum menggunakan cara hukum. Mediasi
merupakan penyelesaian kasus melalui perundingan dengan melibatkan pihak ketiga sebagai penegah
yang disebut mediator.. Mengenai kasus HAM terhadap Etnis Rohingya, maka PBB dapat ditunjuk
sebagai mediator atau pihak ketiga atau pihak yang menengahi para pihak yang bersengketa, yaitu
Etnis Rohingya dengan penduduk atau pemerintah Myanmar.

Sebenarnya, PBB telah mengecam pemerintahan Myanmar dan berhenti melakukan


kekerasan-kekerasan terhadap Etnis Rohingya. Kecaman dan juga ingatan PBB kepada pemerintah
Myanmar ini merupakan salah satu contoh mediasi yang ditawarkan PBB. Namun, Pemerintah
Myanmar tidak memberikan tanggapan yang baik dalam hal ini. Sehingga bila menggunakan mediasi
tidak dapat mengakhiri permasalahan, maka kasus HAM ini dapat diambil alih oleh Dewan
Keamanan PBB untuk diselesaikan melalui Mahkamah Pidan Internasional (ICC).
Daftar Pustaka
Iskandar, P. (2012). Hukum HAM Internasional Sebuah Pengantar. Cianjur: IMR Press.

Itasari, E. R. (2021). Kewajiban Negara Indonesia Setelah Meratifikasi International Convenant on


Economic Social and Cultural Rights (ICESCR). Jurnal Komunikasi Hukum 7, 1-9.

KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA. (2019). Mekanisme HAM PBB.


Retrieved 10 5, 2021, from
https://kemlu.go.id/portal/id/read/87/halaman_list_lainnya/mekanisme-ham-pbb

Lestari, R. (2017). Implementasi Konvensi Internasional tentang Hak Anak (Convention on The
Rights of Child) di Indonesia (Studi Kasus: Pelanggaran Terhadap Anak di Provinsi
Kepulauan Riau 2010-2015). JOM FISIP, 2.

Pradjasto, A. (2008). INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA DAN KONSEP TANGGUNG JAWAB
NEGARA. Jakarta: ELSAM Lembaga Studi & Advokasi Masyrakat.

Purba, C. (2020, Juli 24). Siaran Pers Komnas Perempuan Peringatan 36 Tahun Pengesahan
CEDAW. Retrieved from Komnas Perempuan: https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-
detail/siaran-pers-komnas-perempuan-peringatan-36-tahun-pengesahan-cedaw-24-juli-2020

Smith, R. K. (2008). Hukum Hak Asasi Manusia (Pertama ed.). (K. D. Asplund, Ed.) Yogyakarta:
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta.

unhchr.ch. (n.d.). UN Commission on Human Rights. Retrieved 10 6, 2021, from


http:/www.unhchr.ch/html/menu2/2/chr.htm

UNKRIS. (2018, 10 7). p2k.kurikulum.org. Retrieved from Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa: https://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Dewan-Hak-Asasi-Manusia-
Perser_12631_unkris_p2k-unkris.html

Anda mungkin juga menyukai