Anda di halaman 1dari 24

“THE UNITED NATIONS SYSTEM-IMPLEMENTATION”

HUKUM INTERNASIONAL

Dosen Pengampu

Hasbi Asyidiqi, S.Sos., M.Si.

Disusun Oleh: (Kelompok 5)

Farouq (L1A021042)

Lalu Thouriq Andika Wijaya (L1A021057)

Wahyu Zepria Sasaki (L1A021071)

Wida Suryani (L1A021072)

Zikry Aulia Ghifary Fajar (L1A021077)

Zuhri Al Hadid (L1A021078)

Abramo Fadillah (L1A021080)

UNIVERSITAS MATARAM

PRODI HUBUNGAN INTERNASIONAL

(FAKULTAS ILMU SOSIAL & POLITIK)

2022
Daftar Isi

Daftar Isi..................................................................................................................2

Latar Belakang........................................................................................................3

BADAN POLITIK (POLITICAL BODIES)........................................................5

BADAN AHLI YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN ORGAN PBB............6

BADAN AHLI YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN PERJANJIAN


TERTENTU............................................................................................................8

Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial (The Committee on the Elimination of


Racial Discrimination)..........................................................................................8

Komite Hak Asasi Manusia (The Human Rights Committee)..............................9

Komite Penghapusan Diskriminasi pada Wanita (The Committee on the


Elimination of Discrimination Against Women)................................................14

Komite Penentangan Penyiksaan (The Committee against Torture)..................16

Komite Hak Anak (The Committee on the Rights of the Child)........................17

Komite Perlindungan Buruh Migran (The Committee on the protection of


Migrans Worker).................................................................................................18

Komite Perlindungan Hak Asasi Masyarakat Disabilitas (The Committee on the


Rights of Persons with Disabilities)....................................................................20

Komite Penghilangan Paksa (The Committee on Enforced Disappearances)....20

KESIMPULAN.....................................................................................................22

2
3
Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) masih menjadi masalah yang sering kali dibahas
di dalam dunia internasional. Pelanggaran-pelanggaran HAM masih sangat sering
terjadi, bahkan di sekeliling kita pada kehidupan sehari-hari. Ada 2 faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya suatu pelanggaran HAM. Ada factor internal dan
factor eksternal, factor internal merupakan factor yang berasal dari dalam diri
pelanggar HAM tersebut. Factor internal ini dapat disebabkan karena kurangnya
kesadaran akan HAM itu sendiri. Sedangkan factor eksternal banyak terjadi terkait
dengan masalah perbedaan ras, politik, agama, gender, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pada Hukum Internasional, perlindungan HAM diatur dalam


Universal Declaration of Human Rights 1948 (UDHR) dan beberapa perjanjian
internasional lainnya. UDHR ialah dokumen mengenai HAM yang terdapat pada
Resolusi Majelis Umum PBB yang sifatnya international soft law (universal
common understanding) yang didalamnya memuat standar umum tengan
perlindungan HAM.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada 24 Oktober 1945 di


Francisco, Amerika Serikat, setelah berakhirnya PD II. Sampai saat ini PBB telah
memiliki 193 negara anggota. Penerimaan keanggotaan PBB ini memerlukan
rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB, dan diputuskan melalui duapertiga
suara dari Majelis Umum PBB. Negara-negara yang tergabung kedalam PBB
memiliki komitmen penuh untuk memilihara perdamaian serta keamananan
internasional. Selain itu negara-negara sesama anggota PBB juga memilihara
perdamian dan keamanan internasional, meningkatkan kehidupan yang layak,
menjalin hubungan persahabatan antar sesama anggota PBB, dan HAM (Anon.,
2019).

Sebagai organisasi yang memiliki komitmen kuat dalam memelihara


keamanan, perdamaian, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. PBB
memiliki badan-badan resmi dan kelompok kerja tidak resmi. Badan resmi yang di
bentuk oleh PBB dalam menangani permasalahan kasus HAM yaitu Kantor
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia atau Office of the United
Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR). Kantor Komisaris ini
memiliki tugas untuk mengkoordinasi semua aktivitas HAM yang dilakukan oleh

4
system PBB dan melakukan pengawasan terhadap jalannya fungsi dari Dewan
HAM PBB yang bepusat di Jenewa, Swiss. Sedangkan beberapa serangkaian
kelompok kerja tidak resmi dibentuk guna mempersiapkan rancangan-rancangan
istrumen internasional, seperti Deklarassi Intoleransi Beragama, Konvensi
Menentang Penyiksaan dan instrument tentang anak serta hak-hak anak.
Kelompok kerja ini dibentuk oleh United Nations Economic and Social Council
(ECOSOC).

ECOSOC memberikan kewenangan dalam bidang HAM kepada Dewan


HAM PBB yang sebelumnya menggantikan Komisi HAM PBB. Kewenangan
Dewan HAM PBB yang diberikan kuasa dalam melakukan pemeriksaan
keteranfan yang relevan terkait dengan pelanggaran HAM. Kemudian hasil
pemeriksaan tersebut dimuat kedalam ssurat pengaduan yang didaftarkan oleh
Sekretaris Jendral, lalu kemudian melakukan studi terhadap pola pelanggaran
HAM tersebut.

Selain yang telah disebutkan di atas, aejumlah komite ahli juga telah
dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian tertentu. Komite-komite ini disebut
'Organ Perjanjian PBB. Komite-komite ini terdiri dari Komite Penghapusan
Diskriminasi Rasial, Komite Hak Asasi Manusia, Komite Penentang Penyiksaan,
Komite Hak Anak, Komite Perlindungan Buruh Migran, Komite Perlindungan
Hak Asasi Masyarakat Disabilitas, dan Komite Penghilangan Paksa. Penjelasan
lanjut mengenai Komite-komite ini akan dibahas pada pembahasan materi.

5
BADAN POLITIK (POLITICAL BODIES)

Majelis Umum PBB memiliki kekuasaan untuk memulai studi serta


mengemukakan rekomendasi mengenai hak asasi manusia yang berdasar kepada
pasal 13 piagam PBB. Item agenda hak asasi manusia ini mungkin berasal dari
laporan atau keputusan dari Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) pada rapat
perencanaan Majelis sebelumnya, atau diusulkan oleh organ-organ PBB, yaitu
secretariat PBB, atau negara-negara anggota. Hal-hal yang mengenai hak asasi
manusia dimasukkan kedalam rapat perencanaan Komite Ketiga Majelis Umum
PBB yang terdiri dari Komite sosial, Kemanusiaan, dan Budaya, akan tetapi hal ini
juga mungkin menjadi rujukan pada komite-komite yang lain seperti komite
keenam (hukum), atau komite pertama (politik keamanan), ataupun komite politik
khusus. Majelis umum PBB juga membentuk organ-organ tambahan, beberapa
diantaranya menangani masalah hak asasi manusia, seperti panitia khusus
dekolonisasi, Dewan PBB untuk Namibia, Komite Khusus Menentang Apartheid,
Komite Khusus untuk menyelidiki gerak-gerik Israel di wilayah penduduk dan
Komite Pelaksanaan Hak-hak Rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut dan
diganggu gugat (Shaw, 2017).

Berdasarkan pasal 62 piagam PBB, ECOSOC dapat membuat suatu


rekomendasi mengenai hal hak asasi manusia, mentusun konvensi (kesepakatan
bersama tidak tertulis) untuk majelis, dapat mengadakan konferensi internasional
tentang masalah hak asasi manusia. ECOSOC terdiri dari 54 negara anggota yang
dipilih oleh Majelis Umum PBB. Dari beberapa cabang komisi yang dimiliki oleh
ECOSOC, Komisi hak asasi manusia dan Komisi tentang Status Perempuan
(Comission on the Status of Women) lah yang memiliki hubungan erat dengan
permasalahan hak asasi manusia. Komisi Hak Asasi Manusia sendiri didirikan
pada tahun 1946 sebagai organ tambahan dari ECOSOC (Shaw, 2017).

Beberapa serangkaian kelompok kerja tidak resmi dibentuk guna


mempersiapkan rancangan-rancangan istrumen internasional, seperti Deklarassi
Intoleransi Beragama, Konvensi Menentang Penyiksaan dan instrument tentang
anak serta hak-hak anak. Dalam menjalankan tugasnya Komisi Hak Asasi Manusia
yang didirikan oleh ECOSOC tersebut mendapatkan kritik mengenai prosedur-

6
prosedur yang dirahasiakan dan hasil yang tidak dapat memenuhi ekspektasi awal
yang tinggi, serta sifatnya yang sangat politis yang menghancurkan harapan-
harapan. Meskipun komisi hak asasi manusia ini bekerja baik pada perumusan
penetapan standar hak asasi manusia, namun komisi ini ini semakin menuai
kritikan terutama pada masalah kinerja yang bersifat politis dan kegagalannya
dalam meninjau situasi di negara-negara tertentu (Shaw, 2017). Pada akhirnya
dibentuklah Dewan HAM PBB untuk menggantikan Komisi tersebut pada 15
Maret 2006 (Roska, et al., 2006).

Dewan HAM PBB sebagai pengganti Komisi HAM PBB memiliki fungsi
pokok yaitu sebagai pengawas dan membongkar kasus-kasus pelanggaran hak
asasi manusia di muka bumi, serta membantu negara-negara anggota dalam
menyusun undang-undang tentag HAM (Hadi, 2016).

BADAN AHLI YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN ORGAN PBB


Badan Ahli Yang Dibentuk Oleh Badan PBB

Perjanjian Internasional di Bidang Ekonomi, Sosial, dan Hak Budaya

Perjanjian ini pertama kali dibuat pada tahun 1966 dan baru di implementasikan
oleh PBB pada tahun 1976. Perjanjian ini berisikan sebuah keputusan-keputusan
dari negara-negara yang ikut serta di dalam organisasi PBB untuk berpartisipasi
atau berkontribusi secara maksimal terhadap pemberdayaan sumber daya yang
tersedia untuk mencapai sebuah progres realisasi hak-hak yang diakui di dalam
perjanjian ini. Program tersebut dapat berkembang jika terdapat sebuah
pertimbangan didasarkan pada sumber daya yang dimiliki sekaligus upaya atau
niat baik dari suatu negara, daripada kewajiban hukum yang mengikat secara
langsung bagi hak-hak warga negara pada negara yang bersangkutan. Hak-hak
tersebut dimulai dari hak untuk membuat keputusan sendiri atau menentukan nasib
sendiri (pasal 1), hak atas pekerjaan (pasal 6 dan 7), hak atas jaminan sosial (pasal
9), hak untuk memperoleh standar hidup yang layak (pasal 11), dan hak atas
pendidikan (pasal 13), serta hak atas berpartisipasi di dalam kehidupan berbudaya
dan menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya (pasal
15). Hak-hak tersebut tercantum didalam pasal-pasal yang terdapat di dalam
perjanjian internasional yang diputuskan oleh PBB.

7
Sesuai dengan perjanjian tersebut, negara-negara partisipasi wajib secara berkala
menyampaikan laporan mengenai sumber daya dan keadaan sosial di dalam negara
kepada ECOSOC (Economic and Social Council) atau komisi perekonomian dan
sosial yang dibentuk oleh organ PBB. ECOSOC pertama kali dibentuk pada tahun
1945 yang dimana memiliki tugas untuk menjadi badan pengawas dan
penyelidikan, serta menyusun laporan terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan
budaya, pendidikan, dan kesehatan yang ada di setiap negara-negara. Pada tahun
1978, ECOSOC memilih 15 anggota yang merupakan perwakilan dari negara-
negara yang bersangkutan atau berpartisipasi di dalam perjanjian internasional
PBB. 15 anggota ini akan mengalami sebuah perubahan anggota secara bertahap
yaitu 3 tahun sekali. Akan tetapi, badan ini tidak berhasil melaksanakan tugasnya
dikarenakan ketidakefektifan dalam kinerjanya. Oleh karena itu, pada tahun 1985,
PBB memutuskan untuk membuat sebuah badan baru yang berisikan 18 anggota
komite yang terdiri dari, ahli-ahli independen. Badan ini dinamakan Komite Hak-
hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Baru beroperasi pada tahun 1987 yang tidak
secara langsung bertanggung jawab kepada negara, melainkan kepada organ utama
PBB. Badan ini berbeda dengan badan-badan lainnya seperti, badan yang berfokus
pada urusan rasialisme, HAM, dan juga badan eksekutor yang beroperasi pada tiap
negara.

Komite yang baru ini diharapkan dapat mengimplementasikan isi dalam perjanjian
internasional secara efektif. Akan tetapi, komite ini juga mengalami kesulitan
dikarenakan terdapat banyaknya mispersepsi terhadap prinsip-prinsip yang ada di
dalamnya, relatif kurangnya teks hukum dan keputusan yudisial, pertentangan dari
banyak negara terhadap urusan hak ekonomi, sosial dan budaya, serta sumber
informasi yang kurang relevan dan tepat.

Komite ini melaksanakan pertemuan di Jenewa setiap tahun sebanyak dua kali.
Pertemuan ini ditujukan untuk mengkoordinasi serta mendiskusikan laporan-
laporan mengenai keadaan perekonomian, sosial dan budaya di masing-masing
negara yang berpartisipasi. Masalah keterlambatan laporan dari suatu negara juga
berlaku seperti halnya pada komite hak asasi manusia. Komite perekonomian juga
membuat keputusan yang didasarkan pada sesi keenam perjanjian internasional.
Salah satu dari keputusan tersebut yaitu mengenai prosedur yang memperbolehkan
suatu negara tidak memberikan sebuah laporan dalam waktu yang lama, tetapi

8
didasarkan pada pertimbangan situasi di negara tersebut. Sehingga dari keputusan
tersebut diperoleh sebuah solusi yang efektif bagi negara yang kurang
partisipasinya di dalam PBB, sekaligus memperoleh informasi tambahan jika
dirasa perlu. Komite ini juga membuka General Comments atau Komentar Umum,
serta mengadakan Diskusi Umum yang didasarkan pada perjanjian internasional
PBB yang sekaligus bersifat promosi dan aspirasional. Komite juga menekankan
bahwa kerjasama internasional ini berfungsi untuk pembangunan masing-masing
negara serta untuk merealisasikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang
merupakan kewajiban bagi negara-negara yang berkontribusi pada perjanjian
internasional.

BADAN AHLI YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN PERJANJIAN


TERTENTU
Sejumlah komite ahli telah dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian
tertentu. Komite-komite ini disebut 'Organ Perjanjian PBB'.

Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial (The Committee on the Elimination


of Racial Discrimination)
Di bawah Bagian II dari Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial, 1965, Komite delapan belas ahli dibentuk yang terdiri dari
orang-orang yang bertugas dalam kapasitas pribadi mereka dan dipilih oleh
negara-negara pihak Konvensi. Komite juga mampu mengoperasikan langkah-
langkah peringatan dini dan prosedur mendesak. Tindakan peringatan dini
diarahkan untuk mencegah agar masalah yang ada tidak berkembang menjadi
konflik, sedangkan prosedur mendesak adalah untuk menanggapi masalah yang
memerlukan perhatian segera untuk mencegah atau membatasi skala atau jumlah
pelanggaran serius terhadap Konvensi. Komite, misalnya, telah melakukan
kunjungan lapangan sehubungan dengan prosedur tersebut dan telah menarik
perhatian Sekretaris Jenderal, Dewan Keamanan atau badan-badan terkait lainnya
untuk masalah-masalah yang relevan.

Komite juga telah menetapkan prosedur untuk menangani negara bagian


yang laporannya paling terlambat. Dalam praktiknya, Komite juga
mempertimbangkan informasi yang relevan dari sumber lain, termasuk dari
organisasi non-pemerintah, apakah itu laporan awal atau laporan berkala yang

9
sangat terlambat. Berdasarkan pasal 11, satu negara pihak dapat mengajukan
keluhan terhadap negara pihak lain dan Komite akan berusaha menyelesaikan
keluhan tersebut. Selain mendengarkan laporan negara bagian dan keluhan antar
negara bagian, Komite juga dapat mendengarkan petisi individu berdasarkan
prosedur pasal 14. Namun, ini tunduk pada negara yang dikeluhkan karena telah
membuat pernyataan yang mengakui kompetensi Komite untuk menerima dan
mempertimbangkan komunikasi tersebut. Jika pernyataan tersebut tidak
diberitahukan oleh suatu negara, maka Komite tidak berwenang untuk
mendengarkan petisi yang menentang negara. Komite mulai mendengarkan
komunikasi individu pada tahun 1984 dan sejumlah kasus penting telah
diselesaikan.

Komite secara teratur bertemu dua kali setahun dan telah menafsirkan
pasal-pasal Konvensi, membahas laporan yang diserahkan kepadanya, mengadopsi
keputusan dan rekomendasi umum, memperoleh informasi lebih lanjut dari
negara-negara pihak dan bekerja sama erat dengan Organisasi Perburuhan
Internasional dan UNESCO. Banyak negara bagian telah memberlakukan undang-
undang sebagai konsekuensi dari kerja Komite dan catatan ketidakberpihakannya
sangat baik. Komite, untuk mempercepat pertimbangan laporan negara, telah
melembagakan praktik penunjukan pelapor negara, yang fungsinya untuk
menyiapkan analisis laporan negara pihak.

Komite Hak Asasi Manusia (The Human Rights Committee)


Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik diadopsi pada tahun
1966 dan mulai berlaku pada tahun 1976. Berdasarkan pasal 2, semua negara
pihak berjanji untuk menghormati dan memastikan semua individu di dalam
wilayah mereka dan tunduk pada yurisdiksi mereka hak-hak yang diakui dalam
Kovenan. Hak-hak tersebut jelas dimaksudkan sebagai kewajiban yang mengikat.
Mereka termasuk hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri (pasal 1), hak
untuk hidup (pasal 6), larangan penyiksaan dan perbudakan (pasal 7 dan 8), hak
atas kebebasan dan keamanan orang (pasal 9), proses hukum (pasal 14), kebebasan
berpikir, hati nurani dan agama (pasal 18), kebebasan berserikat (pasal 22), dan
hak orang-orang yang termasuk minoritas untuk menikmati budaya mereka sendiri
(pasal 27).\

10
Komite bertemu tiga kali setahun (di Jenewa dan New York) dan beroperasi
melalui konsensus. Biara ini terutama dilaksanakan melalui sistem pelaporan, di
mana negara-negara pihak memberikan informasi tentang langkah-langkah yang
diambil untuk memberlakukan hak-hak yang diakui dalam Kovenan. Informasi
dapat diterima dari banyak sumber termasuk dari organisasi non-pemerintah yang
disebutkan. Komite juga dapat mencari informasi tambahan dari negara yang
bersangkutan. Misalnya, pada bulan Oktober 1992, Komite mengadopsi keputusan
yang meminta pemerintah Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro),
Kroasia dan Bosnia-Herzegovina untuk menyerahkan laporan singkat mengenai
langkah-langkah untuk mencegah antara lain pembersihan etnis dan pembunuhan
sewenang-wenang. Laporan-laporan semacam itu akan datang dan didiskusikan
dengan perwakilan negara bagian yang bersangkutan dan komentar-komentarnya
diadopsi. Komite kemudian mengadopsi amandemen aturan prosedurnya yang
memungkinkannya untuk meminta laporan setiap saat yang dianggap tepat. (Shaw,
2017)

Berdasarkan pasal 40(4), Komite diberi wewenang untuk membuat


'komentar umum yang mungkin' anggap pantas'. Setelah beberapa diskusi, sebuah
konsensus diadopsi pada tahun 1980, yang mengizinkan komentar seperti itu
asalkan mereka mempromosikan kerja sama antar negara dalam implementasinya
Kovenan, merangkum pengalaman Komite dalam memeriksa laporan negara dan
menarik perhatian negara-negara pihak untuk hal-hal yang berkaitan dengan
peningkatan pelaporan prosedur dan pelaksanaan Kovenan. Tujuan dari Komite
adalah untuk terlibat dalam dialog konstruktif dengan masing-masing negara
pelapor, dan komentar akan bersifat non-negara tertentu. Namun, pada tahun 1992,
Komite memutuskan bahwa pada akhir pertimbangan laporan masing-masing
negara pihak, komentar spesifik akan diadopsi mengacu pada negara yang
bersangkutan dan komentar semacam itu akan mengungkapkan kepuasan dan
kekhawatiran Komite sebagai sesuai.

Komentar khusus ini dalam format umum dan mengacu pada 'aspek positif'
dari laporan dan 'subyek utama untuk diperhatikan', serta 'saran dan rekomendasi'.
Komite juga telah mengadopsi praktik, di mana laporan yang tepat belum datang,
darimempertimbangkan langkah-langkah yang diambil oleh negara pihak yang
bersangkutan untuk memberlakukan hak-hak di Perjanjian dengan tidak adanya

11
laporan tetapi di hadapan perwakilan negara dan dari mengadopsi pengamatan
kesimpulan sementara. Komite juga telah mengadopsi berbagai Komentar Umum.
Komentar ini adalah umumnya tidak kontroversial. Misalnya pada bulan April
1989, Komite mengadopsi General Mengomentari hak-hak anak, sebagai proses
adopsi Konvensi Hak-hak Anak mendekati klimaksnya. Ini mencatat pentingnya
langkah-langkah ekonomi, sosial dan budaya, seperti: sebagai kebutuhan untuk
menurunkan angka kematian bayi dan mencegah eksploitasi.

Kebebasan berekspresi adalah dimaksud, sebagaimana persyaratan bahwa


anak-anak dilindungi dari diskriminasi atas dasar seperti ras, jenis kelamin, agama,
asal kebangsaan atau sosial, properti atau kelahiran. Bertanggung jawab untuk
menjamin perlindungan yang diperlukan terletak, ditegaskan, dengan keluarga,
masyarakat dan negara, meskipun itu terutama kewajiban keluarga. Perhatian
khusus harus diberikan kepadahak setiap anak untuk memperoleh
kewarganegaraan. Pada November 1989, sebuah Komentar Umum yang penting
diadopsi tentang non-diskriminasi. Diskriminasi harus dipahami menyiratkan
tujuan Kovenan: pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau preferensi apa pun
yang didasarkan pada alasan apa pun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial,
properti, kelahiran atau lainnya status, dan yang mempunyai tujuan atau akibat
meniadakan atau merusak pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan oleh semua
orang, pada pijakan yang sama, dari semua hak dan kebebasan.

Namun, perlakuan yang sama dalam setiap kasus tidak dituntut. Hukuman
mati tidak bisa, berdasarkan pasal 6(5) Kovenan, dikenakan pada orang-orang
yang berusia di bawah delapan belas tahun atau lebih wanita hamil. Juga dicatat
bahwa prinsip kesetaraan terkadang membutuhkan negara pihak untuk mengambil
tindakan afirmatif untuk mengurangi atau menghilangkan kondisi yang
menyebabkan atau membantu untuk melanggengkan diskriminasi yang dilarang
oleh Kovenan. Selain itu, ditunjukkan bahwa tidak setiap diferensiasi merupakan
diskriminasi, jika kriteria untuk diferensiasi tersebut adalah masuk akal dan
objektif dan jika tujuannya adalah untuk mencapai suatu tujuan yang sah
berdasarkan Perjanjian. Komentar Umum Penting tentang Minoritas dan Reservasi
diadopsi pada tahun 1994.

12
Pada tahun 1997, Komite mencatat dalam Komentar Umum 26 bahwa hak-
hak dalam Kovenan adalah milik orang-orang yang tinggal di wilayah negara
pihak yang bersangkutan dan hukum internasional itu tidak mengizinkan suatu
negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi atau menggantikan Kovenan untuk
membatalkannya atau menarik diri darinya, sementara dalam Komentar Umum 28
Komite menunjukkan bahwa hak yang dinikmati oleh orang-orang yang termasuk
minoritas berdasarkan pasal 27 Kovenan sehubungan dengan bahasa, budaya, dan
agama tidak memberi wewenang kepada negara, kelompok, atau orang mana pun
untuk melanggar hak untuk penikmatan yang sama oleh perempuan atas setiap hak
Kovenan, termasuk hak atas perlindungan yang sama atas hukum.

Berdasarkan pasal 41 Kovenan, negara-negara pihak dapat mengakui


kompetensi Komite untuk mendengarkan keluhan antar negara bagian. Baik
pengadu dan objek menyatakan harus telah membuat pernyataan seperti itu.
Komite akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut dan, jika tidak
berhasil, berdasarkan pasal 42 dapat menunjuk, dengan persetujuan para pihak,
suatu ad hoc Komisi Konsiliasi.

Kekuasaan Komite Hak Asasi Manusia diperluas melalui Protokol Opsional


I kepada Sipil dan Kovenan Hak Politik mengenai negara-negara yang meratifikasi
untuk memasukkan kompetensi untuk menerima dan mempertimbangkan
komunikasi individu yang menuduh pelanggaran Kovenan oleh negara pihak
untuk Protokol. Individu tersebut harus telah menghabiskan semua pengobatan
domestik yang tersedia (kecuali jika diperpanjang secara tidak wajar) dan hal yang
sama tidak boleh dalam proses pemeriksaan di bawah prosedur internasional
lainnya. Prosedur di bawah Protokol Opsional adalah dibagi menjadi beberapa
tahap. Pengumpulan informasi dasar dilakukan oleh Sekretaris Jenderal dan
diletakkan di hadapan Kelompok Kerja Komunikasi Komite, yang
merekomendasikan apakah, misalnya, informasi lebih lanjut diperlukan dari
pemohon atau negara pihak terkait dan apakah komunikasi tersebut harus
dinyatakan tidak dapat diterima.

Prosedur sebelum Komite itu sendiri dibagi menjadi penerimaan dan


manfaat panggung. Keputusan sementara dapat dibuat oleh Komite dan pada
akhirnya merupakan 'pandangan akhir' dikomunikasikan kepada para pihak. Beban

13
kerja yang meningkat, bagaimanapun, mulai menimbulkan kesulitan karena
jumlah pihak yang Protokol Opsional meningkat. Untuk menghadapi pertumbuhan
aplikasi, Komite memutuskan pada sesi ketiga puluh lima untuk menunjuk Pelapor
Khusus untuk memproses komunikasi baru seperti yang diterima (yaitu antara sesi
Komite), dan ini termasuk meminta negara atau individu yang bersangkutan untuk
memberikan informasi tertulis tambahan atau pengamatan yang relevan untuk
pertanyaan tentang diterimanya komunikasi.

Komite juga telah memberi wewenang Kelompok Kerja Komunikasi yang


beranggotakan lima orang untuk mengadopsi keputusan yang menyatakan
komunikasi dapat diterima, asalkan ada kebulatan suara. Komite juga dapat
mengadopsitindakan perlindungan sementara di bawah Aturan 92 Aturan Prosedur
2005. Ini telah digunakan terutama sehubungan dengan kasus-kasus yang diajukan
oleh atau atas nama orang yang dijatuhi hukuman mati dan menunggu eksekusi.
Permintaan semacam itu dibuat, misalnya, ke Trinidad dan Tobago di Kasus
Ashby menunggu pemeriksaan komunikasi, tetapi tidak berhasil. Setelah individu
itu dieksekusi, Komite mengambil keputusan yang menyatakan kemarahannya atas
kegagalan negara pihak untuk mematuhi permintaan untuk tindakan sementara dan
memutuskan untuk melanjutkan pertimbangan kasus.

Dimana negara yang bersangkutan telah mengabaikan keputusan Komite


berdasarkan Aturan 92, Komite telah menemukan bahwa negara pihak telah
melanggar kewajibannya berdasarkan Opsional Protokol. Komite, bagaimanapun,
bukanlah pengadilan dengan kekuatan keputusan yang mengikat atas dasar kasus.
Memang, dalam kasus ketidakpatuhan dengan pandangan akhirnya, Protokol
Opsional tidak menyediakan mekanisme penegakan, atau bahkan sanksi, meskipun
teknik tindak lanjut sedang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Berbagai keputusan menarik sejauh ini telah diberikan. Kelompok kasus pertama
yang bersangkutan pengaduan terhadap Uruguay, di mana Komite menemukan
pelanggaran oleh negara bagian hak tersebut diakui dalam Kovenan. Dalam kasus
Lovelace, Komite menemukan Kanada melanggar pasal 27 dari Kovenan yang
melindungi hak-hak minoritas sejak hukumnya menetapkan bahwa seorang India
seorang wanita, yang pernikahannya dengan seorang non-India telah putus, tidak
diizinkan untuk kembali kepadanya rumah di reservasi India. Dalam kasus Wanita
Mauritian pelanggaran hak-hak Kovenan adalahditegakkan di mana suami asing

14
dari wanita Mauritius dapat dideportasi sedangkanistri asing pria Mauritius tidak
akan.

Komite juga berpendapat bahwa kewajiban Kovenan mencakup keputusan


diplomatic kewenangan negara pihak mengenai warga negara yang tinggal di luar
negeri. Dalam kasus Robinson, Komite mempertimbangkan apakah suatu negara
berkewajiban untuk membuat ketentuan untuk perwakilan efektif oleh penasihat
hukum dalam kasus tentang pelanggaran berat, dalam keadaan di mana penasihat
yang ditunjuk oleh penulis komunikasi menolak untuk muncul. Komite
menekankan bahwa bantuan hukum tersedia dalam modal kasus dan memutuskan
bahwa ketidakhadiran penasihat hukum merupakan persidangan yang tidak adil.
Komite telah menangani masalah hukuman mati dalam beberapa kasus dan telah
mencatat, untuk: misalnya, bahwa hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan sesuai
dengan hak proses yang wajar. Komite juga berpandangan bahwa di mana
ekstradisi seseorang yang menghadapi kematianhukuman dapat membuat orang
tersebut melanggar hak proses hukum di negara penerima, mengekstradisi negara
mungkin melanggar Kovenan. Komite juga telah mencatat bahwa Eksekusi dengan
gas sesak napas akan melanggar larangan pasal 7 kejam dan tidak manusiawi
perlakuan.

Masalah yang dihadapi dalam kasus Vuolanne adalah apakah pengamanan


prosedural di pasal 9(4) Kovenan Hak Sipil dan Politik, dimana seseorang
dirampas kebebasannya akan diizinkan jalan lain ke pengadilan, diterapkan pada
penahanan disipliner militer. Panitia sangat jelas bahwa itu terjadi. Salah satu isu
yang semakin penting menyangkut pertanyaan tentang penerapan ekstrateritorial
dari perjanjian hak asasi manusia, yaitu apakah suatu negara pihak tertentu
perjanjian hak asasi manusia wajib menerapkannya di luar wilayahnya sendiri di
mana ia bertindak di luar negeri baik melalui agen atau organ negaranya atau
karena menguasai suatu wilayah di luar perbatasannya.

Komite berpandangan secara konsisten bahwa kovenan berlaku dalam


keadaan terkait dengan agen negara yang bertindak diluar negeri atau kewajiban
israel dalam wilayah penduduk (Shaw, 2017).

15
Komite Penghapusan Diskriminasi pada Wanita (The Committee on the
Elimination of Discrimination Against Women)
Kemudian komite pengahupasan tindak diskriminasi terhadap perempuan,
komisi status perempuan ini didirikan pada tahun 1946 yang dimana merupakan
salah satu bagian dari komisi ECOSOC yang telah berperan dengan baik dalam
penetapam standar maupun penjabaran. Kemudian komite penghapusan segala
bentuk tindakan diskriminasi terhadap perempuan telah ditetapkan pada pasal atau
konvensi 22 tahun 1979, pada konvensi ini terdapat 23 orang yang melayani pada
kapasitas indivudu dalam jangka waktu 4 tahun yang dimana tahap pertama itu
dilakukan pada bulan oktober tahun 1982 yang bertujuna untuk memberitahukan
kepada PBB melalui ECOSOC. Kemudian komite ini memberikan hak kepada
negara untuk membuat laporan serta mengajukan laporan, adapun beberapa
masukan laporan, antara lain, yang pertama laporan atau masukan ataua general
recommendation No.5 yang berbunyi bahwa negara harus mementingkan langkah-
langkah khusus untuk mementingkan integritas terhadap perempuan seperti
pendidikan, ekonomi, hingga tenagakerjaan atau bisa disebut sebagai peningkatan
kuota untuk kemajuan integritas peremupuan, kemudian No.8, negara harus
mengambil tindakan atau langkah yang lebih lanjut terhadap kesetaraan antara
perempuan dengan laki-laki dengan tanpa adanya tindak diskriminasi, selanjutnya
No.12, negara harus memasukan laporan atau informasi tentang menangani
tindakan kekerasan terhadap perempuan, kemudian rekomendasi No.14
menekankan terhadap langkah-langkah dalam memberantasi praktek sunat atau
khitan perempuan, kemudian No.19, membahas kekerasan terhadap perempuan
secara khusus dan umum, selanjutnya No.21 yang membahasa kesetaraan terhadap
pernikahan perempuan dengan hubungan keluarga, kemudian pada tahun 1999
komite mengambil rekomendasi No.24 tentang kesehatan perempuan, dan pada
tahun 2004 mengambil No,25 tentang tindakan khusus terhadap perempuan. Sejak
tahun 1997 komite melakukan 2 kali pertemuan atau 2 tahap pertemuan dalam
kurung waktu setahun, yang dimana pada pertemuan tersebut membahas tentang
protokol prosedur penyelidikan terhadap pelanggaran berat atau sistematis hak-hak
perempuan yang telah ditetapkan dalam konvensi. Pada tahun terakhir pengakuan
terhadap hak-hak penting perempuan telah diterima, program aksi dan deklarasi
wina pada tahun 1993 menekankan bahwa hak asasi terhadap perempuan harus
dibawa ke arus PBB. Majelis umum pada PBB mengambil deklarasi tentang

16
penghapusan kekerasan terhadap perempuan pada bulan februari tahun 1994 serta
pelapor khusus tentang kekerasan terhadap perempuan dan konsekuensi diangkat
pada tahun 1994 tentang masalah hak anak. (Shaw, 2017)

Komite menentang penyiksaan, larangan terhadap penyiksaan sudah


namyak terkandung dalam berbagai macam hak asasi manusia dan hukum
humaniter perjanjian internasional, dan menjadi bagian dari hukum kebiasaan
internasional yang sekarang ditetapkan sebagai norms of jus cogens. Isu tentang
penyiksaan sudah banyan bermunculan pada hak asasi manusia, konvensi yang
menentang penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
martabat, yang dimana konvensi ini ditanda tangani atau disetujui pada 10
desember 1984 namun mulai berlaku pada tahun 1987 yang dimana hukuman ini
ditanda tangani atas dasar atau deklarasi tentang perlindungan semua orang agar
tidak terjadi penyiksaan serta perlakuan kejam. (Shaw, 2017)

Komite Penentangan Penyiksaan (The Committee against Torture)


“The Committee against Torture”, atau dalam bahasa Indonesia disebut
sebagai Komite Penentang Penyiksaan terhadap manusia dibawah naungan
orginanisasi pemerintahan internasional, PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) atau
UN (United Nations). Komite ini muncul dan didirikan untuk melawan dan
menentang terkait tindakan-tindakan kejahatan terhadap penyiksaan manusia
sebagai korban dalam suatu wilayah negara. Dalam komite tersebut juga
menyatakan terkait sebagai wadah atas tindakan kejahatan yang dialami oleh
korban sehingga korban baik secara individu maupun kelompok atau organisasi
dalam bentuk “state” (negara terpihak) berhak meniliti tindakan yang sedang
terjadi pada suatu negara dan segara memberikan laporan sebab adanya hukum
internasional yang telah dibentuk dan diatur didalam komite tersebut untuk
melakukan aksi tindak pidana setelah mengumpulkan bukti-bukti kuat terkait
(Shaw, 2017).

Komite Menentang Penyiksaan ini dibentuk dan ditandatangi pada 10


Desember tahun 1984 dan mulai aktif berjalan pada tahun 1987. Atas dasar
deklarasi “Convention against Torture” atau Konvensi Menentang Penyiksaan
yang dicetuskan pada tahun 1975 sehingga pihak majelis umum PBB mulai
memberlakukan adanya pembentukan komite penentang penyiksaan yang

17
melibatkan lebih dari ratusan negara secara global dan mengharuskan mereka
untuk mencegah serta mengawasi dan menghukum apabila sebagaimana bagian
dari tindakan penyiksaan terhadap manusia yang meliputi hak asasi manusia secara
kejam, tidak manusiawi dan memperlakukan manusia tidak semestinya atau
merendahkan derajat manusia (Shaw, 2017). Komite Menentang Penyiksaan
dalam prosedur mekanisme kerjanya yaitu terkait negara-negara pihak yang berada
pada bagian dari deklarasi Konvension tahun 1975 merupakan mutlak dibawah
naungannya (The Convension), sehingga mengharuskan negara pihak terkait turut
mengambil aksi dengan cara mencegah, dan mengawasi wilayah negaranya
apabila terjadi aksi penyiksaan. Apabila penyiksaan dalam suatu negara pihak
terkait terjadi, maka negara pihak konvensi atau komite terkait ini dalam
pelaksanannya berhak untuk dapat melaksanakan tindak pidana sesuai dengan
hukum internasional yang berlaku dan dibuat, serta dapat menuntut atau
mengekstradisi orang atau pihak terdakwa akibat melakukan penyiksaan terhadap
korban baik secara individu, kelompok atau organisasi suatu wilayah negara.

Di dalam buku Marcolm Shaw pada bagian articles (pasal-pasal) yang telah
tercantum dalam Konvensi dan Komite tersebut, salah satunya yaitu article 20
berisikan dan mencoba menjelaskan apabila komite terkait menemukan tindakan
penyiksaan disuatu wilayah negara terkait dan menerima bukti yang cukup kuat
dan dapat ditangguhkan (Shaw, 2017). Artinya bahwa kejadian yang melibatkan
penyiksaan terhadap manusia itu sendiri sebagai korban atau bahkan pihak
terdakwa, maka negara pihak terkait berserta komite dapat mengundang negara
pihak lainnya untuk bekerjasama dalam memeriksa barang bukti tersebut untuk
agar dapat disegerakan, diatasi dan ditindak pidanakan oleh pelaku kejahatan
penyiksaan ini. Alasan negara pihak terkait untuk dapat mengundang atau
membuka pintu kerjasama dalam hal memeriksa serta mencari barang bukti atas
penyiksaan yang terjadi pada suatu wilayah negara, meliputi korban atau terdakwa
adalah agar dapat memudahkan dalam pengambilan dan pencarian barang bukti
sebagai bukti-bukti kuat dan terpercaya sehingga memudahkan komite untuk
menjatuhkan hukuman, sanksi, dakwaan dan berujung tindak pidana. Selain itu
juga pihak komite memiliki wewenang untuk dapat memiliki pilihan atau option
lainnya sebelum menentukan barang bukti terkuat dengan cara membentuk tim
yaitu memilih anggota lain untuk melaksanakan penyelidikan rahasia dan

18
diantaranya juga bekerjasama dengan negara pihak bersangkutan meliputi
kunjungan langsung ke wilayah-wilayah terjadinya dugaan penyiksaan.

Komite Hak Anak (The Committee on the Rights of the Child)


Dalam studi tentang komite penentangan kekerasan ini erat kaitannya
dengan hak asasi anak dan bisa menjadi saran dan rekomendasi umum sudah
dijelaskan dalam pasal 45. Komite (seperti komite hak ekonomi, sosial dan
budaya) menyisihkan waktu untuk diskusi umum tentang topik tertentu sesuai
dengan aturan 79 tentang aturan prosedur. Sebagai bagian dari proses pelaporan
umum, mengambil tindakan mendesak prosedur pada sesi kedua jika negara yang
bersangkutan telah meratifikasi konvensi bahwa resikonya berkepanjangan.
Komite dalam berdiskusi ke negara “in a spirit of dialogue” dan dapat meminta
pemberian informasi tambahan atau menyarankan kunjungan pada sesi
keempatnya. Komite membentuk suatu kelompok kerja untuk mempelajari
sistematika yang mendesak prosedur tindakan dapat dilakukan secara efektif.
Komite telah menghasilkan serangkaian pedoman tentang laporan negara bagian
dan kelompok kerja pra-sesi negara untuk membahas tentang masalah hak asasi
dan Menyusun masalah yang memerlukan klaarifikasi untuk dikirim ke negara
yang bersangkutan. Dalam proses pelaporan, mekanisme yang digunakan sama
seperti orang melapor pada umumnya. Negara yang laporannya sedang diselidiki
dan dipertimbangkan oleh komite diundang serta mengirim delegasi yang sesuai
pertemuan. Setelah proses selesai, negara kemudian mengeluarkan cocluding
observation yang mana aspek positif dari lapoan tersebut dan masalah yang sedang
terjadi kemudian dicatat serta memberikan konklusi dan penyelesaian masalah
atau rekomendasi. Pertimbangan laporan kemudian diterbitkan akan tetapi,
biasanya terdiri dari banyak permintaan untuk penyediaan informasi lebih lanjut.
Komite menyediakan komentar umum yang bersifat opsional sesuai dengan
protocol dan prosedur yang diadopsi pada 2011 dengan ketentuan, Komite untuk
mendengarkan petisi oleh individu atau kelompok individu yang menuduh
pelanggaran Konvensi atau dua protokol sebelumnya dan keluhan antar negara dan
penyelidikan mekanisme diciptakan untuk pelanggaran berat atau sistematis.

19
Komite Perlindungan Buruh Migran (The Committee on the protection of
Migrans Worker)
Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja
Migran dan Anggota Keluarganya diadopsi oleh Majelis Umum dan dibuka untuk
ditandatangani pada bulan Desember 1990 dan mulai berlaku pada tanggal 1 April
2003. Konvensi mendefinisikan seorang migran pekerja sebagai 'seseorang yang
akan terlibat, terlibat, atau telah terlibat dalam upah' kegiatan dalam keadaan di
mana dia bukan warga negara (pasal 2). Sebagai contoh, pekerja perbatasan dan
musiman, pekerja di instalasi lepas pantai dan pekerjaan tertentupekerja, tetapi
tidak termasuk karyawan organisasi internasional atau pegawai resmi negara di
luar negeri, pengungsi, orang tanpa kewarganegaraan, pelajar dan pekerja pada
instalasi lepas pantai yang memiliki tidak diizinkan untuk bertempat tinggal dan
melakukan kegiatan yang dibayar di negara bagian ketenagakerjaan (pasal 3).
Pekerja migran berhak atas kesetaraan perlakuan dengan warga negara di bidang-
bidang seperti di hadapan pengadilan dan tribunal (pasal 18), persyaratan kerja
(pasal 25), kebebasan untuk bergabung dalam perdagangan serikat pekerja (pasal
26), perawatan medis (pasal 28), akses pendidikan untuk anak-anak mereka
(pasal30) dan penghormatan terhadap identitas budaya (pasal 31). Pekerja migran
dilindungi dari kolektif pengusiran (pasal 22). Ketentuan lebih lanjut mengatur
tentang hak tambahan bagi pekerja migran dan anggota keluarga mereka dalam
situasi yang terdokumentasi atau biasa (Bagian IV). Konvensi mengatur
pembentukan Komite yang terdiri dari empat belas ahli independent (Bagian VII).
Negara-negara pihak diharuskan untuk memberikan laporan tentang tindakan yang
diambil untuk memberikan efek pada ketentuan Konvensi (pasal 73). rosedur
pengaduan antar negara bagian disediakan untuk dalam pasal 76, dengan syarat
bahwa negara-negara yang bersangkutan telah membuat pernyataan secara tegas
mengakui kompetensi Komite untuk mendengarkan pengaduan tersebut, sementara
berdasarkan pasal 77 prosedur pengaduan individu dapat digunakan sehubungan
dengan negara-negara yang telah membuat deklarasi yang mengakui kompetensi
Komite dalam hal ini 300 Komite Hak Penyandang Disabilitas Konvensi Hak-hak
Penyandang Disabilitas diadopsi pada bulan Desember 2006 dan mulai berlaku
pada tanggal 3 Mei 2008. Konvensi mengatur larangan diskriminasi terhadap
penyandang disabilitas dan untuk kesetaraan kesempatan dan aksesibilitas. Negara
pihak adalah untuk melakukan tindakan segera, efektif dan tepat untuk

20
meningkatkan kesadaran dan memerangi prasangka dan praktik berbahaya (pasal
5–9). Sebuah Komite dua belas orang disediakan untuk memeriksa laporan negara-
negara tentang tindakan yang diambil untuk memberlakukan kewajiban
berdasarkan Konvensi.

(pasal 34–36). Negara-negara Pihak pada Protokol Opsional, yang juga


mulai berlaku pada 3 Mei 2008, mengakui kompetensi Komite untuk
mendengarkan komunikasi individu menuduh pelanggaran Konvensi terhadap
mereka. Selanjutnya, di mana Komite menerima informasi yang dapat dipercaya
yang menunjukkan pelanggaran berat atau sistematis oleh negara pihak Konvensi
hak, Komite dapat mengundang negara untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
informasi dan menyampaikan pengamatan. Komite dapat melanjutkan untuk
melakukan penyelidikan secara rahasia. Namun, suatu negara pihak, pada
penandatanganan atau ratifikasi Protokol Opsional, dapat menyatakan bahwa tidak
menerima kompetensi penyelidikan Komite.

Komite Perlindungan Hak Asasi Masyarakat Disabilitas (The Committee on


the Rights of Persons with Disabilities)
Hak Penyandang Disabilitas Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas
diadopsi pada bulan Desember 2006 dan mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2008.
Konvensi mengatur larangan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dan
untuk kesetaraan kesempatan dan aksesibilitas. Negara pihak adalah untuk
melakukan tindakan segera, efektif dan tepat untuk meningkatkan kesadaran dan
memerangi prasangka dan praktik berbahaya (pasal 5–9). Sebuah Komite dua
belas orang disediakan untuk memeriksa laporan negara-negara tentang tindakan
yang diambil untuk memberlakukan kewajiban berdasarkan Konvensi.

(pasal 34–36). Negara-negara Pihak pada Protokol Opsional, yang juga


mulai berlaku pada 3 Mei 2008, mengakui kompetensi Komite untuk
mendengarkan komunikasi individu menuduh pelanggaran Konvensi terhadap
mereka. Selanjutnya, di mana Komite menerima informasi yang dapat dipercaya
yang menunjukkan pelanggaran berat atau sistematis oleh negara pihak Konvensi
hak, Komite dapat mengundang negara untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
informasi dan menyampaikan pengamatan. Komite dapat melanjutkan untuk
melakukan penyelidikan secara rahasia. Namun, suatu negara pihak, pada

21
penandatanganan atau ratifikasi Protokol Opsional, dapat menyatakan bahwa tidak
menerima kompetensi penyelidikan Komite.

Komite Penghilangan Paksa (The Committee on Enforced Disappearances)


Konvensi untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa
diadopsi pada bulan Desember 2006 dan mulai berlaku pada tanggal 23 Desember
2010. Hal ini mengharuskan negara pihak untuk melakukan penghilangan paksa,
yang didefinisikan sebagai perampasan kemerdekaan oleh agen-agen negara atau
orang-orang yang bertindak dengan dukungan atau perolehan negara ditambah
dengan penolakan untuk mengakui perampasan kebebasan atau penyembunyian
nasib orang yang bersangkutan (pasal 2), tindak pidana (pasal 4). Dinyatakan
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (pasal 5). Komite sepuluh orang untuk
Penghilangan Paksa disediakan untuk memeriksa laporan tentang tindakan yang
diambil untuk memberlakukan kewajiban berdasarkan Konvensi (pasal 29), untuk
mendengar keluhan antar negara (pasal 32) dan untuk mendengar komunikasi
individu (pasal 31). Komite juga dapat, setelah menerima permintaan untuk
tindakan mendesak, mengirimkan permintaan kepada negara pihak yang
bersangkutan untuk mengambil tindakan sementara untuk menemukan dan
melindungi orang yang bersangkutan (pasal 30). Jika Komite menerima informasi
yang dapat dipercaya yang mengindikasikan pelanggaran serius, mungkin
berusaha, dengan berkonsultasi dengan negara pihak yang bersangkutan, untuk
mengatur kunjungan (pasal 33). Lebih lanjut, jika Komite menerima informasi
yang tampaknya mengandung indikasi yang beralasan bahwa penghilangan paksa
sedang dipraktikkan secara luas atau sistematis di wilayah di bawah yurisdiksi
suatu negara pihak, mungkin, setelah mencari informasi dari negara, segera
membawa masalah ini menjadi perhatian Majelis Umum melalui Sekretaris
Jenderal (pasal 34).

22
KESIMPULAN
Hak Sosial dan Budaya yang dibahas di atas mengharuskan negara pihak
untuk membuat laporan berkala. Sembilan memiliki kompetensi untuk
mempertimbangkan komunikasi individu, tujuh dapat mempertimbangkan
pengaduan antar negara, sementara enam orang memiliki kompetensi untuk
menyelidiki tuduhan-tuduhan serius atau pelanggaran sistematis. Proliferasi
komite menimbulkan masalah yang berkaitan dengan sumber daya dan dengan
konsistensi. Pertanyaan tentang sumber daya adalah kesulitan yang serius dan
berkelanjutan. Wina Deklarasi dan Program Aksi, 1993 menekankan perlunya
peningkatan sumber daya untuk program hak asasi manusia PBB dan khususnya
disebut agar tersedia dana yang cukup untuk Pusat Hak Asasi Manusia PBB,
artinya memberikan dukungan administratif untuk organ dan komite hak asasi
manusia dibahas dalam bab ini. Berbagai komite hak asasi manusia sendiri telah
menunjuk untuk masalah sumber daya. Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial
dan Komite Menentang Penyiksaan mengubah sistem pembiayaan mereka
sehingga, sejak Januari 1994, mereka telah dibiayai di bawah anggaran reguler
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mencari sumber daya
tambahan dari Ekonomi dan Dewan Sosial. Namun demikian, faktanya tetap
bahwa aktivitas hak asasi manusia di dalam PBB sistem sangat kekurangan dana
Pertanyaan tentang konsistensi mengingat semakin banyaknya badan-badan hak
asasi manusia di dalam sistem PBB sebagian telah diatasi dengan pembentukan
sistem tahunan pertemuan antara ketua badan perjanjian. Masalah yang menjadi
perhatian adalah dibahas, mulai dari perlunya mendorong negara untuk
meratifikasi semua perjanjian hak asasi manusia, kekhawatiran tentang reservasi
yang dibuat untuk perjanjian hak asasi manusia, upaya untuk menetapkan bahwa
negara penerus secara otomatis terikat oleh kewajiban di bawah hak asasi manusia
internasional perjanjian sejak tanggal kemerdekaan terlepas dari konfirmasi,
perumusan perjanjian baru norma dan instrumen serta pemajuan pendidikan hak
asasi manusia, dengan mempertimbangkan masalah berkelanjutan dari laporan
yang terlambat dan peran organisasi non-pemerintah.

23
Pengembangan prosedur peringatan dini dan pencegahan oleh komite harus
secara khusus dicatat. Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, misalnya, di
bawah prosedur mendesaknya dapat, sejak 1994, meninjau situasi hak asasi
manusia di negara-negarapihak-pihak yang menimbulkan perhatian khusus,
sedangkan Komite Hak Asasi Manusia mampu meminta negara-negara pihak
untuk menyerahkan laporan mendesak khusus. Sebuah proses berkelanjutan untuk
memperkuat badan-badan perjanjian hak asasi manusia sedang berlangsung. Perlu
juga dicatat bahwa Badan Khusus PBB tertentu memiliki mekanisme hak asasi
manusia, khususnya Organisasi Perburuhan Internasional dan UNESCO (UN
Educational, Scientific dan Organisasi Kebudayaan).

24

Anda mungkin juga menyukai