Kelompok 1
Kelas : XII AP 1
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat sesuai yang diharapkan. Dalammakalah kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan
ini kami membahas tentang “Masih relevankah pembagian hak veto kepada anggota dewan
keamanan PBB”, suatu permasalahan yang ada di dalam suatu organisasi internasional yang
anggotanya mencakup hampir seluruh negara di dunia. Lembaga PBB ini dibentuk
untukmemfasilitasi persoalan hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi,
danperlindungan sosial bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Besar harapan penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan penulis pada khusunya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Perserikatan Bangsa-Bangsa
Piagam PBB mengatakan bahwa kolonialisasi harus dihapuskan. Oleh sebab itu, daerah yang
belum merdeka diusahakan oleh Dewan Perwalian untuk mendapatkan kemerdekaannya. Pada
umumnya sekarang daerah-daerah perwalian itu sudah merdeka.
f. Sekretarit
Sekretarit terdiri atas berikut ini..
1. Sekretaris Jenderal dipimpin oleh sidang umum atas usul Dewan Keamanan dan dapat dipilih
kembali. Biasanya, Sekertaris Jenderal berasal dari negara yang tidak terlibat politik besar. Sejak
berdirinya PBB, sudah ada 7 orang Sekretaris Jenderal.
2. Sekretaris Jenderal Pembantu (Under Secretary). Ada 8 sekretaris pembantu yang mengepalai
satu departemen, yaitu
a. Sekretaris Jenderal pembantu urusan Dewan Keamanan
b. Sekretaris Jenderal pembantu urusan Ekonomi
c. Sekretaris Jenderal pembantu urusan Perwalian dan Penerangan untuk daerah yang belum
merdeka
d. Sekretaris Jenderal pembantu untuk urusan Sosial
e. Sekretaris Jenderal pembantu untuk urusan Hukum
f. Sekretaris Jenderal pembantu untuk urusan Penerangan
g. Sekretaris Jenderal pembantu untuk urusan Koperasi dan Pelayanan Umum
h. Sekretaris Jenderal pembantu urusan Tata Usaha dan Keuangan.
Dewan Keamanan PBB atau sering disingkat dengan DK PBB adalah salah satu dari 6
Badan Utama PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa). Tugas utama Dewan Keamanan PBB ini adalah
untuk menjaga Perdamaian dan keamanan Internasional. Berdasarkan Pasal 23 Piagam PBB yang
diamandemen pada tahun 1963 dan mulai berlaku pada September 1965.
Keanggotaan Dewan Keamanan dibedakan menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB :
Pemilihan Anggota Dewan Keamanan PBB Tidak Tetap ini berdasarkan distribusi geografi atau
Grop Regional yang ditentukan sebagai berikut :
Anggota Tetap
Sejak 1991
4 Rusia Eropa Timur menggantikan Uni
Soviet
Sejak 1971
5 Tiongkok Asia Pasifik menggantikan
Taiwan
Dalam Dewan Keamanan PBB, istilah hak veto sangat sering didengar. Hak veto adalah
hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang
atau resolusi. Dalam sejarahnya, hak veto dimiliki oleh lima negara anggota tetap Dewan
Keamanan PBB. Negara itu ialah Amerika Serikat, Rusia (dahulu Uni Sovyet), Inggris, Perancis,
Republik Rakyat Cina (menggantikan Republik China). Anggota tetap Dewan Keamanan PBB
dipilih berdasarkan hasil Perang Dunia II. Kelima negara tersebut adalah pemenang dari Perang
Dunia II.
Tujuan dari pemberian hak veto pada awalnya ialah untuk melindungi kepentingan para pendiri
PBB, dimana hal tersebut hanya diperuntukkan bagi negara-negara yang memenangkan Perang
Dunia II. Hak veto melekat pada kelima negara tersebut berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB.Selain
anggota tetap, Dewan Keamanan PBB juga memiliki anggota tidak tetap yang berjumlah lima
belas negara. Anggota tetap dan tidak tetap berbeda dalam pemilikan hak veto. Anggota tidak tetap
tidak mempunyai hak veto.
Hingga saat ini, masalah hak veto selalu membayangi legitimasi PBB. Dengan hak veto,
maka setiap anggota dari Dewan Keamanan PBB dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
substansi secara besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan, hak veto mampu mengancam terbitnya
resolusi yang mampu mengancam terbitnya resolusi yang dianggap tidak menguntungkan bagi
negara pemegang veto. Inilah sebuah kesalahan fatal dari penyalahgunaan sistem hak veto.
Di lain sisi, para perwakilan negara di PBB kadang mengungkapkan kecenderungan negara
pemegang veto untuk saling mengancam menggunakan vetonya dalam forum tertutup agar
kepentingan mereka masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama sekali peduli terhadap negara
anggota tidak tetap. Hal inilah yang terkenal dengan istilah “closet veto”.
Pada saat ini opini yang berkembang di media-media internasional menyebutkan keberadaan lima
negara anggota tetap dan hak veto ditinjau kembali karena perkembangan dunia yang semakin
kompleks serta sering dianggap membuat berlarut larutnya masalah internasional yang membawa
akibat pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak ini oleh negara-negara besar yang
dianggap membawa kepentingannya sendiri dan juga kelompok.
Hak veto bisa dipakai semaunya sendiri. Jika suatu resolusi akan mengganggu kepentingan negara
pemilik hak veto, pasti resolusi tersebut akan diveto. Jadilah PBB sebagai badan yang tidak punya
kekuasaan. PBB hanya dikuasai oleh 5 negara. Mereka memiliki kepentingan masing-masing dan
ingin mewujudkannya. Lewat hak 'istimewa' di PBB inilah, salah satu cara mereka mewujudkan
kepentingannya.
Dengan keistimewaan tersebut maka pemegang hak veto bisa menguasai PBB. Contoh yang paling
jelas adalah Amerika Serikat. Negara yang satu ini menjadi negara kedua yang paling banyak
melnggunakan hak vetonya setelah Uni Soviet. Tercatat sudah lebih dari 80 kali dalam rentan
tahun 1946 sampai dengan 2002. Namun sungguh disayangkan, negara yang satu ini menggunakan
hak vetonya kurang sesuai dengan 5 azas PBB yang tertulis di atas. Amerika Serikat menggunakan
hak vetonya hanya untuk kepentingan negaranya sendiri tanpa memandang kepentingan negara
lain.
Contoh yang paling nyata adalah saat terjadinya agresi Israel terhadap Palestina.Saat itu sebagian
besar negara mengecam tindakan Israel tersebut.Namun PBB disini tidak bisa berbuat apa-apa
karena memang sudah dari awal PBB didirikan itu “disetir” oleh 5 negara itu tadi. Maka sekarang
kelihatan kalau hak veto yang dimiliki oleh Amerika Serikat hanya dijadikan alat untuk
melegalkan agresi Israel terhadap Gaza yang masih jadi bagian dari Palestina. Dan juga satistiknya
dari 82 hak veto yang telah digunakan oleh Amerika Serikat, 41 diantaranya mereka gunakan untuk
menghalangi warga masyarakat dunia dalam menghentikan kebrutalan Israel terhadap Palestina.
Sungguh ironis Lembaga Internasional semacam PBB yang ber azaskan Persamaan derajat dan
kedaulatan semua negara anggota. Persamaan hak dan kewajiban semuanegara anggota.
Penyelesaian sengketa dengan cara damai. Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB
sesuai ketentuan Piagam PBB. dan PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara
anggota, seperti ini harus tidak berdaya dalam mewujudkan perdamaian hanya karena beberapa
negara adidaya saja. Melihat realitas saat ini, penggunaan hak veto yang dimiliki oleh anggota
tetap Dewan Keamanan PBB sangat jauh atau bertentangan dengan asas keadilan dan mengingkari
realitas sosial. Adakala keputusan yang ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara
pemilik veto. Sebagai contoh, tidak hanya sekali, dua kali hak veto digunakan oleh Amerika
Serikat untuk melapangkan jalan bagi Israel untuk melancarkan perang, selain itu Amerika Serikat
juga menggunakan hak vetonya untuk menghentikan serangan Israel ke Libanon.
Sebenarnya, hak veto tidak menjadi sebuah masalah jika digunakan sebagaimana mestinya.
Namun, jika melihat kondisi saat ini hak veto digunakan untuk menentang prinsip-prinsip keadilan
dan kebenaran atau dengan kata lain merusak citra PBB sebagai penjaga perdamaian dunia.
Dari penjabaran di atas sudah seharusnya kita menyuarakan agar hak veto dikaji ulang. Seperti
kita ketahui, pemberian hak veto bagi Anggota Tetap DK PBB tidak terlepas dari faktor Perang
Dunia II dimana negara-negara pemenang perang memiliki hak veto dan dikuatkan melalui Pasal
27 Piagam PBB. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi negara-negara
pemenang perang untuk tetap memiliki kekuatan mengendalikan jalannya dunia. PBB hanya milik
dari lima negara pemegang hak veto yang saling tumpang tindih dalam memperjuangkan
kepentingan nasional atau national interest dalam menggunakan hak veto. PBB bukan lagi sebuah
organisasi internasional seideal penjabaran dari Piagam PBB. PBB bukan lagi PBB yang sesuai
pada hakikatnya, melainkan sebuah lembaga yang melegitimasi kepentingan nasional lima negara
pemegang hak veto. Keberadaan Veto dalam Tubuh PBB mesti dihilangkan guna terciptanya
demokrasi sebagai elemen utama dalam piagam PBB, sekaligus membawa dunia menuju kekuatan
yang Unipolar, sederajat dan salang menghargai, agara perdamaian dunia yang sejati dapat
diwujudkan.
D. Studi Literatur
Dalam piagam PBB tersebut secara eksplisit mencantumkan apa yang namanya azas-azas
PBB. Ada lima azas yang kemudian dijadikan landasan dalam setiap kegiatan PBB untuk
merealisasikan tujuannya, yaitu : Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.
Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota. Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB. dan PBB
tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.
Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut dipuji untuk kedamain
dunia. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu AS,
Rusia (dulu Uni Soviet), Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan Dewan Keamanan
sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut, khususnya
AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi forum seluruh anggota PBB justru tidak memiliki
kekuatan yang berarti dibanding dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah
menghambat keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes
dari banyak negara anggotanya.
Berdasarkan statistik dari tahun 1946-2002, negara yang paling banyak menggunakan hak veto
adalah Uni Soviet, yaitu sebanyak 122 kali. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat sebanyak 81
kali, Inggris sebanyak 32 kali dan Prancis menggunakan hak veto sebanyak 18 kali. Sedangkan
China baru menggunakannya sebanyak 5 kali. Dari statistik di atas, terlihat jelas bahwa hak veto
didominasi oleh dua negara yang pernah bersiteru dalam perang dingin, yaitu Uni Sovyet dan
Amerika Serikat.
Ini menjadi suatu hal yang konyol ketika PBB yang sejatinya adalah lembaga yang mengusung
kedamain namun bak menjadi mobil yang mudah disetir semau pemilik Hak Veto. Celakanya
setelah salah satu negara adidaya, Uni Soviet pada tahun 1991 runtuh membuat kekuatan dunia
hanya dikuasai secara tunggal oleh satu Amerika Serikat sang pengusung ideologi liberalisme dan
kapitalisme, sehingga kiblat dunia akan dipaksa selalu mengacu padanya.
Lihatlah salah satu contoh konkret saat ini ketika berkecamuknya agresi Israel di wilayah Gaza.
Hak veto yang dimiliki Anggota Tetap Dewam Keamanan PBB menjadi menarik untuk dibahas
dan dikaji ulang. Secara kasat mata jelas kini hak veto berubah menjadi senjata perang yang
digunakan Amerika Serikat untuk melegalkan penindasan Israel terhadap Palestina. Padahal
hampir mayoritas negara mengecam dan mengutuk aksi brutal Israel di wilayah Gaza.
Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Global Policy Forum pada tahun 2006 menyatakan kalau
Amerika Serikat telah menggunakan hak vetonya guna membendung tindakan internasional
terhadap kebrutalan agresi Israel sebanyak 41 kali dari 82 hak veto. Pada tahun yang sama (2006)
saat itu juga Amerika Serikat melalui juru bicaranya, John Bolton, memveto rancangan resolusi
Dewan Keamanan yang mengecam serangan Israel di Gaza dan menggunakan hak vetonya juga
untuk menolak keputusan agar Israel menghentikan serangannya ke Lebanon. Dengan ini untuk
kesekian kalinya sejarah kelam mencatat ketidakberdayaan Dewan Keamanan PBB mengatasi
konflik yang terjadi di Timur-Tengah.
Sebagai manusia yang menjungjung tinggi humanisme, dari hati yang paling dalam kita bisa meng-
iyakan bahwa agresi Israel ke wilayah Gaza adalah melanggar hukum-hukum humaniter
internasional yang ditetapkan PBB sendiri, namun karena adanya hak veto justru membiarkan
hukum-hukum humaniter internasional itu dilanggar oleh Israel.
2. Penggunaan Hak Veto Oleh Rusia Dan China Keppada Kasus Suriah
Menanggapi hal ini, masyarakat internasional, khususnya PBB, tidak tinggal diam. Mereka
memberikan respons tanggap terhadap konflik internal yang terjadi di Suriah. Tindakan Presiden
Suriah Bashar al-Assad menyerang oposisinya dianggap sebagai kejahatan yang harus dihentikan.
Dewan keamanan mengecam tindakan tersebut berulang kali dan menghimbau al-Assad untuk
menghentikan serangan pada rakyat pro-demokrasi.
Tindakan Dewan Keamanan dalam menyelesaikan konflik di Suriah selalu mengalami konflik
internal, terutama pada anggota tetapnya. Jalan buntu sering ditemui pada perundingan, dan bila
resolusi akan dikeluarkan (rencana resolusi terakhir soal dukungan penuh terhadap Liga Arab)
selalu ada bayangan veto. Walaupun dibayang-bayangi oleh veto dari resolusi yang dicanangkan
oleh Dewan Keamanan PBB, dikeluarkannya resolusi Dewan Keamanan PBB pada Februari 2012
merupakan salah satu bentuk dukungan dari upaya penyelesaian konflik yang dicanangkan oleh
Liga Arab mengenai penggabungan pasukan pemelihara perdamaian Arab-PBB. Resolusi yang
mengarah kepada upaya perdamaian ini berisikan tentang tuntutan pemerintahan Suriah agar
segera memberhentikan kekerasan yang telah memakan banyak korban jiwa setiap harinya akibat
kekerasan yang dilakukan kepada warga sipil Suriah. Selain itu, dalam resolusi ini juga diupayakan
agar pemerintah Suriah mau membuka dialog politik yang memungkinkan tentang hak-hak
warganya untuk mengekspresikan pendapat dibalik kebijakan otoriter yang selama ini dijalankan
oleh pemerintahan Suriah. Tindaklanjut mengenai penggantian kepemimpinan presiden Bashar al-
Assad yang sudah berkuasa selama 11 tahun dan upaya atas pembebasan tahanan yang telah
menyerukan reformasi di Suriah juga merupakan salah satu bagian dari isi resolusi yang
dicanangkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Mencapai perdamaian dan melindungi hak asasi manusia merupakan rumusan dari resolusi yang
digagas oleh Dewan Keamanan PBB, mengingat terhitung kurang lebih 7500 korban jiwa akibat
perang sipil antara rezim pemerintahan dan pihak oposisi. Hal ini di dukung oleh desakan untuk
PBB agar menurunkan tim khusus ke Suriah dalam rangka mendukung implementasi dari resolusi
Dewan Keamanan PBB dan menjamin adanya gencatan senjata antara rezim pemerintahan dan
oposisi. Namun, dalam proses menuju pemberlakuan resolusi ini ditemukan banyak hambatan,
sehingga resolusi ini tidak dapat diimplementasikan untuk menghentikan konflik yang terjadi di
Suriah. Hal ini dikarenakan oleh syarat diberlakukannya sebuah resolusi dari Dewan Keamanan
PBB adalah dengan memperoleh kesepakatan sekurang-kurangnya sembilan anggota tidak tetap
dan harus disepakati oleh seluruh anggota tetap (Cina, Inggris, Rusia, Prancis, dan Amerika
Serikat). Hal ini tertera dalam Piagam PBB Pasal 27 ayat 3. Kemudian dalam konflik Suriah,
seperti yang telah dibahas sebelumnya, ditemukan kasus dimana Rusia dan Cina mengeluarkan
hak vetonya, sehingga berdampak pada penyelesaian konflik Suriah yang terhambat karena
dibatalkannya resolusi tersebut. Lalu, apa alasan Rusia dan Cina memveto resolusi Dewan
Keamanan PBB?
Bagi Rusia, Suriah memiliki nilai strategis secara militer dan politik maupun ekonomi. Dua aspek
tersebut tentu dipandang vital oleh Rusia. Dalam aspek militer dan politik, sekiranya ada tiga hal
yang penulis dapat. Yang pertama adalah pangkalan militer Rusia yang terletak di Suriah.
Pangkalan militer Rusia (dulu Uni Soviet) sudah dibangun di kota pelabuhan Tartus sejak tahun
1963. Pada kenyataannya, itu adalah satu-satunya pangkalan militer Rusia di luar
teritorinya. Apalagi semenjak runtuhnya Uni Soviet dan komunismenya.
Suriah juga tak kalah penting bagi China. Hubungan antara kedua negara tersebut lebih cenderung
pada sektor perdagangan. Bahkan China dan Suriah telah memulai hubungan dagangnya sejak
dulu, di mana Damaskus adalah salah satu rute Jalur Sutra yang terkenal. Menurut data
dari Economy Watch, pada 2010 Cina adalah negara pengimpor kedua terbesar bagi Suriah setelah
Arab Saudi. Tercatat nilai impor Suriah terhadap China adalah 1,4 Miliar USD. Sudah barang tentu
itu bukanlah jumlah yang bisa dianggap remeh. Suriah telah dianggap Cina sebagai mitra yang
baik bagi tujuan mereka untuk meningkatkan ekspornya ke Timur Tengah, dimana mereka
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dari tahun ke tahun. Meskipun begitu, kita tidak bisa
mengesampingkan faktor ekonomi dalam kepentingan Cina dan Suriah. Di sini, mereka sepakat
untuk saling menghormati dan mendukung kebijakan politik masing-masing negara sebagaimana
Suriah mendukung Cina dalam permasalahan Taiwan.
Dengan demikian, terdapat dua pandangan berbeda antara negara-negara anggota tetap. Tiga
diantaranya pro-veto dan dua diantaranya kontra akan veto. Disini, kita bisa memahami apa saja
kepentingan Rusia dan Cina di Suriah. Kita bisa menyimpulkan bahwa jika sampai resolusi ini
benar-benar dijalankan, tentu ini akan mengganggu kepentingan dari kedua negara besar tersebut.
Rusia mungkin akan kehilangan satu-satunya pangkalan militer di luar teritorinya, hubungan
perdagangan senjata antara mereka macet, dan mereka tidak lagi memiliki kawan baik di kawasan
Timur Tengah untuk melawan hegemoni Amerika Serikat. Begitu pula dengan Cina. Hubungan
yang dilandasi oleh ikatan historis yang cukup kuat ini berlangsung hingga saat ini. Nilai
perdagangan antara keduanya juga cukup besar. Tidak mengherankan jika Rusia dan China
mengeluarkan hak vetonya jika melihat bagaimana hubungan kedua negara sebagaimana telah
dipaparkan di atas. Lain halnya dengan Amerika, Prancis, dan Inggris yang benar-benar mengingin
kan agar konflik ini segera diselesaikan dengan jalan damai karena hal ini berdampak pada
berjalannya aktifitas diplomatik negara-negara tersebut di Suriah dan mengingat konflik perang
saudara ini telah memakan ribuan nyawa warga sipil yang jelas sudah melanggar hak asasi manusia
di dunia.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, Hak veto adalah hak untuk membatalkan keputusan,
ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi., hak veto dimiliki oleh lima
negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Negara itu ialah Amerika Serikat, Rusia (dahulu
Uni Sovyet), Inggris, Perancis, Republik Rakyat Cina (menggantikan Republik China).
keberadaan lima negara anggota tetap dan hak veto harus ditinjau kembali karena perkembangan
dunia yang semakin kompleks serta sering dianggap t berlarut larutnya masalah internasional
yang membawa akibat pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak ini oleh negara-
negara besar yang dianggap membawa kepentingannya sendiri dan juga kelompoknya masing-
masing.
Tapi sebenarnya, hak veto tidak menjadi sebuah masalah jika digunakan sebagaimana mestinya.
Namun, jika melihat kondisi saat ini hak veto digunakan untuk menentang prinsip-prinsip keadilan
dan kebenaran yang bisa merusak citra PBB sebagai penjaga perdamaian dunia. . Dan sungguh
disayangkan, Negara negara yang menggunakan hak vetonya kurang sesuai dengan 5 azas PBB,
pemberian hak veto bagi Anggota Tetap Dewan Keamanan dimana negara-negara pemenang
perang memiliki hak veto. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi negara-
negara pemenang perang untuk tetap memiliki kekuatan mengendalikan jalannya dunia. PBB
hanya milik dari lima negara pemegang hak veto yang saling tumpang tindih dalam
memperjuangkan kepentingan nasional atau national interest dalam menggunakan hak veto. PBB
bukan lagi PBB yang sesuai pada hakikatnya, melainkan sebuah lembaga yang melegitimasi
kepentingan nasional lima negara pemegang hak veto. Keberadaan Veto dalam Tubuh PBB mesti
dihilangkan guna terciptanya demokrasi sebagai elemen utama dalam piagam PBB, sekaligus
membawa dunia menuju kekuatan yang Unipolar, sederajat dan salang menghargai, agara
perdamaian dunia yang sejati dapat diwujudkan.