Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Perang Dunia Kedua ( disingkat PD-II ) adalah konflik bersenjata yang terjadi
pada 1 September 1939 sampai 2 September 1945. Perang ini merupakan
perang terbesar sepanjang sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta personil
dari pihak sipil dan militer. Perang ini melibatkan sebagian besar negara-negara di
dunia termasuk negara-negara besar yang terbagi menjadi dua aliansi militer
bertentangan yaitu aliansi Sekutu dan aliansi Poros. Banyak pelanggaran berat
hak asasi manusia terjadi pada saat perang berlangsung. Salah satunya adalah
Genosida, atau yang disebut peristiwa Holocaust.1 Holocaust adalah tindakan
pemusnahan secara terencana terhadap kelompok-kelompok minoritas di Eropa
dan Afrika utara oleh NAZI. NAZI adalah sebuah organisasi militer Jerman dengan
menempatkan Adolf Hitler sebagai Pimpinannya. Paham diskriminasi ras telah
membawa pimpinan tertinggi NAZI, Adolf Hitler menempatkan ras-ras lain berada
di bawah ras Arya ( ras dari bangsa Jerman ). Kelompok-kelompok bangsa yang
dianggap ras bawah adalah bangsa Yahudi, Polandia, Belarusia – Serbia, Afrika
dan Asia. Peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi selama perang dunia
ke II seperti tindakan kekerasan, pembunuhan masal, penganiayaan dan
penyiksaaan yang dilakukan oleh NAZI, merupakan pelanggaran berat terhadap
hak asasi manusia. PD- II merupakan malapetaka kemanusiaan terburuk

1
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
Genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama
dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam
kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.
1
sepanjang sejarah peradaban manusia karena menelan korban jiwa yakni hingga
61 juta jiwa.
Untuk mencegah kembali terjadinya perang, masyarakat internasional yang
terwakili dalam negara-negara, menyadari betapa pentingnya suatu organisasi
internasional yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga
perdamaian dan keamanan internasional. Berdasarkan hal tersebut, atas inisiatif
negara - negara pemenang Perang Dunia-II dan sebagai reaksi atas penderitaan
kemanusiaan yang disebabkan oleh perang, didirikanlah Perserikatan Bangsa-
Bangsa ( PBB ). PBB didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 melalui
Konferensi San Francisco. Dasar pendirian PBB adalah United Nations Charter
atau dikenal dengan Piagam PBB. PBB dianggap sebagai organisasi yang
mewakilkan perwujudan keinginan dari masyarakat internasional secara
keseluruhan. Dalam Mukadimah Piagam PBB dapat dilihat bahwa seluruh
anggota PBB menyatakan tekad mereka untuk memperteguh kepecayaan
terhadap hak asasi manusia, pada martabat dan harga diri manusia. Hal ini
menunjukkan kepedulian masyarakat internasional yang terwakili dalam PBB,
terhadap perlindungan hak asasi dan kebebasan dasar manusia.
Kepedulian PBB terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar bersumber dari kesadaran masyarakat internasional atas pentingnya
pengakuan terhadap hak dan martabat yang tidak dapat dicabut dari umat
manusia. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia ini merupakan landasan
kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia untuk mencapai kemajuan dalam
rangka penghormatan terhadap hak asasi manusia secara universal.
Dengan demikian, dimasukannya kerjasama internasional pada Piagam PBB
dalam rangka memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak -hak asasi
manusia serta kebebasan dasar merupakan bentuk nyata komitmen yang
mendalam dari PBB sendiri. Komitmen tersebut kemudian diwujudkan oleh PBB
dengan membentuk badan-badan yang bekerja dalam bidang hak-hak asasi
manusia. Badan-badan HAM tersebut bertugas untuk melakukan kodifikasi,
pemantauan, evaluasi, dan lain sebagainya terhadap hak-hak asasi manusia agar
peristiwa-peristiwa pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia tidak terjadi lagi.

2
PBB mempunyai kapasitas yang terbatas untuk melakukan aksi langsung,
terutama dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi manusia
individual. PBB tidak dapat memperhatikan seluruh situasi Hak Asasi Manusia
terutama yang terjadi di negara - negara. PBB juga tidak dapat melakukan
investigasi bagi setiap dugaan pelanggaran hak asasi manusia atau memberikan
bantuan kepada setiap korban. Berdasarkan hal tersebut, sistem internasional
sangat bergantung pada dukungan yang diperoleh dari sistem hak asasi manusia
nasional seperti badan-badan HAM nasional yang didirikan oleh pemerintah
negara - negara.

B. Tujuan Pembelajaran.
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu menjelaskan
peranan Badan-Badan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Badan-Badan
Nasional untuk Hak Asasi Manusia dalam rangka memajukan dan mendorong
penghormatan terhadap hak-hak asasi serta kebebasan dasar manusia.

2. Tujuan Instruksional Khusus.


Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu menjelaskan
peranan, fungsi dan kewenangan dari :
 Badan-badan HAM yang didirikan berdasarkan kewenangan dari organ -
organ utama PBB.
 Badan-badan HAM yang didirikan berdasarkan instrumen-instrumen
internasional HAM yang dikeluarkan oleh PBB.
 Badan-badan HAM yang termasuk dalam kategori badan-badan khusus
PBB.
 Badan- badan nasional untuk hak asasi manusia.

3
C. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN

Badan-Badan Hak Asasi - Sejarah berdirinya PBB.


Manusia Persatuan Bangsa- - Keanggotaan PBB
Bangsa - Organ-Organ PBB dan hak asasi
manusia :
- Majelis Umum PBB.
- Dewan Ekonomi dan Sosial :
Komisi Hak Asasi Manusia PBB,
Dewan HAM PBB, Komite
Penasehat Dewan Hak Asasi
Manusia, Sub Komisi Untuk
Pemajuan dan Perlindungan
HAM, Komisi Tentang Status
Wanita, Komisi Tentang
Pencegahan Kejahatan dan
Peradilan Pidana.

- Badan-badan yang didirikan


berdasarkan instrumen-instrumen hak
asasi manusia PBB : Komite
Penghapusan Diskriminasi Rasial,
Komite Hak Asasi Manusia,Komite Hak
Ekonomi Sosial dan Budaya, Komite
Penghapusan Diskriminasi Terhadap
Perempuan, Komite Menentang
Penyiksaan,Komite Tentang Hak Anak.

- Badan-badan khusus PBB: Organisasi


Buruh Internasional, Komisi Tinggi PBB
Untuk Pengungsi, Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan, Organisasi Kesehatan
Dunia, Organisasi Pangan Sedunia.

Badan-Badan Nasional Untuk - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ).
- Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan
( Komnas Perempuan ).
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia
( KPAI )
- Ombudsman Republik Indonesia
4
( ORI )
D. Metoda Pembelajaran.
1. Ceramah singkat
2. Curah Pendapat.
3. Tanya Jawab.
4. Diskusi.
5. Presentasi.
6. Role Play (bermain peran).

5
BAB II

BADAN-BADAN HAK ASASI MANUSIA

PERSATUAN BANGSA-BANGSA.

A. Standar Kompetensi Peserta Diklat.

1. Peserta diklat mengetahui sejarah berdirinya PBB, organ-organ utama


PBB yang paling berperan dalam rangka memajukan dan mendorong
penghormatan terhadap Ham, badan-badan yang didirikan berdasarkan
instrumen-instrumen hak asasi manusia PBB serta badan badan Khusus
PBB.

2. Peserta diklat memahami sejarah berdirinya PBB, organ-organ utama


PBB yang paling berperan dalam rangka memajukan dan mendorong
penghormatan terhadap Ham, badan-badan yang didirikan berdasarkan
instrumen-instrumen hak asasi manusia PBB serta badan badan Khusus
PBB.

3. Peserta diklat mampu menjelaskan sejarah berdirinya PBB, organ-organ


utama PBB yang paling berperan dalam rangka memajukan dan
mendorong penghormatan terhadap Ham, badan-badan yang didirikan
berdasarkan instrumen-instrumen hak asasi manusia PBB serta badan
badan Khusus PBB.

Salah satu tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah mencapai kerjasama


internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan internasional di lapangan
ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, demikian pula dalam usaha-usaha
memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak-hak manusia dan
kebebasan-kebebasan dasar bagi semua umat manusia tanpa membedakan ras,
jenis kelamin, bahasa atau agama ( Pasal 1 Ayat 3 Piagam PBB ). Majelis Umum
dapat memprakarsai untuk mengadakan penyelidikan dan mengeluarkan
rekomendasi-rekomendasi untuk memajukan kerjasama internasional di bidang
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan serta membantu mewujudkan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa
membedakan jenis kelamin, bahasa atau agama. ( Pasal 13 Ayat 1 Piagam PBB ) .
Dewan Ekonomi dan Sosial akan membentuk komisi-komisi di bidang ekonomi
dan sosial untuk memajukan hak-hak asasi manusia dan komisi-komisi lainnya
6
apabila diperlukan untuk menjalankan tugas-tugasnya ( Pasal 68 Piagam PBB ).
Berbagai badan-badan khusus yang didirikan atas persetujuan antar pemerintah
dan mengemban tanggung jawab internasional yang luas, dibidang ekonomi,
sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan maupun bidang yang berkaitan
dengan itu, ditempatkan dalam suatu hubungan dengan Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan selanjutnya akan disebut badan-badan khusus ( Pasal 57 Piagam
PBB ).

B. Sejarah berdirinya PBB.

Perang Dunia I dan Perang Dunia II merupakan malapetaka kemanusiaan


terburuk sepanjang sejarah peradaban manusia. Perang Dunia ke I menelan
korban sebanyak 9 juta jiwa dan Perang Dunia ke II menelan korban jiwa yakni 61
juta jiwa. Untuk mencegah terjadinya perang, masyarakat internasional, dalam hal
ini negara-negara sadar betapa pentingnya suatu organisasi internasional yang
mempunyai fungsi dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga perdamaian dunia.
Liga Bangsa-Bangsa ( LBB ) adalah sebuah organisasi internasional yang
didirikan setelah Perang Dunia I sebagai suatu badan yang bertugas menjaga dan
menjamin perdamaian dan keamanan internasional serta melindungi hak asasi
manusia. Liga Bangsa-Bangsa didirikan setelah Konferensi Perdamaian Paris
1919, tepatnya pada 10 Januari 1920. Dasar pendiriannya adalah “The Covenant
of the League of Nations” ( Kovenan LBB ). Berdasarkan Kovenan LBB, tujuan
utama Liga adalah memajukan kerjasama internasional dan untuk mencapai
perdamaian serta keamanan internasional” melalui sistem keamanan kolektif.
Sistem keamanan kolektif ini termasuk tindakan pelucutan senjata ( Pasal 8 ),
penyelesaian sengketa secara damai dan perang yang tidak mengikuti hukum
( Pasal 11 – 15 ) serta sanksi-sanksi yang diberikan. 2
Gagasan untuk mendirikan LBB dicetuskan Presiden Amerika Serikat
Woodrow Wilson, namun Amerika Serikat sendiri kemudian tidak pernah
bergabung dengan organisasi ini. Sebanyak empat puluh dua negara menjadi
anggota saat LBB didirikan. Dua puluh tiga diantaranya tetap bertahan sebagai
anggota hingga LBB dibubarkan pada 1946.

2
D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional”, diterjemahkan oleh Bambang Iriana
Djajaatmadja, S.H, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.hlm.21.
7
Dalam bidang hak asasi manusia, Kovenan LBB memuat ketetapan -
ketetapan mengenai mekanisme kerja organisasi serta perlindungan terhadap
hak-hak manusia. Ketetapan-ketetapan perlindungan hak-hak manusia yang
dimaksud adalah menetapkan kondisi kerja yang manusiawi pada individu,
larangan perdagangan wanita dan anak-anak, pencegahan dan pengendalian
penyakit, serta perlakuan yang adil terhadap penduduk pribumi dan daerah
jajahan (sistem mandat). Pasal 22 Kovenan LBB membentuk Sistem Mandat yang
diterapkan terhadap bekas wilayah-wilayah jajahan dan negara-negara yang
kalah pada Perang Dunia ke-I.3 Berdasarkan sistem ini, bekas koloni tersebut
ditempatkan di bawah Mandat LBB dan dikelola oleh negara-negara pemenang
perang. Para negara pemegang mandat ini sepakat untuk memerintah
berdasarkan prinsip bahwa kehidupan dan pembangunan penduduk daerah
mandat merupakan “a sacred trust of civilization…”. Komisi Mandat LBB kemudian
secara bertahap memperoleh kewenangan untuk mengawasi pemerintahan di
daerah Mandat termasuk mengawasi perlakuan terhadap penduduknya. 4 Negara
pemegang mandat menjamin tidak adanya diskriminasi rasial dan agama di
daerah-daerah yang berada di bawah pengawasannya. Negara pemegang mandat
juga menyelenggarakan kepentingan-kepentingan rakyat di daerah mandat dan
berkewajiban memberikan laporan tahunannya kepada LBB mengenai tanggung
jawab yang diberikan padanya. Laporan tersebut kemudian dibahas oleh Komisi
Mandat LBB. Suatu daerah dapat dihapus mandatnya apabila sudah mampu
menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dan sudah diakui sebagai negara.
Dalam susunan organisasi, LBB mempunyai empat badan utama yaitu
Majelis, Dewan, Sekretariat, dan Mahkamah Internasional.
Sedangkan sifat dari keanggotaan LBB adalah ada anggota tetap dan tidak tetap.
Dalam menjalankan tugasnya, LBB mengalami banyak kendala. Dalam
menyelesaikan masalah sengketa misalnya, Kovenan mengajukan upaya-upaya
3
Article 22 ( 1 ) The Covenant of the League of Nations : to those colonies and territories which as
a consequence of the late war have ceased to be under the sovereignty of the states which
formerly governed them and which are inhabited by peoples not yet able to stand by themselves
under the strenuous conditions of the modern world, there should be applied the principle that the
well being and development of such peoples from a sacred trust of civilisation and that securities
for the performance of this trust should be embodied in this covenant
4
Rudi M Rizky, SH, LLM, Pokok Pokok Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Bahan Bacaan,
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005, hlm.3.
8
penyelesaian secara damai. Jika ada suatu negara yang mengambil jalan perang
berarti negara tersebut telah melanggar upaya penyelesaian secara damai dan
seharusnya dikenakan sanksi. Namun keputusan bahwa suatu negara dianggap
telah melanggar upaya penyelesaian secara damai, diserahkan kepada negara –
negara anggotanya. Anggota LBB yang memutuskan apakah telah terjadi suatu
pelanggaran, sehingga dalam hal penerapan sanksi berdasarkan Kovenan,
tergantung pada situasi para anggota. Sanksi militer dapat diusulkan oleh Dewan
namun keputusan akan dilaksanakan atau tidak sanksi tersebut, diserahkan
kepada negara-negara anggotanya. 5 Banyak negara-negara anggota yang
bersikap apatis dan enggan dalam menjalankan kewajibannya. Akibat lemahnya
penerapan sanksi-sanksi tersebut, progam-program pelucutan bersenjata LBB
juga mengalami kegagalan karena banyak negara-negara yang memilih jalan
perang untuk menyelesaikan sengketa. LBB tidak mempunyai alat kekuasaan
yang nyata untuk memaksa suatu negara yang menentangnya, tunduk kembali ke
LBB. LBB tidak mempunyai angkatan bersenjata dan bergantung kepada kekuatan
internasional untuk menjaga agar resolusi-resolusinya dipatuhi. LBB juga dianggap
tidak mempunyai karakter yang universal karena dihambat oleh ketidakikutsertaan
Amerika Serikat sebagai anggota. Badan ini akhirnya dianggap sebagai organisasi
Eropa. Berdasarkan hal tersebut tujuan LBB menjadi sumir dari soal-soal
perdamaian menjadi soal politik belaka. Negara-negara besar yang menjadi
anggota, menggunakan LBB untuk kepentingan politiknya. Keberhasilan LBB
dalam bidang ekonomi, negara mandat, hak-hak manusia dan lain sebagainya
pada akhirnya tertutupi dengan kegagalan badan ini untuk mencegah pecahnya
Perang Dunia ke II. Pecahnya Perang Dunia II memperjelas keadaan bahwa LBB
telah gagal dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga keamanan dan
perdamaian internasional. Setelah Perang Dunia II, pada 18 April 1946, LBB resmi
dibubarkan dan digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ).
PBB didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945, sebagai organisasi
pengganti LBB atas inisiatif para negara pemenang perang Dunia II dan sebagai
reaksi atas penderitaan kemanusiaan yang disebabkan oleh perang. Dasar
pendirian PBB adalah United Nations Charter atau dikenal dengan Piagam PBB.
5
D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional,Op.cit,hlm.22.
9
Tujuan PBB dapat dilihat pada Pasal 1 Piagam PBB. Dalam tersebut dijelaskan
bahwa :
1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Berdasarkan tujuan itu
PBB melakukan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan
melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran-pelanggaran
perdamaian, mencari penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian
internasional, keadaan-keadaan yang dapat menggangu perdamaian akan
menyelesaikan dengan jalan damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan
dan hukum internasional.
2. Mengembangkan hubungan bersahabat antara negara-negara berdasarkan
penghargaan atas prinsip-prinsip persamaan hak dan hak rakyat untuk
menentukan nasib sendiri dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai
untuk memperkuat perdamaian dunia.
3. Mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan berbagai masalah
internasional pada bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan dan
dalam memajukan dan mendorong penghormatan terhadap HAM dan
kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa adanya perbedaan ras, jenis
kelamin, bahasa atau agama.
4. Menyelaraskan tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan
bersama.
Dalam Mukadimah Piagam PBB menyatakan bahwa seluruh anggota PBB
menyatakan tekad mereka untuk memperteguh kepecayaan terhadap hak asasi
manusia, pada martabat dan harga diri manusia, pada persamaan hak antara laki-
laki dan perempuan dan bagi segala bangsa yang besar dan yang kecil. 6 Sejumlah
Pasal-Pasal dalam Piagam PBB mengacu kepada hak asasi manusia dan
kebebasan dasar. Seperti Pasal 8 Piagam PBB, yang menyatakan bahwa PBB
tidak membatasi hak pria dan wanita untuk dapat berpartisipasi dalam kapasitas
apapun, berdasarkan asas kesetaraan, dalam badan-badan utama maupun
badan-badan pelengkapnya ( subsidiary bodies ). Sedangkan Pasal 56 Piagam
6
Mukadimah Piagam PBB: Kami rakyat Perserikatan Bangsa-bangsa bertekad : “ Untuk
memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat diri manusia, pada
persamaan hak, baik bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar dan kecil ( paragraf
2 ).
10
PBB menyatakan bahwa semua anggota PBB berjanji untuk secara bersama-
sama atau sendiri-sendiri, melalui kerjasama dengan PBB untuk mencapai tujuan-
tujuan yang tercantum dalam Pasal 55, termasuk memajukan “penghormatan dan
ketaatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang universal bagi
semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin bahasa atau agama.
Kepedulian PBB terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar bersumber dari kesadaran masyarakat internasional atas pengakuan
terhadap martabat yang melekat dan hak-hak yang tidak dapat dicabut dari umat
manusia. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia ini merupakan landasan
kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia untuk mencapai kemajuan dalam
rangka penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar secara
universal. Dengan demikian dimasukannya kerjasama internasional untuk
memajukan dan mendorong penghormatan atas hak asasi manusia dan
kebebasan dasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin,
bahasa atau agama dalam Piagam PBB, merupakan bentuk nyata komitmen yang
mendalam dari para pendiri PBB terhadap hak asasi manusia setelah banyaknya
pelanggaran Hak Asasi Manusia saat Perang Dunia ke-II. 7 Pengalaman perang
tersebut telah memunculkan keyakinan yang luas bahwa perlindungan
internasional yang efektif terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu
prasyarat yang hakiki bagi perdamaian dan kemajuan dunia.

C. Keanggotaan Perserikatan Bangsa - Bangsa.

PBB adalah suatu organisasi yang menerapkan Prinsip universalitas. Prinsip


tersebut artinya PBB lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah –
masalah yang bersifat universal, baik melalui program-program yang luas,
maupun membahas isu-isu spesifik melalui badan-badan khususnya. Prinsip
universalitas menegaskan bahwa keanggotaan PBB lebih didasarkan atas
persamaan kedaulatan seluruh negara di dunia. Prinsip ini tidak akan
membedakan besar kecilnya negara sebagai anggota. Menurut ketentuan Piagam
PBB, keanggotaan PBB terbuka untuk semua negara yang cinta damai dan

7
Pasal 1 Piagam PBB.
11
bersedia menerima kewajiban-kewajiban internasional. 8 Sejak didirikan di San
Francisco pada 24 Oktober 1945, sedikitnya 192 negara telah menjadi anggota
PBB.

D. Organ-Organ Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia.

Sebagai suatu organisasi yang menerapkan Prinsip universalitas, Peran PBB


tidak hanya terfokus pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional saja, PBB juga banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah
- masalah yang bersifat universal lainnya, seperti masalah administratif
keorganisasian, pembentukan badan-badan khusus yang membahas
permasalahan–permasalahan tertentu secara spesifik, masalah ekonomi dan
pembangunan, pengembangan hukum internasional, hak asasi manusia.
Berdasarkan hal tersebut, organ-organ utama PBB adalah sebagai berikut 9 :
a. Majelis Umum.
b. Dewan Keamanan
c. Dewan Ekonomi dan Sosial.
d. Dewan Perwalian.
e. Mahkamah Internasional.
f. Sekretariat.
Hak asasi manusia adalah salah satu bidang yang mendapat perhatian sangat
besar oleh PBB. Seperti yang tertera pada Piagam PBB yang menegaskan
bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalang suatu kerjasama internasional
untuk mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan
dasar bagi semua manusia tanpa adanya perbedaan pada ras, jenis kelamin,
bahasa atau agama.10 Atas dasar tersebut ada beberapa organ-organ PBB yang
kewenangannya, baik secara keseluruhan maupun sebahagian, masuk ke dalam

8
Pasal 4 Ayat ( 1 ) Piagam PBB : Keanggotaan PBB terbuka bagi semua negara yang cinta damai
yang menerima kewajiban-kewajiban yang tertera dalam Piagam ini dan atas penilaian organisasi
ini , sanggup dan bersedia melaksanakan kewajiban kewajiban ini.
9
Pasal 7 Ayat ( 1 ) Piagam PBB : Telah dibentuk sebagai organ-organ utama Perserikatan Bangsa
Bangsa : Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian,
Mahkamah Internasional Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat.
10
Pasal 1 Ayat 3 Piagam PBB.
12
bidang hak asasi manusia. Di bawah ini akan diuraikan secara garis besar organ
-organ dan kewenangan mereka.

1. Majelis Umum Peserikatan Bangsa-Bangsa.


Majelis Umum merupakan organ utama PBB yang beranggotakan seluruh
negara anggota PBB.11 Sesi tahunan Majelis Umum adalah hari Selasa ketiga
bulan September dan biasanya berlangsung hingga pertengahan Desember.
Kewenangan Majelis Umum dalam bidang Hak Asasi Manusia ada di dalam
Pasal 13 Ayat 1 Piagam PBB. Menurut Pasal tersebut, Majelis Umum dapat
memprakarsai untuk mengadakan penyelidikan dan mengeluarkan rekomendasi
-rekomendasi untuk memajukan kerjasama internasional di bidang ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan serta membantu mewujudkan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa membedakan
jenis kelamin, bahasa atau agama.
Majelis Umum telah menghasilkan banyak rekomendasi dalam menanggapi
permasalahan-permasalahan Hak Asasi Manusia. Rekomendasi tersebut pada
dasarnya tidak mengikat secara hukum bagi para negara anggota ( karena
sifatnya hanya rekomendatif ). Namun jika rekomendasi untuk memajukan
kerjasama internasional di bidang HAM, yang dikeluarkan Majelis Umum
dikaitkan dengan Pasal 55 dan Pasal 56, Bab IX Piagam PBB tentang Kerjasama
Ekonomi dan Sosial Internasional, rekomendasi menjadi mengikat secara hukum.
Pasal 55 menyatakan bahwa :
Dengan tujuan menciptakan keadaan yang stabil dan sejahtera yang
diperlukan untuk hubungan perdamaian dan persahabatan antara bangsa-
bangsa, berdasarkan penghargaan terhadap asas - asas perdamaian dan hak
menentukan nasib sendiri dari rakyat, maka PBB memajukan :
a. Tingkat hidup yang lebih tinggi, pekerjaan yang cukup bagi semua orang
dan kondisi-kondisi kemajuan ekonomi, kemajuan sosial dan
pembangunan.
b. Pemecahan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial,
kesehatan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu serta
kerjasama internasional di lapangan kebudayaan dan pendidikan.
c. Penghormatan HAM secara universal demikian pula implementasinya serta
kebebasan-kebebasan dasar bagi semua tanpa pembedaan ras, jenis
kelamin dan bahasa serta agama.
11
Pasal 9 Ayat 1 Piagam PBB.
13
Kemudian merujuk pada Pasal 56 Piagam PBB yang berbunyi : semua
anggota berjanji akan mengambil tindakan kerjasama bersama maupun sendiri-
sendiri dan bekerjasama dengan organisasi ini demi tercapainya tujuan-tujuan
yang tercantum dalam Pasal 55. Berdasarkan kedua Pasal tersebut dapat
disimpulkan rekomendasi bisa mempunyai makna hukum yang cukup besar dan
bahkan dapat menciptakan kewajiban hukum bagi negara-negara untuk
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka kerjasama
internasional dibidang HAM, ekonomi, sosial, kesehatan, kebudayaan dan
pendidikan.
Salah satu peranan Majelis Umum yang terpenting dalam bidang hak asasi
manusia adalah menyetujui instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia
yang telah dirumuskan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui salah satu komisi
di bawahnya yaitu Komisi Hak Asasi Manusia. Instrumen ini mencakup tiga
instrumen HAM utama yaitu :
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
b. Kovenan Hak Sipil dan Politik.
c. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Majelis Umum juga telah menyetujui sejumlah Konvensi PBB tentang hak
asasi manusia lainnya yang berkaitan dengan genosida, diskriminasi ras,
apartheid, pengungsi, hak perempuan, perbudakan, perkawinan, hak anak dan
penyiksaan. Badan-badan pelengkap Majelis Umum yang memberikan perhatian
pada Hak Asasi Manusia adalah komite khusus untuk situasi yang berkaitan
dengan deklarasi pemberian kemerdekaan bagi negara-negara dan bangsa
jajahan yang dikenal dengan Komite Khusus Dekolonisasi, kemudian Dewan
PBB untuk Nanimbia, Komisi Khusus untuk menentang Apartheid, Komite
Khusus Untuk Menyelidiki Praktek-praktek yang Dilakukan Israel yang
Mempengaruhi Hak Asasi Manusia Rakyat Wilayah Pendudukan, serta Komite
untuk pelaksanaan hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina. 12
Majelis Umum juga merupakan suatu organ yang menerima dan
mengumpulkan laporan-laporan pelaksanaan hasil berupa laporan dari suatu
12
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM, Edisi ke II, hlm.3.
14
mekanisme pemantauan atas implementasi ketentuan-ketentuan dalam suatu
Konvensi. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Ayat ( 2 ) yang menyatakan bahwa :
Majelis Umum menerima dan mempertimbangkan laporan-laporan dari organ -
organ lainnya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berdasarkan hal tersebut
Majelis Umum merupakan tujuan akhir dari semua laporan mengenai
implementasi ketentuan-ketentuan dalam Konvensi-Konvensi Hak Asasi manusia
yang diprakarsai oleh PBB.

2. Dewan Ekonomi dan Sosial serta Badan-Badan Pelengkapnya.

Dewan Ekonomi dan Sosial merupakan Organ Utama PBB yang mempunyai
54 anggota. Dewan Ekonomi dan Sosial menyelenggarakan dua sidang tetap
setiap tahunnya. Disamping itu ada kalanya Dewan menyelenggarakan sidang -
sidang khusus. Berdasarkan Pasal 62 Piagam PBB fungsi dan kekuasaan Dewan
Ekonomi dan Sosial adalah :
a. Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membuat atau memprakarsai studi-studi
dan laporan-laporan yang bertalian dengan masalah-masalah ekonomi, sosial,
kebudayaan, pendidikan, kesehatan internasional dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan itu dan dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi
kepada Majelis Umum, kepada anggota-anggota PBB dan badan-badan
khusus yang bersangkutan.
b. Dewan Ekonomi dan Sosial dapat memberikan rekomendasi untuk tujuan
peningkatan penghormatan dan penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan dasar bagi semua orang.
c. Dewan Ekonomi dan Sosial dapat mempersiapkan rencana-rencana draft
Konvensi untuk diajukan kepada Majelis Umum bertalian dengan masalah -
masalah yang termasuk dalam lingkungan kewenangannya.
d. Dewan tersebut dapat mengadakan pertemuan-pertemuan internasional yang
membahas mengenai soal-soal yang termasuk dalam lingkup kewenangannya
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh PBB.
Seperti yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bidang Hak
Asasi manusia, Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membuat rekomendasi untuk
15
kemajuan penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia serta
kebebasan dasar bagi semua orang. Dewan Ekonomi dan Sosial juga dapat
menerima laporan-laporan, draft-draft konvensi mengenai hak asasi manusia dari
badan-badan khusus PBB yang mempunyai kewenangan HAM tertentu
( contohnya ILO, UNESCO, WHO ) dan dari sub komisi dibawahnya, dimana
( setelah diterima Dewan Ekonomi dan Sosial ) laporan dan draft tersebut
kemudian diteruskan kepada Majelis Umum untuk disetujui.
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membentuk Komisi-Komisi dalam
menjalankan tugasnya. Hal tersebut berdasarkan Pasal 68 Piagam PPB yang
menyatakan : Dewan Ekonomi dan Sosial akan membentuk komisi-komisi di
bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan hak-hak asasi manusia dan komisi-
komisi lainnya apabila diperlukan untuk menjalankan tugas-tugasnya.
Berdasarkan Pasal tersebut Dewan Ekonomi dan Sosial telah membentuk :
a. Komisi Hak Asasi Manusia : Komisi ini juga telah membentuk sub komisi
pencegahan diskriminasi dan perlindungan terhadap kaum minoritas.
b. Komisi untuk status perempuan.
Dewan Ekonomi dan Sosial juga dapat membentuk Komite Ad hoq yang terdiri
dari wakil-wakil negara anggota, dapat menunjuk para ahli yang diajukan
pemerintah masing-masing negara atau orang-orang terkemuka yang membantu
dalam kapasitas pribadinya. Pada saat-saat tertentu, Dewan Ekonomi dan Sosial
juga dapat menunjuk atau memberikan wewenang kepada Sekretaris Jenderal
PBB untuk menunjuk pelapor khusus ( special rapporteur ) atau komite para ahli
untuk mempersiapkan laporan mengenai masalah masalah yang bersifat teknis
seperti masalah pemantauan, investigasi ataupun pengaduan. 13

a. Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Komisi HAM PBB merupakan Badan PBB yang mempunyai peranan terpenting
dalam bidang HAM. Pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia direkomendasikan
oleh Komisi Persiapan PBB pada tahun 1945 untuk menangani masalah-masalah
hak asasi manusia. Komisi HAM PBB dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial
pada tahun 1946, sehingga dalam melaksanakan tugasnya komisi bertanggung
13
Ibid.hlm.3.
16
jawab kepada Dewan Ekonomi dan Sosial. Keanggotaan dari Komisi ini adalah
sebanyak 53 negara anggota yang dipilih untuk periode tiga tahun dari berbagai
kawasan dunia yang diwakili. Pada tahun 1946, Komisi diberikan mandat oleh
untuk membuat :
a. Rumusan suatu Deklarasi sebagai dasar untuk mengakui hak-hak manusia.
b. Rumusan suatu Deklarasi atau Konvensi mengenai kebebasan sipil, status
wanita, kebebasan informasi dan hal-hal serupa.
c. Pencegahan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau
agama.
d. Perlindungan bagi minoritas.
e. Hal-hal lain yang berkaitan dengan HAM.
Berdasarkan hal tersebut, komisi mulai menyusun suatu rumusan Deklarasi
yang di dalamnya mengakui Hak-Hak Manusia dan berlaku universal. Proses
penyusunan tersebut akhirnya menghasilkan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia ( DUHAM ). Pada awal penyusunannya, status dari DUHAM ini
menimbulkan perdebatan. Dari segi hukum kebiasaan internasional, ketentuan-
ketentuan yang ada dalam Deklarasi ini mengikat untuk seluruh negara. Dari segi
hukum, status dari Deklarasi ini tidak mengikat pada suatu negara karena
Deklarasi tidak mensyaratkan adanya suatu proses untuk terikat pada perjanjian
seperti adalah ratifikasi, akseptasi ( acceptance ), Penyetujuan ( approval ) dan
ikut serta ( accesion).14
Berdasarkan hal tersebut, Komisi merumuskan dan menyusun agar ketentuan-
ketentuan yang ada dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dapat menjadi
suatu Perjanjian Internasional yang mengikat secara hukum kepada negara.
Proses perumusan itu membagi ketentuan-ketentuan yang ada dalam DUHAM
menjadi dua kovenan, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pada
tahun 1948, Deklarasi dan kedua Kovenan ini diterima oleh Majelis Umum PBB.
Khusus untuk kedua kovenan, Majelis Umum dan membukanya untuk proses
14
Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 ( b ) Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian : Ratifikasi ,
Akseptasi ( acceptance ), Penyetujuan ( approval ) dan ikut serta ( accesion) yaitu tindakan
internasional apapun namanya yang dengan mana suatu negara menyatakan, pada tingkatan
internasional persetujuannya untuk diikat oleh suatu perjanjian.
17
penandatanganan dan ratifikasi sebagai syarat terikatnya suatu negara pada
kovenan tersebut.
Pada tahun 1967, Komisi HAM PBB mulai diberikan mandat untuk
mengomentari, memberi nasehat dan memberikan bantuan teknis terhadap
permasalahan-permasalahan hak asasi manusia. Mandat ini ada setelah selama
lima belas tahun Komisi HAM PBB menyusun suatu menisme untuk melakukan
suatu investigasi dan pencarian fakta agar memperoleh informasi terhadap
pemasalahan-permasalahan hak asasi manusia, baik yang terjadi di suatu negara
atau secara global. Untuk menjalankan mandatnya, Komisi HAM PBB mendirikan
kantor-kantor perwakilan di negara-negara dan kemudian melakukan aktifitas-
aktifitas seperti pelatihan, pembaharuan hukum serta rencana rencana aksi yang
berkaitan dengan Hak asasi manusia di tingkat lokal. Aktifitas komisi yang paling
penting adalah aktifitas dan mekanisme pemantauan dalam rangka penanganan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam menjalankan mandatnya, komisi menemukan beberapa kendala.
Secara teoritis komisi seharusnya melayani ide mulia dari perlindungan HAM,
tetapi pada kenyataannya komisi tersebut terdiri dari perwakilan negara-negara
yang bertindak dan membuat keputusan berdasarkan kriteria politis. Dalam sesi
pertemuan tahunan komisi, seharusnya dihadiri perwakilan dari 53 negara
anggotanya, namun kenyataan yang terjadi adalah banyaknya pihak-pihak lain
yang hadir seperti para politisi dengan posisi yang tinggi, diplomat, pakar HAM,
perwakilan dari organisasi regional, media, aktifis HAM dari berbagai negara yang
semuanya sudah diberikan status konsultatif oleh Dewan Ekonomi dan Sosial. 15
Dengan kata lain sesi pertemuan Komisi ini sudah menjadi konferensi HAM yang
besar. Keanggotaan di Komisi HAM PBB dipilih oleh Dewan Ekonomi dan Sosial,
sehingga negara negara yang menjadi anggota hanya bertanggung jawab kepada
Dewan Ekonomi dan Sosial tidak kepada negara anggota PBB secara
keseluruhan.

15
Pasal 71 Piagam PBB : Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membuat pengaturan-pengaturan yang
layak untuk diadakannya konsultasi-konsultasi dengan lembaga-lembaga non pemerintah yang
mempunyai hubungan dengan hal-hal yang termasuk dalam lingkungan wewenangnya. Persiapan -
persiapan demikian dapat dibuat dengan organisas-organisasi internasional dan dimana perlu
dengan organisasi nasional sesudah dikonsultasikan dengan anggota PBB yang bersangkutan.
18
b. Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.
Berdasarkan kendala-kendala yang dialami oleh Komisi HAM PBB, pada
akhirnya Komisi HAM PBB dibubarkan dan digantikan dengan Dewan HAM PBB.
Pada 15 Maret 2006, Majelis Umum mengadopsi Resolusi 60/251 untuk
membentuk Dewan Hak Asasi Manusia ( Human Rights Council ). Resolusi ini
dikeluarkan dengan dukungan dari 170 negara. Pembentukan Dewan HAM PBB
adalah untuk menggantikan Komisi HAM PBB. Dewan HAM PBB ini dinilai akan
memaksimalkan kinerja untuk perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di
Dunia. Berdasarkan Resolusi tersebut, Dewan HAM PBB yang dibentuk pada 9
Mei 2009, beranggotakan 47 negara yang dipilih berdasarkan pertimbangan
geografis yaitu 13 negara Asia-Pasifik, 6 Negara Eropa Timur, 8 Negara Amerika
Latin dan Karibia, 7 Negara Eropa Barat dan negara-negara lainnya. Badan baru
ini mengawali sidang pertamanya pada 19 Juli 2006.
Ada beberapa perbedaan antara Dewan HAM PBB dengan Komisi HAM PBB.
Yang pertama masalah keanggotaan. Komisi HAM PBB dibentuk oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial sehingga Keanggotaan dalam komisi HAM PBB dipilih dan
bertanggungjawab pada Dewan Ekonomi dan Sosial. Sementara Dewan HAM
dibentuk oleh Majelis Umum, sehingga seluruh negara-negara anggota Dewan
HAM bertanggung jawab kepada mayoritas negara-negara anggota PBB. 16 Negara
yang menjadi anggota Dewan HAM PBB diwajibkan untuk menyatakan
komitmennya untuk bekerja sama dan mengupayakan standar paling tinggi
promosi dan perlindungan HAM. Majelis Umum berhak untuk menghentikan hak
dan keistimewaan negara anggota Dewan HAM PBB jika dinilai melakukan
kejahatan hak asasi manusia yang berat dalam periode keanggotaannya.
Pemberhentian ini diusulkan oleh 2/3 negara anggota Majelis Umum. Kriteria
penilaian semacam ini tidak dikenal dalam Komisi HAM PBB. Dari aspek jangka
waktu, keanggotaan sebuah negara dalam Komisi HAM PBB tidak dibatasi,
sedangkan masa keanggotaan Dewan HAM PBB yakni 3 tahun dan tidak dapat
dipilih lagi setelah menjadi anggota Dewan HAM untuk 2 periode berturut turut.

16
Berdasarkan Pasal 9 Piagam PBB : Majelis Umum terdiri dari semua anggota-anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
19
Dewan HAM PBB berkantor di Jenewa dan bersidang tidak kurang dari 3 sesi
pertahun untuk total minimal 10 Minggu. Dewan HAM PBB juga dapat
menyelenggarakan sesi khusus ( special session ) jika dinilai ada kondisi
mendesak, berdasarkan usulan dari 1/3 anggota Majelis Umum. Sebelumnya,
Komisi HAM PBB hanya bersidang satu kali pertahun dengan waktu sidang hanya
6 minggu.
Dalam sidang pertamanya, Dewan HAM PBB memutuskan bahwa mekanisme
pemantauan terhadap HAM yang dijalankan Komisi HAM PBB, tetap dijalankan
oleh Dewan HAM PBB. Mekanisme pemantauan Hak Asasi Manusia yang
dijalankan oleh Dewan HAM PBB adalah melalui empat prosedur yaitu melalui :
Prosedur Khusus, Kelompok Kerja, Komite Penasehat dan Prosedur Pengaduan. 17
1. Prosedur khusus.
Prosedur khusus adalah mekanisme pemantauan yang dijalankan oleh Komisi
HAM PBB dan kemudian diteruskan oleh Dewan HAM PBB. Mandat yang
diberikan oleh prosedur khusus ini dikarakteristikkan sebagai mekanisme
pencarian fakta dan investigasi. Dalam menjalankan prosedur ini, Dewan HAM
PBB tidak menjalankan prosedur itu sendiri. Dewan memberikan tugas ini kepada
Sekretaris Jenderal PBB atau utusan wakil khusus yang ditunjuk oleh Sekretaris
Jenderal PBB. Dewan HAM juga diberikan kewenangan untuk menunjuk
perwakilan pribadi atau pakar independen yang disebut juga sebagai pelapor
khusus. Selain itu Dewan HAM juga dapat membentuk kelompok kerja (pokja)
yang umumnya terdiri dari lima orang yang mewakili lima wilayah geopolitis PBB.
Para wakil yang ditunjuk ini kemudian diberikan mandat oleh Dewan HAM. Para
pemegang mandat terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pemegang mandat
tematik dan pemegang mandat spesifik negara.
a. Mandat tematik.
Mandat tematik adalah suatu mandat yang diberikan kepada para pemegang
mandat ( pokja, pelapor khusus, ahli independen, wakil khusus ) untuk melakukan
pencarian fakta dan investigasi atas suatu isu HAM yang khusus terkait dengan

17
Rhona.K.M.Smith, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia
( PUSHAM UII ), Jogyakarta, Maret, 2008. hlm. 175.
20
isu-isu tertentu ( tematik ) yang dapat terjadi di semua negara di dunia. Beberapa
contoh Mandat Tematis yang pernah diberikan adalah sebagai berikut : 18
 Kelompok kerja tentang penghilangan paksa atau secara paksa atau secara
tidak sukarela ( 1980 ).
 Kelompok kerja tentang penahanan sewenang-wenang ( 1991 ).
 Pelapor khusus tentang perumahan yang layak sebagai komponen hak atas
standar kehidupan yang layak ( 2000 ).
 Pelapor khusus tentang hak asasi manusia migran ( 1991 ).
 Ahli independen tentang masalah hak asasi manusia dan kemiskinan
ekstrim ( 1998 ).
 Ahli independen tentang isu minoritas ( 2005 ).
 Wakil khusus dari sekretaris Jenderal tentang situasi pembela Hak Asasi
manusia ( 2000 ).
 Wakil khusus dari sekretaris jenderal tentang hak asasi manusia dan
perusahan transnasional serta perusahaan bisnis lainnya.

b. Mandat spesifik negara.


Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial memberikan kewenangan kepada
Dewan HAM PBB untuk melakukan suatu pencarian fakta atau investigasi
yang mendalam apabila ada situasi pada suatu negara dimana ada bukti yang
masuk akal akan pola sistematis pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan
negara tersebut. Dewan HAM PBB atau Sekretaris Jenderal PBB dapat
menunjuk pokja, pelapor khusus, ahli independen atau wakil khusus untuk
melakukan suatu pencarian fakta atau investigasi sesuai mandat yang
diberikan padanya oleh Dewan HAM PBB. Beberapa contoh mandat spesifik
negara yang pernah diberikan adalah sebagai berikut : 19
 Pelapor khusus tentang situasi hak asasi manusia di Belarus ( 2004 ).
18
Ibid,hlm.176 – 177.
19
Ibid,hlm.178.
21
 Ahli independen tentang situasi hak asasi manusia di Burundi ( 2004 ).
 Wakil khusus dari Sekretaris Jenderal PBB untuk hak asasi manusia di
Kamboja ( 1993 ).
 Wakil Pribadi Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia tentang situasi hak asasi
manusia di Kuba ( 2002 ).
 Ahli independen yang diangkat oleh Sekretaris Jenderal PBB tentang situasi
hak asasi manusia di Somalia ( 1993 ).
 Pelapor khusus untuk situasi hak asasi manusia di Sudan ( 2005 ).
 Ahli Independen tentang situasi hak asasi manusia di Uzbekistan ( 2005 ).
Kerjasama internasional sangat diperlukan agar prosedur khusus, baik
mandat tematik maupun mandat khusus negara, prosesnya dapat berjalan
dengan baik. Negara-negara harus menerima wakil-wakil dari pelapor khusus
untuk mengajukan pertanyaan kepada wakil pemerintah maupun wakil oposisi
politiknya. Untuk mandat spesifik negara, pelapor harus mengunjungi negara
yang bersangkutan setahun sekali. Untuk mandat tematis maka pelapor akan
mengunjungi dua sampai empat negara dalam setahun. Wakil-wakil atau
pelapor dari negara kemudian menyerahkan laporan hasil penyelidikannya
kepada komisi. Berdasarkan hal tersebut, jika memang terbukti bahwa ada pola
yang sistematis pelenggaran HAM berat terjadi dan dilakukan oleh negara
tersebut, maka Dewan HAM PBB akan mengeluarkan pendapat hukumnya
melalui resolusi.

2. Kelompok Kerja.
Kelompok kerja dibentuk oleh Dewan HAM PBB. Kelompok kerja berfokus
terutama pada pemantauan penetapan standar implementasi norma-norma hak
asasi manusia. Kelompok kerja dapat dibagi ke dalam tiga kategori yaitu
kelompok kerja tentang penetapan standar, kelompok kerja yang terbuka untuk
semua dan kelompok kerja untuk prosedur khusus.
Ada tiga kelompok kerja tentang penetapan standar : 20

20
Ibid,hlm. 180.
22
a. Kelompok kerja yang terbuka untuk semua yang membahas opsi-opsi
mengenai penggarapan Protokol Opsional dan Kovenan Internasional Tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
b. Kelompok kerja tentang rancangan naskah instrumen normatif yang mengikat
secara hukum untuk melindungi semua orang dari penghilangan paksa.
c. Kelompok kerja tentang rancangan naskah deklarasi mengenai hak rakyat
pribumi.
Kelompok kerja yang terbuka untuk semua adalah :
a. Kelompok kerja tentang hak atas pembangunan.
b. Kelompok kerja tentang pelaksanaan efektif deklarasi dan program aksi
Durban dan program aksi.
Empat kelompok kerja yang terfokus pada prosedur khusus, yaitu :
a. Kelompok kerja tentang penahanan sewenang-wenang.
b. Kelompok kerja tentang penghilangan paksa atau terpaksa.
c. Kelompok kerja ahli tentang orang orang keturunan Afrika.
d. kelompok kerja tentang situasi – situasi ( prosedur konfidental ).

c. Komite Penasehat Dewan Hak Asasi Manusia.


Komite penasehat Dewan Hak Asasi Manusia mampunyai fungsi memberikan
bantuan keahlian dan melakukan penelitian-penelitian substantif mengenai isu-isu
tematik yang menjadi perhatian Dewan HAM PBB. Komite ini hanya bekerja
berdasarkan permintaan dari Dewan HAM PBB. Komite ini dapat mengadakan
pertemuan selama dua kali dalam setahun. Setiap kali bersidang memerlukan
waktu 10 hari dan dapat mengadakan sesi tambahan berdasarkan persetujuan
Dewan HAM PBB.

d. Sub Komisi Untuk Pemajuan dan Perlindungan HAM.


Pada awalnya sub komisi ini bernama Sub Komisi Pencegahan Diskriminasi
dan Perlindungan Bagi Minoritas. Sub Komisi ini merupakan lembaga utama
yang diciptakan oleh Komisi HAM PBB pada tahun 1947 dan merupakan
23
subordinasi Komisi HAM PBB, Setelah Komisi HAM PBB dibubarkan, maka Sub
Komisi ini bekerja kepada Dewan HAM PBB dan juga Dewan Ekonomi dan
Sosial. Sub Komisi ini mempunyai fungsi :
 Melakukan studi/ penelitian dengan mempertimbangkan implementasi
ketentuan-ketentuan Deklarasi Universal dan membuat rekomendasi kepada
Komisi HAM PBB ( kini kepada Dewan HAM ) mengenai diskriminasi macam
apapun yang berkaitan dengan hak asasi dan kebebasan asasi serta
perlindungan bagi minoritas rasial, nasional, agama dan bahasa. 21
 Melakukan fungsi-fungsi lain yang dipercayakan kepadanya oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial atau Komisi HAM PBB.22
Sub komisi sudah menjalankan banyak pekerjaan yang terkait masalah
diskriminasi. Namun dalam perkembangannya selama beberapa tahun, Sub
Komisi juga menjadi badan penasehat permanen mengenai permasalahan HAM
untuk Komisi HAM PBB kemudian Dewan HAM PBB dan juga Dewan Ekonomi
dan Sosial. Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun 1999, nama dan fungsi
sub komisi ini diubah oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui Resolusi
1999/256 tangal 27 juli 1999 menjadi Sub Komisi Pemajuan dan Perlindungan
HAM. Sub Komisi ini tidak terdiri dari perwakilan negara-negara tetapi terdiri dari
26 pakar independen.
Fungsi Utama dari sub komisi ini adalah badan penasehat Ilmiah untuk
menangani tugas-tugas yang sulit dan memerlukan tenaga yang intensif seperti
merancang standar, melakukan penelitian ilmiah dalam semua permasalahan
HAM dan memilah-milah ribuan komunikasi individu yang datang kepada Sub
Komisi. Dalam menjalankan fungsinya tersebut Sub Komisi Untuk Pemajuan dan
Perlindungan HAM dibagi menjadi enam kelompok Kerja yaitu :
 Kelompok kerja untuk komunikasi.
 Kelompok kerja bentuk perbudakan kontemporer.
 Kelompok kerja untuk populasi masyarakat adat.
 Kelompok kerja minoritas.
21
Davitson, Scott, “Human Rights”, diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjatman, Hak Asasi
Manusia, Sejarah Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, PT Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta, Cetakan pertama Juli 1994.hlm.97.
22
Ibid,hlm.98.
24
 Perusahaan perusahaan tranasional
 Administrasi Peradilan.
Kelompok kerja untuk komunikasi, memiliki fungsi komunikasi berdasarkan
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial untuk menjaring ribuan komunikasi dan
memilih situasi-situasi pelanggaran HAM yang berat dan sistematis. Hasil
laporannya kemudian diserahkan kepada Dewan HAM PBB untuk perlakuan
lebih lanjut. Kelompok kerja tentang perbudakan kontemporer dan kelompok
kerja populasi masyarakat adat juga sudah menyumbangkan peningkatan
kesadaran kepada masyarakat adat atas permasalah–permasalahn yang terkait.
Kelompok-kelompok kerja ini juga memberikan forum yang ideal untuk para wakil
LSM, kaum minoritas dan populasi masyarakat adat untuk mengedepankan dan
membahas masalah-masalah mereka secara informal dengan para pakar dan
perwakilan pemerintah. Kelompok kerja untuk perusahaan-perusahaan
transnasional juga sudah menyerahkan rancangan prinsip-prinsip tanggung
jawab terkait HAM pada perusahaan transnasional dan usaha bisnis lainnya.

e. Komisi Tentang Status Wanita.


Komisi tentang Status Perempuan dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial
pada tahun 1946. Komisi ini dibentuk berdasarkan Pasal 68 Piagam PBB. 23 Saat
ini Komisi Tentang Status Wanita dianggap sebagai badan PBB utama yang
menangani pemajuan perempuan secara eksklusif. Komisi ini beranggotakan 46
negara yang dipilih oleh Dewan Ekonomi dan Sosial. Komisi ini bertugas untuk
menyiapkan laporan dan rekomendasi kepada Dewan Ekonomi dan Sosial
mengenai penggalakkan hak-hak kaum wanita dalam bidang politik, sipil, sosial
dan pendidikan. Komisi juga menyampaikan saran-saran kepada Dewan
Ekonomi dan Sosial mengenai hak-hak kaum wanita yang menuntut perhatian
segera dalam rangka melaksanakan prinsip bahwa pria dan wanita mempunyai

23
Pasal 68 Piagam PBB : Dewan ekonomi dan sosial akan membentuk Komisi-Komisi di bidang
Ekonomi dan Sosial untuk menjamin hak- hak asasi manusia dan komisi komisi lainnya apabila
diperlukan untuk menjalankan tugas tugasnya.
25
hak yang sama ( pemajuan prinsip persamaan antara perempuan dan laki-laki ).
Komisi telah berperan dalam penyusunan Deklarasi mengenai Status Kaum
Wanita pada tahun 1967, Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan pada tahun 1979 dan Konvensi mengenai
Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953.
Pada tahun-tahun pertamanya, Komisi Tentang Status Wanita ini bekerja
untuk menerapkan standar hak-hak asasi manusia baik dalam DUHAM maupun
kovenan Hak-hak Sipil dan Politik serta kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Komisi ini juga dapat mengadakan penyelenggaraan konferensi-
konferensi perempuan sedunia. Pada tahun 1995 diadakan konferensi
perempuan dunia yang ke 4 di Beijing. Aksi program pengarusutamaan hak-hak
perempuan dalam sistem PBB yang diputuskan pada konferensi dunia keempat
menjadi basis kerja Komisi Tentang Status Wanita yang utama.

f. Komisi Tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana.


Komisi Tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana ( Komisi
Kejahatan PBB ) didirikan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial pada 1992 sebagai
pengganti komite pencegahaan dan pengendalian kejahatan yang didirikan pada
1971. Komisi ini beranggotakan 40 negara anggota yang dipilih oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial. Sesi tahunan komisi ini diadakan selama 10 atau 11 hari di
Wina. Komisi ini relevan dengan perlindungan HAM karena :
- Kejahatan internasional terorganisir dan paham teroris merupakan ancaman
besar untuk HAM.
- Komisi secara teratur membuat draft standar baru tentang HAM untuk
pelaksanaan peradilan pidana yang kemudian diadopsi sebagai soft law pada
kongres PBB mengenai pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap para
pelanggar.

26
Fungsi utama dari Komisi Tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana
adalah :24
- Memberikan panduan kebijakan dalam bidang pencegahan kejahatan dan
peradilan pidana .
- Penerapan program pencegahan kejahatan PBB.
- Koordinasi berbagai kegiatan dari lembaga antar regional mengenai
pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap para pelanggar.
- Persiapan dan tindak lanjut dari kongress PBB( setiap lima tahun sekali )
mengenai pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap para pelanggar.
- Membuat garis besar standar hukum lunak ( soft law ).
Di bawah ini adalah standar minimum yang relevan dengan HAM yang dibuat oleh
Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Kejahatan: 25
- Peraturan Minimum Standar PBB untuk Pelayanan Para Tahanan tahun 1995
(Dewan Ekonomi dan Sosial Res. 663 C (XXIV) tanggal 31 Juli 1957 dan 2076
(LXII) tanggal 13 Mei 1997.
- Kode Perilaku untuk Petugas Penegak Hukum (GA Res. 34/169 tanggal 17
Desember 1979).
- Penjaga jaminan perlindungan hak-hak mereka yang terancam hukuman mati
( Dewan Ekonomi dan Sosial Res. 1984/50 tanggal 25 Mei 1984).
- Prinsip-prinsip Dasar mengenai Kemandirian Peradilan (GA res. A40/32 tanggal
29 November 1985 dan 40/146 tanggal 13 Desember 1985).
- Prinsip Minimum Standar PBB untuk Pelaksanaan Peradilan Anak ( Peraturan
Beijing’, GA Res. A40/33 tanggal 29 November 1985).
- Deklarasi Prinsip Dasar tentang Keadilan bagi Korban Kejahatan dan
Penyelewengan Kekuasaan (GA Res. A40/34 tanggal 29 November 1985).
- Peraturan Minimun Standar PBB untuk Tindakan Tanpa Penahanan ( Peraturan
Tokyo, GA Res. 45/110 tanggal 14 Desember 1990.

24
Nowak, Manfred, Introduction to the international Human Rights Regime, diterjemahkan
oleh Sri Sulastini, Editor, Djumantoro Purbo, Pengantar Rezim Hak Asasi Manusia
Internasional, Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law
bekerjasama dengan Departemen Hukum dan HAM indonesia dan Swedish International
Development Cooperation Agency ( SIDA) , Jakarta, hlm.129
25
Ibid.
27
- Paduan PBB untuk Pencegahan Kenakalan Anak (‘Paduan Riyadh’, GA Res.
45/112 tanggal 14 Desember 1990).
- Peraturan PBB untuk Perlindungan terhadap Pencabutan Kemerdekaan Anak
(GA Res. 45/113 tanggal 14 Desember 1990).
- Prinsip Dasar mengenai Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Petugas
Penegak Hukum (disetujui oleh Kongres PBB ke-8 tentang Pencegahan
Kejahatan dan Perlakuan terhadap para Pelanggar di Havana tahun 1990).
- Prinsip Dasar tentang Peran Pengacara (disetujui oleh Kongres PBB ke-8
tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap para Pelanggar di
Havana tahun 1990).
- Panduan tentang Peran Jaksa Penuntut (disetujui oleh Kongres PBB ke-8
tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap para Pelanggar di
Havana tahun 1990).

E. Badan-Badan Yang Didirikan Berdasarkan Instrumen-Instrumen Hak Asasi


Manusia PBB.
Perkembangan instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, mengalami
kemajuan yang sangat pesat di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa. Instrumen
ini meliputi perjanjian internasional, baik berupa kovenan, konvensi dan statuta
serta standar-standar normatif lainnya seperti kode etik, code of conduct ataupun
rekomendasi. Munculnya berbagai instrumen internasional ini menunjukkan
bahwa PBB memberikan perhatian dibidang perlindungan Hak Asasi Manusia
dengan dukungan komunitas internasional. Instrumen internasional HAM ini
membuka kesempatan bagi negara-negara untuk terikat dengan melakukan
suatu proses ratifikasi. Dengan diratifikasinya suatu instrumen internasional HAM
membawa dampak bahwa perjanjian internasional mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat di dalam hukum nasional suatu negara. Dengan demikian, negara
yang bersangkutan telah menerima obligasi ( kewajiban ) internasional untuk
mempromosikan, menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi
manusia.
28
Semua negara yang mengesahkan satu atau lebih perjanjian internasional
tersebut berkewajiban untuk menyampaikan laporan berkala mengenai tindakan-
tindakan yang diambil negara tersebut untuk mengimplementasikan standar hak
asasi manusia yang tercantum dalam konvensi-konvensi tersebut. Negara wajib
menyerahkan laporan secara berkala kepada institusi pengawas dalam rangka
mekanisme dan prosedur pengawasan atas implementasi ketentuan-ketentuan
yang dimandatkan instrumen internasional hak asasi manusia. Fungsi-fungsi
utama pelaporan oleh negara adalah :
1. Untuk memastikan bahwa negara pihak melakukan pembahasan peraturan
perundang – undangan nasional, peraturan administratif, tatacara dan praktek
secara penuh untuk memastikan agar semua sesuai dan berjalan sesuai
dengan ketentuan ketentuan yang disebut dalam kovenan.
2. Untuk memastikan dilakukannya pemantauan secara teratur oleh negara pihak
terhadap ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam kovenan.
3. Adanya gambaran situasi yang sesungguhnya mengenai pemenuhan hak- hak
yang dijamin oleh kovenan dan untuk menilai perlindungan individu yang
sesungguhnya.
4. Merupakan dasar bagi pengembangan kebijakan nasional yang tepat dan
bertujuan jelas dalam bidang ini.
5. Mengakomodasi pengawasan publik dengan kebijakan pemerintah dan
melibatkan sektor privat dalam perumusan, implementasi dan pembahasan
dari kebijakan yang berkaitan dengan HAM.
6. Merupakan dasar penilaian baik bagi para negara-negara pihak maupun
komite atas kemajuan dalam implementasi hak-hak.
7. Menyediakan dasar yang lebih baik bagi negara-negara pihak untuk
memahami permasalahan yang terkait dengan implementasi hak-hak.
8. Mengakomodasi pertukaran informasi antara negara pihak.
Intrumen internasional yang memuat mekanisme dan prosedur pengawasan,
membentuk institusi untuk menjalankan fungsi pengawasan ini. Institusi yang
dimaksud inilah yang disebut dengan Komite. Saat ini setidaknya ada enam
Komite yang menjalankan fungsi pengawasan yang dimandatkan instrumen

29
internasional tentang hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh PBB. Komite
tersebut adalah :
1. Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial
2. Komite Hak Asasi Manusia.
3. Komite Hak Ekonomi sosial dan budaya
4. Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.
5. Komite Menentang Penyiksaan.
6. Komite Tentang Hak Anak.

Berikut akan diterangkan lebih lanjut mengenai komite-komite tersebut :


1. Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial.
Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial dibentuk sesuai dengan Pasal 8
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial.

Pasal 8 :
Akan dibentuk Komite Penghapusan Diskriminasi Ras (selanjutnya disebut
sebagai Komite), beranggotakan 18 orang ahli yang bermoral tinggi dan diakui
ketidak-berpihakannya, yang dipilih oleh negara-negara pihak dari antara
warganegara mereka, yang harus bertugas dalam kapasitas pribadi, di mana
pemilihan mempertimbangkan distribusi geografis yang adil, dan perwakilan
berbagai bentuk peradaban maupun sistem hukum yang utama

Tugas-tugas Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial dituangkan dalam


bagian kedua konvensi Pasal 8 sampai Pasal 16 Konvensi Internasional
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, yaitu :
 Membahas laporan tentang upaya legislatif, yudikatif, administratif atau
tindakan lainnya yang telah diambil negara pihak dalam penerapan ketentuan
ketentuan dalam Konvensi.
 Memberikan saran dan rekomendasi umum yang didasarkan pada
pemeriksaan laporan tersebut .
 Membantu penyelesaiaan sengketa antar negara pihak sehubungan dengan
penerapan ketentuan ketentuan Konvensi.

30
 Apabila diperlukan Komite dapat membentuk Komisi pendamai ad hoc yang
menyediakan jasa-jasa bagi negara pihak yang terlibat sengketa dalam
penerapan konvensi, untuk mencapai penyelesaian secara damai, atas dasar
penghormatan terhadap Konvensi. Komisi tersebut wajib melaporkan kepada
komite seluruh pertanyaan tentang fakta yang relefan dengan permasalahan
pihak-pihak yang bersengketa dan membuat rekomendasi untuk penyelesaian
sengketa secara damai.
 Sesuai dengan Pasal 15 Konvensi, Komite ini juga mempertimbangkan
salinan petisi, laporan dan informasi lainnya yang disampaikan kepadanya
oleh Dewan Perwalian dan Komite Khusus Dekolonisasi, mengenai
diskriminasi rasial yang berkaitan dengan wilayah perwalian dan wilayah tanpa
pemerintahan sendiri dan wilayah-wilayah lain sesuai dengan Resolusi No.
1514 ( XV ) Majelis Umum.
Komite ini bertemu untuk pertama kalinya pada Januari 1970. Sejak saat itu
Komite biasanya menyelenggarakan persidangan dua kali setiap tahunnya dan
menyampaikan laporan kepada Majelis Umum setiap tahun. Sampai tahun 1987
Komite ini mempunyai 124 negara yang menjadi pihak pada Konvensi
Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Dalam
setiap persidangannya, Komite ini menelaah informasi yang disampaikan negara
pihak dan Badan-Badan PBB yang menangani wilayah-wilayah tanpa
pemerintahannya sendiri. Para wakil dari negara pihak biasanya hadir dalam
persidangan Komite pada saat laporan mereka diperiksa dan mereka dapat
menjawab pertanyaan dan memberikan informasi tambahan.
Komite ini juga dapat memberikan tanggapan terhadap situasi yang
berhubungan dengan diskriminasi rasial atau meminta perhatian Majelis Umum
terhadap situasi tersebut. Komite dapat menandai masalah-masalah yang
memerlukan informasi lebih rinci dari negara pihak. Atas permintaan Majelis
Umum, Komite juga memperhatikan secara khusus situasi perjuangan rakyat
melawan tekanan pemerintah kolonial dan rezim rasis di Afrika bagian selatan.

2. Komite Hak Asasi Manusia.

31
Komite Hak Asasi Manusia adalah komite yang ditugaskan untuk mengawasi
kewajiban negara-negara peserta Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
Pasal 18 – 45 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik mengatur pembentukan
Komite Hak Asasi Manusia. Komite ini didirikan pada tahun 1977 sesuai dengan
Pasal 28 yang berbunyi :

Harus dibentuk Komite Hak Asasi Manusia (dalam Kovenan ini selanjutnya akan
disebut sebagai Komite). Komite harus terdiri dari delapan belas anggota dan
bertugas melaksanakan fungsi-fungsi yang diatur di bawah ini.

Komite ini terdiri dari 18 anggota yang bermoral tinggi dan diakui
kemampuannya di bidang hak asasi manusia. Anggota-anggota tersebut adalah
orang-orang yang terpilih dari negara pihak Kovenan. Hal tersebut sesuai dengan
Pasal 28 Ayat 2 dan Ayat 3 yang berbunyi :

Komite terdiri dari warga negara dari negara pihak dalam Kovenan ini yang harus
bermoral tinggi dan diakui keahliannya di bidang hak-hak asasi manusia, dengan
mempertimbangkan manfaat dari keikutsertaan sejumlah orang yang
berpengalaman di bidang hukum.

Para anggota dipilih dalam masa jabatan empat tahun melalui pemungutan suara
secara rahasia pada persidangan negara pihak dan menjalankan tugas dalam
kapasitas pribadinya

Pasal 28 Ayat ( 3 )
Para anggota Komite harus dipilih dan bertugas dalam kapasitas pribadi mereka.

Pasal 31
1. Komite tidak beranggotakan lebih dari satu warga negara dari negara yang
sama.
2. Dalam pemilihan Komite, harus dipertimbangkan pembagian geografis yang
merata dalam keanggotaannya dan perwakilan dari berbagai bentuk
kebudayaan dan sistem-sistem hukum yang utama.

Pasal 32
Anggota Komite akan dipilih untuk masa jabatan empat tahun. Mereka dapat
dipilih kembali apabila dicalonkan lagi. Namun demikian, masa jabatan untuk
sembilan anggota-anggota yang segera setelah pemilihan pertama, nama-nama

32
kesembilan anggota ini akan dipilih melalui undian oleh ketua persidangan sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 30, Ayat 4.

Komite bersidang sebanyak tiga kali dalam setahun dan memberikan


laporannya kepada Dewan Ekonomi dan Sosial kemudian meneruskannya kepada
Majelis Umum. Hal-hal yang dibahas dalam sidang biasanya terkait dengan
laporan-laporan negara yang tentang upaya-upaya yang telah diambil dalam
memberlakukan hak-hak yang diakui dalam Kovenan, serta kendala-kendala yang
dihadapi. Pada tahun 1987 tercatat terdapat 87 negara pihak Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik. Sebanyak 21 negara telah membuat
pernyataan sesuai Pasal 41 Kovenan yang mengakui kompetensi Komite Hak
Asasi Manusia untuk mempertimbangkan komunikasi-komunikasi yang
menyangkut sengketa antar negara.
Fungsi dan tugas utama Komite Hak Asasi Manusia adalah menjamin
pelaksanaan ketentuan-ketentuan Kovenan Hak Sipil dan Politik melalui
pembahasan laporan-laporan pengaduan antara negara dan petisi individual.
Fungsi dan tugas Komite ini ditentukan dalam Pasal 40 – 45 Kovenan Hak Sipil
dan Politik, yaitu :
1. Berdasarkan Pasal 40 Ayat 1 Kovenan, Negara-negara Pihak menyampaikan
laporan tentang langkah-langkah yang telah mereka ambil dalam memberlakukan
hak-hak yang diakui dalam Kovenan dan juga melaporkan perkembangan yang
telah dicapai dalam pemenuhan hak-hak tersebut. Komite kemudian mempelajari
dan mengkaji laporan tentang upaya-upaya yang telah dilakukan negara pihak
tersebut.
2. Jika laporan dari negara-negara telah di kaji oleh Komite Hak Asasi Manusia,
maka Komite akan memberikan komentar umum kepada negara-negara pihak
atas laporan-laporan yang diterima. Negara pihak dapat juga menyampaikan
pengamatan terhadap komentar yang diterima dari Komite.
3. Komite juga dapat menjalankan fungsi-fungsi komunikasi/mediasi untuk
menyelesaikan sengketa diantara negara-negara pihak sehubungan dengan
pelaksanaan Kovenan. Berdasarkan Pasal 41 Ayat 1 kovenan :

33
Suatu Negara Pihak dalam Kovenan ini, sewaktu-waktu dapat menyatakan,
berdasarkan Pasal ini, bahwa ia mengakui kewenangan Komite untuk menerima
dan membahas komunikasi yang berhubungan dengan tuntutan suatu Negara
Pihak yang menyatakan bahwa Negara Pihak lainnya tidak memenuhi
kewajibannya berdasarkan Kovenan ini. Komunikasi yang dimaksud dalam Pasal
ini hanya dapat diterima dan dibahas apabila disampaikan oleh Negara
Pihak yang telah menyatakan bahwa dirinya tunduk pada kewenangan Komite.
Tidak satupun komunikasi akan diterima oleh Komite apabila hal tersebut
berhubungan dengan negara pihak yang belum membuat pernyataan.

Berdasarkan Pasal 41 Kovenan dapat dijelaskan bahwa negara pihak dapat


mengakui kompetensi Komite untuk menerima dan membahas komunikasi yang
menyangkut keberatan negara pihak terhadap negara pihak lain yang tidak
memenuhi kewajibannya menurut Kovenan. Fungsi komunikasi ini dapat dilakukan
apabila negara-negara pihak tersebut telah mengakui kompetensi Komite dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
4. Komite juga dapat membentuk Komisi perdamaian adhoc yang menyediakan jasa
jasa baiknya bagi negara-negara pihak, yang terlibat dalam sengketa sehubungan
dengan pelaksanaan Kovenan. Berdasarkan Pasal 42 Kovenan Hak Sipil dan
Politik, apabila suatu masalah yang telah diajukan kepada Komite tidak mencapai
penyelesaian yang memuaskan negara-negara pihak yang berkepentingan,
Komite dengan persetujuan terlebih dahulu dari negara-negara Pihak yang
berkepentingan, dapat membentuk Komisi Konsiliasi ad hoc (selanjutnya disebut
sebagai Komisi). Jasa-jasa baik Komisi akan disediakan bagi negara-negara pihak
yang bersangkutan dengan tujuan untuk mencapai penyelesaian secara damai
dari masalah tersebut berdasarkan penghormatan terhadap Kovenan.
5. Berkaitan dengan pengaduan / petisi individual. Hak mengajukan petisi Individual
menurut Kovenan Hak Sipil dan Politik Protokol Opsional No 1.

Pasal 1 Protokol Opsional No 1 Kovenan Hak Sipil dan Politik:


Suatu Negara Pihak dalam kovenan yang menjadi Pihak dalam Protokol ini
mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas komunikasi dari
orang-orang yang tunduk pada wilayah hukumnya, yang menyatakan dirinya
sebagai korban pelanggaran terhadap hak-hak yang diatur dalam Kovenan, oleh
negara pihak tersebut. Suatu komunikasi tidak akan diterima Komite apabila hal
tersebut menyangkut Negara Pihak dalam Kovenan yang bukan Pihak dari
Protokol ini.

34
Pasal 2 Protokol Opsional No 1 Kovenan Hak Sipil dan Politik: Dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 1, orang yang menyatakan bahwa hak-haknya yang diatur
dalam Kovenan telah dilanggar, dan telah menggunakan semua upaya
penyelesaian di dalam negeri, dapat menyampaikan komunikasi tertulis kepada
Komite untuk dibahas.

Berdasarkan Pasal di atas dapat dilihat bahwa individu yang merasa hak
hak yang dirinci dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik telah dilanggar mereka dapat
mengajukan komunikasi tertulis kepada Komite Hak Asasi Manusia untuk
dipertimbangkan. Hak Pengaduan ini dapat digunakan apabila mereka yang
terlanggar hak-haknya telah menempuh penyelesaian melalui saluran dalam
negeri yang ditempuh sebelumnya dan tidak mendapatkan penyelesaian. Komite
Hak Asasi Manusia akan mempelajari komunikasi tentang seluruh informasi
tertulis yang diberikan individu dan negara pihak yang terkait. Setelah
mempelajari, komite akan menyampaikan pandangannya terhadap negara pihak
terkait dengan pengaduan dari individu yang menjadi subjek hukumnya. Komite
hanya menerima pengaduan dari individu dimana negara yang dilaporkannya
adalah negara pihak dari Opsional Protokol Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik.
Komite tidak menerima dan dapat menolak pengaduan tentang hal-hal yang
sifatnya bertentangan dengan objek dan tujuan dari Kovenan Internasional Hak
Sipil dan Politik.

3. Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.


Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial
berdasarkan 16 Kovenan Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yaitu :

Pasal 16
Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji, sesuai dengan bagian dari Kovenan ini,
untuk menyampaikan laporan mengenai langkah-langkah yang telah diambil, dan
kemajuan yang telah dicapai dalam pematuhan hak-hak yang diakui dalam
Kovenan ini.

a) Semua laporan harus disampaikan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan


Bangsa-Bangsa yang akan menyampaikan salinan kepada Dewan Ekonomi
dan Sosial, untuk dipertimbangkan sesuai ketentuan Kovenan ini;

35
b) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa juga harus menyampaikan
salinan laporan atau bagian laporan yang relevan dari negara-negara Pihak
kovenan ini yang juga adalah anggota dari Badan Khusus, kepada Badan-
Badan Khusus oleh Negara Pihak pada Kovenan ini, maka informasi tersebut
tidak lagi perlu diberikan, tetapi cukup merujuk secara jelas pada informasi
yang pernah diberikannya tersebut.

Walaupun kovenan tidak secara jelas menggambarkan secara jelas


memberikan wewenang untuk membentuk Komite namun Pasal 16 memberikan
Dewan Ekonomi dan Sosial kewenangan untuk membahas laporan-laporan yang
disampaikan oleh negara-negara terkait dengan pelaksanaan Kovenan atau
implementasi hak-hak yang ada di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut maka
Dewan Ekonomi dan Sosial membentuk Komite yang menjalankan fungsinya
sehubungan dengan pelaksanaan Kovenan yaitu Komite Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya. Komite ini dibentuk pada tahun 1985, terdiri dari 18 ahli yang diakui
kemampuanya dibidang hak asasi manusia dan menjalankan tugasnya dalam
kapasitas pribadi. Para anggota dipilih untuk masa jabatan empat tahun oleh
Dewan Ekonomi dan Sosial. Anggota-anggota tersebut adalah orang-orang yang
terpilih dari negara-negara pihak Kovenan. Komite ini menyelenggarakan
persidangan setahun sekali di kantor PBB di Jenewa. Hingga akhir 1987 telah ada
91 negara pihak Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Fungsi dari komite ini adalah :
- Dalam Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
disebutkan bahwa negara pihak pada Kovenan ini harus memberikan laporan
mereka secara bertahap, sesuai dengan program yang ditetapkan oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial dalam jangka waktu satu tahun sejak Kovenan ini mulai
berlaku. Berdasarkan Pasal tersebut, Komite membantu Dewan Ekonomi dan
Sosial untuk memeriksa laporan-laporan dari negara negara pihak yang
disampaikan kepadanya tentang langkah-langkah yang telah mereka ambil dalam
memberlakukan hak-hak yang diakui dalam Kovenan dan mengenai
perkembangan yang telah dicapai dalam pemenuhan hak-hak tersebut.

36
- Komite juga membantu Dewan Ekonomi dan Sosial dalam menjalankan fungsi
pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Kovenan oleh negara negara
pihak.
- Komite dapat memberikan saran dan rekomendasi umum kepada Dewan Ekonomi
dan Sosial berdasarkan pembahasan dari laporan yang diserahkan oleh negara
pihak.

4. Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.


Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan dibentuk pada tahun
1982 berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan yaitu :
Untuk melakukan penilaian terhadap kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan
Konvensi saat ini, perlu dibentuk Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap
Perempuan (untuk selanjutnya disebut sebagai Komite) yang terdiri dari, pada saat
mulai berlakunya Konvensi, delapan belas anggota dan, setelah ratifikasi atau
persetujuan terhadap Konvensi oleh ketigapuluhlima negara-negara pihak,
duapuluh tiga orang ahli yang memiliki standar moral tinggi dan berkompeten
dalam bidang yang tercakup dalam konvensi. Para ahli dipilih oleh negara-negara
pihak di antara warganegaranya dan akan mengabdi berdasarkan kapasitasnya
sebagai pribadi, pertimbangan diberikan berdasarkan distribusi wilayah yang
tercakup dan terhadap perwakilan dari segala macam bangsa demikian pula
prinsip-prinsip sistem hukum.

Komite ini terdiri dari 23 anggota yang bermoral tinggi dan diakui
kemampuannya di bidang yang terkait dengan Kovenan. Anggota-anggota
tersebut adalah orang-orang yang terpilih dari negara-negara pihak Kovenan.
Anggota-Anggotanya dipilih untuk jangka waktu empat tahun. Anggota dipilih
melalui pemilihan rahasia berdasarkan daftar sejumlah orang yang diusulkan oleh
negara-negara Pihak. Setiap negara-negara Pihak dapat mengusulkan satu calon
dari negaranya. Komite ini mengadakan melakukan pertemuan tahunan untuk
jangka waktu tidak lebih dari dua minggu, untuk membahas laporan-laporan yang
diajukan oleh negara-negara pihak. 26 Sebanyak 94 negara telah meratifikasi atau

26
Pasal 20 Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan :
1. Komite umumnya harus melakukan pertemuan tahunan untuk jangka waktu tidak lebih dari dua
minggu, untuk membahas laporan-laporan yang diajukan sesuai dengan Pasal 18 Konvensi ini.
2. Pertemuan Komite tersebut pada Ayat (1) umumnya harus diadakan di Markas Besar
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau di tempat lain yang sesuai dengan keputusan Komite.
37
mengaksesi Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Fungsi dari Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan diatur dalam
Pasal 18 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan. Berdasarkan
Pasal tersebut fungsi Komite adalah :
Negara-negara Pihak berjanji untuk menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dipertimbangkan oleh Komite, suatu laporan
mengenai langkah-langkah legislatif, yudikatif, administratif atau langkah-langkah
yang telah diambil untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan Konvensi ini, dan
mengenai kemajuan yang telah dicapai:
a. Dalam satu tahun setelah mulai berlakunya, untuk negara yang bersangkutan;
b. Sesudah itu sekurang-kurangnya setiap empat tahun, dan selanjutnya sewaktu
waktu sesuai permintaan Komite.
Laporan ini dapat memuat faktor-faktor dan kesulitan-kesulitan yang
mempengaruhi tingkat pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang dicantumkan
dalam Konvensi ini

Berdasarkan Pasal tesebut Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap


Perempuan bertugas untuk menerima dan mempelajari laporan yang disampaikan
oleh negara-negara pihak mengenai langkah-langkah legislatif, yudikatif,
administratif atau langkah-langkah yang telah diambil untuk memberlakukan
ketentuan-ketentuan konvensi ini, dan mengenai kemajuan yang telah dicapai.
Komite kemudian menyampaikan laporan-laporan tersebut kepada Dewan
Ekonomi dan Sosial, kemudian oleh Dewan Ekonomi dan Sosial, laporan tersebut
diteruskan kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. 27

2. Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan juga menerima


pengaduan individu yang dijalankan berdasarkan Protokol Opsional Konvensi
Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Berdasarkan
Pasal 1 dan 2 Protokol Opsional :

Pasal 1
27
Pasal 21 Protokol Opsional Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan : Melalui Dewan Ekonomi dan Sosial, Komite setiap tahunnya wajib menyampaikan
laporan kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai kegiatannya, serta dapat
memberikan saran-saran dan rekomendasi umum berdasarkan penelaahan atas laporan-laporan
dan keterangan yang diterimanya dari negara-negara Pihak. Saran-saran dan rekomendasi umum
tersebut harus dimasukkan ke dalam laporan Komite bersama-sama dengan tanggapan dari
negara-negara Pihak, jika ada.

38
Negara Pihak pada protokol sekarang ini mengakui kompentensi dari Komite
mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan untuk menerima dan
mempertimbangkan komunikasi-komunikasi yang disampaikan sesuai dengan
Pasal 2.

Pasal 2

Komunikasi-komunikasi boleh disampaikan oleh atau atas nama perseorangan


/kelompok yang terdiri dari perseorangan, dalam yurisdiksi Negara Pihak, yang
menyatakan bahwa dirinya adalah korban dari pelanggaran atas tiap hak yang
dimuat dalam Konvensi, yang dilakukan oleh Negara Pihak. Bilamana suatu
komunikasi disampaikan atas nama perseorangan atau kelompok perseorangan,
ia hanya dapat diajukan dengan persetujuan mereka kecuali apabila si penulis
dapat membenarkan bahwa ia bertindak untuk mereka tanpa perkecualian itu .

Negara-negara yang telah menjadi pihak pada Protokol Opsional


memberikan kekuasaan pada Komite tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan untuk menangani pengaduan dari dan atas
nama individu sesuai dengan Pasal 1 dan 2. Komite akan mempelajari
komunikasi tentang seluruh informasi tertulis yang diberikan individu dan negara
pihak yang terkait. Komite hanya akan mempertimbangkan suatu komunikasi
individu apabila ada kepastian bahwa semua upaya hukum dalam negeri sudah
ditempuh namun tidak memberikan hasil yang efektif.
Setelah mempelajari, Komite akan menyampaikan pandangannya
terhadap negara pihak terkait dengan pengaduan dari individu yang menjadi
subjek hukumnya. Komite hanya menerima pengaduan dari individu-individu
dimana negara yang dilaporkannya adalah negara pihak dari Protokol Opsional.
Komite dapat menyampaikan pada negara pihak yang bersangkutan agar
mengambil tindakan yang mungkin dapat dilakukan terhadap korban-korban dari
pelanggaran yang dituduhkan. Negara pihak yang menerima wajib menyerahkan
kepada Komite berupa penjelasan tertulis untuk menerangkan persoalan dan
upaya perbaikan yang ditempuh oleh negara pihak.

5. Komite Menentang Penyiksaan.


Komite Menentang Penyiksaan dibentuk tahun 1987 sesuai dengan Pasal
17 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Serta Penghukuman Yang

39
Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat. Pasal 17 Ayat 1
Konvensi menyatakan :
Harus dibentuk suatu Komite Menentang Penyiksaan (selanjutnya disebut
sebagai Komite) guna melaksanakan tugas-tugas yang akan ditentukan lebih
lanjut. Komite ini terdiri dari sepuluh ahli yang bermoral tinggi dan diakui
kemampuannya di bidang hak asasi manusia, yang akan bertugas dalam
kapasitas pribadinya. Ahli-ahli ini dipilih oleh Negara-Negara Pihak dengan
pertimbangan diberikan pada pembagian geografis yang adil, dan pada manfaat
dari keikutsertaan mereka yang mempunyai pengalaman hukum.

Para anggota Komite dipilih melalui pemungutan suara secara rahasia


berdasarkan daftar orang-orang yang dicalonkan oleh negara-negara pihak.
Setiap negara pihak dapat mencalonkan satu orang warganegaranya sendiri.
Anggotanya dipilih untuk masa jabatan selama empat tahun melalui pemungutan
suara dan bertindak atas kapasitas pribadi. Para anggota Komite dapat dipilih
untuk masa jabatan empat tahun. Sampai tahun 1987 telah ada 27 negara pihak
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Serta Penghukuman Yang
Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat. Sepuluh diantaranya telah
mengakui Kompetensi Komite Menentang Penyiksaan berdasarkan Pasal 21 dan
22 Konvensi untuk membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan
sengketa antar negara – negara Pihak dan komunikasi dari dan atas nama
individu.

Fungsi dari Komite adalah Menentang Penyiksaan:


1. Komite berfungsi untuk menerima laporan berdasarkan Pasal 19 Kovenan.
Negara-negara pihak dalam Kovenan ini menyampaikan laporan dalam waktu
satu tahun setelah meratifikasi Konvensi ini, kepada Komite Menentang
Penyiksaan tentang tindakan-tindakan yang telah mereka ambil dalam rangka
penerapan Konvensi ini. Setelah itu negara-negara pihak menyerahkan
laporan pelengkap setiap empat tahun sekali tentang setiap upaya-upaya
yang diambil dalam kaitannnya dengan penerapan Konvensi.
2. Komite juga dapat menjalankan fungsi-fungsi komunikasi sesuai dengan Pasal
21 Kovenan untuk menyelesaikan sengketa apabila ada negara-negara pihak
yang bersengketa terkait dengan implementasi ketentuan-ketentuan Konvensi.

40
3. Komite juga dapat membentuk Komisi Perdamaian ad-hoc yang menyediakan
jasa-jasa baiknya pada negara-negara pihak yang terlibat dalam sengketa
sehubungan dengan pelaksanaan Kovenan dengan maksud untuk
memecahkan permasalahan secara bersahabat dan atas dasar penghormatan
terhadap kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam Konvensi. 28
4. Komite juga menerima pengaduan dan membahas laporan pengaduan atas
nama pribadi ( pengaduan individual ). Berdasarkan Pasal 22 Konvensi :
Suatu negara pihak Konvensi ini setiap waktu dapat menyatakan berdasarkan
Pasal ini bahwa pihaknya mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan
membahas laporan pengaduan dari atau atas nama pribadi-pribadi yang
tunduk pada kewenangan hukumnya, yang menyatakan menjadi korban
pelanggaran yang dilakukan oleh Negara Pihak terhadap ketentuan-ketentuan
Konvensi.

6. Komite Tentang Hak Anak.


Komite Hak Anak adalah Komite yang ditugaskan untuk mengawasi kewajiban
negara-negara peserta Konvensi Hak Anak. Komite ini dibentuk berdasarkan
Pasal 43 Konvensi Hak Anak.

Pasal 43
Dengan maksud memeriksa kemajuan yang telah dibuat oleh negara-negara
pihak dalam mencapai pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang diupayakan
dalam Konvensi ini, harus dibuat suatu Komite Hak Anak yang akan
melaksanakan fungsi-fungsi yang ditetapkan disini.

Komite ini terdiri dari 10 orang ahli dengan moral yang tinggi dan
kemampuan yang diakui dalam bidang yang terkait dengan Konvensi ini.
Anggota Komite akan bertugas dalam kapasitas pribadi mereka. Pemilihan
anggota dilakukan dengan mempertimbangkan faktor distribusi geografis yang
adil. Anggota Komite akan dipilih secara rahasia dari suatu daftar nama
orang-orang yang dicalonkan oleh negara-negara pihak. Setiap negara pihak
dapat mencalonkan satu orang dari warga negaranya sendiri.
Fungsi Komite adalah Hak Anak Adalah :
28
Pasal 21 Ayat 1 point e, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Serta Penghukuman
Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat.
41
1. Komite menerima laporan dari negara-negara pihak mengenai langkah-
langkah yang telah mereka setujui untuk melaksanakan hak-hak yang diakui di
dalam Konvensi ini, dan mengenai kemajuan yang telah dibuat dalam
pemenuhan hak-hak tersebut.
2. Komite dapat membuat saran dan rekomendasi umum dari hasil laporan yang
diterima dari negara negara pihak.
3. Setiap dua tahun sekali Komite akan menyerahkan laporan mengenai
kegiatannya kepada Majelis Umum melalui Dewan Ekonomi dan Sosial.
4. Berdasarkan pasal 45 Konvensi Hak Anak, dalam rangka untuk memupuk
pelaksanaan Konvensi secara efektif dan mendorong kerja sama internasional
dalam bidang yang tercakup dalam Konvensi ini, maka:
 Komite dapat mengundang badan-badan khusus, Dana Bantuan untuk Anak-
Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan badan-badan lain yang
berwenang, bila dianggap layak, untuk memberi nasihat ahli mengenai
pelaksanaan Konvensi dalam bidang-bidang yang termasuk dalam lingkup
mandat mereka masing-masing.
 Komite dapat mengundang badan khusus, Dana Bantuan untuk anak-Anak
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan badan-badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa lainnya untuk menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan
Konvensi dalam bidang-bidang yang termasuk dalam kegiatan mereka.
 Komite akan mengirimkan setiap laporan dari negara-negara Pihak yang
memuat permintaan atau menyatakan kebutuhan akan nasihat atau bantuan
teknis kepada badan-badan khusus berupa Dana Bantuan untuk Anak-Anak
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF). Komite dapat merekomendasikan
kepada Majelis Umum untuk meminta Sekretaris Jenderal melakukan
penelitian atas topik-topik tertentu yang berkenaan dengan hak anak. Komite
dapat memberikan saran dan rekomendasi umum berdasarkan informasi yang
diterimanya. Saran dan rekomendasi tersebut harus disampaikan kepada
negara-negara pihak yang berkepentingan, dan dilaporkan kepada Majelis
Umum bersama dengan tanggapan-tanggapan, jika ada, dari negara-negara
pihak

42
F. Badan-Badan Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa.
Badan-badan khusus ini adalah merupakan organisasi internasional
independen yang sah dengan Piagam pendiriannya sendiri dan juga negara-
negara anggota mereka sendiri. Badan-badan ini kemudian di sebut Badan-
Badan Khusus PBB sebagai konsekwensi dari Pasal 57 Piagam PBB yang
menyatakan :
Berbagai badan-badan khusus yang didirikan atas persetujuan antar
pemerintah dan mengemban tanggung jawab internasional yang luas,
sebagaimana ditetapkan oleh peraturan dasarnya, dibidang ekonomi, sosial,
kebudayaan, pendidikan, kesehatan maupun bidang yang berkaitan dengan
itu, ditempatkan dalam suatu hubungan dengan Perserikatan Bangsa-
Bangsa sesuai dengan ketentuan Pasal 63. Badan-badan demikian yang
telah berhubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa selanjutnya akan
disebut Badan Badan khusus.

Pasal 63 Piagam PBB :

1. Dewan Ekonomi dan Sosial dapat ikut serta dalam persetujuan persetujuan
dengan tiap-tiap badan badan khusus yang disebutkan dalam Pasal 57,
dengan menentukan syarat-syarat mengenai hubungan badan badan yang
bersangkutan itu dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Persetujuan
persetujuan seperti itu harus mendapat persetujuan Majelis Umum.
2. Dewan dapat menyatukan kegiatan-kegiatan badan-badan khusus dengan
jalan mengadakan konsultasi dan memberikan rekomendasi kepada badan-
badan itu dan melalui rekomendasi kepada Majelis Umum dan kepada
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 57 dan 63 Piagam PBB mendefinisikan bahwa Dewan Ekonomi dan


Sosial mempunyai tanggung jawab utama untuk mengkordinasi kegiatan-
kegiatan badan-badan khusus dan integrasi-kegiatan mereka dalam
administrasi Badan-Badan PBB. Sebuah Komite di PBB yaitu Komite
Administratif bertanggung jawab untuk pelaksanaan perjanjian antara PBB dan
badan-badan khususnya. Badan -badan khusus yang sangat erat kaitannya
dengan HAM adalah :
1. Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).
2. Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation - ILO).
3. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB
( UNESCO ).
43
4. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
5. Organisasi Pangan dan Pertanian ( FAO ).
Berikut akan dijelaskan mengenai badan-badan khusus PBB,seperti berikut ini :
1. Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa - Bangsa (United Nations High
Commissioner for Refugees - UNHCR)
Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi atau UNHCR adalah badan yang
memberikan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi dunia. UNHCR
Berkantor pusat di Jenewa, Switzerland. Organisasi ini dibentuk oleh Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mulai bekerja pada tahun 1951.
UNHCR bekerja berdasarkan Statute of the Office of the United Nations High
Commissioner for Refugees ( statuta UNHCR). Instrumen ini disahkan oleh
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Resolusi 428 ( V ) bulan
Desember 1959. Dalam ketentuan-ketentuan umum terlihat ada dua tugas umum
yang diemban oleh UNHCR yaitu memberikan perlindungan secara internasional
dan mencarikan penyelesaian yang permanen terhadap masalah para
pengungsi. Dalam ketentuan tersebut juga disebutkan bahwa misi UNHCR
adalah kemanusiaan, sosial dan tidak bersifat politik. Selanjutnya dalam fungsi
UNHCR sebagaimana digariskan dalam statuta, tercermin definisi yang diberikan
terhadap pengungsi, yaitu sebagai berikut :

“UNHCR memberikan bantuan terhadap orang orang yang terpaksa pergi


meninggalkan negara asalnya, karena adanya rasa takut yang amat sangat akibat
adanya ancaman persekusi. Ketakutan tersebut juga dapat didasarkan pada alasan
ras, agama, kebangsaan dan keanggotaannya pada suatu kelompok sosial tertentu
ataupun pendapat politik. ”

Awalnya UNHCR dibentuk untuk membantu lebih dari satu juta pengungsi
Eropa setelah Perang Dunia ke II usai. Seiring dengan perkembangannya,
orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR tidak hanya pengungsi tetapi
termasuk kelompok-kelompok yang memiliki hubungan seperti pencari suaka
(asylum seeker), Internal Displace Person ( orang-orang yang karena konflik
bersenjata internal terpaksa meninggalkan kampung halamannya), orang-orang
tanpa kewarganegaraan (stateless person), dan pengungsi yang kembali ke

44
negara asalnya.29 Untuk orang-orang yang karena konflik bersenjata internal
terpaksa meninggalkan kampung halamannya ( Internal Displace Person ) ada
sekitar 25 juta orang di seluruh dunia yang telah dibantu oleh UNHCR. 30
Konvensi Tahun 1951 tentang status pengungsi, dalam Pasal 1 mendefinisikan
pengungsi sebagai “orang yang pergi keluar dari negara dimana ia memiliki
kewarganegaraan dikarenakan adanya rasa takut yang beralasan akan adanya
penganiayaan yang beradasarkan atas ras, agama, kebangsaan, keanggotaan
pada kelompok sosial tertentu atau pandangan politik sehingga orang tersebut
tidak dapat atau karena rasa ketakutannya itu tidak bersedia menerima
perlindungan dari negaranya”.
UNHCR juga mencarikan solusi permanen bagi pengungsi. Repatriasi
Sukarela (Voluntary Repatriation) ke negara asalnya merupakan solusi yang
diinginkan bagi sebagian besar pengungsi dunia. Namun demikian, hal ini tidak
selalu dapat dilakukan dan dalam kasus-kasus pengungsi. UNHCR membantu
orang-orang untuk membangun kehidupan mereka di tempat lain atau negara
lain atau negara ketiga yang mau menerima mereka (Resettlement). Program-
program UNHCR didanai oleh sumbangan sukarela yang terutama diperoleh dari
pemerintah-pemerintah, dan juga dari kelompok-kelompok lain seperti
individu/pribadi dan organisasi swasta.

2. Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation - ILO).

29
Suaka adalah dimana seseorang pengungsi / pelarian politik mencari perlindungan baik di wilayah
suatu negara maupun di dalam gedung perwakilan diplomatik suatu negara. Jika perlindungan
diberikan, maka pencari suaka tersebut kebal dari proses hukum dari negara dimana ia berasal .
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik teori dan kasus, Alumni, BAndung, 1995.Hlm.163.
30
Istilah Internal Displaced Persons pertama kali di gunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
UNHCR pada tahun 1972 untuk menunjuk pada orang-orang di Sudan. Pada saat itu terjadi konflik
bersenjata di Sudan dan kemudian orang-orang tersebut terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih
aman tetapi masih dalam wilayah negara mereka sendiri. UNHCR mengartikan istilah ini sebagai
orang-orang yang karena konflik bersenjata internal terpaksa meninggalkan kampung halamannya
ke tempat lain yang lebih aman tetapi masih dalam wilayah mereka sendiri. Istilah Internally
Displaced Persons dalam Resolusi Majelis Umum tahun 1975 memberikan hak kepada UNHCR
untuk memberikan perlindungan dan bantuan terhadap orang-orang yang dalam keadaan terlantar
yang tidak dimasukkan dalam pengertian pengungsi,tetapi mereka ditemukan dalam kondisi
”seperti pengungsi” sebagai akibat kejadian buatan manusia maupun bencana alam. Enny
Soeprapto, Perlidungan Internasional Pengungsi dan Prinsip Prinsip Dasar Hukum Pengungsi,
Suatu Pengantar,makalah yang disampaikan pada seminar sehari mengenai aspek hukum
refugees dan displaced persons, FH Universitas Bung Hatta, Padang, 30 Juli, 1998,hlm.15.

45
Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation, ILO)
didirikan pada tahun 1919. Konstitusi ILO mengakui bahwa buruh bukanlah
komoditi dan menegaskan bahwa semua orang, terlepas dari ras, keyakinan
atau jenis kelamin, masing-masing mempunyai hak mengejar kesejahteraan
materi maupun perkembangan spiritual dalam kondisi yang bebas, bermartabat
dan hak atas jaminan ekonomi dan kesempatan yang sama. ILO juga terlibat
dalam pertemuan-pertemuan dengan Komisi Hak Asasi Manusia dan Sub-
Komisi untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia. ILO juga
terlibat dalam pertemuan-pertemuan PBB yang berkaitan dengan masalah –
masalah hak-hak masyarakat adat, termasuk membentuk kelompok kerja untuk
masyarakat adat. ILO menyelenggarakan pertemuan PBB tahunan antar
institusi membahas isu-isu masyarakat adat yang diselenggarakan di Jenewa.
Salah satu mandat yang diberikan oleh ILO antara lain mengembangkan
dan menyusun standar buruh internasional untuk memperbaiki kondisi hidup
dan kondisi kerja manusia di dunia. Standar tersebut dituangkan dalam
berbagai Konvensi dan rekomendasi yang kemudian membentuk standar
internasional minimal yang terkait dengan masalah-masalah pekerjaan.
Contohnya adalah standar penerapan hak-hak dasar di tempat kerja, seperti
hak bebas untuk dari diskriminasi, hak untuk mendapatkan upah yang sama
atas pekerjaan yang sama, penghapusan tenaga kerja anak dan tenaga kerja
paksa, hak untuk bebas berkumpul dan berserikat. Jika suatu pemerintah
meratifikasi Konvensi ILO tersebut maka, Konvensi tersebut bersifat mengikat
secara hukum pada negara bersangkutan. Konvensi konvensi ILO antara lain :
 Konvensi Buruh Paksa tahun 1930.
 Konvensi Hak untuk Berorganisasi dan Penawaran kolektif tahun 1949.
 Konvensi Persamaan Upah tahun 1951.
 Konvensi Penghapusan Buruh Paksa 1957.
 Konvensi Disriminasi dalam Mempekerjakan dan Pekerjaan tahun 1958.
 Konvensi dasar ILO yang didasarkan pada empat prinsip dasar ILO :
kebebasan untuk berserikat dan hak untuk bernegosiasi harga, penghapusan
buruh anak dan pencegahan diskriminasi dalam pekerjaan dan mempeker jaan.

46
3. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization – UNESCO ).

UNESCO adalah organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan Budaya yang


didirikan tahun 1945. UNESCO merupakan badan khusus utama untuk hak budaya
dan hak atas pendidikan. Ketentuan dasar UNESCO dirumuskan dalam konferensi
London dan ditandatangi pada tanggal 16 November 1945. Tujuan organisasi ini
adalah memberikan sumbangan kepada perdamaian dan keamanan dengan
mendorong kerjasama antar bangsa melalui melalui pendidikan, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan untuk meningkatkan penghormatan universal terhadap keadilan,
tegaknya hukum dan HAM, serta kebebasan dasar yang ditegaskan bagi bangsa
bangsa di dunia tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.

4. Organisasi Kesehatan Dunia ( World Health Organization - WHO)


Organisasi Kesehatan Dunia adalah organisasi bernaung di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertindak sebagai otoritas koordinasi
terhadap kesehatan masyarakat internasional. WHO didirikan pada tahun 1945
dengan berkantor pusat di Jenewa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah
salah satu badan Khusus dari PBB yang bertindak sebagai pemegang otoritas utama
untuk pelaksanaan hak atas kesehatan, yang sangat berhubungan dengan hak atas
standar hidup yang layak dan hak atas pangan. Konstitusi WHO mendefinisikan
kesehatan sebagai kondisi yang menyeluruh atas fisik dan mental dan kesejahteraan
sosial, tidak hanya sebagai ketiadaan penyakit atau kelemahan. Fungsi WHO terkait
dengan hak atas kesehatan meliputi koordinasi pekerjaan internasional, membantu
pemerintah dalam pelayanan kesehatan nasional dan pendidikan yang terkait,
mengambil inisiatif kampanye untuk menghapus epidemi dan melaksanakan program
dan proyek perawatan kesehatan di banyak negara di dunia.
Selain mengkoordinasikan upaya-upaya internasional untuk mengendalikan
wabah penyakit menular, seperti SARS, Malaria, TBC dan AIDS, WHO, juga
mensponsori program-program untuk mencegah dan mengobati penyakit tersebut.
WHO mendukung pengembangan dan distribusi vaksin yang aman dan efektif,

47
diagnostik farmasi, dan obat-obatan. WHO juga bertekad untuk memberantas Polio
dalam beberapa tahun mendatang. Selain bekerja dalam membasmi penyakit, WHO
juga melakukan kampanye yang terkait dengan kesehatan - misalnya, untuk
meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayuran di seluruh dunia dan untuk
mencegah penggunaan tembakau. WHO juga melakukan penelitian kesehatan pada
penyakit menular dan kondisi non-menular. WHO telah memiliki 193 negara
anggota, termasuk negara- negara anggota PBB. WHO dibiayai oleh kontribusi dari
negara-negara anggota, donor, Kontribusi sukarela, yayasan pemerintah, LSM,
organisasi PBB lainnya, dan sektor swasta.

5. Organisasi Pangan Sedunia (Food and Agriculture Organization - FAO )


Oganisasi Pangan dan Pertanian Sedunia adalah badan yang membidangi
kordinasi masalah pangan dunia. FAO adalah salah satu badan Khusus dari PBB
yang bertindak sebagai pemegang otoritas utama untuk pelaksanaan hak atas
pangan dan juga berkaitan dengan hak atas standar hidup yang layak. FAO
bermarkas di Roma, Italia. FAO bertujuan untuk menaikkan tingkat nutrisi dan taraf
hidup, meningkatkan produksi, proses, pemasaran dan penyaluran produk pangan
dan pertanian, mempromosikan pembangunan di pedesaan serta melenyapkan
kelaparan. Hingga saat ini, FAO mempunyai 189 negara anggota. Aktivitas utama
FAO terkonsentrasi :
 Bantuan pembangunan untuk negara-negara berkembang.
 Memberi informasi mengenai nutrisi, pangan, pertanian, perhutanan dan
perikanan.
 Nasehat untuk pemerintah negara negara terkait masalah pemenuhan pangan.
 Forum netral untuk membicarakan dan menyusun kebijakan mengenai isu utama
pangan dan pertanian

G. Kesimpulan.
Hak asasi manusia adalah salah satu bidang yang mendapat perhatian sangat
besar oleh PBB. Piagam PBB menegaskan bahwa salah satu tujuan PBB adalah
menggalang suatu kerjasama internasional untuk mendorong penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa
48
adanya perbedaan pada ras, jenis kelamin, bahasa atau agama. Atas dasar
tersebut ada beberapa badan-badan PBB yang kewenangannya, baik secara
keseluruhan maupun sebahagian, masuk ke dalam bidang Hak Asasi manusia.
Kategori pertama adalah badan-badan yang termasuk dalam organ utama PBB.
Kategori kedua adalah badan-badan yang dibentuk berdasarkan intrumen HAM
internasional dan kategori ketiga adalah badan-badan khusus PBB.
Badan-badan yang termasuk dalam organ utama PBB yaitu Majelis Umum
dan Dewan Ekonomi dan sosial. Majelis Umum telah membentuk Dewan HAM
Perserikatan Bangsa- Bangsa yang bekerja untuk memajukan dan penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia. Dewan Ekonomi Sosial adalah salah satu organ
utama PBB yang kewenangannya, hampir secara keseluruhan masuk ke dalam
bidang Hak Asasi manusia. Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membentuk komisi-
komisi di bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan hak-hak asasi manusia.
Komisi komisi ini bekerja dibawah Dewan Ekonomi dan Sosial. Komisi-komisi yang
dimaksud adalah Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sub
Komisi Untuk Pemajuan dan Perlindungan HAM, Komisi Tentang Status Wanita
serta Komisi Tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana.
Badan- badan HAM yang termasuk kategori yang kedua adalah badan-badan
yang dibentuk berdasarkan intrumen HAM internasional. Badan ini disebut dengan
komite. Komite-komite ini dibentuk sebagai badan untuk mengawasi implementasi
ketentuan instrumen-instrumen HAM internasional yang dikeluarkan PBB. Komite-
komite tersebut adalah Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Komite Hak
Asasi Manusia, Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Komite Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Perempuan, Komite Menentang Penyiksaan serta Komite
Tentang Hak Anak.
Selain badan-badan HAM yang termasuk dalam kategori di atas, juga terdapat
badan-badan yang mengemban tanggungjawab internasional yang luas dalam
bidang HAM terkait dengan bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan dan
kesehatan, yang ditempatkan dalam suatu hubungan khusus dengan Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Badan ini disebut dengan badan-badan khusus PBB. Yang
termasuk badan badan ini adalah Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa – Bangsa
Untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees - UNHCR).
49
Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation - ILO),
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan ( United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization - UNESCO ), Organisasi
Kesehatan Dunia ( World Health Organization - WHO) serta Organisasi Pangan
Sedunia ( Food and Agriculture Organization - FAO ) .
Meskipun dasar pendirian dan tugas dari badan-badan HAM PBB tersebut
berbeda-beda tapi tujuannya tetap sama, dalam rangka pemajuan dan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.

H. Latihan
Untuk lebih meningkatkan pemahaman tentang Badan-Badan HAM PBB
sebagaimana diuraikan di atas, cobalah untuk jawab latihan di bawah ini :
1. Sebutkan dua organ utama PBB yang mempunyai peranan penting untuk
menggalang kerjasama internasional dalam bidang hak asasi manusia ?
2. Jelaskan kewenangan Majelis Umum PBB dalam bidang hak asasi manusia ?
3. Jelaskan fungsi dan kewenangan Dewan Ekonomi dan Sosial berdasarkan
Piagam PBB ?
4. Sebutkan badan-badan HAM PBB yang dibentuk berdasarkan Pasal 68
Piagam PBB ?
5. Jelaskan peranan dari Komite HAM PBB dalam rangka penyusunan Instrumen
pokok hak-hak asasi manusia ( Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia,
Kovenan Hak Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Hak Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya ) ?
6. Jelaskan perbedaan dari Komite HAM PBB dan Dewan HAM PBB ?
50
7. Sebutkan badan-badan HAM yang dibentuk berdasarkan instrument-instrumen
Hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh PBB ?
8. Sebutkan organisasi-organisasi internasional yang masuk dalam kategori
Badan-Badan Khusus PBB?

BAB III
BADAN BADAN NASIONAL
UNTUK HAK ASASI MANUSIA

A. Standar Kompetensi Peserta Diklat.

1. Peserta diklat mengetahui tujuan dan fungsi Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia serta Ombudsman RI dalam rangka
perlindungan dan pemajuan terhadap hak asasi manusia di Indonesia.

2. Peserta diklat memahami tujuan dan fungsi Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia serta Ombudsman RI dalam rangka
perlindungan dan pemajuan terhadap hak asasi manusia di Indonesia.

51
3. Peserta diklat mampu menjelaskan tujuan dan fungsi Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan,
Komisi Perlindungan Anak Indonesia serta Ombudsman RI dalam rangka
perlindungan dan pemajuan terhadap hak asasi manusia di Indonesia.

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara
kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi,
dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. ( Pasal 1 Ayat ( 1 )
dan Pasal 2,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ).

B. Latar Belakang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terlibat dalam berbagai kegiatan yang
bertujuan mencapai pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Di samping
kegiatan-kegiatan itu, PBB juga memberikan bantuan praktis pada negara-negara
untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia. Struktur dan kegiatan ini
memungkinkan PBB memainkan peran penting dalam melaksanakan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar. Namun, PBB mempunyai kapasitas yang terbatas
untuk melakukan aksi langsung, terutama dalam kasus-kasus pelanggaran HAM
yang sifatnya individual. PBB tidak dapat melakukan investigasi bagi setiap
dugaan pelanggaran hak asasi manusia atau memberikan bantuan kepada setiap
korban. Berdasarkan alasan-alasan ini, sistem internasional sangat bergantung
pada dukungan yang diperoleh dari sistem hak asasi manusia nasional seperti
badan-badan HAM di tingkat nasional yang dibentuk pemerintah. Sistem hak asasi
manusia nasional memperkuat standar dan perangkat internasional dengan
menyediakan cara-cara menangani masalah yang berkenaan dengan hak asasi
manusia, dalam konteks sosial, sejarah dan politik tertentu dari wilayah yang
bersangkutan. Peran pemerintah dalam mewujudkan hak asasi manusia sangatlah
penting. Hak asasi manusia melibatkan hubungan antar individu, dan antara
individu dengan negara. Oleh karena itu, tugas praktis untuk melindungi dan

52
memajukan hak asasi manusia adalah tugas nasional negara. Pada tingkat
nasional, hak dapat dilindungi baik melalui peraturan yang cukup, badan peradilan
yang mandiri, pelaksanaan perlindungan, pemulihan hak individu, serta
pembentukan institusi.
Ketika negara-negara meratifikasi suatu instrumen hak asasi manusia,
mereka memasukkan ketentuan-ketentuan instrumen hak asasi manusia itu ke
dalam peraturan nasionalnya. Oleh karena itu, saat ini standar hak asasi manusia
dan norma-norma hak asasi manusia tercermin dalam hukum positif dari hampir
seluruh negara. Namun, seringkali keberadaan hukum untuk melindungi hak-hak
itu tidak memadai jika tidak dilengkapi dengan institusi yang diperlukan untuk
menjamin perwujudan hak itu. Dengan demikian, semakin jelas bahwa penikmatan
hak asasi manusia yang efektif mensyaratkan pembentukan infrastruktur nasional
bagi perlindungan dan pemajuan hak aasi manusia. Beberapa tahun terakhir ini,
institusi hak asasi manusia telah terbentuk secara resmi di banyak negara.
Meskipun tugas dari institusi itu mungkin berbeda-beda dari satu negara ke negara
yang lain, tapi tujuannya sama yaitu untuk pemajuan dan penghormatan terhadap
hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebut, institusi-institusi itu disebut badan
badan nasional untuk hak asasi manusia.
Pada 1978, Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengadakan seminar tentang
institusi nasional dan lokakarya untuk merancang pedoman tentang struktur dan
fungsi institusi nasional untuk hak asasi manusia. Berdasarkan seminar tersebut,
serangkaian pedoman telah disahkan. Pedoman ini menyarankan agar fungsi-
fungsi institusi nasional hak asasi manusia harus:31
a) Bertindak sebagai sumber informasi hak asasi manusia bagi pemerintah dan
masyarakat di negara itu.
b) Membantu pendidikan masyarakat dan mempromosikan kesadaran dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia.
c) Mempertimbangkan, merundingkan, dan membuat rekomendasi tentang suatu
keadaan tertentu yang mungkin ada secara nasional dan yang ingin dirujuk
Pemerintah.

31
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM , Op.cit, hal 287.
53
d) Memberikan nasehat tentang masalah hak asasi manusia yang diajukan
kepadanya oleh Pemerintah.
e) Mempelajari dan meninjau kembali status undang-undang, keputusan
peradilan, dan peraturan pemerintah untuk memajukan hak asasi manusia,
dan untuk menyiapkan dan menyampaikan laporan-laporan tentang hal-hal
tersebut kepada pejabat yang berwenang.
f) Melaksanakan fungsi-fungsi lain yang ditugaskan kepada institusi hak asasi
manusia tersebut, yang berhubungan dengan kewajiban negara menurut
perjanjian internasional dalam bidang hak asasi manusia di mana negara itu
menjadi Pihak. Sehubungan dengan struktur institusi, pedoman mengusulkan
agar institusi-institusi itu dirancang sedemikian rupa supaya mencerminkan
komposisi unsur-unsur bangsa yang lebih besar sehingga semua anggota
masyarakat terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan hak asasi manusia
g) Mempunyai badan penasehat lokal atau regional untuk membantu
melaksanakan fungsi-fungsi mereka dalam kasus-kasus yang tepat.

Pedoman-pedoman itu kemudian disahkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia


PBB dan Majelis Umum. Komisi mengajak semua negara anggota mengambil
langkah-langkah yang tepat bagi pembentukan institusi nasional di negaranya
untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia. Konsep institusi nasional
hak asasi manusia lebih jauh spesifik – mengacu pada suatu institusi yang
berfungsi secara khusus dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Institusi ini mempunyai kewenangan sebagai penasehat sehubungan dengan hak
asasi manusia di tingkat nasional dan/atau internasional. Di negara Indonesia,
institusi nasional hak asasi manusia dibentuk melalui undang-undang atau
ketetapan pemerintah ( Presiden ). Kategori institusi nasional tersebut dijelaskan
secara rinci berikut ini.

C. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ).


1.Umum

54
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibentuk pada tanggal 7 Juni
1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia. Keputusan Presiden tersebut lahir menindaklanjuti
hasil rekomendasi lokakarya tentang Hak Asasi Manusia yang diprakarsai oleh
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa,
yang diselenggarakan pada tanggal 22 Januari 1991 di Jakarta. Berdasarkan
Keputusan Presiden tersebut, Komnas HAM bertujuan : pertama, membantu
pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai
dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Perserikatan Bangsa- Bangsa
serta Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia. Kedua, meningkatkan
perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya pembangunan
manusia nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya maupun
pembangunan masyarakat pada umumnya.
Dalam perkembangannya, masih didapati adanya kondisi yang belum cukup
kondusif untuk perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia. Hal tersebut
menimbulkan berbagai perilaku yang tidak adil dan diskriminatif. Perilaku yang
tidak adil dan diskriminatif tersebut mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia baik yang dilakukan oleh aparatur negara (state actor) yaitu
pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara kepada masyarakat
(pelanggaran Ham vertikal), maupun yang dilakukan oleh masyarakat (non state
actor) yaitu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan diantara sesama
masyarakat (pelanggaran Ham horizontal). Menyikapi adanya berbagai bentuk
pelanggaran hak asasi manusia tersebut, guna menghindari jatuhnya korban
pelanggaran Ham yang lebih banyak dan untuk menciptakan kondisi yang
kondusif, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat telah mengeluarkan Ketetapan
MPR Nomor XVII/MPR/1998. Dalam Ketetapan tersebut disebutkan, antara lain
menugasi lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk
menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak
asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Selain itu, dalam ketetapan tersebut
juga disebutkan bahwa pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan,
penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia dilakukan oleh suatu Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang.
55
Menindaklanjuti amanat Ketetapan MPR tersebut, maka pada tanggal 23
September 1999 telah disahkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-undang tersebut selain mengatur mengenai
hak asasi manusia, juga mengenai kelembagaan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia. Dengan ditingkatkannya dasar hukum pembentukan Komnas HAM dari
Keputusan Presiden menjadi Undang-Undang, diharapkan Komnas HAM dapat
menjalankan fungsinya dengan lebih optimal untuk mengungkapkan berbagai
bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Dengan Undang-Undang tersebut,
Komnas HAM mempunyai kewenangan dalam membantu penyelesaian
pelanggaran hak asasi manusia. Wewenang ini lebih diperkuat lagi dengan
disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia. Dalam Undang-Undang Pengadilan HAM ini, Komnas HAM diberi
mandat sebagai satu-satunya institusi yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Komnas HAM sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-
undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah :
“Lembaga mandiri, yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya,
yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
dan mediasi hak asasi manusia.”
Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan dapat
mendirikan Perwakilan Komnas HAM di daerah. Sampai dengan saat ini, Komnas
HAM memiliki sebanyak 2 (dua) Perwakilan Komnas HAM yaitu di Kalimantan
Barat dan Sumatera Barat dan 2 (dua) Kantor Perwakilan Komnas HAM di Aceh
dan Ambon. Pada saat ini, Komnas HAM masih dalam proses mempersiapan
pembentukan Perwakilan Komnas HAM di Papua.

2. Tujuan dan Fungsi Komnas HAM.


Berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang 39 Tahun 1999, Komnas HAM bertujuan :
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Piagam
Perserikatan Bangsa- Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

56
b. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Fungsi Komnas HAM dikategorikan menjadi dua, pertama fungsi Komnas
HAM berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dan yang kedua, fungsi Komnas HAM berdasarkan Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Fungsi Komnas HAM
berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah berdasarkan Pasal
76 Ayat ( 1 ) : “untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi
manusia.
Berdasarkan Pasal 89 Ayat 1, untuk melaksanakan fungsi pengkajian dan
penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Ayat ( 1 ), Komnas HAM
bertugas dan berwenang melakukan :
a) Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia
dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan
atau ratifikasi.
b) Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk
memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan
pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi
manusia.
c) Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian.
d) Studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai
hak asasi manusia.
e) Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan,
penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
f) Kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak
lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang
hak asasi manusia.
Berdasarkan Pasal 89 Ayat 2, untuk melaksanakan penyuluhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 Ayat ( 1 ), Komnas HAM bertugas dan berwenang
melakukan :
57
a) Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat
Indonesia.
b) Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui
lembaga pendidikan formal dan non-formal serta berbagai kalangan lainnya.
c) Kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat
nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Berdasarkan Pasal 89 Ayat 3, untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM
dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Ayat ( 1 ), Komnas
HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a) Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil
pengamatan tersebut.
b) Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam
masyarakat berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat
pelanggaran hak asasi manusia.
c) Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang
diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya.
d) Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya dan kepada
saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
e) Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
f) Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara
tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya
dengan persetujuan ketua pengadilan. Pemeriksaan setempat terhadap
rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki
atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan ketua pengadilan.
g) Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan ketua pengadilan terhadap
perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam
perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah
publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat
Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
Berdasarkan Pasal 89 Ayat 4, dalam melaksanakan fungsi mediasi
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Ayat ( 1 ), Komnas HAM bertugas
dan berwenang :
58
a) Mengadakan perdamaian antar pihak pihak yang bertikai.
b) Menyelesaikan perkara melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan
penilaian ahli.
c) Memberi saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan.
d) Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi
manusia kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e) Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi
manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditindaklanjuti
Selain beberapa fungsi yang disebutkan di atas, fungsi Komnas HAM
berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
adalah sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Hal ini
terdapat dalam Pasal 18 yaitu :
1) Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan
oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hoc yang
terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

Berdasarkan Pasal 97 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999, Komnas HAM


wajib menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya, serta kondisi hak asasi manusia, dan perkara-perkara yang
ditanganinya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dengan tembusan
kepada Mahkamah Agung. Penyampaian laporan tahunan ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban Komnas HAM dalam menjalankan fungsinya. Selain
menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPR dan Presiden dengan
tembusan Mahkamah Agung, Komnas HAM juga mempertanggungjawabkan
pelaksanaan fungsi dan tugasnya kepada publik. Bentuk pertanggungjawaban
kepada publik tersebut dilakukan antara lain dengan menginformasikan kepada
publik melalui media massa tentang hasil kerja Komnas HAM.

3. Struktur kelembagaan.

59
Komnas HAM mempunyai kelengkapan kelembagaan yang terdiri dari Sidang
Paripurna, Sub Komisi dan sebuah Sekretariat Jenderal sebagai unsur
pelayanan. Sidang Paripurna adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Komnas
HAM. Sidang Paripurna terdiri dari seluruh anggota Komnas HAM. Sidang
Paripurna menetapkan Peraturan Tata Tertib, Program Kerja, dan Mekanisme
Kerja Komnas HAM. 32
Anggota Komnas HAM berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan diresmikan oleh Presiden
selaku Kepala Negara. Komnas HAM dipimpin oleh seorang ketua dan 2 (dua)
orang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua Komnas HAM dipilih oleh dan dari
Anggota. Masa jabatan keanggotaan Komnas HAM selama 5 (lima) tahun dan
setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. 33

D. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.


1. Umum
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan adalah lembaga
independen yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1998, berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 dan diperbaharui dengan Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan. Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil,
terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung
jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap
perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual yang
terjadi pada kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia. Karena
Tragedi tersebut, Presiden RI kemudian mendirikan sebuah komisi independen di
tingkat nasional yang bertugas menciptakan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan
HAM perempuan di Indonesia. Fokus perhatian Komnas Perempuan pada saat
ini adalah perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, perempuan
pekerja rumah tangga yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri

32
Pasal 78 dan 79 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
33
Pasal 83 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
60
sebagai buruh migrant, perempuan korban kekerasan seksual yang menjalankan
proses peradilan, perempuan yang hidup di daerah konflik bersenjata, dan
perempuan kepala keluarga yang hidup di tengah kemiskinan di daerah
pedesaan.

2. Tujuan dan Fungsi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005, tujuan dari Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan adalah :
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia
perempuan di Indonesia.
b. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia
perempuan.
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tugas dari
Komisi ini adalah :
a. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan serta penanggulangan
serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta berbagai instrumen internasional
yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan.
c. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian
tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak
asasi manusia perempuan serta penyebarluasan hasil pemantauan
kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong
pertanggungjawaban dan penanganan.
d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif
dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong
penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang
mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk

61
kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan,
dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan.
e. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan dan pemajuan
hak-hak asasi manusia perempuan.
Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan bersandar pada instrumen internasional tentang hak asasi manusia
yang menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran
HAM. Instrumen internasional tersebut adalah Deklarasi Internasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan ( 1993 ) serta Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan yang sudah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia dengan Undang –Undang Nomor 7 tahun 1984. Instrumen
ini meletakkan kerangka kerja yang komprehensif tentang pemenuhan hak asasi
perempuan dan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

3. Struktur Kelembagaan.
Susunan organisasi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
terdiri dari Komisi Paripurna dan Badan Pekerja. Komisi Paripura merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan. Komisi Paripurna mempunyai tugas melaksanakan tugas Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang ditetapkan dan menyusun
serta menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Komisi.
Susunan keanggotaan Komisi Paripurna terdiri dari ketua, wakil ketua dan
anggota. Wakil Ketua terdiri dari paling banyak 2 (dua) orang. Anggota Komisi
Paripurna terdiri dari paling banyak 19 (sembilan belas) orang. 34
Badan Pekerja dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. Badan Pekerja mempunyai
tugas memberikan dukungan staf, administrasi, dan pemikiran kepada Komisi

34
Pasal 6 – 10 Peraturan Presiden No.65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan.
62
Paripurna dalam melaksanakan tugas Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan.35

E. Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ).


Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) dibentuk untuk menangani
berbagai laporan tentang adanya kekerasan dan belum terpenuhinya hak-hak
anak di Indonesia. KPAI dibentuk karena adanya dorongan internasional yang
didasari dengan adanya Konvensi Hak Anak ( Convention on the Rights of The
child ). Konvensi Hak Anak adalah salah satu instrumen internasional yang paling
banyak diratifikasi di dunia. Dorongan komunitas internasional tersebut akhirnya
membuat Presiden RI ( yang saat itu dijabat oleh Megawati Soekarno Putri ) untuk
mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Melalui Undang-Undang ini kemudian dibentuklah Komisi Perlindungan
Anak Indonesia ( KPAI ). Pasal 74 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
menyatakan bahwa : “dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
perlindungan anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Perlindungan
Anak Indonesia yang bersifat independen.” KPAI adalah lembaga independen
yang dibentuk dalam rangka meningkatkan efektifikas penyelenggaraan
perlindungan anak. Secara teknis amanat pembentukan KPAI ditindaklanjuti
melalui Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003.

2. Tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, tugas KPAI


Adalah :
a) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan,
evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
b) Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden
dalam rangka perlindungan anak.
35
Pasal 14 – 15 Peraturan Presiden No.65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan.
63
3. Struktur Kelembagaan.
Keanggotaan KPAI terdiri dari 9 ( sembilan ) orang. Susunan keanggotaan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari : 36
a. 1 (satu) orang Ketua.
b. 2 (dua) orang Wakil Ketua.
c. 1 (satu) orang Sekretaris.
d. 5 (lima) orang Anggota.
Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari unsur :
pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha;
dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. 37
Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya KPAI diperkenankan untuk
membentuk kelompok kerja di masyarakat dan juga perwakilan daerah.
Pembentukan keduanya ditetapkan oleh ketua KPAI. KPAI bertanggung jawab
langsung kepada presiden dan masa keanggotaannya adalah selama 3 ( tiga )
tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Mekanisme kerja
Komisi Perlindungan Anak Indonesia didasarkan pada prinsip pemberdayaan,
kemitraan, akuntabilitas, kredibilitas, efektifitas, dan efisiensi. 38

F. Ombudsman Republik Indonesia


Ombudsman Republik Indonesia dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000.
Ombudsman dibentuk pada masa kepemimpinan Presiden Abdulrahman Wahid.
Presiden berinisiatif membuka partisipasi masyarakat untuk turut serta
mengawasi kinerja pemerintahan. Berdasarkan hal tersebut, Presiden
menandatangai Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi
Ombudsman Nasional. Berdasarkan Keppres, Komisi Ombudsman Nasional
36
Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
37
Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
38
Pasal 17 Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan AnakIndonesia.
.
64
adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat
mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas
laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat
oleh aparatur pemerintahan.
Keberadaan Keppres tersebut ternyata kurang cukup sebagai landasan
hukum berdirinya Ombudsman di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, pada tahun
2008 status hukum Komisi Ombudsman Nasional ditingkatkan dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman
Republik Indonesia ( ORI ). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, nama Komisi
Ombudsman Nasional dirubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut sebagai Ombudsman.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik
yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan
yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. 39
Penyelenggara negara yang dimaksud disini adalah pejabat yang
menjalankan fungsi pelayanan publik yang tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara. Warga negara Indonesia atau penduduk dapat
memberikan laporan kepada Ombudsman mengenai perbuatan – perbuatan
maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Berdasarkan Pasal 1
Ayat 3, maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum,
melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang
menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian
kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materil
dan/atau immateril bagi masyarakat dan orang perseorangan. Laporan yang
39
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
65
disampaikan dapat secara tertulis atau lisan oleh setiap orang yang telah menjadi
korban maladministrasi. Pelapor adalah warga negara Indonesia atau penduduk
sedangkan terlapor adalah penyelenggara negara dan pemerintahan yang
melakukan maladministrasi. Berdasarkan hasil laporan tersebut, Ombudsman
dapat mengeluarkan rekomendasi disusun berdasarkan hasil investigasi, dan
kemudian memberikannya kepada atasan terlapor untuk ditindaklanjuti dalam
rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik.
Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki
hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya,
serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan
kekuasaan lainnya.40

2. Fungsi, Tugas dan Kewenangan Ombudsman.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman


berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah
termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman
bertugas:
a. Menerima Laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan.
c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan
Ombudsman.
d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

40
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

66
e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga
pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan
f. Membangun jaringan kerja.
g. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Undang - Undang.
Berdasarkan Pasal 8 Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2008, Kewenangan
Ombudsman adalah :
a) Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor, atau
pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada
Ombudsman.
b) Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada
pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan.
c) Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan
dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor.
d) Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait
dengan laporan.
e) Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para
pihak.
f) Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk
rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak
yang dirugikan dalam melaksanakan kewenangannya.
Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau
digugat di muka pengadilan.41 Ombudsman juga dilarang mencampuri kebebasan
hakim dalam memberikan putusan.42 Dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, Ombudsman memegang asas-asas : kepatutan keadilan, non-
diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan
kerahasiaan.43 Demi kepentingan umum, Ombudsman mengumumkan hasil
temuan, kesimpulan, dan rekomendasi serta saran kepada kepala daerah, atau

41
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
42
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
43
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
67
pimpinan penyelenggara negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan
organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik dalam rangka mencegah
maladministrasi.

3. Struktur kelembagaan Ombudsman.

Ombudsman dipimpin oleh satu orang ketua yang merangkap anggota; 1


(satu) orang wakil ketua yang merangkap anggota; dan 7 (tujuh) orang anggota.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Ombudsman dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh Presiden. 44 Ketua, wakil ketua, dan
anggota Ombudsman memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Dalam melaksanakan
tugasnya Ombudsman dibantu oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris Jenderal.

G. Kesimpulan.
Peran pemerintah dalam mewujudkan hak asasi manusia sangatlah penting.
Hak asasi manusia melibatkan hubungan antar individu dan antara individu
dengan negara. Oleh karena itu, tugas praktis untuk melindungi dan memajukan
hak asasi manusia adalah tugas nasional negara. Pada tingkat nasional, hak
dapat dilindungi baik melalui peraturan yang cukup, badan peradilan yang mandiri,
dan pelaksanaan perlindungan, pemulihan individu, serta pembentukan institusi
yang demokratis.
Pelanggaran hak asasi manusia terjadi baik dilakukan oleh aparatur negara
(state actor) yaitu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan negara kepada
masyarakat (pelanggaran Ham vertikal), maupun dilakukan oleh masyarakat (non
state actor) yaitu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan diantara sesama
masyarakat (pelanggaran Ham horizontal). Menyikapi adanya berbagai bentuk
pelanggaran hak asasi manusia tersebut, maka guna menghindari jatuhnya korban
pelanggaran HAM yang lebih banyak serta untuk menciptakan kondisi yang
kondusif, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat telah mengeluarkan Ketetapan
MPR Nomor XVII/MPR/1998. Dalam Ketetapan tersebut disebutkan, antara lain
44
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
68
menugasi lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk
menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak
asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Indonesia juga sudah memiliki Undang
Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM serta Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Berdasarkan hal tersebut dalam rangka
penghormatan terhadap hak-hak asasi serta kebebasan dasar manusia, ada
empat badan-badan nasional yang dibentuk untuk hak asasi manusia. Badan-
badan tersebut adalah Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan serta Ombudsman Republik
Indonesia. Meskipun dasar pendirian dan tugas dari badan badan nasional HAM
tersebut berbeda-beda tapi tujuannya sama dalam rangka pemajuan dan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.

H. Latihan
Untuk lebih meningkatkan pemahaman tentang badan badan nasional hak asasi
manusia, cobalah untuk jawab latihan di bawah ini :
1. Jelaskan fungsi Komnas HAM berdasarkan Undang-undang Nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan berdasarkan Undang-undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ?
2. Jelaskan tujuan didirikannya Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan ?
3. Jelaskan tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia berdasarkan Pasal 76
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ?
4. Jelaskan tugas Ombudsman RI berdasarkan 7 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2008 ?

69
BAB IV

PENUTUP DAN TINDAK LANJUT

A. Penutup

Modul Badan-Badan HAM ini adalah bagian dari bahan ajar pelatihan hak
asasi manusia bagi aparatur pemerintah, khususnya aparatur pemerintah di
lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Modul ini menjelaskan
secara garis besar peranan Badan-Badan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
Badan-Badan Nasional untuk Hak Asasi Manusia, dalam rangka memajukan dan
mendorong penghormatan terhadap hak-hak asasi serta kebebasan dasar
manusia.
Pada dasarnya, ada banyak Badan-Badan HAM yang bersifat internasional
maupun nasional yang berperan dalam memajukan dan mendorong
penghormatan terhadap hak-hak asasi serta kebebasan dasar manusia, namun
70
dalam modul ini hanya dicantumkan Badan-Badan HAM PBB dan empat Badan
Nasional HAM. Hal tersebut karena PBB adalah suatu organisasi yang
menerapkan Prinsip universalitas. Berdasarkan hal tersebut, Badan-Badan HAM
PBB banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah – masalah hak asasi
manusia yang bersifat universal, baik melalui program-program yang luas, maupun
membahas isu-isu spesifik. Dipilihnya empat Badan HAM Nasional disini karena
badan-badan ini merupakan badan-badan utama yang mempunyai kewenangan,
tugas dan fungsi sehubungan dengan hak-hak asasi manusia
Agar tujuan pembelajaran dari setiap pokok bahasan dapat tercapai dengan
optimal maka para pengguna modul ini disarankan untuk membaca bahan ajar
dan bahan bacaan lain yang relevan. Dengan adanya modul ini diharapkan
peserta diklat dapat mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan secara
garis besar substansi dari Badan-Badan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
Badan-Badan Nasional untuk Hak Asasi Manusia

B. Tindak Lanjut .

Setelah diklat, para peserta akan memperoleh pemahaman tentang hak asasi
manusia. Besarnya pemahaman yang diperoleh, sangat tergantung kepada
masing-masing individu. Berdasarkan hal tersebut, para peserta diklat diharapkan
dapat mengimplementasikan nilai-nilai hak asasi manusia baik di lingkungan
tempat kerja masing-masing maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

71
DAFTAR PUSTAKA

A. Instrumen Internasional
Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.
Deklarasi Universal Hak Hak Asasi Manusia.
Kovenan Hak Hak Sipil dan Politik.
Kovenan Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

B. Instrumen Nasional.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan.

72
Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak
Indonesia.

C. Literatur

Boer Mauna , Hukum Internasional , Pengertian , Peranan dan Fungsi Dalam


Era Dinamika Global,Penerbit PT Alumni bandung , 2005.

Direktorat Jenderal Multilateral Deplu, Buku Informasi, Kompilasi


Rekomendasi Treaty Bodies dan Mekanisme Khusus Perserikatan
Bangsa – Bangsa, Jakarta, 2008.

D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional”, diterjemahkan


oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H, Hukum Organisasi
Internasional, Sinar Grafika, Jakarta

Haryomataram, Hukum Humaniter, CV. Rajawali, Jakarta

J.G Starke ,Pengantar Hukum Internasional ,Sinar Gratika , Jakarta.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM, Edisi ke II.

Nowak, Manfred, Introduction to the international Human Rights Regime,


diterjemahkan oleh Sri Sulastini, Editor, Djumantoro Purbo, Pengantar
Rezim Hak Asasi Manusia Internasional, Raoul Wallenberg Institute of
Human Rights and Humanitarian Law bekerjasama dengan Departemen
Hukum dan HAM indonesia dan Swedish International Development
Cooperation Agency ( SIDA) ,Jakarta.

Rhona.K.M.Smith, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hukum Hak
Asasi Manusia ( PUSHAM UII ), Jogyakarta, Maret,2008.

Scott Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan praktek dalam
pergaulan internasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional,


Penerbit Alumni, Bandung, 1997.

73
74
75
76

Anda mungkin juga menyukai