Anda di halaman 1dari 4

NAMA : M.

BAGUS AFRIELIANTO

KELAS : VIII E / 23

AYAH KAMI BUKAN KRIMINAL

Kami sedang berduka. Ayah kami ditangkap polisi karena dituduh merencanakan pembunuhan.
Ayah tak mungkin ada niat membunuh walau dendam sekalipun. Ayah bilang ia dijebak oleh
karsiman, sang direktur perusahaan importir yang juga beraksi sebagai mafia korupsi. Karsiman
dan komplotanya menjebak ayah karena takut dengan sepak terjang ayah sebagai ketua kpk baru
yang cemerlang memburu koruptor-koruptor di Indonesia.

Pagi-pagi buta saya sudah mandi karena hari ini ayah disidang. habis selesai mandi tiba-tiba ayah
menelepon dari penjara. Dengan nada yang jelas tapi terdengar buru-buru “Nak, coba kamu
kekamar ayah ambil kaset di laci yang berlabel ‘rekaman 20 juni’. Bawa barang bukti itu ke
persidangan ayah nanti siang. Ayah tak punya banyak waktu. Kau dan adikmu pasti bisa. jangan
minta bantuan polisi kalian tau sendiri, karsiman pasti menyuap para polisi. Satu hal lagi, telpon
ini pasti telah disadap, jadi berhati-hatilah.” Sebelum saya sempat bereaksi, ayah sudah menaruh
gagang telepon ke sarangnya. Saya segera memanggil seluruh penghuni rumah. Mama,
Triyo(adik saya), pesuruh, supir dan tukang kebun.

Seketika seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang tengah. “Tadi ayah telfon, dia bilang dia
punya barang bukti buat persidangan nanti. Kaset berlabel 20 juni di laci kamar. Aku dan triyo
disuruh bawa barang itu ke persidangan nanti siang”

Mama terlihat senang tapi matanya berkaca-kaca “jangan kecewakan ayah nak. Pak supir tolong
antar mereka berdua ke persidangan”

saya menjawab “Nggak bisa gitu caranya mah. Ayah bilang telponnya disadap. Jadi aku yakin
anak buah karsiman lagi menuju kesini buat nangkep kita semua.” “Jadi rencana kamu apa ?”,
kata triyo.

“Pak slamet dan pak guntur mau bantu gak” aku langsung bertanya kepada tukang kebun dan
pesuruh kami.

“Kalau demi pak artha yo wes lah” kata pak slamet. “Saya juga” kata pak guntur.

“Jadi begini rencananya …..” saya menjelaskan, mereka semua paham. Sekarang tinggal
eksekusinya.
Pak Slamet dan pak Guntur telah memakai pakaian saya. kemeja lengan panjang, celana jeans
dilengkapi dengan sepatu sporty yang lumayan sempit di kaki mereka. ya, mereka berdua akan
menyamar menjadi saya dan triyo.

“para preman itu udah kepung rumah kita” kata triyo sambil mengintip dari jendela. Jumlah
mereka 1 peleton, jelas sekali mereka menunggu kami keluar. “ambil posisi masing-masing”
sayapun segera mengambil kaset rekaman itu. Triyo memesan taksi melalui telepon. Pak slamet
dan pak guntur telah siap dengan motor ninja punya saya. “semoga berhasil nak” pak guntur
menepuk pundak saya. saya mengiyakan “bapak juga ya”.

Pak guntur dan pak slamet akhirnya menyalakan mesin motor dan keluar melalui pintu pagar
samping. sontak para preman melihat mereka dan langsung mengejar. mereka dengan mudahnya
terkecoh. akhirnya, didepan rumah kami tak terlihat satupun preman. Suara knalpot motor yang
gaduh karena kejar-kejaran juga sudah tak terdengar. Tak lama kemudian, taksi yang sudah
dipesan akhirnya datang. saya dan Triyo bergegas ke pengadilan. sementara itu mama dan pak
supir mangamankan diri ke rumah Bu’de dengan mobil pribadi.

Ditengah perjalanan saya mendapat telepon dari sang penyamar, Pak slamet dan pak guntur.
“halo”

“halo mas ardit, maaf mas kami tadi tertangkap tapi untungnya ndak sampai babak belur. Mereka
maksa nanya mas ardit dan mas triyo kabur naik apa. terpaksa bapak kasih tau”

“oh nggak papa pak. makasih infonya”

“ya mas”

setelah telepon itu, saya memrintahkan supir taksi supaya memutar ke jalan lain. Triyo yang tak
mengerti situasinya asal saja memaki-maki saya. “aduh ngapain sih lu bang nyuruh muter-muter
segala. bisa telat ini.” saya menjawab “tadi pak slamet sama pak guntur telpon, mereka terpaksa
kasih tau lokasi itu.” Triyo kaget “kok bisa gitu???” “udahlah yang penting kita sampe ke
pengadilan” triyo mengiyakan “terus rencana lu gimana?”

setelah memutar ke jalan lain, kami berhenti di jalan yang cukup sepi. kami turun, dan saya
menyuruh Triyo memesan taksi lain yang warna mobilnya beda. perjalanan kami cukup mulus
walaupun melewati jalanan jakarta yang semrawut.

Pengadilan sudah ramai dengan wartawan dan beberapa massa. tiba-tiba triyo bicara “pak di
depan situ ada mobil TV Two, kita turun disitu aja.” “ada apa yo?” tanyaku.

“emang lu nggak sadar ya? liat tuh, ada ormas yang badanya kekar-kekar, lu pikir mereka asli
dari ormas? pasti itu preman yang menyamar.”

“Terus mau ngapain ke mobil TV Two?”

“kita bujuk wartawan supaya sorot kita sampe masuk ke pengadilan, dengan gitu kan preman-
preman itu nggak berani macem-macem” kali ini ide triyo memang gila. tapi walau
bagaimanapun kami berdua harus kasih bukti rekaman itu ke pengacara ayah.

Sesampainya didepan Mobil satelit TV Two, Triyo dengan yakinya turun dari mobil lalu
menghampiri para wartawan itu. Saya bahkan belum turun dari mobil, entah apa yang dikatakan
triyo tau-tau para wartawan sudah siap dengan kameranya. Saya dan Triyo seperti artis dadakan.
Mereka menyorot kami sampai masuk ke pengadilan.

Sampai masuk di pengadilan Triyo berbisik ke saya “bang, lu kasih kasetnya ke ayah, gua tahan
tahan wartawan dulu disini”. entah apa rencana dia, saya mengiyakan saja. sampailah saya ke
depan barisan ruang sidang. kaset itu telah diterima oleh pengacara ayah. Kaset itu kemudian
diperdengarkan. Karsiman lah yang menjebak ayah supaya memberi oleh-oleh makanan yang
telah diracuni kepada direktur pt. Garuda.

Pukul 3 siang putusan sidang dibacakan. ayah dinyatakan tak bersalah dan dibolehkan pulang
kerumah. malam ini kami berkumpul di meja makan kami berdoa dan mengucapkan syukur
kepada tuhan. Baru kali ini saya merasakan kehangatan bersama keluarga. Kami juga
berterimakasih kepada pak slamet dan pak guntur yang mukanya agak bonyok karena ulah
preman-preman tadi.

Anda mungkin juga menyukai