Anda di halaman 1dari 10

Tugas yang Menuntunku ke Lapas Tangerang

Jocelin Nathania

Gambar ilustrasi penjara yang diambil dari Unsplash

Lorong gelap tak berujung bagai teka-teki antara kebebasan atau kematian. Ratusan ruangan
di samping-sampingnya memenuhi kekosongan lorong tersebut. Ruangan-ruangan kecil
dengan minim pencahayaan, membuat siapa pun di dalamnya merasa terhimpit dan sesak nafas.
Retakan ubin dan tembok, seakan-akan menjadi tanda kehancuran tempat tersebut. Lumut dan
kelembaban sudah menjadi penguasa setempat.

Tiap ruangan dijaga oleh puluhan besi panjang yang sudah berkarat, bagaikan sebuah kandang
besar. Konon katanya, yang mengisi ruangan tersebut adalah manusia. Siapa pun yang masuk
ke dalam tempat itu, dipercaya tidak akan pernah keluar untuk merasakan bebasnya dunia.

***

“Nyiiitttt….” Suara dernyitan mobil membuat pikiranku kosong dalam sekejap dan handphone
-ku terjatuh dari kursi. Ya, supir yang aku panggil Pak Rom itu sudah bekerja dengan orang
tuaku hampir 10 tahun dan sering ngerem mendadak.
“Udah sampe dek.”

Handphone-ku yang terjatuh menyala, tertera tanggal hari ini, 28 Mei 2022. Aku mengambil
handphone yang terjatuh dan tiba-tiba terdengar suara ketukan dari kaca mobil. Seseorang
berbadan besar dengan kulit sawo matang yang menggunakan seragam loreng oren hitam
mengetuk kaca mobilku.

“Maaf ada keperluan apa ya pak?”


“Iya ini mau ke lapas,” jawab supirku
“Tamu undangan atau bagaimana?’
“bukan pak.”
“Ohh langsung masuk aja pak kalo gitu, parkir di dalam, Eii ini mau masuk nih buka pager.”

Mobil mulai melewat pagar berwarna putih dengan tulisan besar di atasnya, “LEMBAGA
PERMASYARAKATAN KLAS I TANGERANG.” Namun, terdapat sebuah portal manual
berwarna hitam putih yang membentang di tengah dalam gerbang dengan plang “Dilarang
Masuk” Lalu, seseorang dengan seragam biru muda yang menjaga di Pos Pengawasan dan
Pemeriksaan Lapas Kelas I Tangerang memberikan isyarat untuk menurunkan kaca mobil.

“Ada keperluan apa pak?”


Aku membuka kaca dan menjawabnya
“Aku mahasiswa Jurnalistik dari Universitas Multimedia Nusantara, ada keperluan untuk tugas
akhir semester,” jawabku sambil menunjukkan kartu tanda mahasiswa.
“Baik, boleh langsung ke bagian pelayanan ya di pos sebelah kiri.”
“Baik, terima kasih banyak pak.”

Aku menutup kaca mobil dan mengarahkan pandanganku ke depan. Seketika aku tercengang
dan kagum. Segala gambaran lapas yang terdapat di benakku runtuh seketika. Bangunan lapas
yang sedang aku lihat ini benar-benar tidak terlihat seperti tempat yang menyeramkan.

Lapas Kelas I Tangerang terletak di Jl. Veteran No. 2, RT.005/RW.004, Babakan, kec.
Tangerang, Kota Tangerang, Banten 15118. Terdapat banyak tanaman hijau di bagian depan
gerbang lapas. Meski tidak rindang, lapas tidak terlihat tandus dan monoton karena terdapat
bendera merah putih di antara pagar yang satu dengan yang lain.
Gambar bagian depan pagar lapas yang diambil oleh penulis

Terdapat beberapa pos di depan gedung lapas dan semua bangunan didominasi dengan warna
merah, putih, dan hijau untuk atapnya. Di samping-samping gedung lapas terdapat area terbuka
yang dikelilingi oleh tembok putih panjang yang menjulang tinggi dengan ribuan ular kawat
yang melingkar di atasnya. Seakan menjaga yang ada di dalamnya agar tidak keluar dan tidak
ada orang asing yang masuk.

Gambar bagian depan gedung lapas yang diambil oleh penulis

Berdasarkan informasi dari LapasTangerang.Kemenkumham.go.id, Lapas Kelas I Tangerang


memiliki luas tanah 5 hektare dengan luas bangunan 2,5 hektare. Lapas dibangun secara
bertahap. Mulai dari tahun 1977-1980 dan baru diresmikan pada 6 Desember 1982.

Diketahui dari Reqnews, Lapas Tangerang diperlengkapi dengan peralatan modern dan
menjadi prototipe bangunan lapas di Indonesia. Lapas berisikan narapidana pria dewasa dari
berbagai macam kasus kejahatan. Selain sel, disediakan juga fasilitas lain, seperti
perpustakaan, tempat ibadah, lapangan olahraga, dan ruang kesenian.
Aku turun dari mobil dan mulai ingat akan tujuanku datang ke tempat ini. Salah satu alasanku
ke tempat ini karena aku tertarik dengan insiden kebakaran Lapas Tangerang yang terjadi pada
September 2021 lalu dan mengangkatnya untuk tugas akhir semester.

Kejadian kebakaran di Lapas Tangerang menjadi salah satu tragedi kebakaran mematikan. Hal
tersebut memang menghebohkan seluruh masyarakat dan media. Kompas.com termasuk salah
satu media yang aktif menyajikan berita dengan lengkap mengenai insiden kebakaran itu.

Dalam berita tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjelaskan
kejadian kebakaran. Insiden terjadi pada subuh, pukul 1.45 WIB. Kepala Lapas langsung
menghubungi pemadam kebakaran setelah mendapatkan laporan dari petugas pengawas dari
atas melihat api. Datanglah 12 unit pemadam kebakaran yang kemudian berhasil memadamkan
api kurang dari 1,5 jam.

Lapas yang terbakar berada di Blok C2. Penyebab kebakaran diduga karena persoalan instalasi
listrik. Sejak lapas dibangun pada 1972, tidak ada perbaikan instalasi listrik hanya diberikan
penambahan daya.

Gambar chart diambil dari data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Dikutip dari databoks.katadata, berdasarkan data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
pada Agustus 2021, sebanyak 145.413 orang atau 96% narapidana di Indonesia karena kasus
narkoba. Narapidana kategori pengedar narkoba sebanyak 116.930 dan narapidana pengguna
narkoba sebanyak 28.483.
Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang ini memakan 41 korban jiwa. Terdapat dua narapidana
yang merupakan warga negara asing, yaitu Portugal dan Afrika Selatan. Korban tewas terdiri
dari satu narapidana kasus terorisme, dua narapidana kasus pembunuhan, dan sisanya
merupakan narapidana kasus narkoba.

Gambar Pos Pelayanan yang diambil oleh penulis

Dengan semangat aku berjalan dari parkiran menuju pos pelayanan. Aku menarik nafas
membuka pintu tersebut. Baru saja membuka pintu, aku langsung disambut dengan wanita
berkacamata kira-kira berumur 30 tahun keatas.

“Halo, ada yang bisa dibantu?”

Aku memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuanku datang ke lapas untuk observasi. Wanita
tersebut mendengarkan dengan seksama sambil tersenyum. Lalu dari semua penjelasan ku
hanya keluar satu kalimat dari mulutnya yang meruntuhkan segala semangatku.

“Boleh liat surat ijinnya?”

Ya, sudah dapat ditebak, aku tidak bisa melakukan observasi di Lapas Tangerang. Betapa
bodohnya diriku yang tidak meminta surat ijin dari kampus, padahal waktu pengumpulan
tugasku sudah sangat mepet. Padahal, aku sudah sangat semangat untuk mendapatkan
informasi baru.
Untuk melakukan observasi di lapas, tentunya membutuhkan izin sehingga harus ada surat ijin
yang resmi dan proposal berisikan apa saja yang akan dilakukan di lapas, misal wawancara,
foto ke dalam lapas, dan lainnya. Setelah itu, harus dikirim ke web lapas agar pusat lapas
mengetahui dan mengizinkan, baru surat izin dari pusat lapas diberikan ke pos pelayanan.

Tanpa surat izin, semua orang yang bekerja di lapas tidak berani memberikan informasi dalam
bentuk apa pun.

“Emang kalo tanya-tanya dikit seputar situasinya dikit aja gak bisa bu?”
“iyaa dek soalnya kita takut juga salah kasih informasi dan ga berani kasih informasi ke
sembarang orang, jadi lebih baik kalo mau tanya-tanya itu sama atasan, tapi butuh surat.”

Alhasil karena aku tidak ingin pulang dengan kosong melompong. Aku meminta izin untuk
mengambil foto situasi bagian depan gedung lapas dan untungnya diperbolehkan. Namun, aku
tidak diperbolehkan memasuki pintu gerbang hitam dengan logo permasyarakatan yang
terdapat di tengah bangunan tengah lapas. Pintu tersebut merupakan akses ke dalam lapas.

Aku selesai mengambil beberapa foto dari luar lapas. Aku berjalan menuju parkiran, baru saja
aku akan masuk ke dalam mobil, aku melihat banyak pedagang dan tempat makan di depan
jalan raya lapas. Kakiku secara otomatis keluar dari mobil dan berjalan mengarah ke tempat
tersebut.

Gambar diambil oleh penulis


Aku menyeberangi jalan raya dan ternyata kaki membawaku ke sebuah gerobak berwarna
cokelat dengan tulisan ‘Batagor dan Siomay’ beserta payung putih di atasnya untuk
meneduhkan si penjual. Kebetulan cacing di perutku sudah mengamuk tidak karuan.
Aku memesan satu porsi batagor dengan bumbu kacang. Sambil menunggu batagor tersebut,
aku berbincang dengan penjualnya, Pak Budi.

Foto Pak Budi yang diambil oleh penulis

“Pak ini lapas yang kebakaran waktu itu ya?”


“iya dek bener”
“Itu bapak lagi ada di sini atau gimana pas kejadian”
“Engga lah dek itu kan subuh, tapi pas pagi saya dateng itu udah rame di sini banyak polisi
gitu gitu, soalnya lumayan banyak korban jiwanya dan ini lapas kan udah kebanyakan
menampung narapidana”
“Oh ya? Jadi udah melebihi batas yang seharusnya gitu?”
“Iya, ini lapas udah lama juga kan soalnya.”

Berbincang dengan Pak Budi sangat mengasyikkan karena aku mendapatkan informasi baru
mengenai lapas tersebut. Aku berencana untuk mencari tahu akan kapasitas yang lebih di lapas
tersebut.

Akhirnya, batagor yang ku tunggu-tunggu pun jadi. Aku langsung melahapnya dan pergi
meninggalkan gerobak batagor itu. Baru saja 3 langkah, tiba-tiba seseorang menyebutkan
sebuah kalimat yang cukup keras dan membuat mukaku semerah tomat dalam sekejap.

“DEK…. BATAGORNYA BELUM BAYAR DEK… MAIN PERGI AJA”


Secepat kilat aku membalikkan badan, melangkahkan kakiku secepat mungkin, dan meminta
maaf sejadi-jadinya.
“Aduh maaf pak saya lupa asli, jadi berapa pak?”
“ahahahahhaha iya dek gapapa, 10 ribu dek.”

Dalam konferensi pers, Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly menjelaskan bahwa lapas
Kelas I Tangerang mengalami over capacity sebanyak 400 persen. Kondisi lapas seharusnya
dihuni oleh 900 narapidana, tetapi kenyataannya terdapat 2.069 narapidana. Satu kamar dalam
lapas seharusnya berisikan 40 narapidana, tetapi kini dihuni sekitar 120 narapidana.

Selesai berurusan dengan Pak Budi, aku duduk di sebuah kursi kosong depan kantin tepat
bersebelahan dengan seseorang yang menggunakan rompi jaring kuning neon yang bertuliskan
security.

Foto Pak Ari yang diambil oleh penulis

“permisi pak..”
“iya non, abis dari mana?”
“ini abis dari lapas pak buat tugas.”
“ohh emang disuru ngapain tugasnya?”
“ituu bahas-bahas pas lapas kebakaran itu, oh ya pak, bapak ada di lokasi ga pas kejadian waktu
itu?”
“Engga dek, tapi pas paginya saya kesini, saya ditanya-tanya sama intel terus banyak banget
mobil polisinya”
“Ambulan gitu juga ya?”
“Pas saya liat sih cuman banyak mobil polisi doang sih ya, terus warga warga disini pada
ditanya-tanyain.”
Di tengah pembicaraan dengan Pak Ari, security sekaligus tukang parkir di tempat-tempat
makan tersebut, handphoneku berdering. Aku lupa bahwa ibuku ingin pergi menggunakan
mobil tersebut dan seharusnya aku sudah pulang dari 30 menit yang lalu.

Dalam sekejap aku pamit dengan Pak Ari dan kembali menyeberangi jalan raya menuju lapas,
dan langsung menuju ke parkiran. Aku melihat sekali lagi ke gedung lapas sambil berjalan
menuju mobil. Betapa aku ingin masuk ke dalam lapas untuk melihat situasi di sana. Ya,
mungkin saja sebenarnya aku memiliki kesempatan tersebut, tetapi karena diriku yang pelupa
nan bodoh, aku kehilangan kesempatan itu.

Mobilku keluar pagar putih dan melaju menuju arah jalan pulang. Sepanjang jalan beberapa
meter dari lapas, aku masih bisa melihat pagar putih tinggi dengan kawat melingkar di atasnya.
Meski perjalananku ke lapas tidak sesuai harapan, aku masih mendapatkan pengalaman baru.
Aku juga bertemu beberapa orang baru yang baik, yaitu Pak Budi dan Pak Ari. Begitulah
pengalamanku ke Lapas Tangerang yang dituntun oleh tugas dan berujung kepada rasa
penasaran dan ingin tahu.

Oh ya, cerita yang dari tadi kalian baca ini merupakan hasil dari tugas tersebut. Ya, tugas yang
menuntunku ke Lapas Tangerang.

Daftar Pustaka:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/17/narapidana-kasus-narkoba-
mendominasi-di-lapas-indonesia
https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/08/165500865/5-fakta-kebakaran-lapas-
tangerang-kronologi-penyebab-hingga-korban-tewas-41?page=all
https://www.reqnews.com/memoar/39053/mengenal-sejarah-lapas-tangerang-hingga-jadi-
tragedi-paling-mematikan
https://www.youtube.com/watch?v=zxl3O-TYkV0
Bukti:

Anda mungkin juga menyukai