G
angguan pernapasan akut merupakan salah satu masalah kedaruratan yang
paling sering di jumpai pada bayi dan anak. Penilaian yang cepat dan
tindakan yang tepat dapat mencegah perburukan lebih lanjut yang mengarah
ke henti napas dan jantung.
Dalam Bab ini akan di uraikan teknik yang di gunakan untuk mempertahankan
jalan napas dan ventilasi dalam menghadapi gangguan napas akut.
Resistensi
Luas area
Normal Edema (R= 1 ) penampang
4
radius
Bayi 4 mm 16x 75%
Dewasa 8 mm 3x 44%
2. Lidah bayi relatif besar dibanding ruang orofarings. Keadaan ini mengakibatkan
obstruksi jalan napas hebat bila lidah jatuh ke belakang. Ukuran lidah yang
relatif besar ini juga akan mengganggu upaya melihat larings dengan laringoskop
saat melakukan intubasi.
3. Letak larings lebih tinggi (cepalhad), proyeksinya pada vertebra servikalis ke 3
dan 4 sedang pada orang dewasa pada vertebra servikal 4,5 dan 6. Posisi ini
mengakibatkan terdapatnya sudut yang relatif tajam antara basal lidah dan liang
glotis. Keadaan ini menyulitkan penolong untuk melihat epiglotis. Karena
jaringan dasar mulut bayi relatif lunak, penggunaan laringoskop berdaun lurus
dengan teknik menekan jaringan dasar mulut lebih digemari saat mengintubasi
bayi.
4. Epiglotis bayi dan balita lunak, pendek, sempit dan membentuk sudut dengan
sumbu trakea. Keadaan ini menyulitkan pengontrolan epiglotis saat melakukan
intubasi.
5. Pita suara pendek, perlekatannya di dinding anterior lebih rendah. Susunan
anatomis ini menyebabkan peletakan endotrakeal secara buta sangat mungkin
terhambat di komisura anterior pita suara.
6. Jalan nafas tersempit anak di bawah usia 10 tahun terletak di bawah pita suara,
yaitu setinggi rawan krikoid yang kurang elastis. Laring anak berbentuk corong
sedangkan larings remaja dan dewasa berbentuk silinder (Gambar 17). Diam-
eter pipa endotrakeal harus disesuaikan denagan diameter rawan krikoid, bukan
liang glotis. Kebocoran dari pipa endotrakeal pada peak inspiratory pressure 20-
30 cmH2O setelah intubasi merupakan indikator pemilihan pipa endotrakeal
yang tepat.
Tl. Rawan
P Thiroid A
Tl. Rawan
P Thiroid A
Krikoid
Krikoid
7. Lamina posterior rawan krikoid lebih tebal dan membentuk sudut seperti
hurup 'v', sedang arkus anterior lebih bulat. Karena pipa endotrakeal berbentuk
bulat bagian posterior akan mengalami tekanan lebih besar hingga dapat
mengakibatkan iskemia dan nekrosis.
8. Trakea bayi pendek. Keadaan ini mengakibatkan mudah terjadi migrasi pipa
endotrakeal, baik endobronkial dengan akibat atelektasis paru kiri, maupun
bermigrasi keluar dari liang glotis hingga jalan napas tidak terlindungi. Migrasi
dapat terjadi pada fleksi atau ekstensi kepala.
9. Kepala bayi memiliki oksiput yang menonjol, mengakibatkan posisi sniffing
saat berbaring terlentang. Keadaan ini mengakibatkan jalan napas dapat lebih
terbuka dengan meletakkan penyangga pada bahu.
10. Tulang iga relatif horizontal dan bersifat elastis. Otot interkostal umumnya
tipis. Dinding dada yang bersifat elastis menyebabkan functional residual capac-
ity berkurang bila usaha napas berkurang. Volume tidak amat bergantung
gerakan diafragma. Distensi lambung atau toraks akan menyebabkan gerakan
diafragma terganggu. Otot interkostal tidak dapat banyak meningkatkan vol-
ume toraks dengan mengangkat iga. Pada obstruksi saluran napas, dinding
torak yang elastis mengalami retraksi pada saat inspirasi. Keadaan ini
menimbulkan gerak napas paradoks. Grunting pada bayi adalah upaya untuk
mempertahankan functional residual capacity dan jalan napas agar tetap terbuka.
11. Kebutuhan oksigen per kilogram berat badan pada anak jauh lebih tinggi dari
dewasa. Pada bayi konsumsi oksigen 6 - 8 ml/kg, pada dewasa 3 - 4 ml/kg.
Keadaan ini mengakibatkan hipoksemia lebih cepat terjadi pada anak.
12. Etiologi penyebab gangguan napas berbeda. Pada anak depresi pusat napas
dapat terjadi akibat hipoksia, hipotermia, intoksikasi, gangguan metabolik
(contoh: hipoglikemia) dan disfungsi susunan syaraf pusat (contoh: akibat
trauma atau kejang). Hipotermia, dan Erb's paresis lebih sering terjadi pada bayi
sedangkan trauma servikal lebih sering terjadi pada orang dewasa.
A B
C D
Gambar 18. A.Memilih ukuran penyangga orofaring yang tepat. B.Posisi penyangga
yang tepat.C. Bila terlalu panjang epiglotis terdorong dan menutup liang glotis.D. bila
terlalu pendek dapat menekan lidah dan menyebabkan obstruksi.
pada anak dengan kesadaran yang baik (atau cukup baik) karena akan merangsang
refleks batuk atau muntah. Penyangga napas orofarings tersedia dalam berbagai
ukuran atara 4-10 cm (ukuran guedel 0-4). Pemilihan ukuran disesuaikan dengan
jarak antara gigi seri dengan angulus mandibulae (Gambar 18A). ukuran yang terlalu
besar akan mengakibatkan penyangga jalan napas orofarings menutup larings atau
menyebabkan trauma larings (Gambar 18C). Bila terlalu kecil akan mendorong
lidah ke posterior akan menutup farings (Gambar 18D). Teknik pemasangan dapat
dilakukan langsung dengan lengkung menghadap kebawah bila digunakan penekan
lidah. Bila tidak digunakan penekan lidah, penyangga jalan napas orofarings
dimasukan melalui mulut dengan bagian lengkung menghadap keatas, setelah
ujungnya mencapai orofarings, penyangga jalan napas orofarings diputar 180o (dan
didorong hingga posisi yang tepat. Untuk mencegah kerusakan mukosa, palatum
mole atau gigi, teknik dengan cara memutar hanya dilakukan pada anak di atas 12
tahun.
26 Mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
Gambar 19.A. Penyangga nasofarings dan pipa endotrakeal yang dipotong untuk
mengurangi resistensi .B. Posisi penyangga nasofarings yang benar. C. Pipa endotrakeal
yang dipotong digunakan sebagai penyangga nasofarings.
Kumpulan materi pelatihan resusitasi pediatrik tahap lanjut 27
Bila penyangga jalan napas nasofarings tidak tersedia, dapat digunakan pipa
endotrakeal yang dipotong pendek. Pemasangan adaptor penting dilakukan agar
pipa endotrakeal yang telah dipotong ini tidak bermigrasi kedalam hidung. Pipa
endotrakeal yang terlalu panjang akan mengiritasi nervus vagus, epiglotis atau pita
suara. Iritasi ini dapat merangsang batuk, muntah atau refleks spasme larings.
Laringoskop
Ada dua jenis laringoskop yang umum dipakai pada anak, yaitu laringoskop berdaun
lurus (Miller) dan lengkung (Macintosh) (Gambar 20). Alat ini dirancang untuk
menyingkirkan lidah kemudian membuka dan melihat daerah larings. Sesuai dengan
rancang bangunnya, laringoskop lurus digunakan dengan meletakkan ujung daun
pada epiglotis, kemudian mengangkat seluruh daun laringoskop tegak lurus dengan
tuasnya. Laringoskop lengkung digunakan dengan meletakkan ujung daun pada
valekula kemudian mengungkitnya dengan mengerakkan tuas kebelakang (Gambar
21).
Laringoskop daun lurus juga dapat diletakkan di valekula. Keuntungan bila
diletakkan di epiglotis adalah sering kali dapat melihat pita suara dengan lebih
jelas. Keuntungan bila diletakan di valekula adalah mengurangi rangsang epiglotis
yang dapat berakibat spasme larings. Karena bentuk anatomis jalan napas neonatus,
laringoskop berdaun lurus lebih banyak digunakan pada neonatus.
Sangat penting diingat bahwa dalam persiapan selalu disediakan lampu dan
batu baterai cadangan. Sebelum digunakan, laringoskop diaktifkan dahulu, sesuai
dengan daun yang akan dipilih.
Gambar 21. Teknik penggunaan laringoskop daun lurus dan lengkung. A. Ujung daun
lengkung diletakkan pada valekula, B. Ujung daun lurus diletakkan di bawah epiglotis.
Pipa endotrakeal
Pipa endotrakeal yang paling bayak digunakan untuk resusitasi adalah pipa plastik
lengkung dengan ke dua ujung yang terbuka. Pada bagian proksimal pipa
endotrakeal dihubungkan dengan adaptor yang berdiameter 15 mm, sesuai dengan
adaptor balon resusitasi. Terdapat juga adaptor dengan baku lain, yaitu 8,5 mm.
Karena itu pada tas resusitasi adaptor ini harus diseragamkan. Bagian distal pipa
terdapat garis yang menunjukkan lokasi yang tepat setinggi pita suara agar posisi
pipa setelah terpasang tepat pada trakea (Gambar22). Adapula pipa endotrakeal
yang memiliki lubang pada sisinya, dikenal dengan istilah Murphy eye, lubang ini
dirancang sebagai penyelamat bila terjadi obstruksi pada ujung pipa.
Untuk anak dibawah usia 8 - 10 tahun atau lebih biasanya tidak digunakan
pipa yang menggunakan cuff (balon), untuk mencegah edema setinggi rawan krikoid.
Pipa karet merah tidak banyak lagi digunakan karena lebih sering mengakibatkan
edema.
Kumpulan materi pelatihan resusitasi pediatrik tahap lanjut 29
Tanda setinggi
pita suara
Murphy
eye
Pemilihan ukuran pipa yang tepat dapat diperkirakan dengan cara sebagai berikut:
Diameter dalam (mm) = (Usia/4) + 4
Panjang (cm) = (Usia/2) + 12 (pipa oral)
= (usia/2) + 15 (pipa nasal)
Rumus diatas dapat berlaku untuk usia diatas 1 tahun. Neonatus umumnya
menggunakan pipa berukuran 3-3,5 mm, kecuali bayi prematur yang mungkin
memerlukan pipa berdiameter 2,5 mm. Cara lain untuk memperkirakan diameter
pipa adalah dengan membandingkannya dengan diameter kelingking pasien atau
diameter yang tepat dengan liang hidung. Pemilihan diameter yang tepat dapat
diketahui bila dalam penggunaannya terjadi kebocoran udara melalui tepi pipa
pada tekanan di atas 20-30 cmH2O. Bila digunakan pipa dengan cuff, pengisian
udara kedalam cuff , juga harus dapat menghasilkan kebocoran udara melalui tepi
cuff pada tekanan di atas 20-30 cm H2O.
Cunam Magill
Cunam Magill adalah alat penjepit yang bersudut agar dalam penggunaannya tidak
mengganggu lapangan pandang. Alat ini digunakan untuk menjepit pipa
endotrakeal, terutama yang dimasukan melalui liang hidung, dan mendorongnya
hingga melewati pita suara. Cunam ini dapat juga digunakan untuk mengeluarkan
benda asing dari jalan napas atas.
Kateter penghisap
Digunakan untuk mengeluarkan sekret bronkus atau cairan lain yang teraspirasi ke
dalam jalan napas. Ukuran yang umum digunakan adalah dalam satuan French
30 Mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
gauge. Sebagai pedoman, dipakai ukuran French gauge dua kali diameter dalam
pipa endotrakeal. Sebagai contoh: bila pipa endotrakeal berdiameter 3.0 mm,
karakter penghisapan yang digunakan berukuran 6 French gauge.
Kanul krikotiroidotomi
Ada 3 ukuran, no.12 untuk dewasa, 14 untuk anak dan 18 untuk bayi. Kanul
krikotiroidotomi lebih liat hingga tidak mudah kinking (terlipat) seperti kanul
intravena. Alat ini mempunyai tempat untuk mengikatnya pada leher. Pada keadaan
darurat, kanul intravena no 14 dapat digunakan, ditusukan pada membran
krikotiroid, kemudian dihubungkan dengan oksigen dengan kecepatan 1-5 l/menit.
Dengan cara ini anak mendapat oksigen, tetapi biasanya ventilasi kurang adekuat.
Bila kanul dihubungkan dengan konektor - Y yang salah satu sisinya dihubungkan
dengan sumber oksigen, dengan cara menutup sisi konektor yang lain secara
intermiten, pasien akan mendapat ventilasi secara partial.
Masker resusitasi
Masker resusitasi, untuk mulut-masker atau Bag-mask, mempunyai dua bentuk
dasar. Bentuk pertama menyesuaikan bentuk anatomi anak, bertujuan untuk
mengurangi ruang rugi. Bentuk lain memiliki plastik lunak berbentuk sirkular yang
memberikan kekedapan yang sempurna. Pada bagian pangkalnya, masker resusitasi
mempunyai konektor baku berukuran 15/22 mm. Masker yang baik seharusnya
bening, sehingga dapat mendeteksi sianosis bibir, udara ekspirasi (masker
mengembun) dan muntahan. Ukuran yang ideal adalah yang meliputi dagu hingga
pangkal hidung, tetapi tidak menyebabkan tekanan pada mata (Gambar 23).
Klep searah
100% 02
Reservoir
02
90-100% 02
100% 02
Udara luar
(21% 02)
40% 02
Pengatur
tekanan Outlet udara
ekspirasi
Inlet 02
Katup searah
Masker
Gambar 25. Balon resusitasi tidak mengembang dengan sendirinya model Amerika
Kumpulan materi pelatihan resusitasi pediatrik tahap lanjut 33
Katup udara
keluar
Untuk pasien dengan berat kurang dari 10 kg, umumnya digunakan aliran gas
2 l/menit, dengan berat 10-50 kg, 4 l/menit dan berat lebih dari 50 kg 6 l/menit.
Makin tinggi aliran gas, makin kecil terjadinya rebreathing, sehingga efektif mencegah
hiperkarbia. Positive end expiratory pressure (PEEP) atau continuous positive airway
pressure (CPAP) dapat diciptakan dengan alat ini dengan mengatur katup pengatur
kelebihan gas.
Karena pengunaannya yang memerlukan pengalaman dan alat ini sama sekali
tidak dapat digunakan bila sumber gas tidak ada, maka biasanya alat ini tidak
disediakan sebagai alat resusitasi awal. Ditangan orang yang berpengalaman, compli-
ance paru dapat 'terasa', hingga alat ini sangat efektif.
Pipa torakotomi
Digunakan pada hemotoraks dan pneumotoraks. Untuk neotanus biasanya
digunakan pipa torakotomi berukuran 10F (French), untuk bayi (dibawah usia 12
bulan), digunakan ukuran 12-16 F, untuk anak 1-5 tahun 16-20 F, dan untuk anak
diatas usia 5 tahun 20-32 F.
biasanya juga masuk ke dalam lambung. Keadaan ini dapat merangsang muntah,
reaksi vagal dan menekan diafragma keatas. Pemasangan pipa lambung dapat
mengempeskan lambung dan memperbaiki pernapasan dengan sangat bermakna.
Pipa lambung tersedia dalam ukuran 2 F hingga 16 F untuk neonatus, anak hingga
remaja. Penempatan pipa biasanya dilakukan melalui hidung, yaitu pada dasar
hidung (Gambar 27), melalui dinding posterior farings, esofagus dan masuk ke
lambung. Untuk menempatkan ujung pipa dalam lambung, sebelum pemasangan,
dianjurkan untuk memberi tanda pada pipa sesuai dengan jarak dari hidung ke
telinga lalu ke prosessus xiphoideus (dikenal dengan istilah nex, kependekatan dari
nose-ear-xiphoid). Pelumasan beberapa sentimeter ujung pipa lambung dengan
pelumas yang larut dalam air atau mengandung 2% lidokain akan memudahkan
pemasangannya.
Turbunales
Pipa nasogastik
Maneuver chin lift dan jaw thrust dan penggunaan penyangga jalan napas
Maneuver chin lift biasanya dikerjakan dengan maneuver melihat, mendengar dan
merasakan yang bertujuan untuk cepat mengenali adanya henti napas, obstruksi
jalan napas atau gangguan pernapasan lain (Gambar 28)
Kumpulan materi pelatihan resusitasi pediatrik tahap lanjut 35
Gambar 28. Maneuver chin lift dilakukan bersamaan dengan maneuver melihat-
mendengar dan merasakan.
Fleksi leher maupun ekstensi yang berlebihan juga akan mengakibatkan jalan napas
tertutup. Bila anak tidak sadar, untuk mempertahankan jalan napas, dapat dilakukan
maneuver jaw thurst (Gambar 5, hal 15 ), atau menggunakan penyangga jalan napas
orofarings.
diafragma kebawah dapat pula berakibat regurgitasi dan aspirasi cairan lambung.
Pada bayi dengan kesadaran menurun, distensi lambung dan regurgitasi pasif dapat
dicegah dengan memberikan tekanan pada rawan krikoid (maneuver Sellick) selama
ventilasi dengan masker (Gambar 30). Pada bayi penekanan rawan krikoid biasanya
dilakukan dengan satu jari saja, pada anak dengan ibu jari dan telunjuk. Penekanan
yang terlalu kuat akan mengakibatkan obstruksi trakea.
Rawan Krikoid
Penutupan
esofagus
Vertebra
Servikalis
Lidah
Valekula
Epiglotis
Pita suara
Lubang
glotis
Rawan
aritenoid
Krikotirotomi
Krikotirotomi sangat jarang dilakukan pada anak. Tekniknya dapat dilakukan dengan
cara bedah (insisi) atau pungsi. Pada bayi hingga anak berusia 3 tahun, resiko
komplikasinya amat besar mengingat berbagai struktur vital seperti arteri karotis
dan vena jugunaris terletak amat dekat satu sama lain dengan daerah tindakan.
Indikasi krikotirotomi adalah obstruksi total jalan napas atas akibat berbagai sebab,
40 Mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
misalnya benda asing, trauma mulut, infeksi larings atau fraktur. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
• Letakan ganjal pada bahu
• Tentukan lokasi membran krikotiroid, yaitu antara rawan krikoid dan tiroid.
(Gambar 33).
• Lakukan pungsi percobaan dengan jarum suntik 20 G yang dihubungkan dengan
semprit. Lakukan penusukan pada membran krikotiroid yang relatif avaskular
dengan mengaspirasi semprit. Penusukan dilakukan dengan sudut 45o sepanjang
garis tengah ke arah posterior.
Bila teraspirasi udara, maka dipastikan jarum telah mencapai trakea .
• Bila penusukan percobaan ini berhasil, lakukan penusukan dengan kanula yang
lebih besar (sekurangnya 14G). Dorong kanul lebih jauh kedalam trakea.
Lakukan aspirasi ulang untuk memastikan posisi kanul.
Membran
krikotiroid
B Kanul 14 G
450
Adaptor pipa ET
(30 mm)
A
J-guide
wire
Membran B
krikotiroid
Dilator
Airway
C catheter
Dilator dan
kawat
dicabut
Biasanya pipa torakotomi dipasang pada garis aksilaris media, setinggi sela iga
5 (untuk neonatus dapat dilakukan pada sela iga ke 3 atau 4). Pemasangan pipa
torakostomi dilakukan dengan melakukan insisi kulit sepanjang 1cm, 1-2 cm
dibawah lokasi insersi pipa. Untuk tindakan bedah ini diperlukan persiapan a dan
anti septik dan anestesi lokal dengan lidokain 1%. Gunakan hemostat lengkung
untuk membuat lorong di jaringan subkutat ke sela iga ke5. Upaya mencapai rongga
pleura dengan hemostat tersebut. Cara memasukan pipa torakotomi tanpa trokar
dilakukan dengan menyusupkan pipa ke lorong subkutan hingga rongga pleura di
antara ujung hemostat yang terbuka. Bila digunakan trokar, masukan pipa dengan
trokar melalui luka insisi sambil menyisihkan jaringan kulit keatas hingga setinggi
sela iga ke 5 dalam posisi tegak lurus. Dorong trokar hingga mencapai rongga pleura
(Gambar 35). Setelah ujung pipa masuk ke rongga pleura, kembalikan posisi pipa
dan trokar keposisi horizontal dan dorong pipa agar masuk lebih dalam ke rongga
pleura. Hubungkan pangkal pipa bagian luar dengan sistem penampung yang
memiliki cairan yang berfungsi sebagai katup searah, dikenal dengan istilah water
sealed drainage. Dengan memasukan pipa secara oblique, dicegah terdapatnya
hubungan langsung antara lika dikulit dan rongga pleura setelah pipa dicabut. Cara
ini mencegah infeksi pada rongga pleura dan mempercepat penyembuhan luka.
4
A
5
B
Penilaian pertama
Dalam menghadapi pasien dengan kegawatan pernapasan, diperlukan pemeriksaan
fisiologis cepat yang harus diselesaikan kurang dari 1 menit. Langkah pemeriksaan
tersebut adalah sebagai berikut:
• Maneuver melihat, mendengar dan merasakan.
• Nilai work of breathing
• Hitung frekuensi napas
• Dengar stridor dan/atau wheezing
• Auskultasi suara napas
• Nilai warna kulit
Bila selama penilaian ini teridentifikasi masalah yang harus segera diatasi,
upayakan segera mengatasi masalah tersebut dan kemudian ulangi lagi langkah-
langkah penilaian pertama (pemeriksaan lain seperti menilai sirkulasi danseterusnya
lihat Bab terkait).
Resusitasi
Tindakan penyelamatan yang meliputi sistem vital lain (resusitasi cairan dll). Tehnik
mempertahankan jalan napas dan ventilasi dalam tindakan resusitasi dilakukan
dengan urutan sebagai berikut:
• Pertimbangkan manuver chin lift/jaw thrust
• Berikan oksigen (lihat Bab terapi oksigen, hal 56-61.)
• Pertimbangkan penghisapan sekret dari saluran pernapasan dan atau
mengeluarkan benda asing dari jalan napas.
• Pertimbangkan bantuan ventilasi dengan masker dan balon resusitasi, bila perlu
melakukan intubasi.
• Pertimbangkan melakukan dekompresi toraks dengan pipa torakotomi
• Pertimbangkan krikotiroidotomi
• Lakukan pemantauan dengan pulse oximetry atau alat monitor lainnya.
Penilaian kedua
Meliputi pemeriksaan fisis lengkap (dari kepala hingga kaki). Sebelum sampai pada
tahap ini semua tindakan resusitasi harus telah dilaksanakan semestinya. Dari segi
jalan napas dan ventilasi tindakan yang dilakukan pada fase ini adalah sebagai
berikut:
• Pemeriksaan rinci jalan napas, leher dan toraks.
• Carilah tanda-tanda seperti pembengkakan , memar dan luka.
• Nilai gerakan simetris pernapasan.
44 Mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
Terapi darurat
Semua intervensi medis darurat dapat dilakukan selama fase penilaian kedua
dilaksanakan. Setiap saat, bila keadaan pasien memburuk dengan cepat, ulangi
pemeriksaan pertama dan lanjutkan langkah selanjutnya hingga seluruh langkah
pendekatan sistimatis dilaksanakan.
Pada pasien sangat gawat, tindakan pemeriksaan pertama dan resusitasi menjadi
satu. Segera setelah teridentifikasi suatu masalah darurat, segera lakukan tindakan
untuk mengatasinya, sebelum kembali mengulangi langkah-langkah pemeriksaan
pertama secara berurutan.
Secara sederhana tata laksana untuk mempertahankan jalan napas dan ventilasi
dapat dilihat sebagai berikut:
• Penilaian pertama
• Penilaian jalan napas
- Pada trauma tumpul
- Lindungi vertebra servikalis
- Obstruksi jalan napas dan ganguan kesadaran
- Chin lift / jaw thrust
- Terapi oksigen
- Penghisapan sekret jalan napas, keluarkan benda asing
- Bila masih terdapat tanda obstruksi
- Penyangga jalan napas oro/nasofarings
- Bila masih terdapat tanda obstruksi
- Intubasi
- Bila intubasi gagal
- Krikotiroidotomi
- Bila terdapat stridor tetapi keadaan baik
- Bila memadai pertahankan pernapasan spontan
- Upayakan penggunaan masker oksigen, namun demikian jangan
memaksa hingga anak ketakutan.
- Jangan paksa anak berbaring terlentang, biarkan anak memilih posisi
yang nyaman.
- Jangan lakukan pemeriksaan jalan napas dengan penekan lidah atau
laringoskop. Bila harus dilakukan prosedur tersebut lakukan persiapan
yang matang.
- Hubungi/aktifkan team ahli (danperlengkapannya,contoh bronkoskop).
• Penilaian pernapasan
- Bila henti napas
- Berikan oksigen dengan balon resusitasi.
- Pertimbangkan intubasi
- Bila henti napas kemungkinan akibat obat
- Berikan penawar
Kumpulan materi pelatihan resusitasi pediatrik tahap lanjut 45
Daftar Pustaka
1. Aehlert B. Pediatric advanced life support study guide; 1ST ed. St Louis: Mosby lifeline, 1994.
2. American Heart Association. Standards and guidelines for cardiopulmonary resuscitation
and emergency carediac care. J Am Med Assoc 1986; 21:2841-3044.
3. Chameidas L, Hazinski MF. Textbook of pediatric advanced life support ; 2nd ed. Dalas:
American Heart Association, 1997-1999.
4. Mackway - jones K, Molyneux E, Wieteska S. Advanced paediatric life , the practical approach;
1st ed. London: BMJ Publishing Group, 1993.
5. Myer CM, Cotton RT, Shott SR. The pediatric airway, an interdisciplinary approach; 1st ed. JB
Lippincott, 1995.
6. Reisdorff EJ, Robert MR, Wiegenstein JG. Pediatric emergency medicine ; 1 st ed. Philadel-
phia: WB Saunders, 1993.
7. Roberts JR, Hedges JR. Clinical procedures in emergency medicane ; 1st ed. Philadelphia:WB
Saunders, 1985.
8. Siverman B.APLS: The pediatric emergency medicine course; 2nd ed. Elk Grove Village:
American Academy of Pediatric /American Collage of emergency Physicians, 1993.
9. Simon RR, Brenner BE. Emergency procedures and techniques ;3rd ed. Baltimore; Williams
& Wilkins,1994.
10. Spitzer AR. Intensive care of the fetus and neonate ;1st ed. St Louis: Mosby, 1996.
11. Taeusch HW, Christiansen RO, Buescher ES. Pediatric and neonatal test and procedures;1st
ed. Philadelphia: WB saunders, 1996.