Demac Panangian
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: demac619@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisi pengaruh sektor pariwisata terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan
Investasi terhadap Kemandirian Fiskal Kota Batu, dan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
PAD terhadap Kemandirian Fiskal Kota Batu. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi
linear berganda. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu. Investasi tidak berpengaruh secara signifikan dan
tidak berpengaruh positif terhadap PAD. Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu masih tergolong
kecil walaupun meningkat setiap tahunnya.
Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi
Sektor Pariwisata, Derajat Kemandirian Fiskal.
A.PENDAHULUAN
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberi sumbangan cukup besar
terhadap PAD. Di beberapa daerah atau kota pariwisita sektor ini dapat memberi pemasukan paling
besar ataupun dapat menjadi salah satu sektor utama dalam pemasukan PAD.
Sektor pariwisata mampu memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat, yaitu memberikan sumbangan terhadap penerimaan devisa, penciptaan lapangan kerja,
memperluas kesempatan berusaha di sektor formal dan informal, peningkatan pendapatan pemerintah
pusat dan daerah melalui berbagai pajak dan retribusi, peningkatan pendapatan masyarakat, dan
pemerataan pembangunan, jumlah (volume) pengeluaran wisatawan akan menciptakan dampak
langsung terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran sehingga dapat meningkatkan PDRB.
Semakin berkembangnya sektor pariwisata memberikan dampak meningkatnya pendapatan asli
daerah.
Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan pemerintah daerah yang
peranannya sangat tergantung pada kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali potensi di
daerah. Pendapatan asli daerah idealnya menjadi sumber utama pendapatan daerah, karena sumber
pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung diluar kontrol (kewenangan) pemerintah daerah
(Sidik, 2002). Pendapatan asli daerah juga harus dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah serta
pemanfaatannya benar-benar untuk pengeluaran yang produktif atau dapat dirasakan oleh
masyarakat, seperti untuk sektor pendidikan, pelayanan kesehatan, infrastruktur fisik kota/kabupaten
(Saragih, 2003)
Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi
daerahnya yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya keuangannya secara
optimal (Simanjuntak, 2000). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pemerintah dapat
mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu secara langsung berupa
“pembayaran transfer”, dan secara tidak langsung melalui penciptaan lapangan kerja, subsidi
pendidikan, subsidi kesehatan, dan sebagainya (Todaro, 2000). Di Daerah Jawa Timur ini terdapat
beberapa tempat/kota Pariwisata yang dapat dibuat sebagai tujuan untuk berlibur para turis, baik turis
domestic maupun luar negeri. Salah satunya adalah Kota Batu, kota ini merupakan daerah unik untuk
para turis sebagai tujuan berlibur.
Kota Batu terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang.
Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu
berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan
Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-
1.700 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius,
dikenal sebagai daerah yang termasuk dingin di daerah Jawa Timur.
Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan
menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu ditetapkan
sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang.
Seiring dengan pertumbuhan dan perubahan status Batu menjadi “Kota” membawa dampak
perubahan tersendiri terhadap wajah Kota Batu. Pengembangan daerah, pembangunan infrastruktur
dan fasilitas pendukung, serta sarana dan prasarana umum menjadi tuntutan yang harus dihadapi dan
dijawab oleh pemerintah guna memberikan pembangunan untuk masyarakat.
Selain sebagai salah satu ikon pariwisata di provinsi Jawa Timur, Kota Batu juga mulai
berbenah, mempercantik diri dan menambah pembangunan kawasan-kawasan pariwisata buatan guna
menarik wisatawan dari luar daerah.
Kota Batu merupakan peningkatan kota administratif dari Kabupaten Malang, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Batu. Kota Batu terdiri atas 3
kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Junrejo. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah
(RTRW) Kota Batu Tahun 2010-2030, Kota Batu ditetapkan berdasarkan fungsi wilayahnya terbagi
atas 3 Bagian Wilayah Kota (BWK).
Kecamatan Batu ditetapkan sebagai BWK I sebagai peruntukan pengembangan pusat
pemerintahan kota, pengembangan kawasan kegiatan perdagangan dan jasa modern, kawasan
pengembangan kegiatan pariwisata dan jasa penunjang akomodasi wisata serta kawasan pendidikan
menengah dengan pusat pelayanan berada di Desa Pesanggrahan. Kecamatan Junrejoi sebagai BWK
II yang diperuntukkan sebagai pengembangan permukiman kota dan dilengkapi dengan pusat
pelayanan kesehatan skala kota dan regional, kawasan pendidikan tinggi dan kawasan pendukung
perkantoran pemerintahan dan swasta dengan pusat pelayanan di Desa Junrejo dan BWK III sebagai
wilayah utama pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan
lingkungan serta kegiatan agrowisata dengan cakupan wilayah meliputi Kecamatan Bumiaji dengan
pusat pelayanan di Desa Punten.
Menjadi suatu pertimbangan utama di mana Kota Batu sebagai hulu DAS Brantas khususnya
Kecamatan Bumiaji dengan luasan hutan sebesar 8.751,60 Ha atau 68,38 % dari luasannya memiliki
peranan penting sebagai daerah penyangga dan sumber resapan mata air yang ada di Kota Batu, yang
tidak hanya digunakan oleh warga Kota Batu tapi juga daerah – daerah lain di sepanjang aliran DAS
Brantas.
Mengingat hal tersebut tentunya pembangunan di Kota Batu harus menitikberatkan pada
asas keberlanjutan dengan mengintegrasikan tiga pilar elemen pokok pembangunan berkelanjutan
yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan dan tentu saja infrastruktur sebagi penunjang ketiga elemen
tersebut dalam pengembangan wilayahnya.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang menitikberatkan pada
pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan (WCED, 1988).
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah
bagaimana memperbaiki kerusakan lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan
ekonomi dan keadilan sosial juga menyikapi keterbatasan ketersediaan sumber daya alam.
Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan dasar,
pembangunan lingkungan berarti pembangunan untuk generasi sekarang dan yang akan datang serta
pembangunan sosial yaitu pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua juga pembangunan infrastruktur
mendukung sistem sosial dan ekonomi yang kompleks karena infrastruktur merupakan fondasi dasar
kegiatan sosial ekonomi. Sistem ekonomi dan sosial mempunyai ketergantungan pada infrastruktur
sehingga keberadaan infrastruktur yang memadai mempunyai peran pula dalam mendukung
keberlanjutan pembangunan.
Berkembangnya sektor pariwisata di Kota Batu membawa dampak perubahan zona wilayah
Kota Batu pada umumnya. Perubahan Visi Kota Batu sebagai kota pariwisata berbasis pertanian
merubah target yang ingin dicapai, semula sebagai produsen hasil pertanian utama di Malang Raya
(Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu) menjadi kota tujuan wisata utama di Propinsi Jawa
Timur sehingga saat ini lebih diprioritaskan peningkatan pembangunan-pembangunan infrastruktur
penunjang kegiatan pariwisata.
B.KAJIAN PUSTAKA
Sektor Pariwisata
Undang-undang Nomor 10 tahun 2009, menyebutkan pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, dengan demikian pariwisata meliputi: (1)
semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata, (2) Pengusahaan obyek dan daya tarik
wisata, (3) Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata. Untuk mengukur pengaruh pariwisata terhadap
perekonomian suatu wilayah/daerah dapat dilakukan melalui pendekatan pengeluaran wisatawan
(tourist expenditure) dan pendekatan permintaan wisatawan (tourist demand) terhadap barang dan
jasa. Pengeluaran wisatawan adalah pengeluaran yang dilakukan wisatawan selama melakukan
perjalanan wisata. Pengeluaran wisatawan dapat berupa akomodasi, konsumsi makanan, angkutan
wisata, atau jasa-jasa lainnya. Permintaan langsung wisatawan dapat digunakan untuk melihat
kontribusi wisatawan terhadap PDRB (BPS, 2001).
Kemandirian Fiskal
Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang yang dilakukan
untuk mencapai aspek pertumbuhan wilayah (efficiency), pemerataan (equity) dan berkelanjutan
(sustainability) yang lebih berdimensi lokal dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi
wilayah. Perubahan paradigma pembangunan dari sentralisasi menjadi desentralisasi menempatkan
pemerintah daerah sebagai partner pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini tentunya harus didukung dengan keuangan daerah
yang memadai, dimana daerah mampu memenuhi kebutuhan pembangunan daerahnya sendiri
sehingga daerah dapat dikatakan mandiri. kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan yaitu hakikat
dari setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.
Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi adalah memberikan peluang bagi kemandirian daerah untuk
mengelola keuangannya sendiri melalui pelimpahan kewenangan dalam bentuk desentralisasi fiskal.
Kemandirian fiskal menjadi hal yang sangat penting bagi daerah, terutama terkait dengan sumbangan
fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri. Adapun ukuran kemandirian fiskal di
analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, yang dilakukan dengan menggunakan ukuran yang disebut Derajat
Desentralisasi Fiskal Daerah (Sukanto Reksohadiprodjo, 1999). Perhitungannya menggunakan rasio
PAD terhadap TPD, rasio BHPBP terhadap TPD serta rasio DAU dan DAK terhadap TPD yang
nantinya disajikan dalam bentuk tabel.
Hal ini bermanfaat untuk menggambarkan seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal
pemerintah daerah Propinsi Sulawesi Tengah terhadap pemerintah pusat selama kurun waktu
penelitian.
Adapun untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal digunakan kriteria
derajat desentralisasi daerah yang dibuat oleh Badan Litbang Depdagri dan Fisipol UGM (1991)
sebagai berikut :
1. 0,00% s/d 10% : sangat kurang
2. 10,1 s/d 20% : kurang
3. 20,1% s/d 30% : cukup
4. 30,1% s/d 40% : baik
5. 40,1% s/d 50% : sangat baik
6. > 50% : memuaskan
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah
dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Dengan pendekatan deskriptif ini dimungkinkan untuk
melakukan hubungan antar variabel, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang
memiliki validitas universal. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dengan metode penelitian
kuantitatif, yaitu metode penelitian dimana data-datanya dapat dihitung secara statistik.
Definisi Operasional
1 PDRB
Mengunakan Pendekatan Produksi; Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai
tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini
dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih,
(5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan,
real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
2.Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Analisis Rasio Keuangan terdiri dari :
a. Derajat Desentralisasi
Derajat Desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat
kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka
semakin tinggi kemampuan pemerinah daerah dalam penyelenggraaan desentralisasi.Rasio
dirumuskan sebagai berikut :
Pendapatan Asli Daerah x 100%
Derajat Desentralisasi =
Realisasi Total pendapatan daerah
b. Rasio ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan
jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan
daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat atau pemerintahan provinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut :
Pendapatan Transfer x 100%
Rasio Ketregantungan keuangan Daerah =
Total Pendapatan Daerah
c. Rasio kemandirian keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari
pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini
menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya:
Pendapatan Asli Daerah x 100 %
Rasio Kemandirian Dearah =
Transfer pusat + propinsi + pinjaman
d. Rasio keserasian belanja
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan
alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi
presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi
(belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat
diformulasikan sebagai berikut (Halim 2007):
Total Belanja Rutin
Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD =
Total APBD
Total Belanja Pembangunan
Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD =
Total APBD
3.Investasi
Dalam perekonomian, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang
tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Investasi
adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada
aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi
residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan
kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar,
di mana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal
tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan
lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu
biaya kesempatan dari investasi dana tersebut dari pada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
Uji Statistik
Uji statistik ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya korelasi antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Dari hasil regresi berganda akan diketahui besarnya koefisien
masing-masing variabel. Dari besarnya koefisien akan dilihat adanya hubungan dari variabel-variabel
bebas, baik secara terpisah ataupun bersama-sama terhadap variabel terikat.
Uji Multikolinearitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model, diantaranya Nilai R2 yang
dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabel independen banyak tidak signifikan
mempengaruhi variabel dependen, Melakukan regresi parsial, Melakukan korelasi antara variabel-
variabel independen. Bila nilai korelasi antara variabel independen lebih dari 0,8 maka terjadi
multikolinearitas.
Hasil Uji Multikolinearitas dapat di lihat di tabel Berikut:
Tabel Hasil Uji Multikolinearitas antar variabel
Uji Heterokedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel
gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya
heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati, 2006:97). Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Berikut hasil regresi Breusch - Pagan – Godfrey :
Hasil uji Breusch-Pagan-Godfrey, Harvey, dan Glejser menunjukkan nilai probabilitas F-Statistik
(F-Hitung) lebih besar dari Alpha (0,05) yaitu 0,7404, artinya, Variabel Bebas lebih besar daripada
Alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan, H1 ditolak dan H0 diterima. Tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas pada data ini.
Dapat dilihat nilai Prob Chi Square(2) yang merupakan nilai p value uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM, yaitu sebesar 0,2815 dimana > 0,05 sehingga terima H0 atau yang berarti tidak
ada masalah autokorelasi.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk meihat apakah variabel terikat maupun variabel bebas
terdistribusi normal ataukah tidak.
Berikut adalah hasil dari uji normalitas, dapat dilihat di tabel:
Uji Normalitas
3
S eries : R es iduals
S am ple 2010 2016
O bs ervations 7
2 Mean -1.78e-17
Median 0.007626
Maxim um 0.018146
Minim um -0.037120
S td. D ev. 0.018798
S kew nes s -1.153975
1
K urtos is 3.205370
0
-0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02
Hasil uji normalitas residual di atas adalah: nilai jarque bera sebesar 1.565903 dengan p
value sebesar 0.457055 dimana > 0,05 sehingga terima H0 atau H1 ditolak, yang berarti residual
berdistribusi normal.
Dari hasil regresi di atas dapat dilihat bahwa Prob(F-statistic) sebesar 0.031508 < 0.5. Artinya
seluruh variable independent berpengaruh signifikan terhadap variable dependent.
Dari hasil regresi di atas dapat dilihat hasil uji t, dapat dilihat probabilitas variabel PDRB
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent dengan angka 0.0141 < 0.05,
sedangkan variabel investasi mempunyai pengaruh yg tidak signifikan terhadap variabel
dependent dengan hasil 0.9057 > 0.05.
Dari data Di atas kedua variabel independent mempunyai pengaruh yang cukup signifikan untuk
mempengaruhi variabel dependent sebesar R-Squared = 0.822495.
Analisi Ekonomi
Suatu pembangunan dan pertumbuhan kota di setiap wilayah pastinya berbeda-beda
berdasarkan letak, iklim, wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki disetiap daerah. Suatu
daerah akan disebut mandiri bila daerah tersebut dapat memenuhi anggaran belanja dengan
pendapatan asli daerahnya.Tiap daerah mempunyai derajat kemandirian fiskal yang berbeda-beda
akibat perbedaan letak, iklim, wilayah dan sumber daya alamnya.
Dalam Penelitian ini dapat dilihat bahwa Kota Batu mempunyai derjat kemandirian fiskal yang
cukup rendah, akan tetapi meningkat setiap tahunnya. Berikut tabel untuk menunjukkannya:
Analisi Deskriptif
Dalam struktur keuangan daerah, pendapatan asli daerah (PAD) dipandang sebagai
kemampuan riel keuangan daerah. PAD diperoleh dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaam kekayaan daerah serta lain-lain PAD yang sah.
Faktor kemampuan daerah diukur dari tiga indikator (Sukamto Reksohadiprojo, 1999), yaitu
besarnya PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD atau APBD), Besarnya bagi hasil pajak
dan bukan pajak (BHPBP) terhadap TPD serta Dana alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap TPD.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2004), ada lima penyebab tingginya ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, yaitu sebagai berikut :
1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan.
2. Tingginya derajat sentralisasi dibidang perpajakan. Pajak yang produktif baik pajak
langsung maupun pajak tidak langsung ditarik oleh pusat. Pajak penghasilan badan atau
perorangan (termasuk migas) seperti pajak pertambahan nilai, bea cukai, PBB,
royalti/IHH/IHPH (atas minyak, pertambangan, kehutanan) semua dikelola administrasi dan
ditentukan tarifnya oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan sering dikemukakan sebagai
upaya mengurangi disparitas antar daerah, efisiensi administrasi dan keseragaman
perpajakan.
3. Kendati pajak daerah cukup beragam ternyata hanya sedikit yang bias diandalkan sebagai
sumber penerimaan.
4. Adanya kekhawatiran apabila daerah memiliki sumber keuangan yang tinggi maka ada
kecenderungan terjadi disintegrasi dan separatisme.
5. Kelemahan dalam pemberian subsidi.
Menurut BPS (2004), ada beberapa faktor yang menyebabkan kecilnya PAD terhadap total
belanja :
1. Masih adanya sumber pendapatan potensial yang dapat digali oleh pemerintah daerah akan
tetapi berada di luar wewenang pemerintah daerah.
2. Rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat yang tercermin dalam pendapatan
perkapita.
3. Kurang mampunya pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang
ada.
Dalam hal ini Kota Batu masih sangat bergantung pada DAU dan juga DAK dikarenakan
DKF Kota Batu yang masih rendah. Walaupun tiap tahunnya DKF Kota Batu terus meningkat,
akan tetapi menjadi tren positif dikarenakan PAD Kota Batu yang naik setiap Tahunnya.Dapat
dilihat berarti Kota Batu dapat menggunakan dana bantuan pemenrintah dengan baik.Di berbagai
sektor Kota Batu mengalami peningkatan di karenakan terus naiknya PDRB Kota Batu tiap
tahunnya.
Berikut Tabel untuk menunjukkan besaran Dana bantuan pemerintah :
Berdsarkan Analisis Penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Hasil Estimasi penghitungan dengan metode OLS menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu. Semakin besar
PDRB semakin besar pula tingkat Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu.
2.Hasil Estimasi Hasil Estimasi penghitungan dengan metode OLS menunjukkan bahwa
Investasi tidak berpengaruh secara signifikan dan tidak berpengaruh positif, dikarenakan
walaupun investasi yang diterima mendapat pengurangan Derajat kemandirian Fiskal Kota
Batu tetap naik akibat pengaruh besar dari PDRB.
3.Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu masih tergolong kecil walaupun meningkat setiap
tahunnya.Masih dibutuhkan pula Dana bantuan Pemerintah Pusat yang cukup besar untuk
memenuhi anggaran belanja Kota Batu.
4. Sumber Daya Kota Batu mendukung peningkatan PAD yang dimana naik setiap tahunnya
Saran
Dari Kesimpulan yang telah di ambil maka ada beberapa saran yang dapat diberikan:
1.Meningkatkan kegiatan ekonomi yang kan menaikkan PDRB,dengan sumber daya yang
cukup banyak dan beragam Kota Batu dapat menyeleksi dan memfokuskan dana bantuan
dengan efektif
2.Memanfaatkan Investasi yang masuk agar dapat lebih berpengaruh secara signifikan dalam
peningkatan Pendapatan Asli Daerah
3.Menyeleksi Anggaran Belanja agar dapat mengurani dana bantuan dari pemerintah karena
masih tingginya dana bantuan yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan