Anda di halaman 1dari 17

Sektor Pariwisata dan Kemandirian Fiskal Kota Batu

(Studi Kasus, Kota BatuPeriode 2010-2016)

Demac Panangian
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: demac619@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisi pengaruh sektor pariwisata terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan
Investasi terhadap Kemandirian Fiskal Kota Batu, dan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
PAD terhadap Kemandirian Fiskal Kota Batu. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi
linear berganda. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu. Investasi tidak berpengaruh secara signifikan dan
tidak berpengaruh positif terhadap PAD. Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu masih tergolong
kecil walaupun meningkat setiap tahunnya.

Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi
Sektor Pariwisata, Derajat Kemandirian Fiskal.

A.PENDAHULUAN
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberi sumbangan cukup besar
terhadap PAD. Di beberapa daerah atau kota pariwisita sektor ini dapat memberi pemasukan paling
besar ataupun dapat menjadi salah satu sektor utama dalam pemasukan PAD.
Sektor pariwisata mampu memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat, yaitu memberikan sumbangan terhadap penerimaan devisa, penciptaan lapangan kerja,
memperluas kesempatan berusaha di sektor formal dan informal, peningkatan pendapatan pemerintah
pusat dan daerah melalui berbagai pajak dan retribusi, peningkatan pendapatan masyarakat, dan
pemerataan pembangunan, jumlah (volume) pengeluaran wisatawan akan menciptakan dampak
langsung terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran sehingga dapat meningkatkan PDRB.
Semakin berkembangnya sektor pariwisata memberikan dampak meningkatnya pendapatan asli
daerah.
Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan pemerintah daerah yang
peranannya sangat tergantung pada kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali potensi di
daerah. Pendapatan asli daerah idealnya menjadi sumber utama pendapatan daerah, karena sumber
pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung diluar kontrol (kewenangan) pemerintah daerah
(Sidik, 2002). Pendapatan asli daerah juga harus dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah serta
pemanfaatannya benar-benar untuk pengeluaran yang produktif atau dapat dirasakan oleh
masyarakat, seperti untuk sektor pendidikan, pelayanan kesehatan, infrastruktur fisik kota/kabupaten
(Saragih, 2003)
Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi
daerahnya yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya keuangannya secara
optimal (Simanjuntak, 2000). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pemerintah dapat
mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu secara langsung berupa
“pembayaran transfer”, dan secara tidak langsung melalui penciptaan lapangan kerja, subsidi
pendidikan, subsidi kesehatan, dan sebagainya (Todaro, 2000). Di Daerah Jawa Timur ini terdapat
beberapa tempat/kota Pariwisata yang dapat dibuat sebagai tujuan untuk berlibur para turis, baik turis
domestic maupun luar negeri. Salah satunya adalah Kota Batu, kota ini merupakan daerah unik untuk
para turis sebagai tujuan berlibur.
Kota Batu terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang.
Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu
berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan
Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-
1.700 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius,
dikenal sebagai daerah yang termasuk dingin di daerah Jawa Timur.
Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan
menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu ditetapkan
sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang.
Seiring dengan pertumbuhan dan perubahan status Batu menjadi “Kota” membawa dampak
perubahan tersendiri terhadap wajah Kota Batu. Pengembangan daerah, pembangunan infrastruktur
dan fasilitas pendukung, serta sarana dan prasarana umum menjadi tuntutan yang harus dihadapi dan
dijawab oleh pemerintah guna memberikan pembangunan untuk masyarakat.
Selain sebagai salah satu ikon pariwisata di provinsi Jawa Timur, Kota Batu juga mulai
berbenah, mempercantik diri dan menambah pembangunan kawasan-kawasan pariwisata buatan guna
menarik wisatawan dari luar daerah.
Kota Batu merupakan peningkatan kota administratif dari Kabupaten Malang, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Batu. Kota Batu terdiri atas 3
kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Junrejo. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah
(RTRW) Kota Batu Tahun 2010-2030, Kota Batu ditetapkan berdasarkan fungsi wilayahnya terbagi
atas 3 Bagian Wilayah Kota (BWK).
Kecamatan Batu ditetapkan sebagai BWK I sebagai peruntukan pengembangan pusat
pemerintahan kota, pengembangan kawasan kegiatan perdagangan dan jasa modern, kawasan
pengembangan kegiatan pariwisata dan jasa penunjang akomodasi wisata serta kawasan pendidikan
menengah dengan pusat pelayanan berada di Desa Pesanggrahan. Kecamatan Junrejoi sebagai BWK
II yang diperuntukkan sebagai pengembangan permukiman kota dan dilengkapi dengan pusat
pelayanan kesehatan skala kota dan regional, kawasan pendidikan tinggi dan kawasan pendukung
perkantoran pemerintahan dan swasta dengan pusat pelayanan di Desa Junrejo dan BWK III sebagai
wilayah utama pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan
lingkungan serta kegiatan agrowisata dengan cakupan wilayah meliputi Kecamatan Bumiaji dengan
pusat pelayanan di Desa Punten.
Menjadi suatu pertimbangan utama di mana Kota Batu sebagai hulu DAS Brantas khususnya
Kecamatan Bumiaji dengan luasan hutan sebesar 8.751,60 Ha atau 68,38 % dari luasannya memiliki
peranan penting sebagai daerah penyangga dan sumber resapan mata air yang ada di Kota Batu, yang
tidak hanya digunakan oleh warga Kota Batu tapi juga daerah – daerah lain di sepanjang aliran DAS
Brantas.
Mengingat hal tersebut tentunya pembangunan di Kota Batu harus menitikberatkan pada
asas keberlanjutan dengan mengintegrasikan tiga pilar elemen pokok pembangunan berkelanjutan
yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan dan tentu saja infrastruktur sebagi penunjang ketiga elemen
tersebut dalam pengembangan wilayahnya.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang menitikberatkan pada
pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan (WCED, 1988).
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah
bagaimana memperbaiki kerusakan lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan
ekonomi dan keadilan sosial juga menyikapi keterbatasan ketersediaan sumber daya alam.
Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan dasar,
pembangunan lingkungan berarti pembangunan untuk generasi sekarang dan yang akan datang serta
pembangunan sosial yaitu pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua juga pembangunan infrastruktur
mendukung sistem sosial dan ekonomi yang kompleks karena infrastruktur merupakan fondasi dasar
kegiatan sosial ekonomi. Sistem ekonomi dan sosial mempunyai ketergantungan pada infrastruktur
sehingga keberadaan infrastruktur yang memadai mempunyai peran pula dalam mendukung
keberlanjutan pembangunan.
Berkembangnya sektor pariwisata di Kota Batu membawa dampak perubahan zona wilayah
Kota Batu pada umumnya. Perubahan Visi Kota Batu sebagai kota pariwisata berbasis pertanian
merubah target yang ingin dicapai, semula sebagai produsen hasil pertanian utama di Malang Raya
(Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu) menjadi kota tujuan wisata utama di Propinsi Jawa
Timur sehingga saat ini lebih diprioritaskan peningkatan pembangunan-pembangunan infrastruktur
penunjang kegiatan pariwisata.

B.KAJIAN PUSTAKA
Sektor Pariwisata
Undang-undang Nomor 10 tahun 2009, menyebutkan pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, dengan demikian pariwisata meliputi: (1)
semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata, (2) Pengusahaan obyek dan daya tarik
wisata, (3) Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata. Untuk mengukur pengaruh pariwisata terhadap
perekonomian suatu wilayah/daerah dapat dilakukan melalui pendekatan pengeluaran wisatawan
(tourist expenditure) dan pendekatan permintaan wisatawan (tourist demand) terhadap barang dan
jasa. Pengeluaran wisatawan adalah pengeluaran yang dilakukan wisatawan selama melakukan
perjalanan wisata. Pengeluaran wisatawan dapat berupa akomodasi, konsumsi makanan, angkutan
wisata, atau jasa-jasa lainnya. Permintaan langsung wisatawan dapat digunakan untuk melihat
kontribusi wisatawan terhadap PDRB (BPS, 2001).

Hubungan Pariwisata dan Pertumbuhan Ekonomi


Hubungan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dapat dikonfrontasi melalui dua
pendekatan, yaitu: pertama, pendekatan Keynesian tentang pengganda (multiplier), yang
memperlakukan pariwisata internasional sebagai komponen eksogen dari permintaan agregat yang
mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan, dan karena itu terhadap lapangan kerja melalui
proses multiplier. Namun pendekatan ini banyak menerima kritik karena agak `statis dan tidak
memungkinkan untuk menyimpulkan dampak pariwisata dalam jangka panjang.
Kedua, pendekatan model pertumbuhan endogen dua sektor Lucas, dalam model ini
pariwisata dikaitkan dengan kondisi maksimisasi laju pertumbuhan, apabila produktivitas menjadi
elemen utama dari pertumbuhan, dengan asumsi kemajuan teknologi di sektor manufaktur lebih
tinggi dibandingkan sektor pariwisata, maka spesialisasi pariwisata akan mendorong pertumbuhan.
Hal ini bisa terjadi hanya apabila perubahan nilai tukar perdagangan (terms of trade) antara
pariwisata dan barang-barang manufaktur lebih dari sekedar menyeimbangkan kesenjangan teknologi
(technological gap) sektor pariwisata. Kondisi tersebut berlaku apabila elastisitas substitusi antara
pariwisata dan barang manufaktur lebih kecil dari satu (inelastis). Selain itu, dengan mengacu pada
teori hubungan perdagangan dan pertumbuhan, hubungan antara pariwisata dan pertumbuhan
ekonomi diidentifikasi bersifat kausalitas. Pola hubungan kausalitas ini didasarkan pada tiga (3)
hipotesis yang berbeda, yaitu :
1.Hipotesis pertumbuhan yang bertumpu pada pariwisata (tourism-led economic growth
hypothesis), yang menganggap ekspansi pariwisata mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
2.Hipotesis pertumbuhan pariwisata yang digerakkan oleh pertumbuhan ekonomi
(economicdriven tourism growth hypothesis), yang menganggap pertumbuhan ekonomi
mempengaruhi ekspansi pariwisata.
3.Hipotesis kausalitas timbal balik (reciprocal causal hypothesis),
Pengakuan adanya hubungan kausal antara pertumbuhan ekonomi dan ekspansi pariwisata
sangat penting karena bisa memberikan implikasi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan
kebijakan yang relevan. Namun demikian, apabila ditemukan tidak adanya hubungan kausal antara
ekspansi pariwisata dan pertumbuhan ekonomi, hasilnya dapat digunakan sebagai indikasi untuk
menunjukkan efektivitas strategi promosi pariwisata. Beberapa argumen lain melihat keterkaitan
antara pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dengan fokus pada dampak ekonomi makro dari
pariwisata, yaitu: Pertama, pariwisata memiliki dampak langsung terhadap perekonomian, antara lain
terhadap penciptaan lapangan kerja, redistribusi pendapatan, dan penguatan neraca pembayaran.
Belanja turis, sebagai bentuk alternatif dari ekspor memberikan kontribusi berupa penerimaan devisa
(neraca pembayaran).

Pendapatan asli daerah berdasarkan potensi daerah (PDRB)


PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan tingkat pertumbuhan perekonomian suatu
daerah baik secara agregat maupun sektoral. Struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari
distribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap total nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Selain
itu, pendapatan per kapita yang diperoleh dari perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku dengan
jumlah penduduk pada tahun bersangkutan dapat digunakan untuk membanding tingkat kemakmuran
suatu daerah dengan daerah lainnya. Perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku terhadap PDRB
atas dasar harga konstan dapat juga digunakan untuk melihat tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Regional yang disajikan secara
berkala akan dapat diketahui:
a. Tingkat pertumbuhan ekonomi;
b. Gambaran struktur perekonomian;
c. Perkembangan pendapatan per kapita;
d. Tingkat kemakmuran masyarakat;
e. Tingkat inflasi dan deflasi.
Metode penghitungan menggunakan Pendekatan Pendapatan
Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan-kegiatan ekonomi dihitung dengan cara
menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan
pajak tak langsung neto. Untuk sektor Pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari
keuntungan, surplus usaha ( bunga neto, sewa tanah dan keuntungan ) tidak diperhitungkan.

Pajak Hotel dan Restoran (PHR)


Keberadaan pajak ini sebenarnya sangat menentukan regulasi keuangan di sebuah negara
karena memiliki banyak sekali manfaat, diantaranya adalah:
Fungsi pengaturan, pungutan pajak yang diberlakukan bermanfaat untuk mengatur ekonomi
negara, apalagi untuk penduduk Indonesia yang umumnya terdiri dari golongan menengah ke bawah
ini, uang tersebut akan digunakan untuk memberikan subside kesehatan, pembangunan jalan atau
mungkin bantuan-bantuan lainnya untuk kelancaran negara itu sendiri.
Fungsi anggaran, jika Anda bertanya dari mana pemerintah bisa melakukan kegiatan
pembangunan yang bahkan nilainya sangat tinggi atau mungkin membiayai pegawai negeri yang
jumlahnya ada jutaan orang di seluruh Indonesia dengan pangkat-pangkat berbeda maka ketahui juga
bahwa mereka telah memiliki anggaran negara, anggaran yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari
untuk kepentingan tersebut, uang ini berasal dari pajak yang dikenakan kepada setiap masyarakat.
Fungsi stabilitas, dengan adanya pungutan pajak maka pemerintah bisa menstabilkan
ekonomi suatu negara, seperti yang diketahui bahwa ada tumpang tindih dari mereka yang
berpenghasilan rendah dan tinggi, kesenjangan bisa terlihat nyata disini, namun pajak menjadi
pembeda disini karena semakin tinggi penghasilan mereka maka pungutan yang dikenakan juga
semakin banyak, hal tersebut berlaku sebaliknya.
Fungsi redistribusi pendapatan ,uang diputar lagi untuk membiayai kepentingan umum
seperti menggaji para aparat negara dan juga untuk membangun infrastruktur yang telah rusak.
Adapun pengenaannya kepada masyarakat sebagai berikut:
1.Subyek PHR, subyek dari pajak ini akan dikenakan kepada mereka yang memiliki usaha
perhotelan maupun restaurant yang memenuhi semua kriteria yang telah ditetapkan.
2.Obyek PHR, mencangkup semua pelayanan yang diberikan dengan pembayaran langsung
di hotel atau restoran tersebut.
3.Wajib pajak, tentunya ada 2 yaitu pemilik hotel dan restaurant. Hotel sendiri tergolong
sebagai area yang digunakan untuk kepentingan istirahat, biasanya ada banyak di dekat
tempat wisata, mereka memberikan fasilitas yang cukup banyak bagi tamunya dengan
penetapan biaya sesuai dengan tarif yang berlaku. Sedangkan restoran sendiri adalah area
atau tempat makan dan minum yang disediakan untuk konsumen dengan pungutan biaya.
Mereka yang menjual pada tempat secara langsung baik itu lesehan tetap akan dipungut
biaya, namun dengan jumlah berbeda.
4.Dasar dari pembayaran pajak ini sesuai dengan UU yang berlaku dengan tarif sebesar
10%.
5.Jangka waktu perhitungan adalah 1 tahun takwil sedangkan tahun pajak adalah 1 tahun
takwin.

Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah dan Investasi


Dalam perekonomian daerah, investasi dapat menjadi motor penggerak pengembangan
produksi sehingga output yang dihasilkan semakin baik. Dalam ekonomi ada terminologi ” there is
no (economic) growth without investment “.Pernyataan ini mengandung makna bahwa investasi
mempunyai peranan penting untuk pembangunan ekonomi, walaupun investasi bukan satu-satunya
komponen pertumbuhan ekonomi.
Dalam pembangunan ekonomi, investasi mempunyai dua peranan penting dalam makro
ekonomi. Pertama, pengaruhnya terhadap permintaan agregat, dan ini akan mendorong output dan
kesempatan kerja, ini dampak atau peran jangka pendeknya. Kedua, efeknya terhadap pembentukan
kapital. Adanya investasi akan menambah berbagai peralatan, mesin, bangunan dan sebagainya
(Mudrajad, 2005). Dalam jangka panjang, tindakan ini akan meningkatkan potensi output, dan
mendorong pertumbuhan ekonomi secara terus menerus, baik melalui penanaman modal dalam
negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).
Investasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam GNP, Investasi mempunyai
peranan penting di dalam permintaan agregat. Pertama, secara umum pengeluaran investasi lebih
tidak stabil apabila dibandingkan dengan pengeluaran konsumsi sehingga fluktuasi investasi dapat
menyebabkan terjadinya resesi dan boom. Kedua, bahwa investasi sangat penting bagi pertumbuhan
ekonomi serta perbaikan dalam produktivitas tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung
pada tenaga kerja dan jumlah (stock) kapital.

Pendapatan Asli Daerah


Dalam upaya pelaksanaan otonomi daerah dan good governance maka harus diperhatikan
masalah akuntabilitas. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 14 menyebutkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah
dalam masa 1 tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai 31 Desember. Selain itu, dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17 mendefinisikan APBD merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD serta ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Salah satu pos dalam APBD yang paling
penting dalam mendukung pembangunan adalah Penerimaan Daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah
salah satu sumber murni penerimaan daerah yang selalu diharapkan peningkatannya. Pendapatan Asli
Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari pungutan berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan perundang-undangan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-
sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu
pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Kemandirian Fiskal
Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang yang dilakukan
untuk mencapai aspek pertumbuhan wilayah (efficiency), pemerataan (equity) dan berkelanjutan
(sustainability) yang lebih berdimensi lokal dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi
wilayah. Perubahan paradigma pembangunan dari sentralisasi menjadi desentralisasi menempatkan
pemerintah daerah sebagai partner pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini tentunya harus didukung dengan keuangan daerah
yang memadai, dimana daerah mampu memenuhi kebutuhan pembangunan daerahnya sendiri
sehingga daerah dapat dikatakan mandiri. kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan yaitu hakikat
dari setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.
Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi adalah memberikan peluang bagi kemandirian daerah untuk
mengelola keuangannya sendiri melalui pelimpahan kewenangan dalam bentuk desentralisasi fiskal.
Kemandirian fiskal menjadi hal yang sangat penting bagi daerah, terutama terkait dengan sumbangan
fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri. Adapun ukuran kemandirian fiskal di
analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, yang dilakukan dengan menggunakan ukuran yang disebut Derajat
Desentralisasi Fiskal Daerah (Sukanto Reksohadiprodjo, 1999). Perhitungannya menggunakan rasio
PAD terhadap TPD, rasio BHPBP terhadap TPD serta rasio DAU dan DAK terhadap TPD yang
nantinya disajikan dalam bentuk tabel.
Hal ini bermanfaat untuk menggambarkan seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal
pemerintah daerah Propinsi Sulawesi Tengah terhadap pemerintah pusat selama kurun waktu
penelitian.
Adapun untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal digunakan kriteria
derajat desentralisasi daerah yang dibuat oleh Badan Litbang Depdagri dan Fisipol UGM (1991)
sebagai berikut :
1. 0,00% s/d 10% : sangat kurang
2. 10,1 s/d 20% : kurang
3. 20,1% s/d 30% : cukup
4. 30,1% s/d 40% : baik
5. 40,1% s/d 50% : sangat baik
6. > 50% : memuaskan
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah
dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Dengan pendekatan deskriptif ini dimungkinkan untuk
melakukan hubungan antar variabel, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang
memiliki validitas universal. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dengan metode penelitian
kuantitatif, yaitu metode penelitian dimana data-datanya dapat dihitung secara statistik.

Definisi Operasional
1 PDRB
Mengunakan Pendekatan Produksi; Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai
tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini
dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih,
(5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan,
real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
2.Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Analisis Rasio Keuangan terdiri dari :
a. Derajat Desentralisasi
Derajat Desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat
kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka
semakin tinggi kemampuan pemerinah daerah dalam penyelenggraaan desentralisasi.Rasio
dirumuskan sebagai berikut :
Pendapatan Asli Daerah x 100%
Derajat Desentralisasi =
Realisasi Total pendapatan daerah
b. Rasio ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan
jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan
daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat atau pemerintahan provinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut :
Pendapatan Transfer x 100%
Rasio Ketregantungan keuangan Daerah =
Total Pendapatan Daerah
c. Rasio kemandirian keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari
pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini
menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya:
Pendapatan Asli Daerah x 100 %
Rasio Kemandirian Dearah =
Transfer pusat + propinsi + pinjaman
d. Rasio keserasian belanja
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan
alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi
presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi
(belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat
diformulasikan sebagai berikut (Halim 2007):
Total Belanja Rutin
Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD =
Total APBD
Total Belanja Pembangunan
Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD =
Total APBD

3.Investasi
Dalam perekonomian, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang
tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Investasi
adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada
aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi
residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan
kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar,
di mana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal
tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan
lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu
biaya kesempatan dari investasi dana tersebut dari pada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.

Metode Analisis Data


Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif sehingga alat analisis yang digunakan
juga merupakan alat analisis deskriptif kuantitatif. Ada beberapa pendekatan atau metode yang
digunakan diantaranya: analisa model regresi linier berganda, uji asumsi klasik, uji statistik, dan uji
koefisien determinasi.

Model Kuadrat Terkecil


Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Squares). Metode OLS adalah mengestimasi suatu
garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap
garis tersebut. Menurut Gujarati (2003) asumsi utama yang mendasari model regresilinear klasik
dengan menggunakan model OLS adalah :
Y = α + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + µi (1)
Untuk mengetahui pengaruh persentase masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat digunakan regresi double log, yang mana regresi sampelnya adalah :
LnY = α + ß1 lnX1 + ß2 lnX2 + ß3 lnX3 + µi……(2)
Keterangan:
Yt = Kemandirian Fiskal (Kinerja Keuangan)
ß1 ß2, ß3= koefisien regresi
α = konstanta
lnX1 = Pertumbuhan Ekonomi ( Sektor Pariwisata)
lnX2 = Pendapatan Asli Daerah
µi = kesalahan yang disebabkan faktor acak (error)
1. Nilai X diasumsikan non-stokastik, artinya nilai X dianggap tetap dalam sampel yang
berulang.
2. Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E (ui/Xi) = 0.
3. Homokedastisitas, artinya variance kesalahan sama untuk setiap periode(Homo = sama,
Skeastisitas = sebaran) dan dinyatakan dalam bentuk matematis Var (ui/Xi) = σ2.
4. Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara ui dan uj tidak ada korelasi) atau secara
matematis Cov (ui, uj/Xi,Xj) = 0.
5. Antara ui dan Xi saling bebas, sehingga Cov (ui/Xi) = 0.
6. Jumlah observasi n harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumlah
variabel bebas).
7. Adanya variabilitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda.
8. Model regresi telah dispesifikasi secara bebar. Dengan kata lain tidak ada bias (kesalahan)
spesifikasi dalam model yang digunakan dalam analisis empirik.
9.Tidak ada multikolinearitas yang sempurna antar variabel bebas.
Model ekonomi yang digunakan untuk mengestimasi fungsi kemandirian fiskal adalah
sebagai berikut :
DKF = f (INV, PDRB Pekapita) (1)
Model ekonomi dari persamaan (1) tersebut diturunkan menjadi model ekonometrik
(Gujarati, 2003) :
DKFt = α0 + α 1 INVt + α 2 PDRB Perkapitat +μt (2)
Dimana :
DKF : Derajat Kemandirian Fiskal PDRB Perkapita : Pendapatan perkapita
α0 : Konstanta α1 – α3 : Koefisien variable
μ : error term t : unit time series

Uji Statistik
Uji statistik ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya korelasi antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Dari hasil regresi berganda akan diketahui besarnya koefisien
masing-masing variabel. Dari besarnya koefisien akan dilihat adanya hubungan dari variabel-variabel
bebas, baik secara terpisah ataupun bersama-sama terhadap variabel terikat.

Uji Signifikansi Seluruh Koefisien Regresi Secara Serempak (F-test)


Uji F dikenal dengan Uji serentak atau Uji Model/Uji Anova, yaitu uji untuk melihat
bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara bersama-sama terhadap variabel
terikatnya.Atau untuk menguji apakah model regresi yang kita buat baik/signifikan atau tidak
baik/non signifikan. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika F
hitung > dari F tabel, (Ho di tolak H1 diterima).

Uji Signifikansi Koefisien Regresi Secara Parsial (t-test)


Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh masing-masing
variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya. Uji ini dapat dilakukan dengan
mambandingkan t hitung dengan t tabel atau dengan melihat kolom signifikansi pada masing-masing
t hitung, proses uji t identik dengan Uji F di atas.

Uji Koefisien Determinasi (R2)


Pada tahapan uji ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian dan kemampuan data dalam
menjelaskan fenomena ekonomi yang dteliti. Rentang pengujian yakni antara 0 dan 1 (0<R2<1).
Intepretasinya yakni nilai output R2 (R-Squared) apabila semakin mendekati angka 1, maka model
tersebut dapat menjelaskan sepenuhnya fenomena yang diteliti, sedangkan kemampuan variabel lain
yang tidak termasuk dalam objek penelitian tidak mempunyai celah pengganggu.

Uji Asumsi Klasik


Untuk mendapatkan nilai penaksir yang tidak bias dan efisien dari suatu persamaan regresi
linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square), maka sebelum dilakukan analisis hasil
estimasi haruslah memenuhi syarat-syarat asumsi klasik.
a. Uji Multikolinearitas
Istilah multikolinearitas berkenaan dengan terdapatnya lebih dari satu hubungan linear
pasti dan istilah kolinearitas berkenaan dengan terdapatnya satu hubungan linear. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikoloniearitas adalah dengan memperhatikan hasil probabilitas
t statistik hasil regresi (Gujarati, 2006:90). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
dalam model, diantaranya Nilai R2 yang dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual
variable independen banyak tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen, Melakukan
regresi parsial, Melakukan korelasi antara variabel-variabel independen. Bila nilai korelasi
antara variabel independen lebih dari 0,8 maka terjadi multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi
apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi.
Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati,
2006:97). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang disusun
menurut urutan waktu (seperti data time series) atau menurut urutan ruang (seperti data cross
section) (Gujarati 1997:104). Autokorelasi dapat dilihat dengan membandingkan nilai
Durbin-Watson dengan batasan signifikansi, jumlah sample dan jumlah variabel bebas.
d. Uji Normalitas
Pada tahap selanjutnya yakni uji normalitas digunakan untuk meihat apakah variabel
terikat maupun variabel bebas terdistribusi normal ataukah tidak. Beberapa literature
mengatakan uji ini tidak wajib dilakukan hanya jika jumlah variabel dalam penelitian sudah
lebih dari n>30.Uji ini dapat dilakukan dengan melihat tampilan grafik Histogram maupun
grafik Normal P-Plot of Regression Standardized Residual dengan analisis non-parametric
Kolmogorov-Smirnov (K-S).
D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Estimasi Metode Kuadrat Terkecil


Berdasarkan estimasi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least squares =
OLS) derajat kemandirian fiskal di Kota Batu secara ringkas hasilnya dapat di lihat di tabel

Tabel Hasil Estimasi OLS derajat kemandirian fiskal

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.084556 0.045763 -1.847700 0.1384


PDRB 1.74E-05 4.17E-06 4.168042 0.0141
INV 8.62E-07 6.83E-06 0.126132 0.9057

R-squared 0.822495 Mean dependent var 0.082614


Adjusted R-squared 0.733743 S.D. dependent var 0.044619
S.E. of regression 0.023023 Akaike info criterion -4.407099
Sum squared resid 0.002120 Schwarz criterion -4.430280
Log likelihood 18.42485 Hannan-Quinn criter. -4.693616
F-statistic 9.267292 Durbin-Watson stat 2.998891
Prob(F-statistic) 0.031508

Hasil Estimasi Kuadrat Terkecil


= 0.822495
F-statistic = 9.267292
Prob = 0.031508
Sebelum membahas hasil pengujian di atas ini, penelitian ini akan diuji agar tidak
mengalami masalah dalam pembahasan hasil penelitian.

Pengujian Terhadap Asumsi Klasik

Uji Multikolinearitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model, diantaranya Nilai R2 yang
dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabel independen banyak tidak signifikan
mempengaruhi variabel dependen, Melakukan regresi parsial, Melakukan korelasi antara variabel-
variabel independen. Bila nilai korelasi antara variabel independen lebih dari 0,8 maka terjadi
multikolinearitas.
Hasil Uji Multikolinearitas dapat di lihat di tabel Berikut:
Tabel Hasil Uji Multikolinearitas antar variabel

PDRB 1.000000 0.221916


INV 0.221916 1.000000

Dependent Variable: PDRB


Method: Least Squares

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

INV 1.863285 0.241618 7.711710 0.0002

R-squared -0.853170 Mean dependent var 9378.527


Adjusted R-squared -0.853170 S.D. dependent var 2310.556
S.E. of regression 3145.387 Akaike info criterion 19.07682
Sum squared resid 59360746 Schwarz criterion 19.06910
Log likelihood -65.76889 Hannan-Quinn criter. 18.98132
Durbin-Watson stat 1.719837
Berdasarkan Tabel diatas dapat kita lihat bahwa pdrb dan investasi tidak mengalami masalah
multikolinearitas. Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa model penelitian ini tidak mengandung
masalah multikolinearitas.

Uji Heterokedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel
gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya
heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati, 2006:97). Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Berikut hasil regresi Breusch - Pagan – Godfrey :

Tabel Uji Heterokedastisitas Model OLS

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.187864 Prob. F(2,4) 0.8356


Obs*R-squared 0.601066 Prob. Chi-Square(2) 0.7404
Scaled explained SS 0.216420 Prob. Chi-Square(2) 0.8974

Hasil uji Breusch-Pagan-Godfrey, Harvey, dan Glejser menunjukkan nilai probabilitas F-Statistik
(F-Hitung) lebih besar dari Alpha (0,05) yaitu 0,7404, artinya, Variabel Bebas lebih besar daripada
Alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan, H1 ditolak dan H0 diterima. Tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas pada data ini.

Uji Auto Korelasi


Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang disusun menurut
urutan waktu (seperti data time series) atau menurut urutan ruang (seperti data cross section)
(Gujarati 1997:104). Autokorelasi dapat dilihat dengan membandingkan nilai Durbin-Watson
dengan batasan signifikansi, jumlah sample dan jumlah variabel bebas.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam model dinamis ini digunakan Breusch
Godfrey serial correlation LM Test. Hasil regresi uji Breusch Godfrey serial correlation LM Test
dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Uji Auto Korelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.913376 Prob. F(2,2) 0.2555


Obs*R-squared 5.211263 Prob. Chi-Square(2) 0.0739

Dapat dilihat nilai Prob Chi Square(2) yang merupakan nilai p value uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM, yaitu sebesar 0,2815 dimana > 0,05 sehingga terima H0 atau yang berarti tidak
ada masalah autokorelasi.

Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk meihat apakah variabel terikat maupun variabel bebas
terdistribusi normal ataukah tidak.
Berikut adalah hasil dari uji normalitas, dapat dilihat di tabel:
Uji Normalitas
3
S eries : R es iduals
S am ple 2010 2016
O bs ervations 7

2 Mean -1.78e-17
Median 0.007626
Maxim um 0.018146
Minim um -0.037120
S td. D ev. 0.018798
S kew nes s -1.153975
1
K urtos is 3.205370

Jarque-B era 1.565903


P robability 0.457055

0
-0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02

Hasil uji normalitas residual di atas adalah: nilai jarque bera sebesar 1.565903 dengan p
value sebesar 0.457055 dimana > 0,05 sehingga terima H0 atau H1 ditolak, yang berarti residual
berdistribusi normal.

Uji Signifikansi Seluruh Koefisien Regresi Secara Serempak (F-test)


Uji F dikenal dengan Uji serentak atau Uji Model/Uji Anova, yaitu uji untuk melihat
bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara bersama-sama terhadap variabel
terikatnya. Untuk menguji apakah model regresi yang kita buat baik/signifikan atau tidak baik/non
signifikan. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika F hitung >
dari F tabel, (Ho di tolak H1 diterima).
Berikut Hasil uji F :
Tabel F-test

R-squared 0.822495 Mean dependent var 0.082614


Adjusted R-squared 0.733743 S.D. dependent var 0.044619
S.E. of regression 0.023023 Akaike info criterion -4.407099
Sum squared resid 0.002120 Schwarz criterion -4.430280
Log likelihood 18.42485 Hannan-Quinn criter. -4.693616
F-statistic 9.267292 Durbin-Watson stat 2.998891
Prob(F-statistic) 0.031508

Dari hasil regresi di atas dapat dilihat bahwa Prob(F-statistic) sebesar 0.031508 < 0.5. Artinya
seluruh variable independent berpengaruh signifikan terhadap variable dependent.

Uji Signifikansi Koefisien Regresi Secara Parsial (t-test)


Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh masing-masing
variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya. Uji ini dapat dilakukan
dengan mambandingkan t hitung dengan t tabel atau dengan melihat kolom signifikansi pada
masing-masing t hitung,
Berikut adalah hasil uji t:
Tabel T-test

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 1.74E-05 4.17E-06 4.168042 0.0141


INV 8.62E-07 6.83E-06 0.126132 0.9057
C -0.084556 0.045763 -1.847700 0.1384

Dari hasil regresi di atas dapat dilihat hasil uji t, dapat dilihat probabilitas variabel PDRB
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent dengan angka 0.0141 < 0.05,
sedangkan variabel investasi mempunyai pengaruh yg tidak signifikan terhadap variabel
dependent dengan hasil 0.9057 > 0.05.

Uji Koefisien Determinasi (R2)


Pada tahapan uji ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian dan kemampuan data dalam
menjelaskan fenomena ekonomi yang dteliti. Rentang pengujian yakni antara 0 dan 1 (0<R2<1).
Intepretasinya yakni nilai output R2 (R-Squared) apabila semakin mendekati angka 1, maka model
tersebut dapat menjelaskan sepenuhnya fenomena yang diteliti, sedangkan kemampuan variabel
lain yang tidak termasuk dalam objek penelitian tidak mempunyai celah pengganggu.
Berikut Hasil Uji R2 untuk mengetahui seberapa signifikan variabel independent mempengaruhi
variabel dependent:
Tabel hasil uji R2
R-squared 0.822495 Mean dependent var 0.082614
Adjusted R-squared 0.733743 S.D. dependent var 0.044619
S.E. of regression 0.023023 Akaike info criterion -4.407099
Sum squared resid 0.002120 Schwarz criterion -4.430280
Log likelihood 18.42485 Hannan-Quinn criter. -4.693616
F-statistic 9.267292 Durbin-Watson stat 2.998891
Prob(F-statistic) 0.031508

Dari data Di atas kedua variabel independent mempunyai pengaruh yang cukup signifikan untuk
mempengaruhi variabel dependent sebesar R-Squared = 0.822495.

Analisi Ekonomi
Suatu pembangunan dan pertumbuhan kota di setiap wilayah pastinya berbeda-beda
berdasarkan letak, iklim, wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki disetiap daerah. Suatu
daerah akan disebut mandiri bila daerah tersebut dapat memenuhi anggaran belanja dengan
pendapatan asli daerahnya.Tiap daerah mempunyai derajat kemandirian fiskal yang berbeda-beda
akibat perbedaan letak, iklim, wilayah dan sumber daya alamnya.
Dalam Penelitian ini dapat dilihat bahwa Kota Batu mempunyai derjat kemandirian fiskal yang
cukup rendah, akan tetapi meningkat setiap tahunnya. Berikut tabel untuk menunjukkannya:

Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu tahun 2010-2016


Tahun PAD BELANJA DKF DKF
2010 Rp. 17735602.95 Rp. 559708441 3.17% 0.03169
2011 Rp. 30257308.05 Rp. 466564687.5 6.49% 0.06485
2012 Rp. 10794059670.38 Rp. 471688000000 2.29% 0.02288
2013 Rp. 59670741826.29 Rp. 669386000000 8.91% 0.08914
2014 Rp. 78288135526.04 Rp. 742656000000 10.54% 0.10542
2015 Rp. 104223584925.34 Rp. 797295000000 13.07% 0.13072
2016 Rp. 109532987918.00 Rp. 819687000000 13.36% 0.13363 Sumber:
Kota Batu dalam angka tahun 2010-2016
Dari tahun 2010 pad Kota Batu meningkat setiap tahunnya di sertai realisasi anggaran belanja
yang naik pula disetiap tahunnya walaupun ada kenaikan yang tidak signifikan di realisasi
anggaran belanja tahun 2014 dan 2015 sedangkan pad selalu meningkat signifikan tiap tahunnya,
itu membuat derajat kemandirian fiskal atau disinkat DKF Kota Batu meningkat tiap tahunnya.
Akan tetapi masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan presentase kota untuk dkf kota yang
mandiri. Dengan pertumbuhan ekonomi yang seperti ini bukan tidak mungkin Kota Batu 15-20
tahun lagi, dapat menjadi kota yang mandiri. Untuk saat ini Kota Batu masih butuh bantuan dari
pusat dalam pembiayaan anggaran belanja.

Pengaruh Investasi terhadap Kemandirian Fiskal


Pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh akumulasi modal (investasi pada tanah,
peralatan, prasarana dan sarana dan sumber daya manusia), sumber daya alam, sumber daya
munusia (human resources) baik jumlah maupun tingkat kualitas penduduknya, kemajuan
teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan diri
serta budaya kerja (Todaro, 2000).
Akan tetapi berdasarkan Dari Hasil Regresi Kota Batu di atas dapat dilihat bahwa Investasi tidak
berpengaruh cukup besar terhadap kemandirian fiskal. Dapat dilihat dari tabel berikut :
Hasil Estimasi Pengaruh Investasi terhadap Kemandirian Fiskal
Dependent Variable: DKF

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.048548 0.067769 0.716372 0.5058


INV 7.18E-06 1.38E-05 0.521389 0.6244

R-squared 0.051566 Mean dependent var 0.082614


Adjusted R-squared -0.138121 S.D. dependent var 0.044619
S.E. of regression 0.047600 Akaike info criterion -3.016999
Sum squared resid 0.011329 Schwarz criterion -3.032453
Log likelihood 12.55950 Hannan-Quinn criter. -3.208011
F-statistic 0.271846 Durbin-Watson stat 0.892306
Prob(F-statistic) 0.624358

Perbandingan Pemberian Investasi terhadap Peningkatan Kemandirian Fiskal

Tahun DKF PDRB INV


2010 3.17% Rp. 6504390000000 Rp. 4772000000
2011 6.49% Rp. 7314980000000 Rp. 4770270000
2012 2.29% Rp. 8079640000000 Rp. 4734820000
2013 8.91% Rp. 9078620000000 Rp. 2676500000
2014 10.54% Rp. 10259700000000 Rp. 4554000000
2015 13.07% Rp. 11510400000000 Rp. 7460000000
2016 13.36% Rp. 12902000000000 Rp. 4239000000
Sumber: Kota Batu dalam angka tahun 2010-2016
Dapat dilihat dari tahun 2010-2012 pemberian investasi tergolong cukup konstan tiap
tahunnya sekitar 4.7miliyar, akan tetapi Derajat Kemandirian Fiskal (DKF) mengalami kenaikan
dan penurunan dari 3.17% naik menajdi 6.49% lalu turun menjadi 2.29%. Lalu saat terjadi
penurunan investasi ditahun selanjutnya derajat kemandirian fiskal Kota Batu mengalami kenaikan
yang signifikan dari 2.29% menuju 8.91%. ketidak konstanannya pemberian investasi tetap
membuat Derajat Kemandirian Fiskal (DKF) Kota Batu tetap naik secara konstan dari tahun 2012-
2016. Dari hasil Regresi pun tidak menunjukkan bahwa investasi berpengaruh secara signifikan
dalam kenaikan Derajat Kenaikan Fiskal (DKF).

Pengaruh Pdrb terhadap Kemandirian Fiskal


PDRB sangat berpengaruh dalam hal peningkatan PAD dan Derajat Kemandirian Fiskal
(DKF) di Kota Batu. Nilai PDRB yang tinggi dan meningkat setiap tahunnya dapat menandakan
bahwa tingginya tingkat semua kegiatan perekonomian di Kota Batu. Dapat dilihat ditabel berikut:
Tabel Hasil Estimasi PDRB terhadap Kemandirian Fiskal
Dependent Variable: DKF

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.081563 0.035069 -2.325765 0.0676


PDRB 1.75E-05 3.65E-06 4.801733 0.0049

R-squared 0.821789 Mean dependent var 0.082614


Adjusted R-squared 0.786147 S.D. dependent var 0.044619
S.E. of regression 0.020634 Akaike info criterion -4.688844
Sum squared resid 0.002129 Schwarz criterion -4.704298
Log likelihood 18.41095 Hannan-Quinn criter. -4.879855
F-statistic 23.05664 Durbin-Watson stat 2.956330
Prob(F-statistic) 0.004876
Perbandingan tingkat PAD dan Pdrb terhadap DKF
THN DKF PDRB INV PAD
2010 3.17% Rp. 6504390000000 Rp. 4772000000 Rp.17735602.95
2011 6.49% Rp. 7314980000000 Rp. 4770270000 Rp.30257308.05
2012 2.29% Rp. 8079640000000 Rp. 4734820000 Rp.10794059670.38
2013 8.91% Rp. 9078620000000 Rp. 2676500000 Rp.59670741826.29
2014 10.54% Rp. 10259700000000 Rp. 4554000000 Rp.78288135526.04
2015 13.07% Rp. 11510400000000 Rp. 7460000000 Rp.104223584925
2016 13.36% Rp. 12902000000000 Rp. 4239000000 Rp.109532987918
Sumber: Kota Batu dalam angka tahun 2010-2016
Dari Tabel Di atas dapa dilihat bahwa semakin tingginya PDRB maka semakin tingginya
kegiatan ekonomi di Kota Batu, membuat Peninkatan PAD setiap tahunnya. Dilihat dari hasil
regresi dapat dilihat pdrb cukup berpengaruh terhadap DKF dengan R-Squared 0.821789. Hal ini
didukung karena Kota Batu mempunyai Sumber daya alam yang bagus dalam hal sektor pertanian
dan juga di sektor pariwisata, yang dimana dapat mendukung peningkatan PDRB serta PAD. Dari
Tabel Di atas PDRB yang meningkat setiap tahunnya mendukung kenaikan DKF pula. Hanya
ditahun 2012 dimana PDRB meningkat dan DKF menurun. Ini dikarenakan nilai belanja yang
signifikan naik (dapat dilihat di tabel 4.9) yang membuat perubahan besar. Kan tetapi ditahun
berikutnya 2013, mengalami kenaikan DKF yang signifikan.

Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah


Kota Batu terkenal dengan Pariwisatanya dimana Kota Batu mempunyai beberapa tempat
pariwisata, dimana beberapa diantaranya terkenal secara nasional dan mempunyai kualitas setara
Internasional. Akan tetapi dari hasil penelitian ini sektor pariwisata tiap tahunnya menyumbang
hasil pendapatannya terhadap PAD secara tidak konstan, walaupun menyumbang cukup besar di
beberapa tahun terakhir. Dari Tabel di bawah ini dapat dilihat bagaimana perkembangan sektor
pariwisata dari tahun 2010-2016:
Pajak Sektor Pariwisata Kota Batu 2010-2016
Tahun Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan
2010 Rp. 2674676 Rp. 535867 Rp. 2766191
2011 Rp. 3365077 Rp. 1268661 Rp. 3751063
2012 Rp. 5244491392 Rp. 1697168121 Rp. 3402281809
2013 Rp. 6592700658 Rp. 2280251940 Rp. 6296771461
2014 Rp. 14390391081 Rp. 3994449379 Rp. 6019223859
2015 Rp. 17844084940.44 Rp. 4953117229.96 Rp. 7463837585.16
2016 Rp. 17944383056 Rp. 7485007628 Rp. 10023704360 Sumber:
Kota Batu dalam angka tahun 2010-2016
Tiap tahunnya sumbangan pajak dari sektor pariwisata meningkat tiap tahunnya.Ini
membuktikan bahwa sektor pariwisata Kota Batu berkembang tiap tahunnya. Pajak Hotel, Pajak
Restoran dan Pajak Hiburan naik secara bersamaan secara konstan tiap tahunnya.
Akan tetapi dalam penelitian ini sektor pariwisata belum dapat berpengaruh secara signifikan
terhadap perkembangan PAD Kota Batu, dari tabel di bawah ini dapat dilihat bagaimana pengaruh
Sektor Pariwisata terhadap PAD.

Sektor Pariwisata terhdap PAD


Tahun Pariwisata PAD Pariwisata>PAD Presentase
2010 Rp. 5976734 Rp.17735602.95 0.33699074 34%
2011 Rp. 8384801 Rp.30257308.05 0.27711656 28%
2012 Rp. 187860661 Rp.10794059670.38 0.01740408 2%
2013 Rp. 15169724060 Rp.59670741826.29 0.25422382 25%
2014 Rp. 24404064320 Rp.78288135526.04 0.31172111 31%
2015 Rp. 30476877644.95Rp.104223584925.34 0.29241824 29%
2016 Rp. 35453095000 Rp.109532987918 0.32367505 32%
Sumber: Kota Batu dalam angka tahun 2010-2016
Dari data di atas dapat dilihat bahwa sektor pariwisata menyumbang paling besar hanya 34%
ditahun 2010 dan dengan sumbangan paling rendah hanya 2% ditahun 2012. Ini disebabkan
karena sektor lain seperti industry dan pertanian masih menyumbang paling besar terhadap PAD
dari pajak bumi bangunan dan juga pajak hasil industri seperti pengelolaan hasil-hasil pertanian
dan juga pengelolaan makanan hasl industri.
Dari hasil tabel di atas dapat dilihat tiap tahunnya juga naik secara tidak konstan dan ada juga
penurunan secara presentase atau sumbangsih di tahun 2011 dan 2014. Dari sini dapat dilihat
bahwa sektor pariwisata Kota Batu belum secara signifikan mempengaruhi dan mendukung
kenaikan PAD walaupun tiap tahunnya mengalami kenaikan.

Analisi Deskriptif
Dalam struktur keuangan daerah, pendapatan asli daerah (PAD) dipandang sebagai
kemampuan riel keuangan daerah. PAD diperoleh dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaam kekayaan daerah serta lain-lain PAD yang sah.
Faktor kemampuan daerah diukur dari tiga indikator (Sukamto Reksohadiprojo, 1999), yaitu
besarnya PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD atau APBD), Besarnya bagi hasil pajak
dan bukan pajak (BHPBP) terhadap TPD serta Dana alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap TPD.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2004), ada lima penyebab tingginya ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, yaitu sebagai berikut :
1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan.
2. Tingginya derajat sentralisasi dibidang perpajakan. Pajak yang produktif baik pajak
langsung maupun pajak tidak langsung ditarik oleh pusat. Pajak penghasilan badan atau
perorangan (termasuk migas) seperti pajak pertambahan nilai, bea cukai, PBB,
royalti/IHH/IHPH (atas minyak, pertambangan, kehutanan) semua dikelola administrasi dan
ditentukan tarifnya oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan sering dikemukakan sebagai
upaya mengurangi disparitas antar daerah, efisiensi administrasi dan keseragaman
perpajakan.
3. Kendati pajak daerah cukup beragam ternyata hanya sedikit yang bias diandalkan sebagai
sumber penerimaan.
4. Adanya kekhawatiran apabila daerah memiliki sumber keuangan yang tinggi maka ada
kecenderungan terjadi disintegrasi dan separatisme.
5. Kelemahan dalam pemberian subsidi.
Menurut BPS (2004), ada beberapa faktor yang menyebabkan kecilnya PAD terhadap total
belanja :
1. Masih adanya sumber pendapatan potensial yang dapat digali oleh pemerintah daerah akan
tetapi berada di luar wewenang pemerintah daerah.
2. Rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat yang tercermin dalam pendapatan
perkapita.
3. Kurang mampunya pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang
ada.
Dalam hal ini Kota Batu masih sangat bergantung pada DAU dan juga DAK dikarenakan
DKF Kota Batu yang masih rendah. Walaupun tiap tahunnya DKF Kota Batu terus meningkat,
akan tetapi menjadi tren positif dikarenakan PAD Kota Batu yang naik setiap Tahunnya.Dapat
dilihat berarti Kota Batu dapat menggunakan dana bantuan pemenrintah dengan baik.Di berbagai
sektor Kota Batu mengalami peningkatan di karenakan terus naiknya PDRB Kota Batu tiap
tahunnya.
Berikut Tabel untuk menunjukkan besaran Dana bantuan pemerintah :

Perbandingan DAU dan DAK terhadap DKF


Thn PAD BELANJA DKF DAU DAK
2010 17735602.95 559708441 3.17% 247723360.2 18275000
2011 30257308.05 466564688 6.49% 292297023.2 17583600
2012 10794059670 4.72E+11 2.29% 3.24769E+11 16585720000
2013 59670741826 6.69E+11 8.91% 3.74362E+11 23431815000
2014 78288135526 7.43E+11 10.54% 4.12378E+11 30351360000
2015 1.04224E+11 7.97E+11 13.07% 4.1322E+11 38793240000
2016 1.09533E+11 8.20E+11 13.36% 4.8046E+11 93063615752
Sumber: Kota Batu dalam angka tahun 2010-2016
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dana alokasi yang diberikan pemerintah pusat masih
cukup besar dibandingkan PAD sekitar 50% dari anggaran belanja. Akan tetapi PAD meningkat
secara signifikan tiap tahunnya, sedang dana alokasi bantuan cukup naik tetapi tidak signifikan
sejak tahun 2013. Ini menunjukkan bahwa Kota Batu mulai menaikkan tingkat Derajat Keandirian
Fiskal.
Dari Sektor Pariwisata dapat dilihat bahwa secara konstan naik tiap tahunnya. Akan tetapi
sumbangannya terhadap PAD masih belum signifikan dan tidak konstan tiap tahunnya, mengalami
penurunan di tahun 2011 dan 2014. Dikarenakan sektor lain masih lebih unggul di bandingkan
sektor pariwisata, contohnya sektor industri dan juga pertanian yang menyumbang 50% lebih
karena didapat dari pajak bumi bangunan dan hasil pengolalaan industri, seperti pengelolaan hasil
pertanian juga eksport import hasil pertanian dan industri.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Berdsarkan Analisis Penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Hasil Estimasi penghitungan dengan metode OLS menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu. Semakin besar
PDRB semakin besar pula tingkat Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu.
2.Hasil Estimasi Hasil Estimasi penghitungan dengan metode OLS menunjukkan bahwa
Investasi tidak berpengaruh secara signifikan dan tidak berpengaruh positif, dikarenakan
walaupun investasi yang diterima mendapat pengurangan Derajat kemandirian Fiskal Kota
Batu tetap naik akibat pengaruh besar dari PDRB.
3.Derajat Kemandirian Fiskal Kota Batu masih tergolong kecil walaupun meningkat setiap
tahunnya.Masih dibutuhkan pula Dana bantuan Pemerintah Pusat yang cukup besar untuk
memenuhi anggaran belanja Kota Batu.
4. Sumber Daya Kota Batu mendukung peningkatan PAD yang dimana naik setiap tahunnya

Saran

Dari Kesimpulan yang telah di ambil maka ada beberapa saran yang dapat diberikan:
1.Meningkatkan kegiatan ekonomi yang kan menaikkan PDRB,dengan sumber daya yang
cukup banyak dan beragam Kota Batu dapat menyeleksi dan memfokuskan dana bantuan
dengan efektif
2.Memanfaatkan Investasi yang masuk agar dapat lebih berpengaruh secara signifikan dalam
peningkatan Pendapatan Asli Daerah
3.Menyeleksi Anggaran Belanja agar dapat mengurani dana bantuan dari pemerintah karena
masih tingginya dana bantuan yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan

Anda mungkin juga menyukai