Anda di halaman 1dari 25

1

LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GADAR KEJANG DEMAM

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan


Dosen Pengampu

Disusun Oleh :
Tingkah Enggaring Tyas (2005076)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA HUSA
DA SEMARANG
2023

1
2

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Berdasarkan International League Against Epilepsy


(ILAE), kejang demam merupakan kejang selama masa
kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan
dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem
saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak
berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya. Definisi
berdasarkan konsensus tatalaksana kejang dari Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), kejang demam adalah
bangkitan kejang biasanya terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranial, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun(Deliana, 2016).
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures,
kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan
anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab lain(Deliana, 2016).

2. Etiologi

Beberapa teori dikemukan mengenai penyebab


terjadinya kejang demam:
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk
terjadinya kejang demam, 25-50% anak dengan kejang
demam mempunyai anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali.
Faktor penting lainnya terjadinya kejang demam pada
anak adalah suhu badan(Arifuddin Adhar, 2016).
Pasien kejang demam didefinisikan sebagai pasien
yang mengalami bangkitan kejang yang terjadi saat pasien
2
3

berusia 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu


tubuh di atas 38⁰C, dengan metode pengukuran suhu apa
pun, serta kejadian kejang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Jenis kejang merupakan jenis kejang yang
dialami pasien saat terjadi bangkitan kejang. Jenis kejang
dibagi menjadi kejang umum dan kejang fokal. Durasi
kejang dibagi menjadi dua yaitu 1 kali. Klasifikasi kejang
demam dibagi dua menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
memiliki durasi kejang yang singkat, kurang dari 15
menit, dapat berhenti sendiri secara spontan, jenis kejang
merupakan kejang umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal, tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam kompleks memiliki durasi kejang yang lama, lebih
dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum yang didahului kejang parsial, episode
kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam atau
berulang(Susanti, Yurika Elizabeth & Wahyudi, 2020).
Menurut (Scharfman, 2007) terdapat beberapa jenis
kejang secara umum, yaitu:
a. Kejang tonik-klonik

Jenis ini yang paling banyak terjadi pada kejang


umum. Gejalanya dapat dibedakan menjadi dua tahap,
yaitu tahap tonik yang ditandai dengan hilang kesadaran,
tubuh menjadi kaku, serta tubuh dapat jatuh ke lantai.
Tahap berikutnya adalah tahap klonik yang ditandai
dengan anggota tubuh bergerak-gerak (kelojotan),
kehilangan kendali atas buang air besar dan buang air
kecil, lidah tergigit, serta sulit bernapas. Kejang ini
biasanya berhenti setelah beberapa menit. Sesudah itu,
penderita dapat merasa pusing, bingung, lelah, atau sulit
mengingat apa yang sudah terjadi.
b. Kejang petit-mal
3
4

Kejang seperti ini sering terjadi pada anak-anak yang


ditandai dengan memandang dengan tatapan kosong atau
melakukan gerakan tubuh yang halus, seperti mata
berkedip atau mengecap bibir. Kejang ini menimbulkan
kehilangan kesadaran yang singkat.
c. Kejang tonik

Kejang ini membuat semua otot kaku seperti kejang


tonik-klonik tahap pertama, sehingga keseimbangan
tubuh bisa hilang dan tubuh bisa jatuh. Kejang jenis ini
akan mempengaruhi otot punggung, lengan, dan tungkai.
d. Kejang atonik

Kejang ini membuat seluruh otot tubuh mengendur


atau kehilangan kendali, sehingga tubuh bisa jatuh.
Kejang yang disertai dengan kehilangan kesadaran ini
berlangsung sangat singkat dan penderita dapat segera
bangun kembali.
e. Kejang mioklonik

Yakni kontraksi tiba-tiba dari otot lengan, tungkai atau


seluruh tubuh. Kejang ini biasanya terjadi setelah bangun
tidur dan berlangsung selama kurang dari satu detik,
meski beberapa penderita dapat merasakannya selama
beberapa saat.
f. Kejang klonik

Kejang seperti ini muncul sebagai gerakan otot


berkedut yang berulang atau berirama (kelojotan) seperti
halnya fase kedua kejang tonik-klonik. Kendati demikian,
otot tidak menjadi kaku pada awalnya. Kejang jenis ini
terjadi pada otot leher, wajah, dan lengan.

3. Patofisiologi

Pada demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan


kenaikan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2
4
5

meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun


sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh
karena itu, apabila suhu tubuh naik dapat mengubah
keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui
membran listrik. dengan bantuan ”neurotransmitter”,
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat
menimbulkan kejang(Irdawati, 2009).

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses


oksidasi di pecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan
elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi
ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik(Labir &
Mamuaya, 2017).
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
5
6

metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut


jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha &
Rahil, 2011).
Patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi
faktor genetik memainkan peran utama dalam pengambilan
sampel darah dilakukan saat pasien datang di kerentanan
kejang. Kejadian kejang demam dipengaruhi oleh usia dan
maturitas otak. Postulat ini didukung oleh fakta bahwa
sebagian besar (80-85%) kejang demam terjadi antara usia
6 bulan dan 5 tahun, dengan puncak insiden pada 18 bulan.
(Nurindah et al., 2014)

6
7

4. Pathways

Infeksi bakteri dan


parasite
Rangsangan mekanik dan bio kimia.
Gangguan cairan dan elektrolit
Reaksi inflamasi
Kelainan neurologis prenatal

Proses demam

Perubahan konsentrasi
ion diruang ekstraseluler
HIPERTERMIA
Perubahan beda
potensial membrane
Ketidakseimbangan sel
Resiko kejang berulang potensial membran
ATP, ASE

Kejang
Pelepasan muatan listrik semakin
meluas keseluruh sel maupun
membrane sel sekitarnya dengan
RISIKO CEDERA bantuan neutransmiter

Kurang dari menit 15 Lebih dari 15 menit


(KDS) (KDK)

Penurunan suplai darah


Kesadaran menurun Kontraksi otot meningkat ke otak

Metabolisme meningkat
Penurunan refleks Resiko kerusakan sel
menelan neuron ke otak
Kebutuhan O2 meningkat
RISIKO ASPIRASI
RISIKO
Pernafasan meningkat KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN

KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAFAS

7
8

5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis kejang demam pada anak kejang


terjadi apabila demam disebabkan oleh infeksi virus
saluran pernapasan atas, roseola atau infeksi telinga.
Namun pada beberapa kasus tertentu antara lain:
1) Kejang demam terjadi sebagai gejala dari penyakit
meningitis atau masalah serius lainnya.
2) Selain demam yang tinggi, kejang-kejang juga bisa
terjadi akibat penyakit radang selaput otak, tumor,
trauma atau benjolan di kepala serta gangguan elektrolit
dalam tubuh.
3) Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam
dimana anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,
kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya.
4) Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari
biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali.
5) Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit.

6) Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang


berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa
dikendalikan.
7) Timbulnya kejang yang disertai demam ini
diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis)
atau stuip/step.(Labir & Mamuaya, 2017)

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang kejang demam pada anak(Arief,


2015):

a. Pemeriksaan Laboratorium

8
9

Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang


demam, dapat mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lainnya misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
b. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6–
6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan.

2) Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan.

3) Bayi >18 bulan – tidak rutin Bila klinis yakin


bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak


direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas, misalnya pada kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan

Magnetic Resonance Imaging (MRI) diketahui


memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang
terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal
9
1
0
sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti
Computed Tomography, scan (CT-scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti:
1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2) Paresis nervus VI

3) Papiledema
7. Komplikasi

Menurut Wulandari & Erawati, 2016 komplikasi pada


kejang demam adalah sebagai berikut

a. Kelainan anatomis di otak

Kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan


kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak
berumur 4 bulan-5 tahun.
b. Epilepsi

Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi


matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi spontan.
c. Kemungkinan mengalami kematian

d. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis


karena disertai demam.
e. Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi spontan.

8. Penatalaksanaan

Pada anak-anak penatalaksaan kejang demam terdiri


dari(Irdawati, 2009):
1) Penatalaksana Medis

Mengatasi kejang secepat mungkin pada saat pasien


1
0
1
1
datang dalam keadaan kejang lebih dari 30 menit maka
diberikan obat diazepam secara intravena karena obat ini
memiliki keampuhan sekitar 80-90% untuk mengatasi
kejang demam. Efek terapeutiknya sangat cepat yaitu kira-
kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti
makan diberikan dengan dosis fenobarbital. Efek samping
obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi, penekanan
pusat pernapasan, laringospasme, dan henti jantung
(Newton, 2013).
2) Penatalaksanaan keperawatan

a) Membuka pakaian klien

b) Posisikan kepala miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

c) Menjaga kepatenan jalan nafas untuk menjamin


kebutuhan oksigen
d) Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah
dengan suhu rektal

e) Memberikan Obat untuk penurun panas, pengobatan


ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan
menurunkan suhu 1-1,5 ºC.
f) Berikan Kompres Hangat

Mengompres dilakukan dengan handuk atau


washcloth (washlap atau lap khusus badan) yang
dibasahi dengan dibasahi air hangat (30ºC)
kemudian dilapkan seluruh badan. Penurunan suhu
tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit.
Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin
tinggi. Sebenarmya mengompres kurang efektif
dibandingkan obat penurun demam. Akan lebih baik
jika digabungkan dengan pemberian obat penurun
demam, kecuali anak alergi terhadap obat tersebut.
g) Menaikkan Asupan Cairan Anak

Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar


1
1
1
2
dan sebaiknya tidak memaksa anak untuk makan.
Akan tetapi cairan seperti susu (ASI atau atau susu
formula) dan air harus tetap diberikan atau bahkan
lebih sering. Anak yang lebih tua dapat diberikan
sup atau buah-buahan yang banyak mengandung
air.
h) Istirahatkan Anak Saat Demam

Demam menyebabkan anak lemah dan tidak


nyaman. Orang tua sebaiknya mendorong anaknya
untuk cukup istirahat. Sebaiknya tidak memaksa
anak untuk tidur atau istirahat atau tidur bila anak
sudah merasa baikan dan anak dapat kembali ke
sekolah atau aktivitas lainnya ketika suhu sudah
normal dalam 24 jam.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian keperawatan

a. Survey Primer 

1) A : Airway (jalan nafas) karena pada kasus


kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan
ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur
suhu tubuh. Hipotalamus menginterpretasikan
impuls menjadi demam Demam yang terlalu
tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak
secara berlebihan, sehingga jaringan otak tidak
dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-
persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah
yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-
sentak  tak terkendali selama beberapa waktu.
Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik,
tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat
1
2
1
3
langsung yang timbul apabila terjadi kejang
demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak
terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan
atau berbalik arah lalu menyumbat saluran
pernapasan.

Diagnosa:

- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd spasme jalan


nafas

- Risiko aspirasi bd penurunan reflek


menelan Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung

- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin


kebutuhan oksigen

- Pengisapan lendir harus dilakukan


secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :

- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi

- Jalan nafas bersih dari sumbatan

- RR dalam batas normal

- Suara nafas vesikuler 

2) B : Breathing (pola nafas) karena pada


kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na
meningkat, kebutuhan O2 dan energi
meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan
1
3
1
4
terjadinya asidosis.

Diagnosa:

- Gangguan pertukaran gas

- Gangguan ventilasi spontan Tindakan


yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena


jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2
masih kejang diberikan suntikan ke 3
dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4
% secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk
menjamin kebutuhan oksigen Evaluasi :
- RR dalam batas normal

- Tidak terjadi asfiksia

- Tidak terjadi hipoxia

3) C : Circulation karena gangguan peredaran


darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah
1
4
1
5
mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,
karena itu kejang demam yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :

- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena


jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15

menit suntikan ke 2 masih kejang


diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti.

Bila belum juga berhenti dapat diberikan


fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

- Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi


isi lambung

- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin


kebutuhan oksigen

- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan


diberikan oksigen

1
5
1
6
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah

- Tidak terjadi hipoxia

- Tidak terjadi kejang

- RR dalam batas normal

4) D : (Disability) Klien bisa sadar atau tidak


tergantung pada jenis serangan atau
karakteristik dari epilepsi yang diderita.
Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak
teringat kejadian saat kejang

- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak 

5) E : (Exposure) Pakaian klien di buka untuk


melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada
cedera tambahan akibat kejang, dan periksa
suhu tubuh pasien untuk mengetahui suhu
tubuh yang mana kejang mungkin
disebabkan atau didahului oleh terjadinya
demam.
Diagnosa:

- Risiko ketidakefektifan termoregulasi

- TindakanTemukan adanya tanda-tanda kemungkinan


terjadinya fraktur akibat kejang yang dialami

- Berikan suhu ruangan yang sesuai untuk pasien dengan


gangguan termoregulasi.
 b. Survey sekunder 

1) Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin,


agama, suku

1
6
1
7
 bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal

 pengkajian dan diagnosa medis.

2) Keluhan utama:

Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan


kesadaran

3) Riwayat penyakit:

a) Riwayat kesehatan

 b) Riwayat keluarga dengan kejang

c) Riwayat kejang demam


d) Tumor intrakranial

e) Trauma kepala terbuka, stroke

4) Riwayat kejang :

a) Bagaimana frekuensi kejang.

 b) Gambaran kejang seperti apa

c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.

d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan

e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke


lantai.

5) Pemeriksaan fisik 

Kepala dan leher Thoraks : Pada klien


dengan sesak, biasanya menggunakan

1
7
1
8
otot bantu napas
c) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum,
keterbatasan dalam  beraktivitas, perubahan tonus otot,
gerakan involunter/kontraksi otot

d) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan


tonus sfingter. Pada

 post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot


relaksasi

e) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan,


mual/muntah yang

 berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan


lunak.

Selain pengkajian tersebut, focus pengkajian pada sekondari


survey adalah sebagai berikut. Menurut Doenges (1993 : 259) dasar
data pengkajian pasien adalah:

1) Aktifitas / Istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan umum

Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan


oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan
atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot

Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot

2) Sirkulasi

Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis

Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan


penurunan nadi dan

1
8
1
9
 pernafasan.

3) Eliminasi

Gejala : Inkontinensia episodik.

Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus


sfingter. Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan
inkontenensia (baik urine / fekal).
4) Makanan dan cairan

Gejala : Sensitivitas terhadap makanan,


mual / muntah yang berhubungan dengan
aktifitas kejang.
5) Neurosensori

Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang,


pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan
infeksi cerebral.
6) Nyeri / kenyaman

Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode


posiktal.

Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati–


hati. Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

7) Pernafasan

Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan


menurun / cepat,  peningkatan sekresi mukus. Fase posiktal :
apnea.
2. Diagnonosa Keperawatan dan Fokus Intervensi

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien


dengan Kejang demam menurut (SDKI, SIKI, DPP PPNI

1
9
2
0
2017) :
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Kriteria hasil:
a) Suhu menurun 36,5-37,50C pada klien(bayi)

b) Tidak terjadi kejang berulang

c) Nadi 110-120x/ Kesadaran composmentis


Intervensi:
Manajemen Hipertermi

Observasi:

a) Identifikasi penyebab hipertermi

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor kadar elektrolit

d) Monitor keluaran urine

e) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik:

(a) Sediakan lingkungan yang dingin

(b) Longgarkan atau lepaskan pakaian

(c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

(d) Berikan cairan oral

(e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jikamengalami


hyperhidrosis
(f) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

(g) Berikan
oksgen, jika
perlu Edukasi:
(a) Anjurkan titah baring

Kolaborasi:

(a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu


2
0
2
1
b) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi Kriteria hasil:
1) kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang
penyakit yang diderita klien meningkat.
2) pertanyaan tentsng masalah yang dihadapi menurun

3) persepsi yang keliru terhadap penyakit menurun.


Intervensi:
Edukasikesehatan

Observasi:

a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

b) Identifikasi faktor-faktor yang meningkatkan dan


menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik:

a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

c) Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi:

a) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk


mrningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
c) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

Kriteria hasil: suhu tubuh 36-37,50C, N: 110-120x/menit,


RR: 30- 40x/menit, kesadaran composmentis, anak tidak
rewel
Intervensi:

Terapi relaksasi

Observasi

1) Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan


2
1
2
2
2) Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
Teknik sebelumnya
3) Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

1) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa


gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama.

Edukasi

1) Jelaskan tujuan, manfaat batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia

2) Anjurkan mengambil posisi nyaman

Tujuan: mengurangi risiko cedera saat terjadinya kejang

Kriteria hasil: suhu tubuh 36-37,50C, N: 110-120x/menit,


RR: 30- 40x/menit, kesadaran composmentis
Intervensi:

Manajemen kejang

Observasi

4) Monitor terjadinya kejang berulang

5) Monitor karakteristik kejang

6) Monitor tanda-tanda vital

Terapeutik

1) Baringkan pasien agar tidak terjatuh

2) Pertahankan kepatenan jalan nafas

3) Damping salaam periode kejang

4) Catat durasi kejang

Edukasi

1) Anjurkan keluarga menghindari memasukan apapun


2
2
2
3
kedalam mulut pasien saat periode kejang
2) Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan
untuk menahan gerakan pasien.
Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu

d) menit pada klien(bayi)

d) Respirasi 30-40x/menit Risiko cedera dibuktikan dengan perubahan


fingsipsikomoto

DAFTAR PUSTAKA

(Dewi, 2014). (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PENANGANAN PERTAMA DI PUSKESMAS ( Related
Factors With The First Handling Of Febrile Convulsion In
Female Children 6 Months - 5 Years In The Health Center ).
1(1), 32–40.

Arief, R. F. (2015). Penatalaksanaan Kejang Demam. Cermin Dunia


Kedokteran- 232, 42(9), 658–659.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/
article/download/ 8333/6614

Arifuddin Adhar. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang


Demam. Jurnal Kesehatan Tadulako, 2(2), 61.

Deliana, M. (2016). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari


Pediatri, 4(2), 59. https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.59-62

Irdawati. (2009). Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita


Ilmu Keperawatan, 2 No.3(September), 143–146.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/K
EJANG DEMAM DAN PENATALAKSANAANNYA.pdf?
sequence=1

Ismet, I. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan


Melayu, 1(1), 41.
2
3
2
4
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.13

Labir, K., & Mamuaya, N. L. . S. S. (2017). Pertolongan Pertama


Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Anak. Journal Nursing,
1–7. http://poltekkes- denpasar.ac.id/files/JURNAL GEMA
KEPERAWATAN/DESEMBER 2014/ARTIKEL Ketut Labir
dkk,.pdf

Muzayyanah, N. L., Hapsara, S., & Wibowo, T. (2013). Kejang


Berulang dan Status Epileptikus pada Ensefalitis sebagai
Faktor Risiko Epilepsi Pascaensefalitis. 15(3).

Nurindah, D., Muid, M., & Retoprawiro, S. (2014). Hubungan


antara Kadar Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α)
Plasma dengan Kejang Demam Sederhana pada Anak.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 115–119.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2014.028.02.10

Puspitasari, J. D., Nurhaeni, N., & Allenidekania, A. (2020).


Edukasi Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam
Pencegahan Kejang Demam Berulang. Jurnal Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 4(3), 124.
https://doi.org/10.32419/jppni.v4i3.186

2
4
2
5

2
5

Anda mungkin juga menyukai