Anda di halaman 1dari 10

Menggali Nilai Filosofis Spiritual Dalam Kidung Rumekso ing Wengi

Karya Sunan Kalijaga


Delta Nishfu Aditama
200212606054
delta.nishfu.2002126@students.um.ac.id

Abstrak
Islamisasi yang terjadi di masyarakat Jawa tidak lepas dari peran akulturasi yang dilakukan
oleh pendakwah Islam di tanah Jawa yakni Wali Songo. Kebudayaan masyarakat Jawa yang
sangat erat dengan sastra menuntun penulis untuk meneliti tentang nilai filosofis spiritual yang
terkandung dalam Kidung Rumekso ing Wengi karya Sunan Kalijaga. Nilai spiritual yang
terkandung di dalamnya memuat ajaran-ajaran relasional manusia kepada Tuhan. Seperti
halnya mantra, kidung ini kerap digunakan sebagai tolak balak bagi orang-orang jaman dahulu.
Penulis menggunakan metode analisis deskriptif untuk menggali nilai-nilai spiritual yang
terkandung di dalamnya. Dengan menyertakan transkripsi dan transliterasi kemudian
menganalisis setiap baitnya. Menggunakan teori spiritualitas yang dikemukakan oleh Schermer
(2005) yang mengartikan spiritualitas sebagai proses perubahan yang terjadi pada diri
seseorang. Proses tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu aspek relasional (rasa kesatuan), aspek
kognitif dan perasaan yang mendalam, dan eksistensial (esensi misterius). Aspek relasional
Ketuhanan sendiri mempunyai beberapa indikator yang dipakai di antaranya: (1) Ajaran doa,
(2) Pasrah dan berserah diri, (3) Tirakat untuk menggapai kesejahteraan.

Kata Kunci: Filosofis, Kidung, Spiritualitas, Relasional,

PENDAHULUAN
Sastra merupakan sebuah karya yang lahir berdasarkan dari perasaaan, ekspresi,
pikiran, hingga penafsiran penciptanya. Sastra begitu dekat dengan kehidupan manusia
sehingga bisa dikatakan sastra merupakan cerminan atau salinan dari kehidupan nyata yang
sudah di tafsirkan oleh sastrawan. Di Indonesia, sastra bukanlah hal yang baru bagi
kehidupan masyarakat. Sejak zaman dahulu, masyarakat Jawa misalnya selalu
menggunakan sastra dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk sastra yang
berkembang di masyarkat Jawa adalah kidung. Kidung merupakan bentuk sastra Jawa yang
tak jauh beda dengan tembang ataupun geguritan. Kidung merupakan puisi yang bermuatan
pujian suci juga dikatakan mantra. Kidung juga biasa dinyanyikan beriringan dengan
gamelan-gamelan atau sekedar dinyanyikan biasa. Sedangkan dalam teks kidung biasanya
bermuatan nilai-nilai ajaran filosofis yang tinggi.

Oleh karena itu, sejak masuknya Islam di tanah Jawa, beberapa kidung digunakan
untuk media dakwah oleh para penyebar agama Islam di tanah Jawa yang kita kenal dengan
Wali Songo. Salah satu pendakwah terkenal yang kerap menggunakan kidung sebagai media
dakwah adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga memandang bahwa kidung adalah media
alternatif yang cocok untuk menyebarkan ajaran Islam. Kultur Kejawen yang kuat pada
masa itu berhasil diakulturasi dengan ajaran agama Islam.

Salah satu tembang yang digunakan oleh Sunan Kalijaga berdakwah adalah kidung
berjudul Rumekso ing Wengi. Judul kidung tersebut berarti dikumandangkan tengah malam.
Seperti judulnya, kidung tersebut biasa dilantunkan saat malam hari. Kidung yang di
dalamnya memuat banyak nilai filosofis tersebut juga disebut dengan Mantra Weda. Orang-
orang zaman dahulu biasa menggunakan mantra ini sebagai tolak balak.

Seperti yang terkandung di dalamnya, kidung ini memuat ajaran spiritualitas tentang
hubungan relasional manusia dengan Tuhan. Meminta perlindungan kepada Tuhan dari
segala bentuk kejahatan terutama di malam hari. Sunan Kalijaga berhasil menggunakan
kidung ini sebagai media dakwah. Islamisasi melalui akulturasi yang dilakukan Sunan
Kalijaga berhasil membuat orang mengerti nilai-nilai ajaran Al-Quran yang disisipkan pada
bait-bait tembang.

Secara keseluruhan terdapat 45 bait yang penulis temukan. Akan tetapi, karena
keterbatasan teks transliterasi, penulis hanya berhasil menganalisis 10 bait pertama dari
keseluruhan tembang.

METODE
Kajian ini menggunakan metode deskriptif analisis deskriptif. Analisis secara
deskriptif merupakan metode analisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi (Sugiyono, 1994). Penulis menggunakan transkripsi yang disertadi
dengan transliterasi kemudian dideskripsikan berdasarkan data atau kutipan pada setiap bait.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan nilai filosofis spiritual
yang terkandung dalam tembang “Rumekso ing Wengi”. Menurut pendapat Schermer
(2005) spiritualitas sebagai proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang. Proses
tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu aspek relasional (rasa kesatuan), aspek kognitif dan
perasaan yang mendalam, dan eksistensial (esensi misterius). Objek yang digunakan sebagai
bahan kajian dalam penelitian ini adalah tembang karya Sunan Kalijaga berjudul “Rumekso
ing Wengi”. Sunan Kalijaga adalah salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di
pulau Jawa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Nilai Filosofis Spiritual
Spiritual merupakan sebuah nilai yang berkaitan dengan keyakinan manusia. Nilai-
nilai spiritual yang bersifat fundamental menjadi pedoman bagi kehidupan manusia.
Menurut Suarta (2018) nilai spiritual cenderung berbentuk abstrak yang merupakan ide atau
angan-angan manusia sesuai nilai-nilai yang religiustik. Dalam masyarakat Jawa,
pandangan-pandangan terkait spiritualitas selalu menghubungkan antara manusia dengan
Tuhan. Schermer (Shaw, 2005) menjabarkan spiritualitas sebagai proses perubahan yang
terjadi pada diri seseorang. Proses tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu aspek relasional (rasa
kesatuan), aspek kognitif dan perasaan yang mendalam, dan eksistensial. Berangkat dari
pendapat Schermer tentang aspek spiritual, penulis menemukan salah satu aspek yang
terkandung dalam tembang Rumekso Ing Wengi. Aspek tersebut adalah aspek relasional
atau hubungan antara manusia dengan Tuhan. Aspek relasional merupakan tahap di mana
seseorang merasa bersatu dengan Tuhan. Sampai pada tahap ini, seseorang akan
membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan.
Adapun nilai-nilai dari aspek relasional tersebut akan dibahas pada uraian berikut.

1. Ajaran Doa
Dalam konsep spiritualitas yang menghubungkan dua entitas yang berbeda yakni
manusia dengan Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tentu perlu menggali
lebih dalam apa-apa saja yang kita butuhkan lalu mengembalikannya pada kehendak
Tuhan. Seseorang dengan keyakinan bahwa Tuhan Maha Penolong akan menyerahkan
semua urusan diluar kemampuannya kepada Tuhan. Dalam kidung ini Sunan Kalijaga
menyisipkan nilai betapa pentingnya manusia sebagai makhluk Tuhan harus
mengembalikan semua urusannya kepada Tuhan.

Transkripsi:
Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh ayu luputa ing lara
Luputa bilahi kabeh
Jin setan datan purun
Paneluhan tenuna tan wani
Miwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Agni atemahan tirta
Maling ngarda tan ana ngarah ingkami
Tuju duduk pan sirna.
Transliterasi:
Ada sebuah kidung doa permohonan di tengah malam.
Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit.
Terbebas dari segala petaka.
Jin dan setanpun tidak mau mendekat.
Segala jenis sihir tidak berani.
Apalagi perbuatan jahat, guna-guna tersingkir.
Api menjadi air.
Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.

Kutipan di atas merupakan bait pertama dari kidung Rumekso ing Wengi. Melalui bait
tersebut Sunan Kalijaga mengajarkan bahwa ada sebuah doa yang biasa dilantunkan di
tengah malam. Kekuatan doa tersebut mampu membebaskan semua dari penyakit. Segala
petaka baik gangguan fisik maupun gaib. Perbuatan jahat dan semua guna-guna akan
sembuh jika melantunkan doa tersebut.

Doa yang dimaksud Sunan Kalijaga adalah kidung Rumekso ing Wengi itu sendiri.
Tembang Rumekso ing Wengi atau lebih dikenal sebagai kidung merupakan ajaran atau doa
yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Doa tersebut dianggap memiliki daya magis yang kuat
sehingga diyakini mampu membebaskan manusia dari segala macam penyakit.

Adapun makna yang lebih mendalam, Sunan Kalijaga pada bait tersebut bermaksud
menyampaikan ajaran yang terkandung dalam tembang. Doa yang dilantunkan pada malam
hari, memohon pertolongan kepada Tuhan semata dan mempunyai keyakinan bahwa Tuhan
lah yang mampu menjauhkan manusia dari marabahaya.

2. Pasrah dan Berserah Diri


Pasrah dan berserah diri dalam hal ini bukan berarti kita harus menyerah dalam
menghadapi segala cobaan. Tetapi usaha yang dilakukan manusia selain diiringi dengan
doa tentu harus diikuti dengan sikap berserah diri atau dalam agama Islam dikenal
dengan tawwakal. Setiap usaha manusia harus diikuti dengan sikap memohon
pertolongan kepada Tuhan. Selain itu, sikap pasrah dan berserah diri juga harus
dijalankan oleh manusia. Sebab manusia tak akan tahu bagaimana rencana Sang
Pencipta. Bagaimana takdir ini akan berputar dan bagaimana proses-proses kehidupan
terjadi. Maka dari itu, sikap pasrah dan berserah diri merupakan salah satu hal yang
penting dalam hubungan relasional antara manusia dengan Tuhannya.
Transkripsi:
Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa

Transliterasi:
Semua penyakit pulang ketempat asalnya.
Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih.
Semua senjata tidak mengena.
Bagaikan kapuk jatuh dibesi.
Segenap racun menjadi tawar.
Binatang buas menjadi jinak.
Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang
merak.
Kandangnya semua badak.
Meski batu dan laut mengering.
Pada akhirnya semua slamat.
Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan
semua rasul dalam lindungan Tuhan.
Hatiku Adam dan otakku nabi Sis.
Ucapanku adalah nabi Musa.

Bait tersebut menggambarkan keadaan bagaimana setelah manusia menerapkan sikap


pasrah kepada Tuhan. Segala penyait dan marabahaya pergi. Semua kejahatan berubah menjadi
kebaikan. Seseorang yang pasrah dan berserah diri akan selalu berada dalam lindungan Tuhan.
Dikelilingi oleh bidadari, dijaga oleh malaikat, dan semua rasul-Nya.
Hubungan relasional yang terjalin pada manusia dengan Tuhannya menyebabkan
adanya timbal balik antara manusia dengan Tuhan. Tuhan memerintahkan manusia untuk
selalu taat kepada-Nya. Sedangkan manusia akan selalu memperoleh pahala dan kenikmatan
serta dijauhkan dari segala marabahaya apabila manusia mau memasrahkan segala urusan
diluarnya kepada Tuhan.

Dalam kutipan bait tersebut juga disebutkan nama-nama nabi dan rasul beserta para
sahabatnya. Semuanya memiliki kekuatan masing-masing yang bisa diserap atau diteladani
oleh manusia. Tembang tersebut juga menanamkan konsep bahwa manusia tidak bisa benar-
benar menjadi makhluk yang egois. Apapun segala urusan akan dikembalikan pada Tuhan
Yang Maha Esa.

3. Bertirakat untuk Menggapai Kesejahteraan Hidup


Nilai spiritualitas yang ketiga adalah bertirakat untuk menggapai kesejahteraan hidup.
Artinya untuk menggapai kesuksesan manusia harus berusaha semaksimal mungkin.
Konsep pasrah dan berserah diri tidak diartikan memasrahkan keadaan begitu saja. Manusia
harus berusaha semaksimal mungkin dan harus diiringi dengan tirakat yang kuat. Tirakat
secara harfiah menurut KBBI berarti menahan hawa nafsu. Dalam tembang ini terdapat tiga
bait yang mengajarkan manusia untuk bertirakat agar mencapai kesejahteraan.
Transkripsi:

Lamun arsa tulus nandur pari


Puwasaa sawengi sadina
Iderana galengane
Wacanen kidung ngiku
Datan ana ama kang prapti
Lamun sima aperang
Wateken ing sekul
Antuka tigang pulukan
Kang ngamangan rinaksa dening
HyangWiddhi
Rahayu ing payudan
Transliterasi:
Jika ingin bagus menanam padi,
berpuasalahsehari semalam,
kelilingilah pematangnya,
bacalah nyanyian itu,
semua hama kembali,
jika engkau pergi berperang,
bacakan kedalam nasi,
makanlah tiga suapan,
yang memakan akan dilindungi Tuhan,
selamat di Medan perang.

Kutipan bait ke-7 tersebut mengajarkan bahwa jika manusia hendak menanam padi
dianjurkan untuk berpuasa setidaknya sehari semalam. Berpuasa adalah tirakat awal yang
diniatkan agar padi yang akan ditanam menghasilkan hasil yang bagus. Kemudian
dianjurkan untuk mengelilingi pematang sawah dengan melantunkan doa (kidung) tersebut
maka semua hama akan pergi sehingga tak ada gangguang yang mengganggu padi tersebut.
Kekuatan doa yang terkandung dalam kidung tersebut dipercaya dapat mendatangkan
kebaikan bagi para petani yang hendak memulai musim tanam.

Kemudian jika seseorang hendak pergi berperang atau yang relevan di zaman sekarang
bisa dikatakan pegi bekerja maka hendaknya bacakan doa tersebut kedalam nasi. Tuhan
akan melindungi seseorang yang memakan nasi yang telah didoai. Tuhan akan selalu
melindungi umatnya yang mau memohon pertolongan kepada-Nya.
Transkripsi:
Lamun ora bisa maca kaki
Den-wewera kinarya ajimat
Teguh ayu panemune
Pan binekta anglurug
Mungsuhira datan udani
Luput sanjata tuwa
Iku sawabipun
Sabarang pakaryanira
Pan rinaksa dening Hyang kang
Maha Suci
Sakarsane tinekan

Transliterasi:
Jika (kamu) tidak bisa membaca,
hafalkan saja seperti jimat,
niscaya akan aman,
jika (kamu) bawa meluruk (perang),
musuhmu akan takut,
luput dari (serangan) senjata (apapun),
itulah manfaatnya,
segalanya akan dijaga oleh Tuhan yang Maha Suci,
(dan) apapun yang kau inginkan terkabul.
Kutipan bait ke-8 di atas mengajarkan jika seseorang tidak bisa membaca doa
setidaknya hafalkan saja seperti jimat yang dibawa kemanapun pergi. Musuh akan takut dan
serangan marabahaya apapun tidak mengenai seseorang yang menghafalkan doa tersebut.
Segalanya akan dijaga oleh Tuhan Yang Maha Suci. Tuhan akan mengabulkan segala
keinginan orang-orang yang mau bertirakat dan bersungguh-sungguh dalam menggapai
kemenangannya.

Transkripsi:
Sing sapa reke arsa nglakoni
Amutihe lawan anawaha
Patangpuluh dina bae
Lan tangi wektu subuh
Miwah sabar sokuran ati
Insa’ allah tinekan
Sakarsanireku
Tumrah sanak rayatira
Saking sawabing ngilmu pangiket mami
Saking sawabing ngilmu pangiket mami
Duk aneng Kalijaga.

Transliterasi:
Siapa saja yang dapat melaksakan,
puasa mutih dan minum air putih,
selama 40 hari,
dan bangun waktu subuh, bersabar
dan bersyukur di hati,
Insya Allah tercapai,
semua cita-citamu,
dan semua sanak keluargamu,
dari daya kekuatan seperti yang mengikatku,
ketika di Kalijaga

Kutipan bait ke-10 di atas mengajarkan anjuran untuk berpuasa mutih. Puasa mutih
adalah puasa yang hanya diperbolehkan untuk memakan nasi dan air putih saja. Puasa
tersebut harus dilakukan selama 40 hari. Barang siapa seseorang bisa melaksanakan puasa
tersebut dengan niat dari hari maka Insya Allah akan tercapai segala yang dicita-citakan.
Bukan hanya bagi seseorang yang menjalankan tetapi juga memberi daya bagi seluruh sanak
keluarga.

Pertolongan Tuhan akan senantiasa datang ketika seseorang memiliki relasional yang
kuat dengan-Nya. Kekuatan relasional tersebut tidak hanya dibangun dengan ibadah. Tetapi
juga harus digapai dengan tirakat yang kuat. Tirakat yang kuat seperti halnya berpuasa
menahan hawa nafsu dan berusaha mengendalikan diri. Semua bentuk bentuk relasional
tersebut akan menjalin hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya. Tuhan Maha
Pemurah juga Maha Penolong. Permintaan apapun akan dikabulkan dan mendatangkan
kebaikan bagi manusia itu sendiri. Untuk menggapai kesejahteraan dibutuhkan usaha yang
kuat bagi manusia salah satunya adalah melalui tirakat tersebut.

KESIMPULAN

Tembang Rumekso ing Wengi karya Sunan Kalijaga sangatlah memuat nilai filosofis
spiritual yang tinggi. Ajaran kontekstual tentang membangun nilai-nilai relasional dengan
Tuhan serta keutamaan manusia untuk menggapai hubungan baik kepada Tuhan. Tembang
tersebut menjadi senjata atau doa bagi orang-orang yang hendak menggapai kesejahteraan.
Hubungan relasional manusia dengan Tuhan tidak hanya dibangun dengan beribadah
melainkan juga dengan tirakat-tirakat yang bertujuan meningkatkan spiritualitas dalam diri
seseorang. Konsep pengendalian diri dari hawa nafsu juga menjadi kunci yang penting dalam
membangun aspek relasional. Aspek relasional sendiri merupakan bentuk yang utama dari
spiritualitas dalam diri manusia. Maka, untuk mencapai kesejahteraan dalam hidup, manusia
harus melalui proses-proses seperti berdoa memohon pertolongan kepada Tuhan, berpasrah
dan berserah diri, serta melaksanakan tirakat dengan niat menggapai kesejahteraan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Aryanto, A. (2021). Bentuk, Fungsi, dan Makna Kidung Rumekso Ing Wengi: Kajian
Hermeneutik. Kawruh: Journal of Language Education, Literature and Local
Culture, 3(1), 42-48.

Azizah, A. U., & Hidayat, A. (2021). Teologi Dalam Kidung Rumeksa Ing Wengi. Jurnal
Mediakita: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 5(2).
Suarta, I. M. (2018). Nilai-nilai Filosofis Didaktis, Humanistis, dan Spiritual dalam Kesenian
Tradisional Macapat Masyarakat Bali. Mudra Jurnal Seni Budaya, 33(2), 191-199.
Sakdullah, M. (2014). Kidung Rumeksa ing Wengi Karya Sunan Kalijaga Dalam Kajian
Teologis. Jurnal Theologia, 25(2), 231-250.

Sidiq, A. (2008). “Kidung Rumeksa Ing Wengi : Studi Tentang Naskah Klasik Bernuansa
Islam.” Jurnal Analisa.

Anda mungkin juga menyukai