Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN NORMAL DENGAN


HEPATITIS B DI RUANG VK KABER RSUD dr. ABDOER RAHEM
SITUBONDO

OLEH:

Amanda Intan Yesicha, S.Kep


NIM 222311101139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN NORMAL DENGAN
HEPATITIS B DI RUANG VK KABER RSUD dr. ABDOER RAHEM
SITUBONDO
Oleh: Amanda Intan Yesicha, S.Kep

1) Kasus (Masalah Utama)


Persalinan normal dengan Hepatitis B
2) Proses Terjadinya Masalah
a. Definisi
Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam nyawa yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan
darah atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi. Hampir semua jenis virus
hepatitis dapat menyerang manusia. Pada ibu hamil jika terserang virus ini dapat
menularkan pada bayi itu. Bentuk penularan seperti inilah yang banyak di jumpai
pada penyakit hepatitis B (Jantiko, 2020). Pada saat ini jenis hepatitis yang paling
banyak dipelajari ialah hepatitis B dan telah dapat pula dicegah melalui vaksinasi.
Walaupun infeksi virus ini jarang terjadi pada populasi orang dewasa, kelompok
tertentu dan orang yang memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi.
b. Etiologi
Etiologi virus Hepatitis B dari golongan virus DNA. Masa inkubasi 60-
90 hari, penularan vertikal 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan) dan 5%
intra uterine. Hepatitis B dan C menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang
terinfeksi misal cairan vagina atau air mani. Seseorang bisa mendapatkannya dari
hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi, atau tertusuk dengan
jarum bekas pakai yang digunakan oleh seseorang yang terinfeksi baik jarum
suntik narkoba, jarum tato, maupun jarum suntik medis yang tidak steril.
Bayi dalam kandungan pada umumnya tidak terpengaruh oleh virus
hepatitis milik ibunya selama kehamilan. Namun, mungkin ada beberapa
peningkatan risiko tertentu saat persalinan, seperti bayi lahir prematur, bayi lahir
dengan berat rendah (BBLR), atau kelainan anatomi dan fungsi tubuh bayi
(terutama pada infeksi hepatitisB kronis). Risiko lainnya adalah bayi Anda bisa
terinfeksi saat lahir. Bayi mungkinterinfeksi hepatitis B saat lahir jika ibu positif
memiliki virusnya. Biasanya, penyakitini diteruskan ke anak yang terkena paparan
darah dan cairan vagina ibu selama proses persalinan. Infeksi virus hepatitis B
bisa sangat parah pada bayi.
c. Tanda dan Gejala
Gejala hepatitis termasuk mual dan muntah, selalu kecapekan,
kehilangan nafsu makan, demam, sakit perut (terutama di sisi kanan atas, lokasi
hati berada), sakit pada otot dan persendian, serta jaundice alias penyakit kuning
kulit dan bagian putih mata yang menguning. Masalahnya adalah, gejala bisa
mungkin tidak muncul selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi,
atau mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Pada sebagian besar individu yang mengalami hepatitis B kronik, tidak
akan memberikan gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi kronik hepatitis B
kadang kala diketahui secara tidak sengaja saat pasien hamil tersebut
memeriksakan kehamilannya. Temuan laboratorium lain umumnya normal
kecuali kadar ALT yang cenderung tidak normal. Pemeriksaan fisik wanita hamil
dengan infeksi kronik hepatitis B terkadang tampak normal oleh karena tanda-
tanda sirosis dini seperti eritema palmaris, splenomegali dan ukuran hati yang
kecil dapat tersamarkan dengan perubahan kondisi fisik akibat kehamilan tersebut
(Kemenkes, 2022).
d. Faktor risiko
Faktor risiko yang berkaitan dengan hepatitis B pada ibu hamil meliputi
umur, pendidikan, pekerjaan, pasangan seksual, paritas.
 Umur
Bagi ibu dengan usia produktif karena usia produktif merupakan masa
puncak interaksi sosial antara lawan jenis sehingga menjadi fase retan
dalam kehidupan rumah tangga melalui siklus reproduksi. Usia produktif
juga menjadi masa puncak aktivitas seksual sehingga menunjukkan
peran hubungan seksual dalam penularan hepatitis B.

 Pendidikan
Tingkat pendidikan juga dikaitkan dengan kesadaran dan kemauan ibu
hamil dalam melakukan vaksinasi. Ibu hamil dengan tingkat
pendidikan yang lebih baik umumnya memiliki kesadaran yang
lebih baik dalam melakukan upaya pencegahan, sehingga lebih mau
melakukan vaksinasi.
 Pekerjaan
Ibu rumah tangga atau yang tidak bekerja pada sektor formal,
memiliki interaksi sosial yang minim sehingga kurang memiliki
pengetahuan dan kewaspadaan terhadap risiko infeksi baik secara
lansung maupun tidak lansung.
 Paritas
Ibu dengan paritas tinggi atau multigravidamenunjukkan seringnya
kontaminasi peralatan medis selama persalinan sehingga dapat
meningkatkan risiko terinfeksi hepatitis B
 Pasangan seksual
Penularan hepatitis B melalui aktivitas seksual terjadi karena
hepatitis B merupakan virus yang dapat ditularkan darah, air mani,
dan cairan tubuh lainnya yang terinfeksi sehingga kontak seksual
berfungsi sebagai cara penularan.
e. Patofisiologi
Virus Hepatitis B memiliki masa inkubasi antara 6 minggu sampai
dengan 6 bulan dengan rata-rata yaitu 90 hari (3 bulan).  Virus ini menular secara
perkutaneus (luka pada kulit) atau mukosa yang terpapar oleh darah, cairan tubuh
seperti serum, semen dan air liur yang telah tercemar oleh virus tersebut.
Replikasi virus Hepatitis B sebagian besar terjadi di sel hati.  Virus Hepatitis B
yang menginfeksi manusia akan menyebabkan terjadinya infeksi akut yang
kemudian dapat berkembang menjadi kronik sebanyak 10%, memberi gejala
hepatitis akut sebanyak 25% yang kemudian sembuh, 65% akan tidak bergejala
kemudian sembuh dan < 1% yang akan menjadi hepatitis B fulminan. Pasien yang
terinfeksi Hepatitis B akan menjalani 4 fase penyakit yaitu fase immune
tolerant, fase immune clearance, fase pengidap inaktif, dan fase reaktivasi.
Keempat fase ini dibedakan lewat kadar DNA dan kadar enzim hatinya.
Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai
infeksi perinatal. Transmisi ibu-anak dapat terbagi menjadi 3 mekanisme yaitu
transmisi intrauterine/pra-partum, transmisi intrapartum, dan transmisi post-
partum. Transmisi intrapartum dapat terjadi lewat beberapa mekanisme seperti
kerusakan sawar plasenta atau infeksi plasenta dan transmisi plasenta. Transmisi
intrapartum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti akibat ruptur membran
plasenta yang terjadi, melalui cairan amnion, darah, maupun sekret yang terdapat
di sepanjang jalan lahir tertelan oleh bayi. Transmisi post-partum biasanya terjadi
bukan karena menyusui, namun akibat luka di sekitar puting susu yang
mengeluarkan eksudat yang infeksius.
f. Diagnosis
Pada pasien dengan dugaan hepatitis B kronik harus dilakukan
pemeriksaan HBsAg dan HBV DNA untuk diagnosis, indikasi terapi dan untuk
mengamati perkembangan dari pasien tersebut. Beberapa tes serologi penting
antara lain HBeAg yang menunjukkan kondisi pasien yang sangat infeksius, HBV
DNA menunjukkan jumlah virus dalam tubuh pasien, anti HBe atau HBeAg yang
mengindikasikan bahwa pasien tersebut lebih kurang menular dibandingkan
dengan HBeAg positif (Kemenkes, 2022).
g. Penatalaksanaan
Wanita usia subur dengan infeksi hepatitis B disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi selama pengobatan dan pasien harus diberikan
informasi mengenai pengobatan hepatitis B dan dampaknya terhadap
kehamilan. Pengobatan biasanya dimulai pada pasien dengan fibrosis hepatik atau
dengan risiko dekompensasi. Terapi hepatitis B pada wanita hamil biasanya
ditunda sampai dengan trimester 3 untuk menghindari transmisi perinatal
(Kemenkes, 2022).
Pencegahan transmisi perinatal dapat dilakukan dengan pemberian HBIg
pada fetus dalam 12 jam setelah lahir yang dikombinasikan dengan vaksinasi
hepatitis B. Pemberian ASI pada ibu dengan hepatitis B positif tidak
dikontraindikasikan, kecuali pada ibu dengan kelainan patologi pada payudara
seperti luka lecet pada puting.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN NORMAL DENGAN
HEPATITIS B DI RUANG VK KABER RSUD dr. ABDOER RAHEM
SITUBONDO Oleh: Amanda Intan Yesicha, S.Kep

a. Kasus Masalah
Persalinan normal
b. Proses terjadinya masalah
a. Definisi
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun kedalam jalan lahir kemudian berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup
bulan atau dapat hidup diluar kandungan disusul dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau jalan lain,dengan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. (Sulfianti & Purba, 2020). Persalinan berdasarkan umur
kehamilan dibagi menjadi lima yakni (Kurniarum, 2013).
1) Abortus: Pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu
atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gr
2) Partus immaturus: Pengeluaran buah keharilan antara 22 minggu dan 28
minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gram dan 999 gram
3) Partus prematurus: Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37
minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
4) Partus maturus atau aterm: Pengeluaran buah kehamilan antara 37
minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat badan 2500 gram atau
lebih
5) Partus postmaturus atau serotinus, Pengeluaran buah kehamilan setelah
kehamilan 42 minggu
b. Etiologi
Penyebab terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti. Terdapat
beberapa teori yang dikemukakan yakni penurunan kadar progesteron, teori
oxitosin, keregangan otot-otot, pengaruh janin, dan teori prostaglandin. Beberapa
teori yang menyebabkan mulainya persalinan adalah sebagai berikut (Kurniarum,
2016):
a. Penurunan kadar progesteron
Progesterone menimbulkan relaxasi otototot rahim, sebaliknya estrogen
meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen dalam darah, tetapi pada
akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his. Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, dan pembuluh darah mengalami penyempitan dan
buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim
lebih sensitive terhadap oxitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi
setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu
b. Teori oxitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas otot
rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Di akhir kehamilan
kadar progesteron menurun sehingga oxitocin bertambah dan meningkatkan
aktivitas otot-otot rahim yang memicu terjadinya kontraksi sehingga terdapat
tanda- tanda persalinan.
c. Keregangan otot-otot
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah
melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
Seperti halnya dengan Bladder dan Lambung, bila dindingnya teregang oleh
isi yang bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin
teregang otot-otot dan otototot rahim makin rentan. Contoh, pada kehamilan
ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga
menimbulkan proses persalinan.
d. Pengaruh janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan
karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa, karena
tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan
maturasi janin, dan induksi (mulainya ) persalinan.
e. Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang
dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua diduga
menjadi salah satu sebab permulaanpersalinan. Hasil dari percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara
intravena, intra danextra amnial menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap umur kehamilan. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat keluar.
Prostaglandin dapat dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan. Hal ini
juga didukung dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air
ketuban maupun daerah perifer pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau
selama persalinan.
c. Patofisiologi
Persalinan adalah peristiwa fisiologis yang melibatkan serangkaian perubahan
berurutan dan terintegrasi di dalam miometrium, desidua, dan serviks yang terjadi
secara bertahap selama beberapa hari hingga minggu untuk mengeluarkan janin
dari rahim. Satu teori menyatakan bahwa persalinan dimulai oleh perubahan rasio
estrogen dan progesteron. Selama trimester terakhir kehamilan, kadar estrogen
meningkat dan kadar progesteron menurun (Palmer dan Coats, 2017; Ricci,
2017).
Terjadinya peregangan uterus dari janin dan volume cairan ketuban,
penarikan progesteron hingga dominasi estrogen, peningkatan sensitivitas
oksitosin, dan peningkatan pelepasan prostaglandin. Perubahan ini menyebabkan
peningkatan jumlah persimpangan celah miometrium. Jumlah reseptor oksitosin
di dalam rahim meningkat pada akhir kehamilan yang menciptakan peningkatan
kepekaan terhadap oksitosin (Palmer dan Coats, 2017; Ricci, 2017).
Estrogen yang kadarnya juga meningkat, dapat meningkatkan kepekaan
miometrium terhadap oksitosin. Dengan meningkatnya kadar oksitosin dalam
darah ibu bersamaan dengan peningkatan kadar kortisol janin yang mensintesis
prostaglandin, kontraksi uterus dimulai. Oksitosin juga membantu merangsang
sintesis prostaglandin melalui reseptor di desidua (Palmer dan Coats, 2017).
Prostaglandin menyebabkan kontraksi tambahan, pelunakan serviks, induksi
gap junction (gap junction adalah protein yang menghubungkan membran sel dan
memfasilitasi koordinasi kontraksi uterus dan peregangan miometrium), dan
sensitisasi miometrium, sehingga menyebabkan pelebaran serviks progresif
(pembukaan atau pembesaran os serviks eksterna). Kontraksi uterus memiliki dua
fungsi utama: melebarkan serviks dan mendorong janin melewati jalan lahir
(Palmer dan Coats, 2017).
d. Tanda dan gejala
Menurut Kurniarum (2016), yang merupakan tanda pasti dari persalinan
adalah sebagai berikut :
1) Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut:
 Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
 Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
 Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya makin
besar
 Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
 Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi
uterus yang mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan
pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
2) Penipisan dan pembukaan serviks
Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya pengeluaran lendir
dan darah sebagai tanda pemula.
3) Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar
disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena
lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga
beberapa capillair darah terputus.
4) Premature Rupture of Membrane
Premature Rupture of Membrane adalah keluarnya cairan banyak dengan
sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau
selaput janin robek. Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau
hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang
lambat sekali. Tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil,
malahan kadang-kadang selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun
demikian persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban
keluar.
Adapun tahapan atau mekanisme persalinan adalah sebagai berikut:
a) Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
servix hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I
berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan
fase aktif.
 Fase laten persalinan:
Fase yang dimulai pada pembukaan serviks 0 dan berakhir sampai
pembukaan servik mencapai 3 cm. pada fase ini kontraksi uterus
meningkat frekuensi, durasi, dan intensitasnya dari setiap 10 – 20
menit, lama 15 – 20 detik dengan intensitas cukup menjadi 5 – 7 menit,
lama 30 – 40 detik dan dengan intensitas yang kua. Fase laten biasanya
berlangsung di bawah hingga 8 jam
 Fase aktif persalinan:
Fase yang dimulai pada pembukaan serviks 4 dan berakhir sampai
pembukaan serviks mencapai 10 cm. Pada fase ini kontraksi uterus
menjadi efektif ditandai dengan meningkatanya frekuensi, durasi dan
kekuatan kontraksi. Tekanan puncak kontraksi yang dihasilkan
mencapai 40 – 50 mmHg. Diakhir fase aktif kontraksi berlangsung 2 –
3 menit sekali, selama 60 detik dengan intensitas lebih dari 40 mmHg.
Fase aktif dibedakan menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimal dan
fase deselarasi.
 Fase akselerasi (pembukaan 3 cm menjadi 4 cm berlangsung 2
jam). Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih
dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih)
 Fase lereng maksimal (berlangsung sangat cepat), serviks
membuka dari 4 ke 9 cm biasanya dengan kecepatan 1 cm atau
lebih perjam hingga permbukaan 9 cm.
 Fase deselerasi (pembukaan lambat kembali dari 9 menjadi 10
cm, dalam 2 jam). Terjadi penurunan bagian terendah janin 2)

Gambar 1. Kala I (Lestari, 2021)

b) Kala II
Dimulai dengan pembukaan lengkap (10 cm) sampai jalan lahir, proses ini
tergantung dengan proses multipara atau primipara. Lamanya kala II 1-2 jam.
Perlunya diantisipasi pada kala ini adalah ukuran jalan lahir dan perbandingan dari
janin terutama kepala janin. Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipantau
adalah tenaga ibu untuk mengedan diperlukan cara yang tepat, pemantauan janin
meliputi presentasi penurunan janin dan detak jantung janin setelah kontraksi,
status kesehatan ibu tentang kebutuhan cairan dan perilaku ibu. Dalam keadaan
normal, pada saat crowning atau setelah bahu depan lahir, disuntikkan oksitoksin
intramuskular sebanyak 5 unit. Oksitoksin bekerja dalam waktu 2-3 menit
sehingga penyuntikkan ini dapat menurunkan risiko terjadinya pendarahan pasca
persalinan.
Respon fisiologi yang terjadi pada kala II, diantaranya:
1) His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50 -100 detik, datangnya tiap
2-3 menit
2) pada kala ini ditandai dengan keluarnya cairan kekuningkuningan dalam
jumlah banyak
3) Pasien mulai mengejan
4) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar
panggul, perineum menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka
5) Pada puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan hilang lagi
waktu his berhenti, begitu terus hingga nampak lebih besar. Kejadian ini
disebut “Kepala membuka pintu”
6) Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva sehingga
tidak bisa mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan
subocciput ada di bawah symphisis disebut “Kepala keluar pintu”
7) Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun besar, dahi
dan mulut pada commissura posterior. Saat ini untuk primipara, perineum
biasanya akan robek pada pinggir depannya karena tidak dapat menahan
regangan yang kuat tersebut
8) Setelah kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar, sehingga kepala
melintang, vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir
sehingga dari hidung anak keluar lendir dan cairan.
Gambar 2. Kala II (Kostania, 2014)

c) Kala III
Proses ini dimulai dari setelah bayi lahir sampai pengeluaran plasenta,
lamanya proses ini harus kurang dari 30 menit. Kala III terjadi setelah berakhirnya
kala I dan II. Plasenta akan turun dari segmen bawah uterus seperti bentuknya.
Tinggi fundus uteri naik diatas pusat, mengeras. Setelah plasenta lahir segmen
bawah uterus kembali kosong, fundus uteri turun dan mengeras karena mengalami
kontraksi.
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Biasanya kala III juga disebut dengan kala
uri atau kala pengeluaran plasenta. Tahap ini berlangsung tidak lebih dari 30
menit. Peregangan tali pusat terkendali (PTT) dilanjutkan dengan pemberian
oksitosin kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan. Tanda-tanda pelepasan
plasenta adalah:
1) Perubahan ukuran dan bentuk uterus
2) Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta
terlepas dari segmen bawah rahim
3) Tali pusat memanjang
4) Semburan darah tiba-tiba
Respon fisiologis pada kala III ialah segera setelah bayi lahir dan air
ketuban tidak lagi berada dalam uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan
ukuran uterus akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan
menyebabkan pengurangan dalam ukuran tempat melekatnya plasenta. Karena
tempat melekatnya plasenta menjadi lebih kecil, maka plasenta akan menjadi tebal
atau mengkerut dan memisahkan diri dari uterus. Sebagian dari pembuluh-
pembuluh darah yang kecil akan robek saat plasenta lepas. Tempat melekatnya
plasenta akan berdarah terus hingga uterus seleruhnya berkontraksi. Setelah
plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh-
pembuluh darah. Hal ini yang akan menghentikan perdarahan dari tempat
melekatnya plasenta tersebut. Sebelum uterus berkontraksi, wanita tersebut bisa
kehilangan darah 350-360 cc/menit dari tempat melekatnya plasenta tersebut.
Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu
seluruhnya.

Gambar 3. Kala III (Tato,2019)

d) Kala IV
Kala empat merupakan saat paling kritis pada pasca ibu melahirkan yaitu
pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mrncrgah terjadinya
kematian pada ibu akibat pendarhan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya
terjadi dalam 6 jam postpartum. Selama kala IV, pemantauan dilakuukan 15 menit
pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan. Setelah
plasenta lahir, diberikan tindakan yang berupa:
1) Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
2) Evaluasi fundus uteri dengan cara letakkan jari tangan secara melintang
antara tali pusat dan fundus uteri. Fundusuteri harus sejajar dengan pusat
atau dibawah pusat.
3) Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan, normalnya tidak
melebihi 400-500 cc.
4) Pemeriksaan perineum dari pendarahan aktif (apakah laserasi atau luka
episiotomi).
5) Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
6) Pendokumentasian.

Respon fisiologis kala IV ialah setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri
kurang lebih 2 jari dibawah pusat. Otot-otot uterus berkontraksi, pembuluh darah
yang ada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
3. Pohon Masalah
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Kala I
a. Keluhan Anda kaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat
berupa keluar darah bercampur lendir (bloody show), keluar air–air dari
kemaluan (air ketuban), nyeri pada daerah pinggang menjalar ke
perut/kontraksi (mulas), nyeri makin sering dan teratur
b. Pengkajian riwayat penyakit dahulu.
Kaji riwayat penyakit ibu, apakah pernah mebgalami diabetes, hipertensi,
penyakit jantung dan lainnya.
c. Pengkajian riwayat ANC
Tanyakan apakah ibu melakukan pemeriksaan antenatal care saat trimester
1, 2, dan 3 beserta hasil pemeriksaannya (lihat buku KIA).
d. Pengkajian riwayat obstetrik
Kaji riwayat kehamilan masa lalu, jenis persalinan lalu, penolong
persalinan lalu, kondisi bayi saat lahir. Kaji riwayat nifas lalu, masalah
setelah melahirkan, pemberian ASI dan kontrasepsi
e. Pengkajian riwayat psikososial
Tanyakan terkait psikososial ibu melipti apakah kehamilan ini
direncanakan atau tidak, apakah keluarga mendukung ibu selama
kehamilan dan lainnya.
f. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputitekanan
darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi badan, dan berat badan
b) Kaji tanda–tanda in partu seperti keluar darah campur lendir, sejak
kapan dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang
meningkat, waktu keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau keruh,
warna, dan jumlahnya
c) Kaji TFU, Leopold I, II, II, dan IV
Pemeriksaan leopold :
1) Leopold I
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan usia kehamilan,
dan untuk mengetahui bagian janin yang terdapat di fundus uteri.
Pelaksanaan leopold I adalah dengan meletakkan kedua tangan di
bagian atas perut ibu, apabila teraba keras dan bulat, maka
kemungkinan bagian teratas janin adalah kepala, namun bila teraba
lembut dan lunak, maka kemungkinan bagian teratas janin adalah
bokong.
2) Leopold II
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan bagian janin yang
berada pada kedua sisi uterus, pada janin dengan posisi lintang,
pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan posisi kepala janin.
Pelaksanaan leopold II adalah dengan meletakkan kedua tangan
pada sisi perut ibu kemudian melakukan tekanan lembut namun
dalam, apabila teraba bagian keras dan lebar di sisi kiri dan teraba
lunak dan tak beraturan di sisi kanan, maka kemungkinan posisi
janin mengahadap ke kiri, namun apabila bagian keras dan lebar
teraba di sisi kanan dan di sisi kiri teraba lunak dan tak beraturan
maka kemungkinan posisi janin menghadap ke kanan.
3) Leopold III
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan bagian janin yang
terdapat pada bagian bawah perut ibu, serta untuk mengetahui
apakah janin telah memasuki pintu panggul atas (PAP).
Pelaksanaan leopold III adalah dengan meraba bagian bawah perut
dengan menggunakan jempol dan jari dari salah satu tangan.
4) Leopold IV
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengkonfirmasi ulalng bagian
janin yang terdapat di bagian bawah perut ibu, serta untuk
mengetahui seberapa jauh bagian bawah janin telah memasuki
pintu atas panggul (PAP) ibu. Pelaksanaan leopold IV adalah
dengan meraba bagian bawah perut dengan kedua telapak tangan.
Apabila kepala bayi telah masuk penuh hingga rongga panggul,
maka seharusnya kepala janinakan sulit atau tidak bisa lagi diraba
d) Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk
mengetahui derajat dilatasi (pembukaan) dan pendataran serviks,
apakah selaput ketuban masih utuh atau tidak, posisi terendah janin
e) Auskultasi DJJ

Bidang Hodge

Bidang Hodge adalah bidang yang dipakai dalam obstetri untuk


mengetahui seberapa jauh turunnya bagian bawah anak kedalam panggul.
Terdapat 4 Bidang Hodge yaitu:

Gambar 4. Bidang Hodge

1) Bidang Hodge I: jarak antara Promontorium dan pinggir atas Simfisis,


sejajar dengan PAP atau bidang yang terbentuk dari Promontorium,
Linea Inominata Kiri, Simfisis Pubis, Linea Inominata Kanan kembali
ke Promontorium.
2) Bidang Hodge II: bidang yang sejajar dengan Pintu Atas Panggul
(PAP), melewati pinggir (tepi) bawah Simfisis.
3) Bidang Hodge III: bidang yang sejajar dengan Pintu Atas Panggul
(PAP) melewati Spina Ischiadika.
4) Bidang Hodge IV: bidang yang sejajar dengan Pintu Atas Panggul
(PAP) melewati ujung tulang Coccygeus
2. Pengkajian Kala II
a. Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II
dimulai sejak pukul, evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II
(dorongan meneran, tekanan ke anus, perineum menonjol, dan vulva
membuka).
b. Periksa kemajuan persalinan VT (status portio, pembukaan serviks,status
selaput amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke rongga
panggul, kontraksi meliputi intensitas, durasi frekuensi, relaksasi).
c. DJJ, vesika urinaria (penuh/ kosong).respon perilaku (tingkat kecemasan,
skala nyeri, kelelahan, keinginan mengedan, sikap ibu saat masuk kala II,
intensitas nyeri). Nilai skor APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran
dan diulang pada menit kelima. A (appearance/warna kulit), P
(Pulse/denyut jantung), G (Grimace/respon refleks), A (Activity/tonus
otot), R (respiration/pernapasan). Nilai kelima variabel tersebut
dijumlahkan. Interpretasi hasil yang diperoleh: 1) Bila jumlah skor antar
7–10 pada menit pertama, bayi dianggap normal. 2) Bila jumlah skor
antara 4–6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis segera
seperti pengisapan lendir dengan suction atau pemberian oksigen untuk
membantu bernafas.
3. Pengkajian Kala III
a. Kaji TTV (TD, nadi, pernafasan, nadi),
b. Kaji waktu pengeluaran plasenta,
c. Kondisi selaput amnion,
d. Kotiledon lengkap atau tidak.
e. Kaji kontraksi/HIS,
f. Kaji perilaku terhadap nyeri,
g. Skala nyeri,
h. Tingkat kelelahan,
i. Keinginan untuk bonding attachment,
j. Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
4. Pengkajian Kala IV
Pengkajian kala IV, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu jam
pertama, ibu dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu dimonitoring
setiap 30 menit. Adapun yang dimonitoring adalah, tekanan darah, nadi,
kontraksi, kondisi vesika urinaria, jumlah perdarahan per vagina, intake cairan
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada ibu dengan persalinan
normal sesuai dengan SDKI yaitu:
1. Nyeri melahirkan (D.0079) b.d dilatasi serviks, pengeluaran janin d.d
mengeluh nyeri, perineum terasa tertekan, uterus membulat (Kala I, II)
2. Hipovolemia (D.0023) b.d kehilangan cairan aktif d.d merasa lemah,turgor
kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat (Kala III)
3. Keletihan (D.0057) b.d kondisi fisiologis (persalinan normal) d.d mengeluh
lelah, merasa kurang tenaga dan tampak lesu (Kala IV)
4. Ansietas (D.0080) b.d kurang terpapar informasi d.d merasa bingung, sulit
berkonsentrasi, tampak gelisah (Kala I)
5. Resiko infeksi (D.0142) d.d efek prosedur invasif (Persalinan Normal) (Kala
II)
C. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri melahirkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1.08238)


(D.0079) b.d dilatasi selama 1 x 24 jam nyeri melahirkan dapat Observasi
serviks, pengeluaran terkontrol dengan kriteria hasil: Status 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
janin d.d mengeluh nyeri, Intrapartum (L.07060) fekueni, kualitas dan intensitas nyeri
perineum terasa tertekan, Indikator Skala 2. Identifikasi skala nyeri
uterus teraba membulat Awal Akhir 3. Indentifikasi respon nyeri non verbal
Koping terhadap - 5 4. Indentifikasi factor yang memperberat
ketidaknyamana dan memperingan nyeri
n persalinan 5. Indentifikasi pengetahuan dan
Memanfaatkan - 5 keyakinan tentang nyeri
teknik untuk Terapeutik
memfasilitasi 1. Berikan teknik non farmakologis untuk
persalinan mengadaptasikan pasien dengan rasa
Dilatasi serviks - 5 nyeri (misalnya TENS, hypnosis,
Nyeri dengan - 5 akupressur, terapi music, biofeedback,
kontraksi terapi pijat, aromaterapi, imajinasi
Nyeri punggung - 5 terbimbimbing, kompres hangat/dingin)
Frekuensi - 5 2. Control lingkungan yang memperberat
kontraksi uterus nyeri (mis. Suhu, ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan startegi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan Penyebab, periode, dan
pemicu nyeri,
2. Jelaskan strategi beraaptasi dengan
nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
beradaptasi dengan nyeri

2. Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen perdarahan pervaginam


b.d kehilangan cairan selama 1 x 24 jam hipovolemia dapat (1.02044)
aktif d.d merasa lemah, teratasi dengan kriteria hasil: Status Observasi
frekuensi nadi Cairan (L.03028) 1. Identifikasi keluhan ibu
meningkat, turgor kulit Indikator Skala 2. Monitor keadaan uterus dan abdomen
menurun, membran Awal Akhir 3. Monitor kesadaran dan tanda vital
mukosa kering dan Turgor kulit - 5 4. Monitor kehilangan darah
volume urin menurun Perasaan lemah - 5 Terapeutik
Konsentrasi - 5 1. Posisikan supinasi atau Trendelenburg
urine 2. Pasang oksimetri nadi
Membran - 5 3. Berikan oksigen via nasal kanul 3L/m
mukosa Pasang IV line dengan set transfuse
Frekuensi nadi - 5 4. Pasang kateter untuk mengosongkan
meningkat kandung kemih
Kadar Hb - 5 5. Ambil darah untuk pemeriksaan darah
lengkap
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian uterotonika
2. Kolaborasi pemberian antikoagulan

Transfusi Darah (1.02089)


Observasi
1. Monitor tanda-tanda vital sebelum,
selama dan setelah transfusi (tekanan
darah, suhu, nadi dan frekuensi napas)
Terapeutik
2. Lakukan pengecekan ganda (double
check) pada label darah (golongan
darah, rhesus, tanggal kadaluwarsa,
nomer seri, jumlah dan identitas pasien)
3. Periksa kepatenan akses intravena,
flebitis dan tanda infeksi lokal
4. Berikan NaCI 0.9% 50 – 10C ml
sebelum transfusi dilakukan
5. Atur kecepatan, aliran transfusi sesuai
produk darah 10 – 15 ml/KgBB alam 2
– 4 jam Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi
7. Jelaskan tanda dan gejala reaksi
transfusi yang perlu dilaporkan (seperti
gatal, pusing, sesak napas dan nyeri
dada)

3. Keletihan (D.0057) b.d Setelah dilakukan tindakan selama 1x2 4 Manajemen Energi (1.05178)
kondisi fisiologis jam di harapkan keletihan dapa t terkontrol Observasi
(persalinan normal) d.d dengan kriteria hasil : Tingkat Keletihan 1. Identifikasi gangguan fungsi yang
mengeluh lelah, merasa (L.05046) mengakibatkan kelelahan
kurang tenaga dan Indikator Skala 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
tampak lesu Awal Akhir Terapeutik
Verbalisasi - 5 1. Lakukan latihan rentang gerak pasif
kepulihan atau aktif
energi Edukasi
Tenaga - 5 2. Anjurkan tirah baring
Kemampuan - 5 Kolaborasi
melakukan 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
aktivitas rutin cara meningkatkan asupakan makanan
Verbalisasi - 5
lelah
Lesu - 5

4. Ansietas (D.0080) b.d Setelah dilkukan tindakan selama 1x24 jam Reduksi Ansietas (1.09314)
Observasi
kurang terpapar di harapkan ansietas teratasi dengan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
informasi d.d merasa kriteria hasil : Tingkat Ansietas (L.09093) berubah
bingung, sulit Indikator Skala 2. Identifikasi tanda-tanda ansietas (verbal
berkonsentrasi, tampak Awal Akhir atau nonverbal)
gelisah Verbalisasi - 5 Terapeutik
kebingungan 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
Verbalisasi - 5 menumbuhkan kepercayaan
khawatir akibat 2. Pahami situasi yang membuat ansietas
kondisi yang dengarkan dengan penuh perhatian
dihadapi Edukasi
Perilaku gelisah - 5 1. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
Perilaku tegang - 5 pasien
Konsentrasi - 5 2. Latih kegiatan pengalihan untuk
Pola tidur - 5 mengurangi ketegangan
3. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
jika perlu

5. Resiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi (1.14539)
d.d efek prosedur invasif selama 1x24 jam diharapkan resiko infeksi Observasi
(Persalinan Normal) dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
Tingkat Infeksi (L.14137) dan sistemik
Indikator Skala Terapeutik
Awal Akhir 1. Batasi jumlah pengunjung
Demam - 5 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Kemerahan - 5 kontak dengan paien dan lingkungan
Nyeri - 5 pasien
Bengkak - 5 3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
Kadar sel darah - 5 beresiko tinggi
putih Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
3. Anjurkan meningkatkan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan cairan
Standard operational prosedure (SOP)
Asuhan persalinan normal

F.Kep
Universitas Jember
Prosedur tetap No dokumen: No revisi :- Halaman
Tanggal terbit: April Ditetapkan oleh: -
2018
1 Pengertian Asuhan persalinan normal adalah pemberian tindakan
pada ibu yang siap bersalin yaitu pada kala II inpartu,
dimana tidak ada penyulit kehamilan maupun penyulit
persalinan.
2 Tujuan Menolong persalinan dan memberikan asuhan mulai kala
I - kala IV pada persalinan normal
3 Indikasi Ibu bersalin dengan keadaan normal:
a. Persalinan terjadi saat usia kehamilan aterm
b. Tidak ada komplikasi
c. Proses persalinan tidak lebih dari 24 jam
d. Terdapat satu janin
e. Kontraksi uterus teratur dalam kemajuannya
f. Penipisan dan dilatasi serviks yang progresif
g. Kemajuan bagian presentasi
4 Kontraindikasi Persalinan patologi
5 Persiapan pasien a. Pastikan identitas klien
b. Kaji kondisi klien
c. Jaga privacy pasien jelaskan maksud dan tujuan
6 Persiapan alat a. Troli persalinan / meja kerja
b. Partus set :
 Benang tali pusat
 2 klem arteri
 Gunting tali pusat
 ½ kocher
 Gunting episiotomi
 Sarung tangan dtt
 Duk steril
 Kassa steril
c. Sarung tangan dtt
d. Sputi
e. Obat uterotonika (oksitosin 10 iu)
f. Celemek
g. Kapas steril dalam kom
h. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
i. Funandoskop
j. Handuk
k. Kain bersih
l. Tempat sampah kering
m. Gendok (tempat plasenta)
n. Bengkok
o. Baju ibu dan celana dalam
p. Pembalut
q. Waslap dan baskom
r. Kapas alkohol pada tempatnya
7 Persiapan a. Lakukan pengkajian: baca catatan keperawatan dan
perawat medis
b. Rumuskan diagnosa terkait
c. Buat perencanaan tindakan (intervensi)
d. Kaji kebutuhan tenaga perawat, minta perawat lain
membantu jika perlu
e. Cuci tangan dan siapkan alat
8 Cara kerja I Melihat tanda dan gejala kala dua
1 Mendengar dan melihat tanda dan gejala kala dua
 Ibu mempunyai keinginan mengeran
 Ibu merasakan tekanan pada rektum dan vagina
meningkat
 Perineum menonjol
 Vulva-vagina dan spingter ani membuka
II Menyiapkan pertolongan persalinan
2 Memastikan perlengkapan alat, bahan/obat
essensial siap digunakan. Menyiapkan spuit steril
dalam pasrtus park, mematahkan ampul oksitoxin
3 Mengenakan celemek plastik yang bersih
4 Melepaskan semua perhiasan, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
dan mengeringkan dengan handuk bersih sekali
pakai
5 Memakai sarus tangan dtt (tangan kanan dahulu)
6 Menghisap oksitoxin 10 unit ke dalam spuit
( dengan sarung tangan dtt)
III Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan
janin baik
7 Melakukan vulva hygiene dengan kapas dtt, dengan
membersihkan dari arah depan ke belakang
8 Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan lengkap, kedudukan bagian terendah
janin di dasar panggul (uuk di jam berapa?) Bila
ketuban belum pecah, dan bagian terendah
janin Sudah di dasar panggul maka lakukan
amniotom
9 Mendekontaminasi sarung tangan dalam larutan
klorin 0,5%, cuci tangan
10 Memeriksa djj saat perut tidak kontraksi, untuk
memastikan keadaan janin baik
 Mengambil tindakan yang sesuai bila djj tidak
normal, mendokumentasikan hasil pemeriksaan
pada lembar partograph
IV Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu
proses pimpinan meneran
11 Memberitahu ibu dan keluarga pembukaan sudah
lengkap dan keadaan janin baik
 Membantu ibu dalam posisi yang nyaman dan
aman bagi janin
 Jelaskan pada keluarga bagaimana cara
mendukung dan memberi semangat pada ibu
12 Meminta keluarga / pendamping untuk membantu
ibu dalam posisi mengeran
 Pilihan posisi : ½ duduk, jongkok, merangkak ,
dll
13 Melakukan pimpinan mengeran saat ibu ada
dorongan kuat untuk meneran
 Membimbing ibu cara meneran yang benar, saat
ada dorongan
 Memberi semangat atas usaha ibu dalam upaya
meneran (beri pujian)
 Anjurkan ibu istirahat / relaksasi ketika tidak
ada kontraksi
 Anjurkan pendamping memberikan semangat
saat meneran
 Anjurkan pendamping memberikan asupan oral
ketika tidka ada kontraksi
 Menilai djj tiap 5 menit
Perhatian :
a. Ibu primi dipimpin meneran maksimal 2
jam, bayi harus lahir (bila tidak rujuk
segera)
b. Ibu multi dipimpin meneran maksimal 1 jam,
bayi harus lahir (bila tidak rujuk segera)
Catatan:
Jika tidak ada kontraksi / tidak ada keinginan
meneran, cek djj
14 Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil Posisi yang nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk mengeran dalam selang
wakti 60 menit
V Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15 Jika kepala janin membuka vulva dengan diameter
5 - 6 cm, letakkan handuk bersih diatas perut ibu
untuk mengeringkan bayi, alas bokong. * siapkan
meja untuk antisipasi terjadinya asfiksia bayi, Beri
2 alas kain, 1 handuk dan lampu sorot 60 watt
(jarak lampu ke tubuh bayi 60 cm)
16 Meletakkan kain bersih yang sudah dilipat 1/3
bagian, di bawah bokong ibu
17 Membuka partus set
18 Memakai sarung tangan dtt pada kedua tangan
VI Menolong kalahiran
Lahirnya kepala
19 Meletakkan tangan kanan di bawah lipatan kain 1/3
bag untuk melindungi perieneum ibu dan
meletakkan tangan kiri di bagian oksiput kepala
bayi, serta memberikan tekanan ringan agar
lahirnya kepala tidak terlalu cepat anjurkan ibu
untuk meneran perlahan saat ada kontraksi, sampai
kepala lahir (nafas pendek)
20 Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil
tindakan yang sesuai bila ada lilitan Bila lilitan
longgar lepaskan lewat bagian atas kepala Bila
lilitan terlalu kuat lakukan klem di dua tempat dan
memotongnya
21 Menunggu kepala bayi melakukan putar paksi luar
secara spontan
Lahirnya bayi
22 Setelah kepala bayi putar paksi luar, letakkan
kedua tangan secara biparietal. Anjurkan ibu
meneran saat ada kontraksi, dengan lembut
menarik kearahbawah dan distal sampai bahu
anterior lahir, kemudian menarik kearaj atas dan
distal sampai bahu posterior lahir.
Lahirnya badan dan tungkai
23 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke
arah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelurusi dan memegang lengan dan siku atas
bayi.
24 Setelah tubuh dan lengan lahir, tangan kiri terus
menelusur punggung, bokong, tungkai dan kaki.
Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk
diantara kaki dan pengang masing-masing mata
kaki dengan ibu jari dan jari lainnya)
25 Lakukan penilaian (selintas) :
A. Apakah bayi menangis kuat atau bernafas tanpa
kesulitan ?
B. Apakah bayi bergerak dengan aktif
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas / megap-
megap, lakukan
langkah resusitasi ( lanjutkan langkah ke resusitasi
pada asfiksia
bbl)
26 Segera mengeringkan bayi, menutupi kepala dan
badan bayi. Keringkan
bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya, kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk
basah dengan handuk
kering, biarkan bayi di atas perut ibu
27 Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada
lagi bayi dalam uterus (fundus)
28 Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitoxin agar
uterus berkontraksi baik
29 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan
oksitoxin 10 unit im di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan
Oksitoxin)
30 Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat
dengan klaim 3 cm dari pusat bayi, mendorong isi
tali pusat ke arah ibu dan jepit kembali tali pusat 2
cm dari klem pertama
31  Pemotongan dan pengikatan tali pusat dengan
satu tangan pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan
pengguntingan tali pusat diantara dua klem
tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang dtt pada satu sisi,
kemudian lingkarkan kembali benang tersebut
dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi
lainnya
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah
dalam yang telah disediakan . Sedangkan tangan
kanan menegangkan tali pusat didepan vulva
32 Letakkan bayi agar ada kontak kulit bayi dan kulit
ibu. Letakkan bayi tengkuran di dada ibu. Luruskan
bahu bayi sehingga menempel didada dan perut
ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari
putting payudara ibu selimut ibu dan bayi dengan
kain hangat dan pasang topi dikepala bayi
VII Penatalaksanaan bayi aktif kala tiga
33 Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 –
10cm dari vulva
34 Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu,
ditepi atas sympisis untuk mendeteksi tangan lain
menegangkan tali pusat
35 Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke
arah bawah sambil tangan lain mendorong uterus
ke arah belakang atas (dorso kranial) secara hati-
hati. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 - 40 detik
hentikan Penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
atas. Jika uterus tidak segera kontraksi, minta
suami/keluarga untuk melakukan stimulasi putting
susu
36 Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial
hingga plasenta lepas minta ibu meneran sambil
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai , kemudian ke arah atas mengikuti poros
jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial)
jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem
berjarak 5 - 10 meter dari vulva dan lahirkan
plasenta jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit
menegangkan tali pusat maka :
 Beri dosis ulangan oksitoxin 10 unit IM
 Lakukan kateterisasi (asptik, jika kandung
kemih penuh)
 Minta keluarga menyiapkan rujukan
 Ulangi penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya
 Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah
bayi lahir, atau bial terjadi perdarahan segera
lakukan plasenta manual
37 Saat plasenta muncul diintroitus vagina, lahirkan
plasenta dengan kedua tangan, pegang dan putar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada tempat yang
disediakan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan
dtt untuk eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari - jari tangan /klem dtt untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal
Rangsangan taktil
38 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir,
lakukan masase uterus. Letakkan telapak tangan
di fundus dan lakukan masase dengan gerakkan
melingkar dengan lembut, hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
 Lakukan tindakan yang diperlukan, jika uterus
tidak berkontraksi setelah 15 detik masase
IX Menilai perdarahan
39 Evalausi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum.lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.
 Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif segera lakukan penjahitan
40 Periksa kedua sisi plsenta baik bagian ibu maupun
bayi. Pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh.
Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau
tempat khusus
X Melakukan prosedur pasca persalinan
41 Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan
tidak Terjadi perdarahan pervaginam
42 Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh
lakukan katerisasi
Evaluasi
43 Celupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan kedalam larutan klorin 0,5%, bersihkan
noda darah dan cairan tubuh, dan bilas di air dtt
tanpa melepas sarung tangan kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk yang bersih dan kering
44 Ajarkan pada ibu / keluarga cara melakukan
masase uterus dan menilai kontraksi
45 Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum
baik
46 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
(pantau kondisi Ibu dan TTV)
47 Pantau keadaan bayi, pastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40-60x/mnit)
 Jika sulit bernafas, merintih atau retraksi,
diresusitasi dan segera merujuk ke rs
 Jika nafas cepat dan sesak segera rujuk ke rs
rujukan
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan
hangat. Lakukan kembali kontak kulit ibu
bayi dan hangatkan ibu dalam satu selimut
Kebersihan dan kenyamanan
48 Bersihkan ibu dengan menggunakan air dtt,
bersihkan sisa cairan ketuban, lendir, darah. Bantu
ibu memakai pakaian bersih dan kering. Bantu ibu
memakai pakaian dalam yang bersih dan kering
49 Pastikan ibu merasa nyaman dan bantu ibu
memberikan Asi. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkan
50 Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam
larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi (10
menit). Kemudian cuci dan bilas peralatan
51 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi di
tempat sampah yang sesuai
52 Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan
klorin 0,5%
53 Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan
klorin 0,5 % dan balik bagian dalam diluar, dan
rendam dalam laritan klorin selama 10 menit
54 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir,
kemudian keringkan dengan lap satu kali pakai
55 Pakai sarung tangan bersih / dtt untuk pemberian
vit k1 (1 mg) im di paha kiri bawah lateral dan
salep mata profilaksis infeksi dalam 1 jam
pertama kelahiran
56 Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan (setelah 1 jam
kelahiran bayi) . Pastikan kondisi bayi tetap baik (
nafas 40 -60x/menit dan temperatur tubuh normal
36,5 – 37,5⁰c)setiap 15 menit.
57 Setelah 1 jam pemberian vit k berikan , berikan
suntikan imunisasi hepatitis b di paha kanan
antero Lateral. Letakkan bayi dalam jangkauan
ibu agar sewaktu waktu dapar disusukan
58 Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik
dan rendam di dalam larutan klorin
59 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalot, kemudian keringkan dengan tissue atau
handuk pribadi yang bersih dan kering
Dokumentasi
60 Lengkapi partograp (halaman depan dan
belakang) Periksa tanda vital ibu dan lanjutkan
asuhan kala IV
9 Evaluasi 1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
1 Dokumen 1. Catat tindakan yang sudah dilakukan,tanggal dan jam
0 pelaksanaan pada catatan keperawatan
2. Catat respon klien dan hasil pemeriksaan
3. Dokumentasikan evaluasi tindakan: soap
PARTOGRAF

A. Pencatatan Partograf
Alat untuk mencatat hasil observasi dan pemeriksaan fisik ibu dalam proses
persalinan serta merupakan alat utama dalam mengambil keputusan klinik
khususnya pada persalinan kala satu, dan mendeteksi apakah proses persalinan
berjalan secara normal.
B. Waktu pengisian partograf
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat proses persalinan
telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks dari 4 sampai 10
cm dan berakhir pada pemantauan kala IV.
C. Isi partograf
Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi ibu,
kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus, kondisi ibu,
obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dicatat secara rinci sesuai cara pencatatan
partograf.
Isi partograf antara lain:
1) Informasi tentang ibu
a. Nama dan umur;
b. Gravida, para, abortus
c. Nomor catatan medik/nomor puskesmas;
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat;
e. Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin:
a. Denyut jantung janin;
b. Warna dan adanya air ketuban;
c. Penyusupan(molase) kepala janin.
3) Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks;
b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
c. Garis waspada dan garis bertindak.

Bagian-bagian partograf

a. Kemajuan persalinan
 Pembukaan serviks: dinilai dengan angka 0-10 dengan memberikan tanda
(X) pada tepi kolom kiri lembar patograf
 Turunnya bagian terendah dan kepala janin : dinilai dengan skala 0-5, hal
ini juga menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin ke dalam
panggul
 Kontraksi uterus: pencatatan kontraksi uterus segaris dengan pembukaan
pada serviks
b. Kondisi Janin
 Denyut jantung janin: dinilai setiap 30 menit dengan kisaran normal DJJ
120-160 x/menit
 Warna dan volume air ketuban.
Nilai air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam dengan
menggunakan lambang sebagai berikut:
U : Jika ketuban Utuh belum pecah.
J : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban Jernih.
M : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur dengan
Mekoneum.
D : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur dengan darah.
K : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban Kering.
 Moulase kepala janin
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan kepala janin
dengan menggunakan lambang sebagai berikut:
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat diraba.
1: Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tetapi masih dapat
dipisahkan.
3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
c. Kondisi ibu
 Tekanan darah, nadi dan suhu badan
 Volume urine.
 Obat dan cairan

Cara pengisian partograf

Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan


berakhir titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan terjadi
jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus dimulai di garis waspada.

Kondisi ibu dan janin dinilai dan dicatat dengan cara:

a. Denyut jantung janin : setiap 30 menit.


b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit.
c. Nadi : setiap 30 menit. 16
d. Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
e. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam30 .
g. Produksi urin (2 – 4 Jam), aseton dan protein : sekali

Cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:

1) Lembar depan partograf.


a) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu.
Waktu kedatangan ditulis sebagai jam. Catat waktu pecahnya selaput
ketuban, dan catat waktu merasakan mules27 .
b) Kondisi janin.
(1) Denyut Jantung Janin.
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering
jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan
waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara garis tebal angka
180 dan 100. Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di bawah 120 per
menit (bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi). Beri tanda titik
pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan satu titik dengan titik
yang lainnya
(2) Warna dan adanya air ketuban
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina,
menggunakan lambang-lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih
M : Air ketuban bercampur Mekonium. D : Air ketuban bernoda Darah
K : Tidak ada cairan ketuban/Kering.
(3) Penyusupan/molase tulang kepala janin
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang
(molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di
bawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan kemungkinan
adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion)
c) Kemajuan persalinan
Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
(1) Pembukaan serviks
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap
temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks setiap
4 jam. Menyantumkan tanda „X‟ di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang
sesuai dengan metode perlimaan. Menuliskan turunnya kepala janin
dengan garis tidak terputus dari 0-5. Berikan tanda “0” pada garis waktu
yang sesuai.
(3) Garis waspada dan garis bertindak
(a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan
berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan
dimulai pada garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada, maka harus dipertimbangkan adanya
penyulit.
(b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam)
pada garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan
berada di sebelah kanan garis bertindak maka menunjukkan perlu
dilakukan tindakan untuk menyelasaikan persalinan. Sebaiknya ibu
harus berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
(c) Jam dan waktu.
 Waktu mulainya fase aktif persalinan. Setiap kotak menyatakan
satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
 Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan. Menyantumkan
tanda “x” di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif
persalinan.
(d) Kontraksi uterus
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit.
Nyatakan lama kontraksi dengan:
 Titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya < 20 detik
 Garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya 20-40 detik
 Arsir penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya > 40 detik. ░ / / /
Obat-obatan dan cairan yang diberikan

 Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap


30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan
dan dalam satuan tetes per menit
 Obat lain dan caira IV. Mencatat semua dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.
(e) Kondisi ibu
 Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada kolom yang
sesuai.
Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga
ada penyulit. Memberi tanda panah pada partograf pada kolom
waktu yang sesuai.
Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika
terjadi peningkatan mendadak atau diduga ada infeksi. Mencatat
suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
 Volume urine, protein dan aseton
Mengukur dan mencatat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap
ibu berkemih). Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton
dan protein dalam urine.
2) Lembar belakang partograf
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna untuk
mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala IV,
bayi baru lahir.
a) Data dasar. Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk,
pendamping saat merujuk dan masalah dalam kehamilan/ persalinan.
b) Kala I. Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati
garis waspada, masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaannya
c) Kala II. Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat
janin, distosia bahu dan masalah dan penatalaksanaannya.
d) Kala III. Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala
III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus
uteri, kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 22 menit, laserasi,
atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan
hasilnya.
e) Kala IV. Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan. f)
Bayi baru lahir. Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan,
jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan
hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA

Andalas, M., C. R. Maharani., E. R. Hendrawan., M. R. Florean., dan Zulfahmi.


2019.
Ketuban Pecah Dini dan Tatalaksananya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 19(3):
188-192.
Ari, S., dan N. Esti. 2020. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
Medika.
Depkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan kesehatan kemenkes RI
Fadlun & Feryanto. 2021. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba
Medika.

Jantiko, Mohamad Dwi. 2020. Infeki Virus Hepatitis B Pada Ibu Hamil.

Kemenkes. 2022. Hepatitis B dalam Kehamilan.


https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/652/hepatitis-b-dalam-kehamilan.
[Diakses pada 20 Maret 2023].
Perkumpulan Obsetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman Nasional
pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini (KPD). Jakarta : POGI.

Prawirohardjo, S. 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.


PPNI, T. P. S. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. S. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. S. D. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai