Anda di halaman 1dari 5

Jathilan: Spiritualitas Kolektif dan Solidaritas Tanpa Sekat

Kerinduan yang Mewabah dan Menggugah Langkah

Bukan hanya pandemi yang mewabah, kerinduan kolektif masyarakat pada gelaran
kesenian rakyat juga kian membuncah.. Pandemi membuat para pemuda di Kawasan
Borobudur harus hidup berdampingan dengan rindu selama bertahun-tahun. Setidaknya,
hal itulah yang terpotret dari beberapa desa di Kawasan Borobudur Sudah 3 tahun
lamanya Jathilan di Dusun Ngaran tidak “naik pentas”. Rasanya ada yang hilang, Yusuf dan
para pemuda Dusun Ngaran, Desa Borobudur sepakat, bahwa ada rindu yang harus
dituntaskan. Ada ruang yang harus kembali dihidupkan. Ada semangat yang harus kembali
dibakar.

“Saya memang bukan pemain jathilan, tapi saya merasa jathilan ini harus ada. Bagi kami,
pemuda Dusun Ngaran, Jathilan ini ruang perekat dan pemersatu. Sudah 3 tahun ini jathilan
tidak tampil, rasanya ada yang hilang” Yusuf, seorang pemuda penggerak desa sekaligus
pegiat wisata di Dusun Ngaran Desa Borobudur mencoba menggerakan kembali teman-
teman mudanya untuk mengakhiri puasa Jathilan yang sudah berlangsung selama 3 tahun
di Dusun Ngaran.

Kerinduan kolektif pada Jathilan tidak hanya mewabah di Dusun Ngaran, Desa Borobudur.
Masyarakat Dusun Butuh, Desa Candirejo juga merasakan hal yang sama. 2 Tahun lamanya
mereka harus berpuasa menahan rindu akan jathilan. Kepala Dusun Butuh bercerita bahwa
pada bulan januari yang lalu, seorang warga mengalami kesurupan tiga hari berturut-turut.
Setelah ditanya, ternyata dia meminta agar masyarakat kembali mengadakan jathilan di
dusun.

“Jadi mbak, dusun kami ini sudah 2 tahun tidak melangsungkan Jathilan, salah satunya
karena pandemi itu. Januari lalu ada warga kami yang kesurupan, ternyata permintaannya
adalah agar diadakan Jathilan” Ungkap kepala Dusun Butuh, Desa Candirejo

Wabah rindu itu juga sampai ke Dusun Sangen, Cahyo, seorang penggerak desa sekaligus
pemuda pemain Jathilan di Dusun Sangen mengisahkan kerinduan masyarakat pada
Jathilan.

“Karena pandemi, 2 tahun dusun kami tidak pernah menggelar pentas Jathilan. Ada
kerinduan dan rasa kangen. Kami coba ngobrol-ngobrol iseng dengan para pemuda, ternyata
didukung juga oleh para sesepuh, akhirnya ada musyawarah dusun, dari anak-anak sampai
ibu-ibu juga ikut. Disana semuanya sepakat kalau dusun akan Kembali mengadakan jathilan
sebagai tutupan puasa” Ungkap Cahyo.

Gotong-Royong Menunantaskan Rindu dan Bangkit


Untuk membayarkan rasa rindu sekaligus kembali membangkitkan solidaritas, baik Yusuf
maupun Cahyo sama-sama mengisahkan tumbuhnya inisiasi Gerakan dan gotong-royong
di tengah masyarakat terutama pemuda dan pemudi untuk Kembali menghelat pentas.
Tentu saja pentas Jathilan Kembali berhasil digelar setelah absen bertahun-tahun tidak
akan mungkin terjadi tanpa adanya gotong-royong dan peran masyarakat.

“Kami coba kumpul dan ngobrol, Jahilan itu dari mulai anak-anak sampai pemuda dan
orangtua semuanya jadi satu. Kami merasa bahwa di Jathilan inilah kami bisa menemukan
ruang yang nyaman untuk belajar dan berkarya bersama” Ungkap Yusuf.

Krisis ruang gerak pemuda di Dusun Ngaran menjadi salah satu kegelishan Yusuf.
Bagaimana tidak, semakin hari para pemuda semakin jarang terlibat dalam ruang-ruang
kultural masyarakat. Namun, hal itu bukan tanpa sebab, menurut Yusuf, perlu cara dan
pendekatan yang mampu menyentuh hati dan membuat mereka nyaman, membuat mereka
percaya dan merasa tidak akan ditinggalkan.

Akhirnya,gagasan untuk kembali menghidupkan Jathilan menjadi salah satu pintu masuk
untuk kembali mempersatukan pemuda dalam spirit gerakan. Melalui kesenianlah,
masyarakat bisa dipersatukan. Jathilan lebih dari sekedar hiburan. Ia merupakan
perwujudan identitas dan spiritualitas kolektif masyarakat Dusun Ngaran.

“Jathilan itu sudah seperti identitas bersama, sudah menjadi bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari kami” tambah Yusuf.

Beberapa saat sebelumnya, Yusuf sudah menginisiasi kumpulan pemuda di Dusun Ngaran,
terutama para pemain Jathilan. Dalam jagongan pemuda Ngaran itu, muncul sebuah
gagasan kolektif sekaligus membuncah pula kerinduan kolektif mereka akan Jatilan di
Dusun Ngaran. Akhirnya, kerinduan kolektif akan Jathilan dan suara kepedulian bersama
akan pentingnya menghidupkan kembali Jathilan menjadi pijakan gerakan para pemuda

Para pemuda di Dusun Sangen di Desa Candirejo juga turut bersekutu memecahkan
celengan rindunya pada Jathlian. gotong-royong pemuda Sangen untuk dapat Kembali
mementaskan Jathilan setelah 2 tahun absen. Cahyo, seorang penggerak desa sekaligus
pemuda pemain Jathilan di Dusun Sangen mengisahkan gotong-royong pemuda Sangen
untuk dapat Kembali mementaskan Jathilan setelah 2 tahun absen.

“Berawal dari ajakan iseng anak-anak muda di dusun yang rindu Jathilan, kami akhirnya
mengadakan musyawarah dusun untuk membahas rencana pementasan Jathilan di dusun.
Sudah 2 tahun tidak pentas, rasanya rindu juga. Apalagi sebentar lagi puasa, harus ada
syukuran tutupan di dusun” Ungkap Cahyo.

Ide untuk Kembali mementaskan Jathilan disambut positif, baik tokoh dusun, para sesepuh,
pemuda hingga anak-anak begitu semangat menyambut. Pementasan Jathilan kali ini, bagi
pemuda Sangen bukan hanya sebuah ruang untuk menuntaskan rindu, namun juga
jembatan pemersatu yang Kembali dibangun untuk mempererat solidaritas dan gotong-
royong pemuda di dusun.

“Karena sudah lama tidak tampil, kami jadi jarang bertemu. Nah, dengan adanya rencana
pentas ini, jadi upaya agar kami bisa Kembali erat dan terhubung. Proses persiapan sampai
pelaksanaan dan perapihan kami semua yang lakukan Bersama. Bahkan untuk biaya
pementasan, itu adalah hasil patungan para pemuda di dusun” Tambah Cahya.

Bagi Cahya, Jathilan bukan hanya sebuah hiburan atau tontonan, tapi merupakan ruang
kultural yang mampu melekatkan hubungan dan solidaritas kolektif masyarakat, baik tua
maupun muda. Sama seperti Yusuf, Cahya dan para pemuda Dusun Sangen Kembali
mendapat suntikan semangat dan energi yang baru. Mereka harus Kembali bangkit dan
bangun, Jathilan tidak boleh berhenti dan hilang.

“Aku suka seni, Jatilan ini budayaku, budaya orang Jawa. Jadi aku harus melestarikannya, ini
merupakan jerih payah leluhur yang harus terus dilestarikan, Acara pementasan kemarin itu
semuanya diikhtiarkan secara gotong-royong oleh kami para pemuda di dusun. Setelah acara
kemarin, mulai terbangun lagi kekompakan dari teman-teman. Kedepan semoga pandemi
segera berlalu, supaya kita bisa lebih sering Latihan dan pentas, dan terus melakukan
inovasi” Ungkapnya.

Akhirnya, baik Yusuf maupun Cahya berhasil memecahkan celengan rindu kolektifnya
Bersama para pemuda di desanya, Pada Sabtu malam 26 Maret 2022, Jathilan Dusun
Ngaran kembali “mengudara” beraksi dan berlaga di depan warga. Menyusul setelahnya,
Pemuda Dusun Sangen juga turut Kembali beraksi. Saat yang ditunggu-tunggu, memecah
celengan rindu bersama, Kuda-kuda gagah itu kini kembali ke arena juangnya. Pemuda
Ngaran, kini memulai kembali ikhtiar dan inisiasi bangkitnya.

Senyum sumringah nampak jelas terlihat dari wajah-wajah lelah itu. Ada harapan baru
yang harus terus dikawal dan dihidupkan. Pentas perdana setelah vakum selama bertahun-
tahun ini menjadi pemantik dan pendorong bagi Pemuda Ngaran maupun Sangen,
pandemic mungkin belum benar-benar berakhir, tapi mereka juga tidak akan membiarkan
kuda Jathilan hanya “terparkir”.

Jathilan: Makna Spiritualitas dalam Gerakan dan Wujud Nyata Laku Kehidupan

Selain erat dan lekat dengan makna spiritualitasnya, Jathilan juga menjadi sebuah ruang
kultural pemersatu masyarakat. Tidak peduli apa latar belakang sosialnya, apa agamanya,
darimana asal desanya, semuanya terhubung jadi satu dalam ruang pemersatu, Jathilan,
sebuah indentitas dan spiritualitas kolektif. Hal ini tercermin pula pada bagaimana Yusuf
memaknai Gerakan dan inisiasi kolektifnya. Selain berbekal semangat solidaritas,
gerakannya juga berbekal spiritualitas.

Yusuf misalnya kerap kali mengatakan jika Gerakan di desa harus dilakukan dengan hati,
menggerakan masyarakat dalam agenda pelestarian dan pemanfaatan budaya adalah
bagian dari abdi dan dedikasinya sebagai seorang penggerak desa. Spiritualitas bukan
hanya ada pada makna dalam setiap Gerakan tari, tapi juga dalam setiap inisiatif Gerakan
yang dilakukannya Bersama para penggerak lainnya.

“Ini adalah bagian dari jalan abdi saya, spirit yang kami pegang ya spirit social, tidak ingin
memanfaatkan siapapun termasuk masyarakat. Ini adalah bagian dari proses olah pikir dan
olah rasa, semuanya butuh keikhlasan” Tambah Yusuf

Seirama dengan Yusuf, Cahyo juga memaknai Gerakan pelestarian budaya, termasuk
Jathilan juga memiliki makna mendalam, berkaitan dengan abdi dan baktinya kepada
leluhurnya yang sudah berjerih payah menghidupkan tradisi ini dari masa ke masa.

Dipandang dari kacamata ekologi, Jathilan juga memberikan pesan tersurat dan tersirat
tentang betapa lekat dan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Dalam prosesi tarian
Jathilan, air dan kembang menjadi salah satu elemen penting yang harus ada. Bahkan,
pemaknaan atas aksi dan gerakan Jathilan tidak hanya berada di depan panggung pentas,
kita juga perlu melihat spirit yang menyala dan seiring tabuhan gamelan Jathilan, yakni
aksi dan gerakan yang hidup di belakang pentas.

“ikhlaskan aku mengabdi untuk masyarakat”

Kepedulian pada kelompok jathilan

“mencontoh perjuangan bapak sebagai penyambung lidah rakyat”

“kami tidak mau dintevensi,kami tidak mau dimanfaatkan”

“karna pa Jid saya tidak mau menajdi transaksional”

Awalnya iseng, alhamdulillahnya responnya mendukung, baik tua maupun muda dll…,…,…,
…,…,…,…,…,…,…,…,…,…,….,…,kmaren latihan 2x sebelum pentas, persiapan 2 minggu, yg
minggu pertama udh kepotong nyadran,..kalau lama gak dimainin nnti bida luntur,
takutnya kalo lama ga dimainkan itu bisa hilang

Aku suka seni, aku merasa ini budayaku, budaya org jawa jadi aku harus melestarikannya,
melihat jerih payah itu harus terus dilestarikan,…,…,Acara kemaren itu yg ngurusi tu
pemuda, itu tujunnya utkk merekatkan kembali relasi, karena sudah lama ndak jadi dsatu,
kmaren utk prmainnya difokskan utk yg senior dan anak kecil, sedangjkan yg mudanya
fokus mempersiapkan, alhamdullilahnya stelah acara semakin terlihat kekompakannysa,
skrg sudah lebih semangat lg

Dr temen2 itu kedepan semoga pandemi cpt berlalum kt bs lebih sering pentas, jadi aang
silaturahmi, kedepannya ingin mengembangkan tari dan musik jatilan, kertas…

\.../…\.../…\.../…\.../…\.../…\.../…\

Bagi para pemain Jathilan di Candirejo, makna dan spiritualitas Jathilan tidak hanya
berlaku saat mereka sedang pentas saja, lepas dari pentas, makna dan spiritualitas Jathilan
juga senantiasa menjadi pemandu dan pengingat agar mereka bisabla..bla..

(Komentar PAK Katman)

Anda mungkin juga menyukai