Anda di halaman 1dari 11

PELAKSANAAN FUNGSI DPRD DALAM MEWUJUDKAN

GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA


Tio Alif Pradana

Pendahuluan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga legislatif yang
memiliki posisi sentral yang dipandang terpercaya membawakan aspirasi
masyarakat daerah di dalam pemerintahan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 pasal 41 menyatakan terdapat 3 fungsi utama DPRD dalam
menjalankan tugasnya, meliputi; fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi
anggaran. DPRD harus melaksanakan fungsinya dengan baik untuk
terselenggaranya good governance yang merupakan prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat mencapai tujuan dan cita-cita bangsa.1 Fungsi
pengawasan peraturan daerah sangat penting untuk DPRD agar lebih aktif dan
kreatif menyikapi berbagai kendala terkait pelaksanaan Perda.2 Terdapat banyak
pandangan mengenai karakteristik yang harus dimiliki dalam menjalankan good
governance, salah satu diantaranya akuntabilitas.3
Govarnance adalah suatu wacana mengenai tata kelola yang ideal dalam
pemerintahan.4 Pemerintah menghadapi banyak kesulitan untuk merumuskan
kebijakan dan program perbaikan praktik governance. Pertama, praktik
governance memiliki dimensi yang luas sehingga terdapat banyak aspek yang
harus dintervensi apabila ingin memperbaiki praktik gover nance. Kedua, belum
banyak tersedia informasi mengenai aspek strategis yang perlu memperoleh
prioritas untuk dijadikan sebagai entry point dalam memperbaiki kinerja
governance. Ketiga, kondisi antar daerah di Indonesia yang sangat beragam
membuat setiap daerah memiliki kompleksitas masalah governance yang berbeda.

1
Hahury, J. F. (2014). Fungsi DPRD Dalam Mewujudkan Good Governance. Fokus: Publikasi Ilmiah
Untuk Mahasiswa, Staf Pengajar Dan Alumni Universitas Kapuas Sintang, 14(2).
2
Bintang, H. L., & Jamaan, A. (2013). Pengawasan DPRD Terhadap Pelaksanaan Perda. Jurnal
Demokrasi Dan Otonomi Daerah, 11(1), 57-64.
3
Wasistiono, S. (2019). Model Pengukuran Akuntabilitas Kinerja DPRD Dalam Konteks Good
Governance. Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja, 45(2), 113-126.
4
Hakim, L. (2013). Problem demokratisasi dan good governance di era reformasi. Universitas
Brawijaya Press.
Keempat, komitmen dan kepedulian dari berbagai stakebolders mengenai
reformasi governance berbeda-bedadan pada umumnya masih rendah. Berbagai
kendala ini menjadi salah satu faktor yang menjelaskan penyebab belum banyak
dilakukannya upaya yang sistematis untuk memperbaiki kinerja governance di
Indonesia.5
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun daerah masih lebih
banyak bersifar sporadis dan tidak terintegrasi dengan baik sehingga hasilnya
belum banyak dirasakan oleh masyarakat luas. Program-program yang hanya
bersifat tambal sulam dan sporadis cenderung tidak efektif karena perbaikan yang
dapat dilakukan dalam satu aspek governance akan terkooptasi oleh praktik buruk
yang terjadi pada aspek governance lainnya.6 Semua lembaga pemerintahan
khususnya legislatif sudah seharusnya mengedepankan prinsip demokrasi dan
prinsip-prinsip good governance. Keberadaan DPRD sangat penting dan strategis
dalam melaksanakan perannya guna mewujudkan pemerintahan yang baik dan
bersih (good and clean governance).

5
Dwiyanto, A. (2021). Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik. UGM PRESS
6
Rohman, A., & Trihardianto, W. T. (2019). Reformasi birokrasi dan good governance (pp. 1-147).
Intrans Publishing.
DAFTAR PUSTAKA

Bintang, H. L., & Jamaan, A. (2013). Pengawasan DPRD Terhadap Pelaksanaan


Perda. Jurnal Demokrasi Dan Otonomi Daerah, 11(1), 57-64.

Dwiyanto, A. (2021). Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik. UGM


PRESS.

Hahury, J. F. (2014). Fungsi DPRD Dalam Mewujudkan Good Governance. Fokus:


Publikasi Ilmiah Untuk Mahasiswa, Staf Pengajar Dan Alumni Universitas
Kapuas Sintang, 14(2).

Hakim, L. (2013). Problem demokratisasi dan good governance di era reformasi.


Universitas Brawijaya Press.

Rohman, A., & Trihardianto, W. T. (2019). Reformasi birokrasi dan good


governance (pp. 1-147). Intrans Publishing.

Wasistiono, S. (2019). Model Pengukuran Akuntabilitas Kinerja DPRD Dalam


Konteks Good Governance. Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja, 45(2),
113-126.
REVIEW JURNAL

Nama Jurnal : Jurnal Fokus, Jilid 12, Nomor 2, hlm. 265-278


Penulis : Jhony Fredy Hahury
Judul artikel : Fungsi DPRD Dalam Mewujudkan Good Governance
Tahun terbit : 2014

Review Jurnal 1
Deskripsi Masalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga perwakilan
rakyat, secara konseptual memegang tiga peran. Pertama, sebagai agen perumus
agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai
lembaga yang mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya. Ketiga,
DPRD adalah pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Dalam praktik
kehidupan demokrasi DPRD sebagai lembaga legislatif memiliki posisi sentral
yang dipandang terpercaya untuk membawakan aspirasi masyarakat di dalam
pemerintahan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 41, DPRD
memiliki tiga fungsi utama dalam menjalankan tugasnya yakni fungsi legislasi,
fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. DPRD harus melaksanakan fungsinya
dengan baik untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih yaitu dengan
terselenggaranya good governance yang merupakan prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat mencapai tujuan dan cita-cita bangsa. Supaya
pelaksanaan fungsi DPRD dapat terwujud maka pemerintahan dilaksanakan
dengan mengedepankan prinsip demokrasi dan prinsip-prinsip good governance.
Keberadaan DPRD sangat penting dan strategis dalam melaksanakan perannya
guna mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean
governance) dalam menjalankan fungsinya perlu mengedepankan komitmen
moral dan profesionalitas. Komitmen menjadi penting sebagai upaya untuk
mewujudkan DPRD yang produktif, terpercaya dan berwibawa.
Sejalan dengan perkembangan politik pemerintahan dari waktu ke waktu
mengalami sebuah pergeseran paradigma sistem penyelenggaraan pemerintahan
dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi menjadi sistem
pemerintahan desentralisasi. Hal ini juga berpengaruh pada fungsi DPRD Kota
Malang sebagai legislatif daerah yang menjadi pilar penting dalam mewujudkan
pemerintahan yang baik serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui pelayanan publik yang prima. Oleh karena itu, DPRD Kota Malang dari sisi
pelaksanaan fungsinya yang belum optimal jika mengacu pada fungsi
pengawasan, aspirasi, dan fungsi legislasi.

Deskripsi Pembahasan
Mekanisme dan prosedur fungsi DPRD Kota Malang dalam mewujudkan
good governance dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan tanggapan atau
persepsi dari anggota DPRD Kota Malang terhadap hal itu adalah baik. Sebab
dalam melaksanakan fungsinya DPRD Kota Malang tentunya lebih mengutamakan
dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka menuju
pemerintahan yang baik. Keterkaitaan antara alat kelengkapan atau badanbadan
dalam pelaksanaan fungsi DPRD Kota Malang dalam mewujudkan good
governance dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan adalah baik, hal ini
berkaitan dengan badan-badan yang berada dalam DPRD yang bekerja secara
efektif.
Tingkat tanggapan atau persepsi responden terhadap tentang faktor-faktor
yang mendukung dan menghambat fungsi DPRD Kota Malang dalam mewujudkan
good governance. Sebagaimana hasil evaluasi kuesioner yang dilakukan oleh
peneliti, maka dengan demikian faktor yang mendukung adalah komunikasi yang
efektif, kualitas sumberdaya anggota DPRD. Sementara yang menjadi faktor
penghambat adalah anggota DPRD yang kurang memperhatikan aspirasi rakyat,
perilaku dan sikap anggota DPRD, dan faktor pendidikan maupun pengalaman
anggota DPRD (92 %).
REVIEW JURNAL

Nama Jurnal : Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah, Volume 11, Nomor 1, hlm. 1-
70
Penulis : Hariande L. Bintang dan Ahmad Jamaan
Judul artikel : Pengawasan DPRD Terhadap Pelaksanaan Perda
Tahun terbit : 2013

Review Jurnal 2
Deskripsi Masalah
Fungsi pengawasan peraturan daerah sangatlah penting yang memberikan
kesempatan kepada DPRD untuk lebih aktif dan kreatif menyikapi berbagai
kendala terhadap pelaksanaan perda. Melalui pengawasan dewan, eksekutif
sebagai pelaksana kebijakan akan terhindar dari berbagai penyimpangan dan
penyelewengan, dari hasil pengawasan dewan akan diambil tindakan
penyempurnaan memperbaiki pelaksanaan kebijakan tersebut. Berkaitan dengan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah itu, maka permasalahan
yang dilihat dalam studi ini adalah pada pelaksanaan Perda No. 10 tahun 2006
tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan di Kota Pekanbaru yang belum
berjalan optimal padahal Perda sudah berjalan lebih dari 6 tahun sejak tanggal
diundangkan.
Belum optimalnya pelaksanaan Perda itu dibuktikan dari: Pertama, semakin
banyaknya genangan air di jalan-jalan kota ketika musim hujan yang mengganggu
aktifitas warga, selain itu banyak pemilik bangunan yang tidak mengindahkan
perintah pembuatan sumur resapan. Genangan air ketika musim hujan terjadi
karena ketidakmampuan drainase untuk menampung luapan air hujan serta
ketiadaan lahan sebagai daerah resapan air dan tiadanya ruang terbuka hijau yang
memadai untuk menampung debit air. Kedua, bangunan di Kota Pekanbaru hampir
merata tidak memiliki sumur resapan sebagai salah satu konservasi sumber daya
air termasuk bangunan milik pemerintah. Hal ini ditandai dari minimnya titik sumur
resapan di rumah-rumah dan ruko-ruko milik pengusaha serta bangunan kantor
milik pemerintah. Artinya baik pemerintah, swasta dan masyarakat sama-sama
tidak menaati Perda No. 10 Tahun 2006. Ketiga, pembuangan limbah perusahaan
ke sungai juga menjadi masalah serius dalam menjaga kelestarian air untuk warga
termasuk penutupan aliran sungai-sungai kecil demi kepentingan pembangunan
perkantoran maupun perumahan. Menurut laporan Lembaga Peduli Lingkungan
(LPI) Kota Pekanbaru tahun 2011 setidaknya terdapat 17 hotel dan wisma baru
yang belum memiliki izin Amdal serta belum memiliki sumur resapan yang
memadai sesuai dengan besaran volume resapan dalam Perda No. 10 Tahun 2006.

Deskripsi Pembahasan
Dasar hukum yang menyebutkan tentang fungsi pengawasan DPRD termuat
dalam Keputusan DPRD Kota Pekanbaru Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata
Tertib DPRD Kota Pekanbaru, pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa DPRD
memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, serta pada ayat (4)
disebutkan bahwa fungsi pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah
dan APBD. Dalam hal pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Pekanbaru terhadap
peraturan daerah, terdapat dua aspek yang termuat di dalamnya. Pertama, adalah
DPRD mengawasi keefektifan dari pelaksanaan Perda itu sendiri sebagai sebuah
kebijakan maupun sebagai produk hukum yang bersifat pengaturan yang telah
dihasilkan. Kedua, adalah DPRD mengawasi lembaga/instansi yang terkait atas
suatu peraturan daerah. Oleh karena itu tindak lanjut hasil pengawasan yang
dilakukan DPRD Kota Pekanbaru akan berujung pada ke dua aspek tesebut.
Preliminary control merupakan pengawasan awal anggota DPRD pada saat
pembahasan kebijakan (Perda No. 10 Tahun 2006). Interim Control merupakan
pengawasan untuk memastikan apakah Perda berjalan sesuai standar yang
ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama dilakukan dalam jangka
waktu tertentu. Pengawasan juga bisa diarahkan terhadap pelaksanaan kebijakan
pada masa berjalannya sebuah peraturan. Pengawasan ini akan melihat
pelaksanaan pengawasan DPRD Kota Pekanbaru terhadap aparatur pelaksana dari
instansi pemerintah daerah yang terkait dalam sumber daya air dan sumur
resapan dalam menjalankan peraturan daerah. Post control merupakan evaluasi
terhadap target yang direncanakan. Pengawasan diharapkan akan menghasilkan
rekomendasi mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan suatu peraturan
daerah. Penilaian atas selesainya sebuah kegiatan yang sudah direncanakan
dalam program kerja pemerintah dalam hal ini melihat pengawasan hasil yang
dicapai pada Perda No.10 Tahun 2006 tersebut bahwa DPRD Kota Pekanbaru
belum melakukan evaluasi sebagai mana yang diharapkan dalam pendekatan post
control.
REVIEW JURNAL

Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja Volume 45, No. 2, hlm: 113 -
126
Penulis : Sadu Wasistiono
Judul artikel : Model Pengukuran Akuntabilitas Kinerja DPRD dalam Konteks
Good Governance
Tahun terbit : 2019

Review Jurnal 3
Deskripsi Masalah
Pemerintahan di berbagai negara sekarang menggunakan paradigma tata
kelola yang baik (good governance) yang digagas oleh World Bank dan UNDP.
Banyak pandangan mengenai karateristik yang harus dimiliki dalam menjalankan
good governance, salah satu diantaranya sebagai berikut: 1)Participa-tory;
2)Consensus oriented; 3)Account-able; 4)Transparent; 5)Responsive; 6)Effective
and efficient; 7)Equitable and inclusive; 8)The rule of law. Salah satu karakteristik
lembaga yang menjalankan good governance adalah adanya akuntabilitas.
Konsep akuntabilitas atau tanggung gugat memang dibedakan dengan
tanggung jawab (responsibility). Setiap lembaga pemerintah sudah seharusnya
memiliki sistem akuntabilitas dan responsibilitasnya sendiri-sendiri sesuai
karakteristiklembaga bersangkutan. Di tingkat nasional, akuntabilitas dan
responsibilitas lembaga eksekutif (Kepresidenan) akan berbeda dengan legislatif
(DPR-RI dan DPD-RI), yudikatif (MA dan MK), maupun auditif (BPK-RI). Begitu juga
di daerah, akuntabilitas dan responsibilitas pemerintah daerah seharusnya
dibedakan dengan akuntabilitas dan responsibilitas DPRD, meskipun keduanya
disebut sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sebab mekanisme
pengisian jabatan, kedudukan, tugas pokok dan fungsi, maupun cara kerja
keduanya berbeda.
Sampai saat ini akuntabilitas dan responsibilitas penyeleng-garaan
pemerintahan daerah dalam rangka good governance masih lebih difokuskan
kepada pemerintah daerah, baik kepala daerahnya maupun OPD (organisasi
perangkat daerah) nya. Belum ada model yang digunakan untuk mengukur
akuntabilitas kinerja DPRD untuk mengetahui apakah yang telah dikerjakan DPRD
sesuai dengan dana publik yang digunakan serta dengan kedudukannya sebagai
wakil rakyat daerah.

Deskripsi Pembahasan
Dari ketiga jenis akuntabilitas DPRD yang sudah berjalan dengan baik baru
jenis yang pertama yakni akuntabilitas penggunaan anggaran dan pengukuran
kinerja dari Sekretariat Dewan yang lebih bersifat administratif, dengan melihat
apakah penggunaan anggaran yang diberikan sudah sesuai dengan perencanaan.
Demikian pula dengan hasil audit BPK juga bersifat administratif dari aspek
keuangan dengan melihat apakah prosedur penggunaan anggarannya telah sesuai
SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) ataukah belum. Untuk akuntabilitas jenis
kedua yakni akuntabilitas politik kelembagaan DPRD kepada konstituen dan
akuntabilitas anggota DPRD belum pernah diukur karena alat ukurnya juga belum
pernah ditetapkan. Dari rujukan literatur di negara lain juga belum ditemukan cara
mengukur kinerja lembaga parlemen lokal.
Kinerja Fungsi Penyusunan Perda oleh DPRD dapat dilihat secara kuantitatif
maupun kualitatif dengan rincian sebagai berikut. Secara kuantitatif, kinerjanya
dapat dilihat dari jumlah Perda yang berasal dari inistiaf DPRD, ukurannya adalah
jumlahnya. Secara kualitatif, kinerja DPRD dalam menyusun Perda dapat dilihat
dari seberapa banyak gagasan DPRD yang termuat dalam rancangan perda yang
ditetapkan yang diukur dengan perkiraan bobot dalam persentase. Selain itu,
kualitas Perda yang dihasilkan dapat dilihat dari proses penyusunannya apakah
disertai naskah akademik ataukah tidak (meskipun sifatnya tentative). Selain itu
perlu pula dilihat apakah dalam proses penyusunannya dilakukan konsultasi publik
dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Pengukuran kinerja DPRD dapat
dilihat pula dari gagasan yang diberikan dalam proses penyusunan anggaran.
Sebagai wakil rakyat seharusnya DPRD lebih berperan dalam mengarahkan
penggunaan dana publik untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat. Kinerja
DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan dapat dilihat dari tiga aspek yakni
frekuensi, metodologi, serta manfaatnya. Kinerja DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasan dapat dilihat dari tiga aspek yakni frekuensi, metodologi, serta
manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai