Anda di halaman 1dari 6

Kode Etik Jurnalistik

Kode etik jurnalistik dibagi menjadi tiga kata yaitu kode sendiri berasal dari
bahasa inggris “code” dan dalam bahasa latin “codex” yang berarti buku
undang-undang kumpulan sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas
telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika
merupakan moral filosofi filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Sedangkan
jurnalistik sendiri berasal dari bahasa latin yaitu “Diurna” dan dalam bahasa
inggris “Journal” yang berarti catatan harian.

Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila


kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan
tata karma penertiban.

Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita


yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional


dalam melaksanakan tugas jurnalistik

Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan


secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis,


dan cabul.

Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan


identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6: Wartawan Indonesia menyalahgunakan profesi dan menerima


suap.

Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi


narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record
sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita


berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat
jasmani.

Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang


kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan


memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.

Isi Kode Etik Jurnalistik adalah sebagai berikut :

a. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan


keberimbangan dalam peliputan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik
dan komentar.
b. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan,
diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi
seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit
menta, atau latar belakang social lannya.
c. Jurnalis melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya
d. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar
e. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk
mencari keuntungan pribadi
f. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan
kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
g. Jurnalis menghormati hak narasumber
h. Jurnalis menghormati hak privasi, keculai hal-hal yang bias merugikan
masyarakat
i. Jurnalis segera meralat setiap pemberitahuan yang diketahuinya tidak akurat
j. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan.
Kode Etik Humas
Meliputi :

1. Code of conduct –etika perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien


dan majikan, media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesi.
2. Code of profession – etika dalam melaksanakan tugas/profesi humas.
3. Code of publication – etika dalam kegiatan proses dan teknis publikasi.
1. Code of enterprise –menyangkut aspek peraturan pemerintah seperti hukum
perizinan dan usaha, hak cipta, merk, dll.

Kode Etik perhumas

Pasal I : Komitmen Pribadi

Anggota PERHUMAS harus :

1. Memiliki dan manerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin


dalam menjalankan profesi kehumasan.
2. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya
memasyarakatkan kepentingan Indonesia.
3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga negara
Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan
bangsa.

Pasal II : Perilaku terhadap klien atau atasan

Anggota PERHUMAS harus :

1. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.


2. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang
bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
3. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan,
maupun yang perrnah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.

Pasal III : Perilaku terhadap masyarakat dan media massa

Anggota PERHUMAS harus :


1. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
2. Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi integritas sarana maupun
jalur komunikasi massa.

Pasal IV : Perilaku Terhadap Sejawat

Praktisi Kehumasan Indonesia harus :

1. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan
kedudukan sejawatnya.
2. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk
menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini

Kode Etik Periklanan


Regulasi periklanan di Indonesia diatur dala bentuk kode etik yang disebut
sebagai Etika Periklanan Indonesia (EPI) dan aturan pelaksanaan yang disebut
sebagai Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI). Kedua jenis
regulasi ini bukan berupa undang-undang dan dibuat oleh sejumlah institusi di
bidang periklanan di Indonesia, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (PPPI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia
(PRSSNI), Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia (AMLI), Serikat Penerbit Surat
Kabar (SPSI), Serikat Grafika Pers (SGP), dan sebagainya.

Konsekuensi dari bentuk regulasi yang berupa kode etik ini adalah pada
penegakan hukumnya. Penegakan hukum pada kode etik dilakukan oleh
asosiasi industry periklanan, yaitu PPPI. Demikian pula sanksi pelanggaran atas
kode etik periklanan hanya berupa teguran dari PPPI kepada anggotanya.

Rancangan kode etik periklanan Indonesia

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan


hukum yang berlaku.
2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan martabat
agama, tata susila, adat budaya, suku dan golongan.
3. Iklan harus dijiwai oleh azaz persaingan yang sehat.
Kode Etik Perfilman
Kode etik bidang perfilman:

1. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas Profesional wajib


menghormati setiap perjanjian kerja yang dibuat bersama serta
melaksakannya secara profesional.

2. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban


menolak pekerjaan membuat dan atau terlibat dalam pembuatan film biru,
ataupun film yang menghina agama.

3. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional tidak


melakukan ikatan kerja pada dua perusahaan film atahu lebih dalam
waktu yang bersamaan.

4. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban


mematuhi dan tunduk pada kebijaksanaan organisasi berdasarkan
keputusan kongres.

UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

Pasal 5

Kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan


kebebasan berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.

Pasal 6

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dilarang mengandung


isi yang :

a. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta


penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
b. Menonjolkan pornografi
c. Memprovokasikan terjadinya pertentangan antar kelompok, suku, ras, dan
golongan
d. Menistakan, melecehkan dan menodai nilai-nilai agama
e. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum
f. Merendahkan harkat dan martabat manusia

Pasal 45
Masyarakat berhak:

a. Memperoleh pelayanan dalam kegiatan perfilman dan usaha perfilman


b. Memilih dan menikmati film yang bermutu
c. Menjadi pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman
d. Memperoleh kemudahan sarana dan prasarana pertunjukkan film
e. Mengembangkan perfilman

UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,


gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertunjukkan di muka
umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat.

Pasal 4

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,


menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang


b. Kekerasan seksual
c. Masturbasi atau onani
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e. Alat kelamin
f. Pornografi anak

Anda mungkin juga menyukai