Anda di halaman 1dari 73

Etika dan Filsafat Komunikasi

Materi Pokok
Modul 1-7
___________________________________________________

ETIKA
DAN FILSAFAT
KOMUNIKASI

Dr Drs.Bachruddin Ali Akhmad,M.Si

Program Studi Ilmu Komunikasi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lambung Mangkurat
Februari 2019

DAFTAR ISI
Etika dan Filsafat Komunikasi

MODUL 1 : ETIKA DAN KEBENARAN……………………………………….1.1

Kegiatan Belajar 1 : Etika Dan Kegunaannya……………………….…………………………..1.2

Rangkuman ……………………………………………………………………..1.3

Kegiatan Belajar 2 : Definisi dan Lingkup Etika…………………….………………………….1.4

Rangkuman………………………………………………………………………1.5

Latihan……………………………………………………………………………..1.5

Test Formatif……………………………………………………………………1.6

KUNCI JAWABAN TEST ………………………………………………………………………………………..1.7


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………..1.8

MODUL 2 : ETIKA DAN FILSAFAT……………………………………………2.1

Kegiatan Belajar 1 : Macam Macam Aliran Etika……………………………………………..2.2


Rangkuman ……………………………………………………………………..2.4

Latihan……………………………………………………………………………..2.5

Test Formatif…………………………………………………………………….2.5

KUNCI JAWABAN TEST ………………………………………………………………………………………..2.6


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………..2.7

MODUL 3 : UKURAN ETIKA……………………………………………………3.1


Kegiatan Belajar 1 Eudaemonisme..………………………………………………………………3.2

Rangkuman …………………………………………………………………..3.5

Kegiatan Belajar 2 Perspectionisme…….……………………………………………………....3.6


Rangkuman….………………………………………………………………….3.9
Latihan…….………………………………………………………………………3.9

Test Formatif…………………………………………………………………3.10
Etika dan Filsafat Komunikasi

KUNCI JAWABAN TEST ……………………………………………………………………………………..3.11


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………..3.13

MODUL 4 : ETIKA DAN MEDIA MASSA……………………………….4.1

Kegiatan Belajar 1 Etika dan Kebebasan Berpendapat……………………………….4.2

Rangkuman………………………………………………………………….4.4

DAFTAR PUSTAKA ……………………….……………………………………………………………4.5

MODUL 5 : ETIKA MEDIA MASSA DAN IDEOLOGI………………5.1

Kegiatan Belajar 1 Otoritarianisme dan Media Massa…………………………….5.2

Rangkuman.………………………………………………………………5.3

Kagiatan Belajar 2 Liberalisme dan Media Massa…………………………………..5.4

Rangkuman..……………………………………………………………..5.7
Kegiatan Belajar 3 Teori Responsibility dan Media Massa………………………5.8

Rangkuman …………………………………………………………………………………..5.9

Kegiatan Belajar 4 Komunisme dan Media Massa………………………………….5.10

Rangkuman …………………………………………………………………………………5.13

Kegiatan Belajar 5 Kode Etik dan Jurnalis………………………………………………5.14

Rangkuman …………………………………………………………………………………5.18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………5.19

MODUL 6 : FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI………………………..6.1


Kegiatan Belajar 1 Rezim Komunikasi dan Penguatannya……………………….6.2

Rangkuman………………………………………………………………6.3

Kegiatan Belajar 2 Anomali Rezim Komunikasi dan Revolusi Sains………..6.4

Rangkuman..……………………………………………………………6.5
Kegiatan Belajar 3 Rezim Komunikasi: Definisi dan Mengapa Dipercaya6.6
Rangkuman ……………………………………………………………………………….6.8
Etika dan Filsafat Komunikasi

Daftar Bacaan ……………………………………………………………………………….6.9

MODUL 7 MEMAHAMI KOMUNIKASI: REZIM KOMUNI 7.1


SI
Rangkuman …………………………………………………………………………….. 7.3

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………….. 7.4


Etika dan Filsafat Komunikasi

Modul. 1. ETIKA DAN KEBENARAN


Pendahuluan

Tujuan dan kegunaan penerapan nilai-nilai etis tidak dapat dipisahkan dengan
praktek, proses serta penggunaan dari alat-alat komunikasi massa. Yang menurut Plato
adalah suatu hal yang naif untuk mempersoalkan masalah masalah yang terkait dengan
komunikasi ide-ide hanya terbatas pada tingkatan teknis saja, sejak adanya persoalan
“makna” (meaning) dari apa-apa yang dikomunikasikan itu. Hal yang disebut terakhir erat
hubungannya dengan ‘kebenaran’ dan perilaku yang terpuji.
Plato menolak teori-teori retorika atau komunikasi yang semata-mata
bertujuan "persuasi" tanpa mempersoalkan kebenaran dan kepalsuan dari
pernyataan Umum yang dikomunikasikan. Persoalan-persoalan etika secara
fundamental dapat kita temukan antara lain pada dialog-dialognya seperti: The
Gorgias Protagoras dan Philebus. Di dalam dialognya yang lain yaitu "Phaedrus"
Plato mempersoalkan bagaimana sebaiknya seni rhetorik itu seharusnya
dilakukan. Di dalam dialog Socrates dengan Phaedrus, dikecamnya rhetorik
persuasif yang tidak menghiraukan adanya fakta-fakta filsafah yang bersangkutan
dengan "arti" kebenaran, peri kebajikan serta kepalsuan yang dapat mempengaruhi
kejiwaan insan manusia.
Plato juga memang mengakui pentingnya ke cakapan teknis yang
seharusnya dimiliki setiap orator dan komunikator massa. Dia berpendapat bahwa
seorang orator ataupun sastrawan seharusnya menguasai medium bahasa secara
sempurna, namun demikian ketrampilan ini harus di dalam pengertian sebagai
alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang mulia Plato tidak setuju untuk
menganggap ketrampilan teknis ini sebagai tujuan .

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat:


1)Etika sebagai cabang filsafat dan kegunaanya
2)Menjelaskan perbedaan dan persamaan etika dengan moral, dan beserta
Contohnya
3)Menjelaskan lingkup kajian etika
Etika dan Filsafat Komunikasi

1.1

_______________
Kegiatan Belajar 1

Etika Dan Kegunaannya


Plato memperkenalkan rhetorik dialektis (Dialectical rhetoric) yang ia sebut
Psychagogy, yang berarti enchantment (pemukauan), yaitu suatu kemampuan untuk
mempengaruhi, mengubah jiwa manusia secara positif kearah kebenaran (a turning
of men's should to ward truth) dan memenangkan jiwa-jiwa manusia (a winning of men's
souls). Orator atau komunikator di dalam mengucapkan sesuatu secara eksplisit maupun
implisit senantiasa harus berpedoman kepada dasar-dasar yang terletak di dalam
kebenaran dan peri kebajikan.
Rhetorik dialektis atau psychagogy menekankan agar setiap orator selain
memiliki pengetahuan mengenai kejiwaan manusia juga memiliki kesadaran yang
mendalam tentang kebenaran atau setidak-tidaknya aspek kebenaran sesuatu
persoalan. Kalau dinyatakan secara sederhana lagi, seorang orator atau komunikator
senantiasa harus terikat pada tanggung jawab terhadap kejujuran dan peri kebajikan,
janganlah sekali-kali berkata sesuatu yang sebetulnya tidak benar.
Apabila kita terapkan pada masalah-masalah yang kita hadapi dalam dunia kita
antara lain disebabkan kemajuan kemajuan teknologi dibidang media massa, teknik
statistik, periklanan, propaganda, opinion polls serta kemajuan di bidang semantics
dan sebagainya. Dalam posisi demikian ini, apakah proses komunikasi akan
berlangsung terlepas sama sekali dari fakta-fakta filsafah yang kadang-kadang dengan
sengaja atau tidak dihiraukannya?
Sesuai dengan kata kata Plato, setiap orator atau komunikator sebelum berbuat selalu
harus bertanya dahulu kepada dirinya sendiri : "Apakah pernyataan ini dengan
fakta-fakta" (Does the utterance corresponds to the facts).
Baru setelah itu kita mempersiapkan teknik komunikasinya dengan efektif.
Berbicara tentang kebenaran, peri kebajikan dan keadilan ini semuanya menyangkut
pandangan filsafah masing-masing kita.
Etika bisa bersumber pada sistem-sistem religi dan agama besar yang ada di
dunia ini, ataupun mungkin pula kepada sistem-sistem pemikiran
1.2
Etika dan Filsafat Komunikasi

yang lebih rasional materialistis doktrin-doktrin keduniawian. Dan a n t a g o n i s m e


yang senantiasa dihadapi manusia sepanjang sejarah perbedaan pandangan
metafisis tentang realita yang terakhir: zat atau roh; di satu pihak kita lihat
materialisme dialektis dan dipihak lain konsepsi dari Tuhan dan manusia,
Dan semuanya ini memerlukan pemikiran, terlebih-lebih dalam suatu
periode penuh dengan perubahan-perubahan mentakjubkan. Professor Broad di
dalam bukunya "Readings in Philosophical Analysis" : "Ethics may be described
as the theoritical treatment of moral phenomena” . Jadi, fungsi kita yang berfilsafat
karena menghadapi kenyataan kenyataan dalam praktek, ditinjau dari segi
kegunaannya turut menegakkan sifat-sifat keluhuran pada nilai-nilai kemanusiaan.
Dan didalam penggunaanya akan lebih realistis dan efektif.
Rangkuman
Kata kata Plato, setiap orator atau komunikator sebelum berbuat selalu harus
bertanya dahulu kepada dirinya sendiri : "Apakah pernyataan ini dengan fakta-fakta"
(Does the utterance corresponds to the facts). Baru setelah itu kita
mempersiapkan teknik komunikasinya dengan efektif. Berbicara tentang kebenaran,
peri kebajikan dan keadilan ini semuanya menyangkut pandangan filsafah masing-
masing kita.
Fungsi kita berfilsafat karena menghadapi kenyataan kenyataan dalam
praktek, ditinjau dari segi kegunaannya turut menegakkan sifat-sifat keluhuran
pada nilai-nilai kemanusiaan. Dan didalam penggunaanya
lebih realistis dan efektif.
Jadi salahsatu fungsi filsafat menggali pandangan yang mendalam tentang kebenaran,
yang secara khusus menjadi medan perjuangan etika sebagai salahsatu cabang filsafat.
Etika dan Filsafat Komunikasi

1.3

________________
Kegiatan Belajar 2

Definisi dan Lingkup Etika

Ethics is the systematic study of the ultimate problems of human conduct


(Etika adalah studi yang sistematis mengenai masalah-masalah terakhir dari tingkah-
laku manusia). Biasa disebut pula sebagai filsafat moral (moral philosophy). Perkataan
Etika berasal dari kata Junani Kuno Etike (kata sifat) kata bendanya adalah Ethos
yaitu : Watak (character) Kebiasaan (custom). Di samping kata Etika ini terdapat
pula kata Moral yang biasa kita terjemahkan di dalam bahasa Indonesia menjadi
susila/Kesusilaan. Secara etymologis berasal dari kata Latin : Mores (Customs, adat-
kebiasaan).
Apakah diantara kedua perkataan tersebut tadi terdapat perbedaan? Ya,
memang demikian. Perbedaan yang bersifat subtiel (halus). Seperti telah dikatakan
sebelumnya moral berasal d a r i kata Latin mores. Mores : yaitu adat-kebiasaan yang
diperoleh dengan persetujuan bersama untuk kebaikan/ke maslahatan masyarakat
(Folksways). Dengan demikian maka moral adalah merupakan suatu standar tingkah-
laku yang dianggap sesuai dan pantas oleh masyarakat tertentu. Sedangkan Etik
adalah merupakan standar tingkahlaku / perbuatan tertentu dari manusia yang dapat
dianggap sebagai sesuatu yang ideal (ideal conduct).
Scope dari Etika. Sebagaimana diketahui tingkah-laku manusia itu dapat
dipelajari melalui berbagai jalan. Di antaranya dengan jalan mempelajari tingkah laku
eksternal, sebagaimana kita mempelajari jenis makhluk hewan/binatang, dalam hal ini
yang dipelajari adalah behaviournya (behaviourism). Dapat juga dipelajari di dalam

hubungannya dengan proses-proses mentalnya, jadi dipelajari secara


psychologis. Selain daripada itu tingkah-laku manusia ini dapat pula
dipelajari di dalam hubungannya dengan
keadaan fisiknya atau didalam hubungannya dengan lingkungan sosial
dari fisiknya, sebagaimana yang biasa dilakukan dalam biologi,
Etika dan Filsafat Komunikasi

anthropologi dan sosiologi dan lain-lainnya. Hasil dari apa-apa yang dipelajari dengan
berbagai cara itu dalam batas-batas tertentu adalah berguna untuk Etika
1.4

Etika tidaklah berhubungan dengan fakta-faktanya semata-mata, namun dengan


nilai-nilai (values) tertentu. Hal inilah yang menyebabkan mengapa etika tidaklah
dianggap sebagai suatu ilmu yang positif, namun sebagai suatu ilmu pengetahuan
normatif. Ia tidaklah terutama mempersoalkan the actual character of human conduct.
Dengan Demikian maka di dalam scope dari Etika antara lain dapat kita bahas
konsepsi-konsepsi tentang :
1. Puncak kebajikan dari tingkah-laku manusia, atau tujuan terakhir yang
di cita-citakan yang dijadikan standar yang mutlak untuk tingkah laku
yang terpuji.

2. Sumber pengetahuan dan penilaian kita mengenai puncak kebajikan dan tentang
baik dan buruk.
3, Sangsi-sangsi terhadap tingkah-laku susila.
4. Motif-motif atas perbuatan yang baik dan terpuji.

Rangkuman
Moral/Susila/kesusilaan adalah merupakan suatu standar tingkah-laku yang
dianggap sesuai dan pantas oleh masyarakat tertentu. Sedangkan Etika adalah
merupakan standar tingkahlaku / perbuatan tertentu dari manusia yang dapat dianggap
sebagai sesuatu yang ideal (ideal conduct).
Lingkup kajian etika adalah tingkah laku manusia terkait dengan nilai nilai
perilakunya yang ideal. Secara lebih detil adalah puncak kebajikan/stan dar mutlak
terpuji tingkah laku manusia, sumber pengetahuan dan penilaian, motif-motif dan sangsi
sangsinya.
Latihan
1.Coba anda identifikasi perilaku teman temanmu yang etis dan tidak, kemudian
Deskripsikan
2.Coba anda diskusikan dengan teman temanmu tentang kebenaran dan perilaku
yang benar
3.Coba anda identifikasi tindakan tindakan temanmu yang anda anggap perilaku
ideal
4.Coba anda diskusikan darimana sumber perilaku ideal temanmu itu
1.5
Etika dan Filsafat Komunikasi

Test Formatif
1. "Apakah pernyataan ini dengan fakta-fakta" (Does the utterance corresponds
to the facts). Pernyataan Plato ini menunjukan
a.Fakta lebih diutamakan dalam komunikasi
b.Tujuan lebih utama
c. Berkomunikasi harus didukung fakta
d. jawaban a dan c adalah benar
2. Etika adalah cabang filsafat khusus yang membicarakan
a. Kebenaran dan tingkah laku manusia
b. Tingkah laku manusia yang benar
c. Etika pergaulan
d. Etika profesi
3. Salahsatu focus perhatian etika adalah
a. perilaku korupsi
b. perilaku criminal
c. perilaku luhur
d. nilai nilai manusia
4.Tindakan tindakan yang diterima masyarakat adalah
a. tindakan hukum
b. tindakan normative
c. tindakan moral
d. tindakan sosial
5. Kebenaran berhubungan dengan
a. hukum
b. fakta
c. spirit
d. tuhan
6. Etika adalah ilmu yang mengkaji tindakan manusia sebagai
a. interaksi
b. sifat fisik
c. spiritual
d. ideal
Etika dan Filsafat Komunikasi

1.6

KUNCI JAWABAN TES


1.Jawaban pertanyaan nomor 1 adalah d
2.Jawaban pertanyaan nomor 2 adalah b
3.Jawaban pertanyaan nomor 3 adalah c
4.Jawaban pertanyaan nomor 4 adalah c
5.Jawaban pertanyaan nomor 5 adalah b
6.Jawaban pertanyaan nomor 6 adalah d

Hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dari kegiatan belajar.

RUMUS
Jumlah jawaban anda yang benar
Tingkat penguasaan = -----------------------------------------X 100%
6

Arti tingkat penguasaan yang anda capai:


90% - 100% = baik sekali
80% - 89 % = baik
70% - 79% = cukup
< 70% = kurang
Etika dan Filsafat Komunikasi

1.7

DAFTAR PUSTAKA

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy, Cambridge,


Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of Communication, West
Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
McCarthy, Thomas (2006) (terj. Oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen Habermas,
Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta, Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont, CA,
Wadsworth
Etika dan Filsafat Komunikasi

1.8

Modul. 2. ETIKA DAN FILSAFAT


Pendahuluan
Bagaimanakah korelasi etika dengan filsafat? Pandangan filsafat hidup kita
menentukan penilaian etis kita terhadap sesuatu. Pandangan filsafat menentukan dalam kita
mengevaluasi diri, menilai sesuatu kebenaran serta memahami realitas. Maka dapatlah
dikatakan nilai etik terletak dalam diri manusia yang mendukung dan mendorong tindakan
etis manusia.
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menjelakan tiga persoalan terkait
keberadaan nilai etis yang ada didalam jiwa manusia, yaitu:
1. Apakah ia merupakan sesuatu yang timbul bersama-sama dengan kelahiran.
Sebagaimana yang kita dengar tentang cita-cita pembawaan dari Descartes
dan Spinoza ?
2. Apakah ia tumbuh secara lambat-laun dibina dan dikendalikan oleh
pengalaman-pengalaman ke satu jurusan tertentu ?
3. Apakah yang kita sebut hati nurani itu diberikan kepada manusia dalam
keadaan Sempurna?
Etika dan Filsafat Komunikasi

2.1

_______________
Kegiatan Belajar 1

Macam Macam Aliran Etika


__________________________________________________

Ada 3 macam aliran etika yaitu Etika Apriorisme, Etika Rasionalisme, ketiga etika
empirisme.
Pertama, etika apriorisme, atau etika nativisme. Aliran inipun berpendapat bahwa
manusia itu dapat menentukan segala tindakannya berdasarkan akal dan kekuatan
diri sendiri dan dari sejak semula sudah dapat mempertimbangkan apa yang baik
dan apa yang buruk tanpa memerlukan pengalaman sebelumnya. Socrates
mengatakan bahwa pengertian susila memang sudah tersedia pada setiap makhluk
manusia sejak kelahirannya. Dan bagaimanakah jalannya untuk memperoleh
pengertian yang sempurna tentang kebaikan dan keburukan itu ? Socrates menjawab
dengan tegas : ‘Dengan berpikir secara betul’. Secara implisit ini mengandung arti
bahwa pengetahuan yang benar merupakan kunci dari kesusilaan. Yaitu dalam arti
bahwa segera manusia memperoleh pengertian yang jelas tentang sesuatu yang baik,
maka diharapkan iapun akan bertindak baik pula . Ketidakadaan kesusilaan atau
tindakan-tindakan immoral disebabkan ketidak-adaan pengetahuan yang baik. Filsuf
klasik Socrates, pernah berkata, bahwa tujuan hidupnya ialah untuk memberikan
kepada sesama warga Athene, pengertian-pengertian yang terang dan jelas tentang
kebenaran dan kebajikan. Menjernihkan pikiran dan pengertian-pengertian yang palsu
dan buruk/jahat. Dengan jalan memberikan ajaran -ajaran dan uraian-uraian yang
tajam berdasarkan logika yang tajam pula.
Kedua, Pada perkembangan lebih lanjut dizaman modern kita menjumpai
Etika Rationalisme, yang menekankan kepada kesempurnaan dan kemampuan akal
(Reason) di dalam menentukan kebajikan dan keburukan. Pengertian tentang benar
dan salah, kebajikan dan keburukan tidaklah karena pengalaman. Imanuel Kant
sebagai Ethical rationalist, meskipun akan lebih tepat kalau digolongkan sebagai
Etika dan Filsafat Komunikasi

intuitionist. Para intuisionist ada yang berpendapat bahwa penilaian susila yang
diperoleh mealui intuisi
2.2

ini adalah · penilaian susila yang paling sempurna. Mengenai hal ini Immanuel Kant
mengemukakan pendapatnya yang bersifat Categorical imperative ,sebagai berikut:

Bahwa tidak pernah pengalaman itu menunjukkan kepada manusia bagaimana ia


harus berbuat. Pengalaman hanya menunjukkan bagaimana ia sebetulnya berbuat.
Sebagaimana akal i t u memberikan suatu perundang-undangan kepada dunia
peristiwa peristiwa, demikianlah akan praktis memberikan kepada diri sendiri
perundang-undangan untuk berbuat baik. Sebutan baik hanya dapat diberikan
kepada kehendak dan perbuatan yang memperkembangkan kebaikan yang ada
dalam ' aku masing masing kita tanpa sesuatu pembatasan. Berbuat susila adalah
: di dorong oleh kesadaran kewajiban dan mendorongya lebih lanjut menjadi
norma-norma kesusilaan yang bersifat Kategorische Imperative (perintah yang
berlaku untuk segala suasana dan keadaan) (Kertapati, 1986: 280)
Etika Intuisionisme-pun sedikit banyak bertendens kearah relativisme. Ada suatu
permasalahan yang bersifat prinsipal terhadap pendapat intuisionist ini, yaitu apakah
mungkin bagi kita untuk menemukan suatu standar penilaian susila yang sama bagi
individu-individu makhluk manusia yang berbeda-beda ini? Immanuel Kant dalam
hubungan ini memberikan jawabannya sebagai berikut : "an erring conscience is a
chimera", ('Tidak mungkin ada hati-nurani yang salah/menyeleweng). Dan untuk dapat
memperoleh penjelasan lebih lanjut atas jawaban dari Kant ini, maka haruslah ditemukan
terlebih dahulu apa yang disebutnya substructure metaphysis yang tepat. Ada pula
yang berpendapat bahwa hati-nurani masing-masing kita adalah bagaikan arloji yang
kita miliki, tidak ada satu yang jalannya betul-betul sama, namun masing-masing kita
justru mempercayai yang dimilikinya. (Our concience are like our watches. None go just
alike, yet each believes his own).
Ketiga, Etika Empirisme, terutama menekankan kepada pengalaman-
pengalaman kemanusiaan yang benar-benar telahdialami. Yang mana kemudian
tercapainya suatu persetujuan umum terhadap hal-hal yang telah dialami itu
(Concensus gentium). Yang menarik perhatian kita di antara aliran-aliran yang
beranggapan berdasarkan empiri ini, adalah golongan biologis modern, bagaimana yang
diwakili oleh Herbert Spencer. Antara lain dikatakannya, bahwa pertimbangan dan
penilaian etika/susila yang kita miliki, adalah hasil dari kebiasaan-kebiasaan tertentu
yang disebabkan oleh pengalaman-pengalaman penyesuaian diri dengan alam sekitar.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa kebiasaan dan penilaian susila serta cita-cita
susila adalah berbeda-beda untuk makhluk manusia
Etika dan Filsafat Komunikasi

2.3

yang berbeda-beda ini. Dan karena itu pula maka seorang empiricist senantiasa
berusaha menetapkan ketentuan umum tentang tingkah laku baik (general standard
of right counduct) dengan jalan memperbandingkan dan menyaring secara teliti
fakta-fakta yang relevant dengan kebiasaan susila dan cita-cita susila itu.

Empiricist ethics berkecenderungan ke arah relativisme di dalam menanggapi


standar moral yang obyektif dan universal ini (universal objective moral standard). John
Lock, yang juga dikenal sebagai tokoh empiricist berpendapat bahwa apabila dasar
kesusilaan ini menjadi dasar universal, bagaimanakah kita dapat menyesuaikan hal ini,
dengan orang orang suku bangsa liar, yang tidak memiliki ukuran ukuran moral sama
dengan kita? John Lock berkesimpulan sebagai berikut,
garis-garis petunjuk bagi Etika, kita peroleh dari pengalaman.Oleh pengalaman-
pengalaman itulah maka kehendak m a n u s i a yang menurut Alami adalah
bebas menjadi tertentu. Pendorong sehebat-hebatnya bagi manusia adalah hasrat
untuk memperoleh bahagia ( Kertapati, 1986: 282).

John Locke secara konsekuen mempertahankan pandangan empirisme, dan


pandangannya mengenai etika ini disebut ethika empirisme. Pemikiran empirisme
didukung teori struggle for life yang dicetuskan oleh Charles Darwin.
Bahwa hukum evolosi didunia biologis, juga berlaku didunia Susila. The struggle
for Life ini telah melakukan norma-norma tertentu bagi tindakan-tindakan manusia.
Norma-norma dapat dianggap baik kalau mendorong perkembangan, dan dianggap
buruk apabila merintanginya. Pandangan terakhir ini berasal dari Spencer yang kemudian
dipakai Karl Marx dalam mengembangkan ilmu Sosiologinya
Rangkuman
Berdasarkan asal muasalnya etika bisa dibedakan atas 3, yaitu 1) etika
apriorisme/nativisme 2) etika rasionalisme 3) etika empirisme
Tentang etika apriorisme/nativisme Socrates mengatakan bahwa pengertian etika
memang sudah tersedia pada setiap makhluk manusia sejak kelahirannya.
Kesempurnaan etika diperoleh ‘Dengan berpikir secara betul’. Secara implisit ini
mengandung arti bahwa pengetahuan yang benar merupakan kunci dari
kesusilaan/etika. Yaitu dalam arti bahwa manusia memperoleh pengertian yang
Etika dan Filsafat Komunikasi

jelas/sempurna tentang sesuatu yang baik (yang merupakan bawaan) melalui proses
berpikir setelah dia mempraktekan etis yang diterimanya.
2.4

Imanuel Kant sebagai Ethical rationalist/intuisionis menekankan kepada


kesempurnaan dan kemampuan akal (Reason) di dalam menentukan kebajikan dan
keburukan. Pengertian tentang benar dan salah, kebajikan dan keburukan tidaklah
karena pengalaman. Menurut etika rasionalisme /intuisme sumber penilaian etika berasal dari
hati nurani. Kant mengatakan "an erring conscience is a chimera", ('Tidak mungkin ada
hati-nurani yang yang salah/menyeleweng). Lebih jauh Kant mengatakan berbuat
e t i k a / susila adalah : di dorong oleh kesadaran kewajiban dan mendorongya lebih
lanjut menjadi norma-norma etika/kesusilaan yang bersifat Kategorische Imperative
(perintah yang berlaku untuk segala suasana dan keadaan)
Etika Empirisme dengan tokohnya Spencer, John Lock dan Darwin menekankan
kepada pengalaman-pengalaman kemanusiaan yang benar-benar
telahdialami dalam menentukan baik buruk. Kemudian dari sejumlah pengalaman sejumlah
individu itu tercapai suatu persetujuan umum terhadap hal-hal yang telah dialami itu
(Concensus gentium).Pengalaman pengalaman yang disetujui oleh umum itulah yang
menjadi ukuran etika.
Latihan
1.Coba anda perhatikan orang orang yang anda anggap punya etika, terkait dengan kehidupan
agamanya, kehidupan sosialnya, serta latar belakang pendidikan dan pengalamannya.
Temukan kaitannya.
2. Coba anda diskusikan kemungkinan kursi membentuk dirinya sendiri
Tes Formatif
1.Etika pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu, karena itu kesempurnaan per
wujudanya
a. inklud
b. memerlukan kehendak dan usaha
c. memerlukan persetujuan umum
d. otomatis
2.Etika rasionalisme memandang nilai etika bersifat
a.abstrak
b.konkrit
Etika dan Filsafat Komunikasi

c.relatif
2.5

d.Mutlak
3. Etika nativisme memandang nilai etika bersifat
a. relatif
b. terukur
c. akurat
d. mutlak
4. Struggle for life mendukung etika empirisme dengan asumsi
a. manusia sepenuhnya menguasai dirinya
b. manusia mampu mencifta dan memodifikasi dirinya
c. gen manusia progressive
d. a,b dan c benar
5.Secara impilicit etika apriorisme/nativisme mengakui
a.peran akal manusia
b.peran pengalaman
c. jawaban a dan b
d. peran tuhan/kekuatan supranatural
KUNCI JAWABAN TES
1.Jawaban dari pertanyaan 1 adalah b
2.Jawaban dari pertanyaan 2 adalah c
3.Jawaban dari pertanyaan 3 adalah d
4.Jawaban dari pertanyaan 4 adalah d
5.Jawaban dari pertanyaan 5 adalah d
Hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dari kegiatan belajar.

RUMUS
Jumlah jawaban anda yang benar
Tingkat penguasaan = -----------------------------------------X 100%
5

Arti tingkat penguasaan yang anda capai:


90% - 100% = baik sekali
Etika dan Filsafat Komunikasi

80% - 89 % = baik
70% - 79% = cukup
< 70% = kurang
2.6

DAFTAR PUSTAKA

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy, Cambridge,


Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of Communication, West
Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
McCarthy, Thomas (2006) (terj. oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen Habermas,
Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta, Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont, CA,
Wadsworth
Etika dan Filsafat Komunikasi

2.7

Modul. 3. UKURAN ETIKA


Pendahuluan

Persoalan ukuran baik dan buruk adalah erfecti, maka untuk mendapatkan
ukuran baik bagi semua golongan secara universal perlu dicari puncak
kebaikan/kebajikan untuk semua golongan. Masalah yang abadi dan terpenting dalam
Etika, adalah persoalan puncak kebaikan (supreme good) atau tujuan terakhir
(ultimate end) dari tingkah-laku manusia. Banyak dari tindakan manusia yang ditujukan
kepada tujuan tertentu yang pada hakikatnya bukan merupakan tujuan akhir.
Semuanya itu pada dasarnya hanya merupakan ulterior aims (usaha-usaha untuk
mencapai tujuan) yang tidak dapat kita nilai sebagai tujuan terakhir – final end. Dan
semuanya ini pula sewaktu-waktu bisa saja dikorbankan untuk mencapai tujuan
terakhir yang lebih tinggi. Umpamanya saja seorang individu mungkin saja pada suatu
ketika bersedia mengorbankan kepentingan pribadinya sendiri, diri atau keluarganya
sekalipun, untuk suatu tujuan yang lebih luhur seperti kemerdekaan.
Dengan demikian suatu tujuan terakhir yang bukan tujuan-tujuan yang dapat
disubordinasikan tujuantujuan lainnya. Tujuan terakhir (ultimate end) atau puncak
kebajikan (the hights good), dapat di kategorikan secara umum atas dua, yaitu
eudaemonisme ( Happiness/Kebahagiaan) dan erfectionism
(Kesempurnaan/Perkembangan dari potensi yang ada dari manusia)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
1)Menjelaskan kebebasan sebagai syarat mutlak untuk mencapai kebahagiaan
2)Menjelaskan latent potensial, sebagai sumber bagi aktualisasi manusia
3)Menjelaskan etika material dan etika formal
Etika dan Filsafat Komunikasi

3.1

______________
Kegiatan Belajar 1

Eudaemonisme

Pada pengertian Etika tradisional selalu dikatakan bahwa Ultimate end dalam
hidup ini adalah Kebahagiaan (Happiness /Eudaemonistis). Dan pada dasarnya
Kebahagiaan inipun dapat diperinci : Kebahagiaan semata-mata untuk diri sendiri
(Egoistis Eudaemonisme);Kebahagiaan untuk semua orang/makhluk termasuk dirinya
sendiri secara universal (Universalitis Eudaemonisme a t a u Utilitarianisme ); Kebahagiaan
untuk lain orang/makhluk dengan pengorbanan diri sendiri (ltruism atau altruistis
Eudaemonisme)
Dasar-dasar pemikiran eudaemonisme:
1. Norma-norma moral diadakan seharusnya adalah bertujuan untuk memelihara
dan menambah a life of happiness b a g i manusia, umpamanya antara lain
dengan memberikan c o m f o r t bagi kehidupan manusia sehari-hari.
2. Setiap pemerintah berkewajiban memperkembangkan inisiatif indi
vidual di dalam usaha memperoleh tingkat kehidupan yang lebih berbahagia.
3. Bahwa kebebasan untuk bertindak adalah merupakan syarat mutlak bagi
setiap manusia dalam usaha menambah dan memelihara kebahagiaannya
Dasar dasar pemikiran di atas, mendapat kritik sebagai berikut:
1. Mengapa seorang yang kelihatan di dalam kehidupan sosialnya hina dina,
adalah lebih merasa “ltruis” dari orang-orang yang kelihatan hidup jauh
lebih mewah.
2. Apakah dengan diberikannya kemerdekaan dan kebebasan
seluas luasnya kepada seorang individu, akan dapat menjamin bahwa ia
merasa ,,ltruis”.”
Dari dua kritik diatas memunculkan pertanyaan kritis, yaitu: apa konsepsi, corak,
isi, dari happiness serta untuk siapa happiness itu?
Etika dan Filsafat Komunikasi

Akhirnya kritik dan pertanyaan tersebut menghasilkan 3 sub aliran pemilikiran


tentang eudaemonisme, yaitu:
1.Eudaemonisme egoistis atau individualistis, dimana yang menjadi ul
timate end adalah happiness untuk diri sendiri.
2.Eudaemonisme Universalistis atau utilitarianisme, dimana yang men
3.2

jadi ultimate end adalah happiness universal/untuk semua orang


3.Eudaemonisme altruistis atau ltruism, dimana yang menjadi ulti
mate End adalah untuk oranglain semata-mata (Kertapati,1986: 284)
Eudaemonisme Egoistis/ Individualistis
sub aliran ini menganggap ultimate end (tujuan akhir) dalam hidup ini adalah
Happiness untuk diri sendiri, jadi bersifat individualistis. Dalam hubungan ini
telah timbul pula pertanyaan mengenai happiness sebagai puncak kebaikan yang
dituju. Kebahagiaan bisa bersifat jasmani atau rohani.
Diantara sub aliran eudaemonisme egois yang bersifat jasmani adalah ltruism. Sub
aliran ini mempunyai ultimate end adalah kesenangan jasmani sepenuhnya, sepuasnya seperti:
pemuasan seks, makan minum, dan kemewahan fasilitas hidup. Hal ini menuai kritik, sehingga
akhirnya muncul sub aliran hedonis yang lebih matang (Aristippus) disamping mengejar
kepentingan pribadi juga memenuhi keperluan material orang banyak. Disamping itu muncul
juga sub aliran ini ( psychological hedonism) yang juga mengejar kesenangan rohaniah tetapi
masih berhubungan dengan soal soal materi.
Ada juga sub aliran happiness spiritual/rohaniah egois yang mempunyai tujuan hidup
mengejar kesenangan rohani untuk pribadi, misalnya melakukan suatu hobby (kesenian, aktivitas
dalam komunitas tertentu seperti pencinta lindungan hidup dan sebagainya).
Ada juga sub aliran happiness idealistis egois, yang mengembangkan kemajuan pribadi.
Misalnya, dalam kehidupan keagamaan masuk kedalam system ascetis (cara hidup yang
mengasingkan diri dari dunia ramai), dengan maksud untuk mencapai kesempurnaan batin.
Eudaemonisme Universal/Utilitarianisme
Sub aliran ini berpandangan bahwa tujuan hidup ini seharusnya Happiness
untuk semua orang yaitu orang-orang lain dan juga diri sendiri. Jadi ,,kebahagiaan”
yang bersifat universal. Kata universal di sini dapat diartikan sebagai ,,orang
banyak atau untuk kepentingan kemanusiaan pada umumnya.
Kebahagian umum bisa bersifat jasmani dan spiritual. Sub aliran berseberangan dengan sub
aliran eudaemonisme egois. Yang bisa disimak dari pernyataan John Stuart Mill : The
Etika dan Filsafat Komunikasi

principle states : an action is righ in so far it tends to produce the greatest


happiness for the greatest number.
Beberapa kritik terhadap sub aliran ini adalah:
1.Eudaemonisme Universalistis menilai satu invididu sebagai satu
individu.

3.3

Jadi penilaiannya adalah secara matematis 1 = 1. Hypothetis memang


mudah untuk dikatakan, akan tetapi penetrapannya dalam praktek
adalah sulit.
2. Jadi dengan demikian maka di dalam kita mengukur kesenangan dari
masing-masing orang di dalam masyarakat harus memperhitungkan
kesenangan-kesenangan setiap orang yang bermacam-macam, kalau ingin
bertindak adil. Padahal baik happiness yang bersifat ltruism maupun
jasmaniah adalah sukar sekali untuk diukur kuantitas maupun kualitasnya.
3.Katakanlah hanya terdapat 2 golongan manusia, yaitu satu golongan yang
mengejar kebahagiaan rohaniah (spiritual) belaka, dan golongan lainnya
yang mengejar kesenangan jasmaniah.
Sekarang problemnya bagaimanakah caranya untuk dapat memenuhi
kedua golongan tersebut dalam waktu yang sama (secara simultan)?
4.Menurut aliran sebaiknya harus dicari Common Denomenatornya (De
grootstse gemenedeler). Juga ltruism di dalam praktek sulit untuk
dilaksanakan. Kita hingga dewasa ini belum memiliki alat-alat untuk
mengukur kebahagiaan spiritual dan material yang bersifat relative.
Eudaemonisme Altruistis
Ultimate end dalam hidup ini menurut aliran Eudaemonisme Altristis adalah
Happines untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Kalau kita rumuskan lebih
positif lagi maka ini merupakan ajaran ,,berkorban”. Berkorban tanpa pamrih pun
untuk diri sendiri. Apakah berkorban untuk kepentingan Nusa dan Bangsa,
kemanusiaan dan sebagainya.
Menurut Auguste Comte, Altrisme adalah merupakan dasar dari kultur dan kesusilaan.
Dan adalah lawannya dari ltrui (Eudaemonisme Egoistis). Di dalam mengejar
“kebahagiaan” yang altruistis ini aliran Eudaemonisme Altruistis telah meletakkan 2
macam prasyarat yaitu:
1. Syarat pengekangan diri sendiri (self-repression).
Etika dan Filsafat Komunikasi

2. Syarat mengingkari diri sendiri (self-denial).


Kedua syarat ini merupakan prasyarat untuk sampai p a d a “self-fulfilment” yang
dapat mendatangkan Happiness”. Juga sebagaimana kepada aliran-aliran lainnya,
kepada pemikiran Eudaemonisme Altruitis telah dilancarkan kritik :
1 . Yaitu dalam pemikiran Altruistis ini terdapat unsur-unsur yang paradoxal.
Salah
3.4

2. satu diantaranya. Kalau kesenangan bagi diri sendiri yang merupakan “the
highest good” tidak dihargai selayaknya, bagaimana dapat kita menghargai dan
mengerjakannya untuk orang lain.
3. Walaupun Altruisme secara teoritis dapat dipikirkan adanya, tapi di
sangsikan adanya dalam praktek. Pada umumnya manusia telah begitu terlibat
didalam kepentingan diri sendiri, kecil atau besar.

Rangkuman
Terkait dengan Etika tradisional selalu dikatakan bahwa Ultimate end dalam hidup
ini adalah Kebahagiaan (Happiness /Eudaemonistis). Norma diarahkan untuk
menimbulkan kenyamanan (comfort) yang dianggap menimbulkan kebahagiaan. Karena
itu pemerintah seharusnya memperkembangkan inisiatif warganegara dalam rangka
meningkatkan kebahagiaan manusia. Asumsi paling dasar dari kedua aumsi diatas, bahwa
kebebasan adalah syarat prinsip untuk manusia mencapai kebahagiaan.
Etika dan Filsafat Komunikasi

3.5

_______________
Kegiatan Belajar 2

Perspectionisme
__________________________________________________

Aliran Perfectionisme yaitu aliran yang mengatakan bahwa ultimate end dari
perbuatan manusia adalah suatu perkembangan dari segala kemungkinan yang ada
pada manusia. Yang menjadi pokok dari pemikiran aliran ini adalah apa yang disebut :
“Latent potentialities” (potensi-potensi yang tidak tampak yang ada pada manusia) atau
bakat-bakat ( kemungkinan yang terpendam). Dan setiap manusia, menurut aliran
ini, masing-masing memiliki bakat-bakat kemungkinan yang terpendam ini, ya
bukan saja manusia, juga hewan-hewan dan pepohonan. Umpamanya saja: Pohon ltrui,
pohon ini memiliki latent-potentialities, karena dapat dipakai sebagai bahan baku
di dalam pembuatan bakul, atau untuk dijadikan jembatan, rumah dan sebagainya.
Kemudian pohon kayu jati, mempunyai latent-potentialities karena dapat
dipergunakan sebagai bahan untuk membuat kursi, meja dan sebagainya. Besi dan
emas, masing-masing mempunyai latent-potentialities yang berbeda, yang satu
untuk dibikin jembatan yang lainnya untuk menghias gigi dan sebaganya. Juga pada
manusia, setiap orang memiliki latent-potentialities, meskipun berbeda di dalam
intensitasnya , tergantung kepada terhambat atau diperkembangkan tidaknya latent-
potentialitiesnya itu. Batas-batas dari potentialities ini tidak dapat ditentukan
sebelumnya, hanya dapat kita kemukakan contoh-contoh dari hasil pekerjaan orang
orang yang berbakat, tokoh-tokoh besar dan terkenal sebagai milestone dari
kemajuan peradaban manusia. Sekiranya kita dapat menerima teori ini, mungkin
kemudian akan timbul pertanyaan baru pada kita, yaitu mengenai tujuan dari
Perfectionisme yang akan dicapai itu. Apakah ltruismnism untuk diri sendiri, ataukah
untuk umum secara universal, ataukah mungkin pula untuk orang lain semata?
Etika dan Filsafat Komunikasi

Perfectionisme mempunyai 3 sub aliran yaitu:


1. Perfectionisme egois/individualistic
2. Perfectionisme universal
3. Perfectionisme ltruism
Di dalam praktek kita menemukan ahli-ahli filsafat yan bersifat Supreme-egoist
seperti
3.6

halnya pujangga Goethe ini dapat kita anggap sebagai contoh seorang filsuf yang
Egoistic perfectionist. Sebab pikirannya hanya semata-mata ditujukan untuk
memperkembangkan kesempurnaan diri pribadinya. Jadi dapatlah dikatakan
bahwa pada umumnya antara Eudaemonisme dengan Perfectionisme tidak terdapat
perbedaan yang fundamental. Perbedaannya terletak bahwa yang satu bertujuan
kepada “kebahagiaan” sedangkan yang lainnya bertujuan kepada
“kesempurnaan”.
Kemudian Eudaemonisme menilai baik dan buruk dari segi hasilnya suatu
perbuatan. Sesuatu perbuatan disebut “baik” karena perbuatan ini menghasilkan
Happiness”. Juga Perfectionisme menilai suatu perbuatan baik atau buruk dari
hasilnya “kesempurnaan”. Sesuatu adalah baik, karena ia menghasilkan kesempurnaan
(perfection) dan sebaliknya. Seseorang berbuat semata-mata tertarik oleh hasilnya.
Karena dapat menghasilkan “kebaikan”, maka seseorang itu berbuat baik. Dan
mengapa kita menghendaki “kebaikan hal ini disebabkan kita ingin ‘bahagia”, ‘senang’
atau ‘sempurna’. Kedua aliran ini dapat digolongkan pada teori-teori yang bersifat
diskriptif.
Aliran Etika Lainnya
Disamping aliran Eudaemonisme dan Perfectionisme, kitapun menjumpai aliran
lainnya yang disebut “Intuitionisme”, Etika Formal dan Etika Material. Etika
Intuitionisme yaitu aliran yang menganggap ultimate end dalam hidup ini adalah
“kewajiban” (duty).
“Duty as the highest good”( Tugas sebagai barang tertinggi)
Duty for duties sake (Tugas demi tugas)
Acts done from a sense of duty(Tindakan yang dilakukan karena tanggung
jawab)
Berbeda dengan Eudaemonisme dan Perfectionisme, aliran Intuitionisme ini
menganggap bahwa setiap perbuatan manusia adalah tidak bebas. Segala perbuatan
manusia adalah dilakukan karena dorongan “kewajiban”. Tokoh yang terkenal dari
Etika dan Filsafat Komunikasi

aliran ini adalah Imanuel Kant. Morality menurut Kant, is closely bound up with one’s
duties and obligations”. Kemudian setiap orang menerima perintah yang ia sebut
“Categorical imperative”, perintah ini merupakan perintah yang mutlak, setiap
orang diharuskan patuh kepada perintah yang diberikan itu. Soal ini sulit sekali untuk
dapat ditentukan secara kongkrit dan riil. I. Kant telah menciptakan suatu dunia
metaphysis yang ia sebut
3.7

“Conscience” (kata hati-nurani) dan ini dianggapnya sebagai suatu ilham (intuisi) dari
alam metaphysis.
Beberapa kritik terhadap pendapat I. Kant. Dasarnya untuk berbuat dan tidak
berbuat menurut I. Kant adalah disebabkan karena perintah yang disebut “Categorical
Imperative” dari dunia metaphysis. Pendapat Kant ini telah menimbulkan kritik dari
sementara filsuf. Yang berpendapat demikian : Tidak semua orang menyadari ltruis
categorical imperative, Jadi dasarnya untuk berbuat dan tidak berbuat itu bukanlah
karena categorical imperative, namun karena motive-motive tertentu atau karena
dorongan ltruism.
Selain aliran-aliran yang ada dalam filsafat Etika, ada juga pengelompokan atas Etika
Formal dan Etika Material. Yaitu bahwa pada Etika Formal, perbuatan manusia
sebagai perbuatan ansich tidak dapat dinilai baik buruknya yang dapat dinilai hanyalah
motif seseorang berbuat itu.
Sementara etika material memandang perbuatan itu sendiri mempunyai sifat baik dan
buruk. Menurut psychology seorang manusia tidak selalu berbuat baik atau buruk terus
menerus. Karena itu motif atas perbuatan selalu harus dinilai oleh norma-norma dari luar
dirinya. Kalau perbuatannya adalah buruk/jahat, maka sudah sepantasnya dijatuhi sangsi.
Meskipun sangsinya bersifat relative.
Etika dan Filsafat Komunikasi

3.8
Etika dan Filsafat Komunikasi

Rangkuman
Etika Perfectionisme yaitu aliran yang mengatakan bahwa ultimate end dari
perbuatan manusia adalah suatu perkembangan dari segala kemungkinan yang ada
pada manusia (Perfection). Setiap manusia, menurut aliran ini, masing-masing
memiliki bakat-bakat kemungkinan yang terpendam (Latent potentialities”). Batas-
batas dari potentialities ini tidak dapat ditentukan sebelumnya, hanya dapat kita
kemukakan contoh-contoh dari hasil pekerjaan orang orang yang berbakat, tokoh-
tokoh besar dan terkenal sebagai milestone dari kemajuan peradaban manusia.
Kelemahan lainnya tujuan dari Perfectionisme yang akan dicapai itu. Apakah
ltruismnism untuk diri sendiri, ataukah untuk umum secara universal, ataukah mungkin
pula untuk orang lain semata? Meskipun etika ini menentukan perbuatan yang baik adalah
yang mendorong manusia mengaktualkan/mengembangkan dirinya.
Selain dua aliran etika di atas aliran lain: yaitu intuitionisme, etika formal dan material.
Aliran intuitionisme menganggap bahwa setiap perbuatan manusia adalah tidak bebas.
Segala perbuatan manusia adalah dilakukan karena dorongan “kewajiban”. Tokoh yang
terkenal dari aliran ini adalah Imanuel Kant. Etika Formal, perbuatan manusia sebagai
perbuatan ansich tidak dapat dinilai baik buruknya,yang dapat dinilai hanyalah motif
seseorang berbuat itu.
Terakhir, etika material memandang perbuatan itu sendiri mempunyai sifat baik dan
buruk. Menurut psychology seorang manusia tidak selalu berbuat baik atau buruk terus
menerus. Karena itu motif atas perbuatan selalu harus dinilai oleh norma-norma dari luar
dirinya.
Latihan
1.Coba anda perhatikan orang orang berkecukupan secara materi, memiliki fasilitas
hidup yang cukup bahkan mewah. Berikan penilaian kebahagiaan yang mereka ca
pai
2.Coba anda diskusikan dengan teman anda, kesenangan yang ingin dicapai kebanya
kan orang untuk diri sendiri atau untuk kebanyakan orang. Berikan penilaian yang
kecenderungannya
3.Coba anda amati orang orang yang tergolong sukses dalam karir, cari tahu ta
dinya bermula dari pandangan eudaemonisme atau persfeksionis.
4.Coba buat perbandingan anda dua aliran etika tersebut

3.9
Etika dan Filsafat Komunikasi

Test Formatif
1.Mengejar kepuasan jasmani secara individualis dikenal sebagai sifat
a. happinies
b. comfort
c.hedonis
d.egois
2. Etika eudaemonisme memposisikan norma norma moral
a.Dominan
b. relative
c. Subordinat
d. Koordinat
3. Selain mengabaikan norma moral, etika eudaemonisme juga menempatkan sya
rat kebahagiaan yang utama adalah
a. Kebebasan individual
b. Kemerdekaan
c. Rasionalisme
d. Spritualisme
4. Etika eudaemonisme yang bersifat rohaniah adalah
a. ltruism
b. spritualisme
c. oligarkhisme
d. ascetis
5. Kesanggupan untuk berkorban tanpa mengindahkan kepentingan sendiri, termasuk
Tujuan etika eudaemonis
a. egois
b. klasik
c. ltruism
d. spiritual
6.Yang termasuk sub bagian dari etika Perfectionisme adalah
a. Hedonisme
Etika dan Filsafat Komunikasi

3.10

b. ego sentrisme
c. ascetisme
d. Perpectionisme egois
7.”latent Potentialities” menurut aliran etika perspectionis harus dipandang secara
a. mutlak
b. relative
c. spekulatif
d.perspektif
8.Sesuatu perbuatan itu dianggap baik oleh aliran etika perfektionis bila
a. membawa aktualisasi diri
b. membawa perubahan degradasi
c. membawa perubahan sosial
d. membawa perubahan temporer
9.Perbuatan etis menurut aliran intuitionisme adalah
a. tugas
b. kewajiban
c. hak
d. peran yang harus dijalankan
10.Perbuatan etis menurut aliran etika formal adalah
a. sesuai motifnya
b. sesuai sikapnya
c. sesuai norma
d. sesuai nilai yang dianutnya
KUNCI JAWABAN TES
1. Jawaban pertanyaan nomor 1 adalah c
2. Jawaban pertanyaan nomor 2 adalah c
3. Jawaban pertanyaan nomor 3 adalah a
4. Jawaban pertanyaan nomor 4 adalah d
5. Jawaban pertanyaan nomor 5 adalah c
6. Jawaban pertanyaan nomor 6 adalah d
7.
3.11
Etika dan Filsafat Komunikasi

8. Jawaban pertanyaan nomor 7 adalah c


9. Jawaban pertanyaan nomor 8 adalah a
10. Jawaban pertanyaan nomor 9 adalah b
11. Jawaban pertanyaan nomor10adalah a

Hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dari kegiatan belajar.

RUMUS
Jumlah jawaban anda yang benar
Tingkat penguasaan = -----------------------------------------X 100%
5

Arti tingkat penguasaan yang anda capai:


90% - 100% = baik sekali
80% - 89 % = baik
70% - 79% = cukup
< 70% = kurang
Etika dan Filsafat Komunikasi

3.12

DAFTAR PUSTAKA

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy, Cambridge,


Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of Communication, West
Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
McCarthy, Thomas (2006) (terj. Oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen Habermas,
Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta, Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont, CA,
Wadsworth
Etika dan Filsafat Komunikasi

3.13

Modul. 4. ETIKA DAN MEDIA MASSA


Pendahuluan

Yang dimaksud dengan Mass-media atau Alat-alat Komunikasi massa adal


alat-alat yang dipergunakan di dalam berkomunikasi massa. Seperti: Pers, Film,
Radio, Televisi dan sebagainya. Sebagai suatu alat, Mass-media tidak dapat dinilai
dari segi moral jadi adalah amoral. Penilaian mengenai bermoral ataupun immora.
hanya dapat diberikan pada motief dan cara penggunaannya serta isi dari apa
yang disampaikan. Meskipun demikian per kembangan dan kemajuan di lapangan
Mass-media telah pula menimbulkan masalah moral, yang dapat kita golongkan
cl. dalam dua kategori; yaitu :
1. Segala sesuatu yang berhubungan dengan peng-organi sasian dari alat-alat
komunikasi tersebut, sehingga ke merdekaan seseorang dan vitalitas kultural
melalui pe nerangan maupun hiburan yang dibawakan oleh alat alat
komunikasi tersebut pada masyarakat dapat terjamin.
2. Segala sesuatu yang mencakup masalah-masalah per tanggunganjawab
sesuai dengan sistem dan konsep yang berlaku.
Baiklah untuk mensistematisir pembahasan kita lebih Ian jut, kita akan
mulai dahulu dengan 2 masalah yang tidak dapat kita lepaskan dari persoalan mass
media-Etik.
Adapun masalah-masalah tersebut adalah:
1. Masalah dari Kebebasan untuk Menyatakan pendapat
2. Kode Etik
Etika dan Filsafat Komunikasi

4.1
_______
________
Kegiatan Belajar 1

Etika dan Kebebasan Berpendapat


_________________________________________________

Di dalam United Nations Universal Declaration of Human Rights antara


lain tercantum kata-kata sebagai berikut : Everyone has the right to freedom of
thought, conscience and religion. Everyone has the right to freedom of
opinion and expression. Dengan demikian maka freedom of opinion dan
expression, secara universal diakui sebagai hak asasi manusia. Pada bulan Juni
tahun 1955, di kota Athena telah berkumpul para sarjana hukum dari 48
negara-negara membicarakan .masalah kebebasan manusia. Kebebasan manusia,
menurut para peserta merupakan masalah setua sejarah. Yaitu semenjak massa
sejarah, umat manusia yang menyadari akan harga dirinya senantiasa
melakukan perjuangan mempertahankan kebebasannya sesuai dengan zaman,
kondisi maupun situasinya.
Fakta sejarah sampai saat ini belum pernah tercapai kesatuan pendapat di
dalam menentu kan isi dari arti Kebebasan itu. Hal ini mungkin disebabkan pada
filsafat hidup yang berbeda-beda di antara individu bahkan negara negara.
Umpamanya saja seorang egoistic eudaemonist, akan mengartikan kebebasan
sebagai kemerdekaan. Keadaan merdeka dapat memberikan suatu kebahagiaan
bagi diri sendiri orang yang menjalaninya. Sedangkan seorang Universalistic
Eudaemonist (utilitarian) akan mengartikan Kebebasan sebagai suatu
kemerdekaan yang dapat memberikan Kebahagiaan bagi manusia banyak
(greatest happiness for the greatest number). Demikian selanjutnya setiap
orang akan mengartikan Kebebasan sesuai dengan dasar pandangan hidupnya
masing-masing.
Negara-negara komunis beranggapan bahwa kemerdekaan Pers yang
berlaku di masyarakat liberal-kapitalistis adalah suatu hypocrysy, Pers demikian
itu tidak mungkin dapat bebas sepenuhnya dari pengaruh kekuasaan uang. Hanya
Etika dan Filsafat Komunikasi

Pers Komunislah yang benar-benar bebas karena ia telah bebas dari pengaruh
kekuasaan modal, careerism dan pandangan-pandangan borjuis yang
individualistis dan anarchis
4.2

tis. Kebalikannya di negara-negara Barat yang biasa mengartikan Freedom of


Expression itu sebagai suatu hak asasi setiap manusia yang perlu dijunjung tinggi.
Dengan demikian maka ia sebagai suatu hak dinilai sebagaimana adanya,
tidak ada pertimbangan-pertimbangan positif lainnya yang dapat membatasi pe
laksanaannya. Jadi kesimpulannya ialah bahwa penafsiran maupun sikap seseorang
atau suatu bangsa terhadap kebebasan untuk menyatakan pendapat adalah pada
dasarnya tergantung kepada pandangan filsafiahnya terhadap arti kemerdekaan
itu sendiri. Namun demikian perlu dimaklumi bahwa Kemerdekaan untuk
menyatakan pendapat itu sendiri secara universal telah diakui sebagai hak asasi
manusia, dan disementara negara telah diberi bentuk hukum positif.
Tumbuhnya kesadaran Hak-hak asasi di Eropa dimulai dengan Magna
Charta Libertatum pada tahun 1216 yakni suatu piagam pengakuan raja lnggris
atas hak-hak kebesaran rakyatnya. Kemudian disusul oleh Petition of Rights pada
tahun 1672 dan Bill of Rights pada tahun 1688. Di benua amerika lahir Declaration
of Rights pada tahun 1776 di Perancis De droit I'homme et du citoyen yaitu
pada tahun 1789. Dan pada tahun 1948. Perserikatan Bangsa-Bangsa (P.B.B.)
mengesahkan Universal Declaration of Human Right. Di negara Republik
Indonesia, dahulu dalam Undang-Undan Dasar Sementara 1950, hak-hak asasi
ini dicantumkan secara konstitusional dalam Bab I bagian V.
Sedangkan dalam Undang undang Dasar 1945, hak asasi ini implisit
terdapat dalam praeamble yang antara lain berbunyi sebagai berikut:………….

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdas kan kehidupan bangsa


dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945
berbunyi sebagai berikut : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
mengeluarkan pikiran dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang. Pada tanggal 12 Desember 1966, diundangkan Undang-Undang No. 11
Etika dan Filsafat Komunikasi

tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Pasal 5 ayat 1


berbunyi : kebebasan Pers sesuai dengan hak asasi warga negara dijamin.
Adanya Undang-undang tersebut di atas formalnya merupakan suatu
4. 3

kemajuan bagi Kemerdekaan Pers di Indonesia, namun realisasinya menurut


yang dicita-citakan masih memerlukan perjuangan lagi. Dari perkembangannya
sepanjang sejarah, kita da pat menarik keumuman bahwa masalah kebebasan
menyatakan pendapat ini dimana-mana adalah merupakan suatu gejala
kemasyarakatan yang perkembangannya tidak dapat lain, adalah sejalan
dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri dima na alat-alat komunikasi
massa itu berada. Memang selain alat ko munikasi massa itu dipengaruhi iapun
sebaliknya dapat pula memberikan pengaruhnya kepada masyarakat. Dan baru
setelah mengalami suatu perjuangan yang panjang sampailah kita pada tujuan
filsafiah yang tinggi yaitu Kemerdekaan untuk Menyatakan Pendapat.
Rangkuman
latihan
Tes Formatif
KUNCI JAWABAN TES
Etika dan Filsafat Komunikasi

4.4

DAFTAR PUSTAKA

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy,


Cambridge, Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of
Communication, West Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
McCarthy, Thomas (2006) (terj. oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen
Habermas, Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont,
CA, Wadsworth
Etika dan Filsafat Komunikasi

4.5

Modul. 5. ETIKA MEDIA MASSA DAN IDEOLOGI

Pendahuluan
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa teknik cetak buku
(movable metal type) baru dikenal orang pada abad 15 (1450) yaitu semenjak
Johan Guttenberg mencetak bukunya. Sedangkan surat kabar tercetak yang
pertama menurut Prof.K. Baschwitz dalam bukunya "De Krant Door AIle
Tijden ", baru terbit pada tahun 1609 di kota Straatburg dengan nama
"Relation".
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa Pers sebagai salah satu
medium komunikasi yang modern lahir di dalam masyarakat Authokratis-
feodalistis (1450). Kehidupan Pers di dalam kondisi sedemikian itu, mau tidak mau
mengikuti Authoritarian Concept (konsep otoriter).
Menurut para ahli sejarah, sumber kebenaran suatu masyaraka otoriter
dapat terletak pada salah-satu dari dasar keyakinan sebagai berikut :
1. Sebagai wahyu suci atau keagungan bangsa
2. Kemampuan dan kualitas kepemimpinan yang superior di dalam menghadapi
bahaya dan kemungkinan-kemungkinan lainnya. Atau mungkin pula timbul.
3. Sebagai reaksi dari ketidakpuasan terhadap kebenaran dan mythos
Yang sebelumnya telah diterima.
George Hegel, yang seringkali disebut-sebut sebagai bapak dari fasicme dan
komunisme modern telah memberikan dasar idealistis pada filsafat otoriter
dengan menyebut negara itu sebagai ethical spirit, dimana setiap orang
mempunyai puncak kewajiban sebagai warga yang baik dari negara itu.
Etika dan Filsafat Komunikasi

5.1
_
______________
Kegiatan Belajar 1

Otoritarianisme dan Media Massa


______________________________________________

Sekarang bagaimanakah perkembangan Mass-media dalam arti


kebebasannya di dalam suatu masyarakat yang berasaskan authoritarian itu?
Karena negara dijadikan prima-causa, maka segala alat komunikasi massa harus
disubordinir pemakaiannya untuk kepentingan tujuan negara. Dengan demikian,
maka alat-Iat komunikasi massa tersebut termasuk juga Pers hanya dianggap
sebagai alat semata-mata bagi negara.
Dasar etis dari komunikasi massa di dalam sistem otoriter, dalam
pengertian negatif, adalah tidak mungkin ada penyiaran pernyataan umum
bila menurut pihak yang berkuasa formalnya adalah bertentangan dengan
kepentingan negara dan bangsa. Sedangkan dalam pengertian positif setiap
penyiaran/pernyataan umum harus menguntungkan bagi negara. Sedangkan
golongan-golongan yang diberi hak dan fasilitas oleh negara untuk
menyelenggarakan kegiatan komunikasi massa dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Pemerintah sendiri (Operated by the State)


2. Golongan yang semi bebas (Semi independent instrument subjects).
3. Golongan swasta, akan tetapi terikat oleh prasyarat dan ketentuan-
ketentuan tidak boleh menentang politik Pemerintah
Dengan demikian maka teori Authoritarian terkait dengan Komunikasi massa
dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut.
Etika dan Filsafat Komunikasi

1. Bukanlah tugas kewajiban dari media komunikasi massa untuk menetapkan


haluan dan tujuan negara, karena hal ini adalah hak dari
5.2

golongan yang berkuasa (Raja Diktator, Pemimpin Besar dan sebagainya).


2. Media komunikasi massa hanya merupakan alat belaka untuk mencapai tujuan
dan kepentingan negara. Dalam kenyataannya untuk kepentingan dan tujuan
golongan vested interest.
3. Kritik masih dimungkinkan kalau tidak, dilarang sama sekali. Kalau masih
dimungkinkan hanya pada bidang penyelenggaraannya, tidak diperbolehkan
untuk mengganggu gugat tujuannya.
4. Teori ini bersikap skeptis terhadap kemampuan rakyat banyak.

Rangkuman
Latihan
Test Formatif
Daftar pustaka
Etika dan Filsafat Komunikasi

5.3

____
____________
Kegiatan Belajar 2

Liberalisme dan Media Massa


______________________________________________

Inggris adalah negara utama yang merupakan tempat lahirnya dari ide
Pers Merdeka" dan yang meletakkan dasar-dasar pokok serta asas-asas
kemerdekaan Menyatakan Pendapat. Kita mengenal "Areopagitica speech for the
liberty o Unlicensed Printing" (1644), pidato yang mempunyai nilai se jarah dari
John Milton di depan parlemen Inggris. Pidato yang termasyhur ini bertemakan
perjuangan melawan sensor. Dan berkat pengaruh argumentasi-argumentasi
John Locke kemudian pada tahun 1695, perjuangan ini berhasil. Pada tahun yang
sama Licensing-act, yaitu suatu undang-undang yang memungkinkan dilakukannya
tindakan sensor terhadap Pers mengakhiri riwayatnya.

Dengan adanya kebebasan untuk Mengemukakan Pendapat atau ide-ide


dipasaran terbuka/bebas (open market-place of ideas), maka kebenaran akan
diketemukan di dalamnya (selfrighting process). Demikianlah pula kedua ahli
pikir itu berpendapat bahwa jika orang menindas sesuatu yang dianggap
sebagai suatu kesalahan, sebetulnya iapun menindas kebenaran itu sendiri.
Merekapun se pendapat bahwa adalah merupakan suatu ha! yang wajar bila
Pers Merdeka itu dapat menimbulkan ekses yang kurang baik, akan tetapi hal
demikian itu tidak lebih membahayakan bila dibandingkan dengan keburukan-
keburukan yang dapat timbul bila kita kehilangan kebenaran itu sendiri.
Etika dan Filsafat Komunikasi

Jadi kesimpulannya pendapat mereka ini adalah sebagai berikut


1.Given a free and open encounter, truth will demonstrate itself. 2.Rational
Argument is a kind of selffrighting process, bymeans
5.4

of which the sound and true will survive.


Bagaimanakah pengaruh asas-asas pikiran Liberalisme se lanjutnya?
Pengaruh Mill ini dapat pula kita lihat pada hukum ketata-negaraan Amerika
Serikat, hal ini tampak pada perumus an negatif dalam Firsts Amendment
yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
. . . . . . Kongres dalam hal ini hanya menerima kewajiban-kewajiban
menurut hukum positif; ini berarti bahwa dengan demi kian Kongres tidak
akan campur tangan atau mengadakan tindakan-tindakan pengawasan
(preventif) terhadap pernyataan umum dalam Pers. Pengaruh John Locke,
yang bersifat Natuur rechtsleer (ajaran hukum alam) dan separation of power
tampak pada ketata-negaraan Prancis dan Amerika Serikat. Hal demikianpun
tampak dalam Declaration of Independence dari Amerika Serikat yang
antara lain terdapat kata kata yang berbunyi sebagai berikut : That all men
are created equal. Begitu pula dalam pasal 1 Declaration des droits de
I'hommee du citoyen.

Sekarang bagaimana pengaruh sarjana filosof-filosof Inggris tersebut


terhadap alam pikiran orang-orang Francis? Comte de Mirabeau telah berhasil
selesai menterjemahkan seruan John Milton tersebut kedalam bahasa Francis,
sehari sebelum meletusnya Revolusi berdarah di Prancis pada tahun 1789.
Dalam perkembangan selanjutnya, Freedom of expression yaitu kemerdekaan
berbicara dan mengutarakan pendapat ini termasuk di dalamnya kemerdekaan
Pers dijamin secara constitusional dalam pasal XI dari Declaration des droits de
I' homme et du citoyen.

Dalam pasal VII dari Declaration itu juga, tercantum pula ketentuan-
ketentuan mengenai kemerdekaan Pers. Telah kita saksikan bahwa Revolusi
Francis telah membawa ide Pers Mer deka khususnya di Eropa. Kemudian kalau
Etika dan Filsafat Komunikasi

kita menelaah peru musan Pers Merdeka yang disusun oleh Mirabeau, akan
tampak pada kita tanda-tanda persamaan dengan Grondwet Belanda pasal 7.

Pengaruh Revolusi Perancis dengan demikian telah menjalar pula ke


negeri Belanda. Dan kemudian berdasarkan asas kondordansi, ide pokok garis
pengaruh Revolusi Prancis ini di Hindia Belanda dulu melalui perundang-
undangan, yaitu antara lain berupa pembatasan-pembatasan repressief dalam
K.U.H.P.
Anehnya jiwa liberal yang tercantum dalam pasal 7 Grond wet, yaitu
yang

5.5

isinya melarang sensor terhadap Pers, tidak dioper oleh Regeringstreglement


yang berlaku bagi Hindia Belanda dulu. Justru larangan untuk mengadakan
sensor terhadap Pers inilah sebetulnya menjadi inti dari Pers Merdeka
Pers di dunia barat ketika mencapai sebagai industri Pers raksasa dan terpusat
(concentrated), sehingga semakin sukar untuk dapat ditembus dominasi nya, hal
demikian ini dapat pula menimbulkan ekses-ekses se makin menjauhnya dari
suara hati nurani masyarakat yang sebenarnya. Dengan demikian harapan adanya
selffrighting process sebagaimana yang diharapkan oleh prinsip Liberalisme
semakin jauh.
Gagasan free market place of ideas tidak mungkin dapat dilaksanakan,
mengingat opinions dari mereka yang ekonomis lemah, suaranya tidak seimbang
dan kurang mendapat perhatian.
Tulisan pertama yang mengecam Kemerdekaan Pers yang bersifat liberalistis
ini terbit pada kira-kira tahun 1859 di Amerika Serikat, kemudian disusul
dengan seri artikel karangan Will Irwin di dalam majalah collier 's pada tahun
1911. Antara lain Irwin menulis bahwa pengaruh yang dibawakan surat-kabar
telah berpindah dari tulisan tajuk rencana (editorial) ke kolom-kolom berita, dan
bahwa sifat dagang dari surat kabar adalah bertanggung jawab atas segala
kekurangan kualitas isinya. Berhubung Perusahaan Pers sekarang telah menjadi big
business, maka adalah semakin sulit untuk munculnya para newcomers. Kita
mungkin tidak sepenuhnya sependapat dengan Irwin bahwa prinsip kebebasan
Etika dan Filsafat Komunikasi

yang telah melahirkan sifat dagang dari surat kabar itu seharusnya bertanggung
jawab atas segala kekurangan kualitas isinya
Theodore B. Peterson telah berhasil menyimpulkan tema tema
keceman terhadap Pers yang Liberalistis itu antara lain sebagai berikut:
1.Bahwa Pers telah memperoleh pengaruh dan kekuasaannya untuk tujuannya
sendiri. Yaitu bahwa sipemilik surat kabar hanya mempropagandakan
pendapatnya sendiri, terutama untuk tujuan politik dan ekonomi, dengan
merugikan pendapat-pendapat yang berlawanan.
2.Bahwa Pers sekarang ini memiliki watak big business dan acapkali tidak
menolak untuk dikuasai atau diderigeer para langganan pemasang iklannya,

5.6

sehingga kadang-kadang dapat turut menentukan isi dan politik tajuk rencana.
3.Bahwa Pers seringkali menentang atau merintangi perubahan sosial

4.Bahwa Pers acapkali lebih memperhatikan ha] yang dangk dan sensasional di
dalam pemberitaannya, dan sifat hiburan nya tidak bernilai.
5. Bahwa Pers seringkali membahayakan public-morals.
6.Bahwa Pers tidak segan-segan untuk menyerang soal-soal pnbadi (privacy of
individuals).
7.Bahwa Pers biasanya dikuasai oleh suatu klas Socio-ekonomis biasanya
business-class) dan kalau berkembang menja sebuah industri, maka
tertutuplah kemungkinan bagi new comers. Dengan demikian maka the tree
and open marke place of ideas menjadi terancam.
Rangkuman
Latihan
Test Formatif
Kunci Jawaban
Etika dan Filsafat Komunikasi

5.7
Etika dan Filsafat Komunikasi

_______________
Kegiatan Belajar 3

Teori Responsibility dan Media Massa


______________________________________________
Pada tahun 1947 di Amerika Serikat telah dibentuk sebuah komisi yaitu
Commission on Freedom of the Press yang diketuai oleh Prof.Robert M.
Hutchins dari Universitas Chicago Anggota-anggotanya terdiri dari guru-
guru besar dari berbagai Universitas di Amerika Serikat seperti :
1. Zechariah Chaffee, guru besar dalam Ilmu Hukum pada Harvad University.
2. John M. Clark, guru besar IImu Ekonomi pada Colombia University.
3. Reinold Niebuhr, guru besar Ilmu Etika dan Filsafat dan Religious
UnionTheological Seminary.
4. John Dickson, guru besar Ilmu Hukum pada University Pensylvania
5. Prof. William E. Hocking, guru besar IImu Filsafat, emiritu pad a Harvard
University.
6. Harold D. Laswell, guru besar Ilmu Hukum pada Yale University.
7. Charley K. Merriam, guru besar Ilmu Politik, emeritus pada Chicago
University.
Komisi ini dibentuk atas saran Henry R. Luce dari "Tc Time Inc." dengan
tugas untuk mengadakan research mengena kehidupan Pers di Amerika Serikat dan
prospek-prospeknya dihari depan. Komisi ini dibiayai oleh The Time Inc," dan
"Encyclopedia Britanica Inc,". Dalam menjalankan tugasnya komisi ini bebas sama
sekali dari campur tangan pemerintah. maupun badan-badan swasta yang
membiayainya. Komisi ini telah dapat melahirkan suatu teori baru dibidang
Pers yaitu yang dinamakan "Theory Social responsibility." Di Inggris juga
dibentuk sebuah komisi dengan nama Royal Commission on the Press kedua
komisi tersebut bermaksud untuk mentrapkan suatu teori yang terkenal dengan
nama So sial Responsibility theory.
Social Responsibility theory ini berpendirian agar kebebasan Pers itu
membatasi diri pada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dan bahwa Pers
itu
Etika dan Filsafat Komunikasi

5.8

berfungsi sebagai berikut


1.melayani sistem politik dengan memberi penerangan-penerangan yang
memungkinkan adanya diskusi-diskusi dan debat tentang soal-soal yang
bersangkutan dengan umum.
2.memberi penerangan kepada umum supaya umum cakap untuk melaksanakan
self-government.
3.menjamin hak-hak perseorangan dengan bertindak sebagai pengawasan terhadap
pemerintah.
4.melayani sistem ekonomi pertama dengan jalan mendekatkan penjual dan
pembeli dari barang-barang/jasa periklanan
5. memberi hiburan yang sehat dan bernilai.
6. menjaga supaya secara finansial dapat berdiri dan supaya bebas dari
tekanan-tekanan kepentingan-kepentingan khusus.
Sedangkan kelemahan-kelemahannya antara lain sebagai berikut, yakni:
1.sering yang diberikan orang bukan suatu gambaran leng kap namun tidak
jarang hanya pendirian/pendapat seseorang
2.tidak ada suatu pemberitaan yang lengkap.
3.pemerintah oleh Libertarian theory dianggap seolah oleh lawannya
dan selalu diusahakan sedapat mungkin jangan ikut campur tangan.
Hal ini dalam batas tertentu dapat ditedma pula oleh Social Responsibility
theory, akan tetapi harus diper kembangkan lebih lanjut untuk kepentingan
siapa dan dalam keadaan bagaimana.
4.suatu ketika para langganan pemasang iklan akan berusaha mempengaruhi
editorial policy.
5.hiburan harus yang sehat, baik dan bernilai, jangan yang merangsang ke arah
tindakan-tindakan yang a-susila dan cabul (pornografis).
6. hal ini sukar untuk dilaksanakan. Diharapkan agar dapat berjalan baik tanpa
tekanan-tekanan dari si pemilih modal.
Rangkuman
Latihan
Test Formatif
Etika dan Filsafat Komunikasi

Kunci Jawaban
5.9

_________________
Kegiatan Belajar 4

Komunisme dan Media Massa


______________________________________________

Sumber konsep soviet komunis adalah Maxis-Leninisme yang didasarkan .


Komunikasi massa di soviet berkembang sebagai bagian integral dari negara soviet.
Komunikasi massa dinegara ini semata-mata sebagai alat pemerintah.
Segala media adalah alat pernyataan umum untuk tujuan dan kepentingan
rakyat pekerja dan memperkuat system sosialis.
Secara formalnya kebebasan rakyat untuk menyatakan pendapat
terjamin, namun karena alat komunikasi massa pertama tama adalah alat dari
Partai dan Negara, maka apakah mungkin suara-suara yang tidak senada
dengan kepentingan Partai dan Negara itu dapat dinyatakan atau disiarkan
secara luas dan bebas melalui fasilitas-fasilitas yang ada? Tidak ada tempat
untuk badan-badan komunikasi swasta, yang ada hanyalah milik Pemerintah,
dipimpin dan diawasi serta dikuasai oleh Partai Komunis.
Partai Komunis Uni Sovyet diakui sebagai pelopor dari rakyat pekerja
dalam perjuangan mendirikan masyarakat komunis dan karenanya merupakan
inti yang berhak memimpin semua organisasi rakyat pekerja baik yang bersifat
publik maupun yang bersifat negara. Dengan lain perkataan, PKUS berstatus
lebih tinggi daripada pemerintah. Karena memang hakikatnya PKUS lah yang
mengemudikan pemerintah, menetapkan politik dalam dan luar negeri
termasuk pula politik penyampaian Pernyataan Umum dan penggunaan mass-
media.
Di bidang Pers muncul apa yang disebut Planned-Press, yaitu bahwa
Pers terutama dipergunakan untuk kepentingan partai dan konsep
Etika dan Filsafat Komunikasi

Marxis. Lenin pernah mengatakan bahwa pers itu dalam pembangunan


masyarakat komunis mempunyai 3 fungsi yaitu sebagai: a. Agitator kollektif;
b. propagandis kollektif; c. Organisatoris kollektif;
5.10

Margareth Mead di dalam Soviet Attitude towards Authori ty, antara lain
menulis sebagai berikut :
Pada fase permulaan kekuasaan Sovyet, yaitu setelah suksesnya
Revolusi Oktober 1917, memang mula-mula dijalan kan musyawarah
kolektif, tetapi kemudian sejak tahun 1921 dan selanjutnya mulai
diragukan apakah sistem musyawarah ini masih dapat dijalankan lebih lanjut.
Antara tahun 1921-1930 telah terjadi perubahan-perubahan yang radikal

dan principal. yaitu kekuasaan berpindah dari rakyat kaum pekerja ke tangan
kelompok kecil atau orang penting (elite) partai Komunis dan kekuasaannya ini
mendapat. sebutan Diktatur Proletariat. Peru bahan ini menimbulkan berbagai
efek:
1. Karena pemindahan kekuasaan ini telah menyebabkan hak dan tanggung
jawab pemakaian alat mass komunika si jatuh ke sekelompok orang-orang
Partai.
2. Timbul kesan bahwa garis yang telah ditentukan oleh Partai sewaktu-
waktu dapat berubah karena bila pimpi nan berubah, maka garis yang
telah ditentukan sebelum nya akan berubah pula (Ingat masa De-
Stalinisasi).
3. Terdapat apa yang dinamakan "Double standard of Truth". Lenin
pernah mengatakan bahwa ajaran Marx tidak dapat diubah, dimodulir,
karena ajarannya itu adalah merupakan suatu kebenaran, namun
demikian, menurut Lenin selanjutnya perlu diinsyafi bahwa kebenaran
itu adalah sesuatu yang sesuai dengan kenyataan, yaitu strategi untuk
mencapai tujuan.
Dalam sistem Komunis ini dapat dikatakan, terdapat apa yang disebut
"Double way traffic", akan tetapi adalah sempit sekali.
Dan batas-batas jalannya tidak jelas ditandai oleh undang-undang. Yang
diketahui hanya pedoman yang ditetapkan oleh "Glavit" yaitu suatu badan
Etika dan Filsafat Komunikasi

administratif yang mempunyai wewenang yang sangat besar sekali dalam


mengawasi dan juga di dalam menyelenggarakan Pers itu sendiri.
Menyinggung dasar struktur dari Pers Soviet adalah sebagaimana
aspek-aspek Soviet life lainnya, berkembang sejalan dengan rencana tertentu,
umpamanya rencana pembangunan 5 tahun. Tahap pertama yang dilancarkan
tahun 1928 termasuk di dalamnya program untuk perkembangan pers selama
5 tahun. Pembinaan Pers yang berencana dimungkinkan dengan
hapusnya
5.11
usaha swasta/private enterprise. Diganti dengan pemusatan kekuasaan dan
wibawa di tangan Partai Komunis. Perencana di bidang Pers, adalah yang
memungkinkan tercapainya integrasi dengan tujuan partai, memobilisasikan
Public opinion, untuk mencapai tujuan ideologis maupun politis

Soviet mass-press aparatur adalah tidak sederhana seperti yang kadang-


kadang dikirakan. Ia memiliki suatu struktur yang kompleks, akan tetapi tersusun
rapih (well integrated). Masing masing surat kabar adalah diberi pola
sedemikian rupa sesuai dengan susunannya yang dituju.
Umpamanya saja : "The Central atau AII - Union Press, ada lah
diperuntukkan konsumsi yang bersifat nation-wide. Berpusat di Moscow, dan
dicetak dalam bahasa Rusia. Tiap-tiap surat kabar yang termasuk dalam
golongan ini, mencapai audience yang luas. Dari 43 buah Central-papers yang
diterbitkan tahun 1939 - 26 buah mempunyai sirkulasi lebih dari 50.000 ex
dan 11 buah lebih dari 200.000 ex untuk tiap tiap penerbitan.
Kita mengenal umpamanya surat kabar-surat kabar yang termasuk
golongan ini :
1. PRAVDA, KOMSOMOLKAYA Pravda dan PIONERSKAYA, Pravda,
ketiganya merupakan penerbitan penting Partai dan terhitung 1/10 dari
sirkulasi dari seluruh surat kabar yang ada.

2. TRUD (Labour) penerbitan resmi dari Central Comite of all Trade Union
Council.

3. Dan lain-lain.
Aspek lainnya yang penting dalam konsep Pers kaum Bolshevik ini
adalah mengenai pendapat mereka terhadap pengertian obyektivitas.
Etika dan Filsafat Komunikasi

Obyektivitas ala pengertian dunia Barat ditolaknya karena tidak conform


dengan filsafat Bolshevik. Mereka mengatakan bahwa obyektivitas menurut
pengertian dunia kapitalis, adalah semacam device (muslihat) yang dipergunakan
para ahli filsafah dan kemasyarakatan dunia liberal-kapitalis untuk menciptakan
semacam kestabilan dalam masyarakatnya. Orang Komunis berpendapat lain
tentang pengertian obyektivitas ini, yaitu pengertian obyektivitas conform
dengan dasar keyakinan mereka Dialectical obyektivita.
5.12

Lenin menunjukkan ketidakmungkinan seorang idealist yang


menghendaki obyektivitas sepenuhnya Lenin mengatakan bahwa tidaklah mungkin
seseorang dapat menjelaskan fakta sejelas-jelasnya tentang komposisi sosial suatu
negara. Dan menurut Lenin selanjutnya, ialah bahwa fakta yang dikemukakan itu
senantiasa harus terpusat pada menjelaskan unsur pertentangan kelas didalam
komposisi sosial suatu negara. Inilah obyektivitas dalam konsep komunis.
Kemudian soal lainnya yang mendapat tanggapan konsep Komunis
secara prinsipal adalah masalah berita dan pemberitaan. Umumnya negara-
negara-non-komunis menganggap berita itu sebagai suatu peristiwa (events),
atau kejadian (incidents aktual yang berhubungan dengan waktu dan orang-
orang tertentu. Peristiwa atau kejadian itu dapat penting atau tidak,
pokoknya menjadi focus perhatian dan ini ibaratnya diekspresikan dalam
suatu kondisi yang tercakup di dalam ketentuan suatu rumus klassik “ If a
dog bites a man, thas's no news, but if a man bites a dog, that's news".
Apa yang disebut terakhir tidak berlaku di soviet, karena bukanlah
peristiwa/kejadiannya yang penting, akan tetapi proses sosialnya yang
mendukung segala kejadian itu yang bernilai berita. Berita di Uni Sovyet
adalah social-process yang biasa disebut Socialist Construction. Segala
kejadian dan peristiwa adalah berita bila bersangkutan dengan proses tersebut
tadi

Rangkuman
Latihan
Tesf Formatif
Etika dan Filsafat Komunikasi

Kunci Jawaban
Daftar Pustaka

5.13
_______________
Kegiatan Belajar 5

Kode Etik dan Jurnalis


______________________________________________
Sudah sejak lama dirasakan betapa luas dan pentingnya pengaruh
Pernyataan Umum melalui alat komunikasi pada ma syarakat. Pengaruh di
dalam arti positif yaitu membawa kebahagiaan dan kemajuan serta
meningkatkan peradaban umat manusia,
Suatu Code of Ethics for Journalists pada tanggal 14 Maret 1952 telah
diterima PBB. Dalam salah satu artikelnya antara lain berbunyi sebagai berikut :
The personnel of the press and information should do all in their power
to ensure that the information the public receives is factually accurate. They
should check all items of informati on to the best of their ability. No fact
should be wilfully disor ted and no essential fact should be deliberately
suppressed".

Insan pers dan informasi harus berusaha semaksimal mungkin untuk


memastikan bahwa informasi yang diterima publik akurat secara faktual. Mereka
harus memeriksa semua item informasi dengan kemampuan terbaik mereka.
Tidak ada fakta yang dengan sengaja dibongkar dan tidak ada fakta esensial
yang harus disembunyikan dengan sengaja ".

Kemudian pada tahun 1954 International Federation of Journalist dalam


kongresnya di Bordeaux telah berhasil meru muskan suatu International Code
of Conducts for Journalists. Artikel pertama dari Code itu berbunyi sebagai
berikut :
Etika dan Filsafat Komunikasi

"Respect for truth and for the right of the public to truth is first duty of
the journalist".
Menghormati kebenaran dan hak publik atas kebenaran adalah tugas
pertama jurnalis".

Pada dasarnya kedua kode tersebut di atas menghendaki agar obyektivitas


dan kejujuran di dalam pemberitaan dan penyampaian informasi senantiasa
dipegang teguh. Selain daripada ketentuan norma-norma dalam ukuran
internasional itu, terdapat pula ditiap-tiap negara
5.14

demokrasi, kode-kode untuk lingkungan nasional sendiri-sendiri. Di Indonesia


umpamanya kita mengenal Persatuan Wartawan Indonesia, yang juga memiliki
Kode Etik Wartawan Indonesia. Yang penting bagi kita adalah bahwa setiap
wartawan akan selalu konsekuen mentaati norma norma yang telah mereka
gariskan itu sendiri (self-regulation).
Tidak kurang menariknya adalah munculnya rasa tanggung jawab
sementara golongan mass-communicators di Amerika Serikat terhadap tugas
kewajiban profesinya. Yang meskipun sebagai suatu kekuatan sosial di dalam
masyarakat liberal-kapi talistis, dijamin sepenuhnya hak Freedom of
expressionnya, namun karena dorongan hati nuraninya sendiri, menghendaki
adanya credo bagi pelaksanaan professi yang berkualitas, yang tercakup di dalam
suatu ethical standard yang ditaati
Salah satu keyakinan (creeds) Jurnalistik yang terkenal adalah yang dibuat
Walter Williams, salah seorang pendiri dari the School of Journalism di University
of Missouri (salah sebuah Sekolah Tinggi Jurnalistik tertua di Amerika Serikat).
Keyakinan ini menjadi klasik dan telah diterjemahkan di dalam 33 macam bahasa
dan disebarkan ke segenap pelosok di dunia ini.
The Journali st's Creed" yang ditulis Walter Williams tersebut berbunyi
sebagai berikut :

THE JOURNALIST'S CREED

I BELIEVE IN THE PROFESSION OF JOURNALISM. I BELIEVE


THAT THE PUBLIC JOURNAL IS A PUBLIC TRUST: THAT ALL
Etika dan Filsafat Komunikasi

CONNECTED WITH IT ARE TO THE FULL MEASURE OF THEIR


RESPONSIBILITY, TRUSTEES FOR THE PUBLIC; THAT ACCEPTANCE
OF A LESSER SERVICE THAN THE PUBLIC SERVICE IS BETRAYAL OF
THIS TRUST
I BELIEVE THAT CLEAR THINKING AND CLEAR STATEMENT,
ACCURACY AND FAIRNESS, ARE FUNDA MENTAL TO GOOD
JOURNALISM.
I BELIEVE THAT A JOURNALIST SHOULD WRITE ONLY WHAT
HE HOLDS IN HIS HEART TO BE TRUE.
5.15
I BELIEVE THAT SUPRESSION OF THE NEWS,FOR ANY
CONSIDERATION OTHER THAN THE WELFARE OF SOCIETY, IS
INDEFENSIBLE.
I BELIEVE THAT NO ONE SHOULD WRITE AS JOURNALIST
WHAT HE WOULD NOT SAY AS A GE TLEMENT; THAT
BRIBERY BY ONE'S OWN POCKET BOOK IS
5.17
AS MUCH TO BE AVOIDED AS BRIBERY B : THE POCKETBOOK
OF ANOTHER: THAT INDIVIDUAL RESPONSIBILITY MAY NOT BE
ESCAPED BY PLEADIN ANOTHER'S INSTRUCTIONS OR ANOTHER'S
DIVIDENDS
I BELIEVE THAT ADVERTISING, NEWS AND EDIT TORIAL
COLUMNS SHOULD ALIKE SERVE THE BES: INTERESTS OF
READERS; THAT A SINGLE STANDARD OR HELPFUL TRUTH AND
CLEANNES SHOULD PREVAIL FOR ALL; THAT THE SUPREME TEST
OF GOOD JOUR NALISM IS THE MEASURE OF ITS PUBLIC
SERVICE
I BELIEVE THAT THE JOURNALISM WHICH SUC CEEDS BEST
- AND BEST DESERVES SUCCESS - FEARS GOOD AND HONORS
MAN; IS STOUTLY INDEPENDENT UNMOVED BY PRIDE OF OPINION
OR GREED OF POWEF CONSTRUCTIVE, TOLERANT BUT NEVER
CARELESS SELF -CONTROLLED, PATIENT, ALWAYS RESPECTFUL
OF ITS READERS BUT ALWAYS UNAFRAID; IS QUICKLY IN
Etika dan Filsafat Komunikasi

DIGNANT AT INJUSTICE; IS UNSWAYED BY THI APPEAL OF


PRIVILEGE OR THE CLAMOR OF THE MOB SEEKS TO GIVE EVERY

MAN A CHANCE AND, AS FAR AS LAW AND HONEST WAGE AND

RECOGNITION or HUMAN BROTHERHOOD CAN MAKE IT SO, AN


EQUAL CHANCE; IS PROFOUNDLY PATRIOTIC WHILE SINCERELY

PROMOTING INTERNATIONAL GOOD WILL AND CEMENTING


WORLD-COMRADESHIP: IS A JOURNALISM or HUMANITY, OF AND
FOR TODAY'S WORLD

5.16

Kredo Sang Jurnalis


SAYA PERCAYA PADA PROFESI JURNALISME. SAYA PERCAYA
BAHWA JURNAL PUBLIK ADALAH KEPERCAYAAN PUBLIK: BAHWA
SEMUA YANG TERHUBUNG DENGAN TANGGUNG JAWAB MEREKA,
PELANGGAN UNTUK PUBLIK; BAHWA PENERIMAAN LAYANAN LEBIH
SEDIKIT DARIPADA LAYANAN UMUM ADALAH BETRAYAL DARI
KEPERCAYAAN INI
SAYA PERCAYA BAHWA PIKIRAN JELAS DAN PERNYATAAN JELAS,
AKURASI DAN KEADILAN, ADALAH FUNDA MENTAL UNTUK
JURNALISME YANG BAIK.
SAYA PERCAYA BAHWA JURNALIS HANYA MENULIS APA YANG DIA
DIA DI HATINYA SEBENARNYA.
SAYA PERCAYA BAHWA SUPRESI DARI BERITA, UNTUK PERTIMBANGAN
APA PUN SELAIN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, TIDAK DAPAT
DIPERTAHANKAN.
SAYA PERCAYA BAHWA TIDAK SEBAGAI ORANG YANG HARUS
MENULIS SEBAGAI WARTAWAN APA YANG TIDAK AKAN DIA KATAKAN
SEBAGAI GETLEMENT; BAHWA PENYUAPAN OLEH BUKU SAKU SENDIRI
BANYAK YANG HARUS DIHINDARI SEPERTI SUAP B: BUKU SAKU LAIN:
TANGGUNG JAWAB INDIVIDU TIDAK DAPAT DITERBITKAN OLEH
PLEADIN PETUNJUK ATAU DIVIDEN LAIN
Etika dan Filsafat Komunikasi

SAYA PERCAYA BAHWA IKLAN, BERITA DAN EDIT KOLOM TORIAL


SEHARUSNYA MELAYANI BES: KEPENTINGAN PEMBACA; BAHWA
STANDAR
TUNGGAL ATAU KEBENARAN DAN PEMBERSIHAN YANG BERMANFAAT
HARUS TERSEDIA UNTUK SEMUA; BAHWA UJI TERTINGGI NALISME
GOOD JOUR ADALAH UKURAN LAYANAN PUBLIKNYA
SAYA PERCAYA BAHWA JURNALISME YANG TERBAIK SUCCEED - DAN
TERBAIK LAYAK SUKSES - TAKUT BAIK DAN KEHORMATAN MAN;
SANGAT INDEPENDEN TAK TERGERAK OLEH KEBAHAGIAAN PENDAPAT
ATAU SERAKAH KEKUATAN KONSTRUKTIF, TOLERAN TETAPI TIDAK
PERNAH DIKENDALIKAN DIRI, PASIEN, SELALU MENGHORMATI
PEMBACANYA TETAPI SELALU TAK TEGAS; CEPAT DI DIGNANT
DENGAN CEDERA; TIDAK DILARANG OLEH HUKUMAN INI ATAU
KLAMOR MOB BERUSAHA UNTUK MEMBERI KESEMPATAN SETIAP
ORANG DAN, SEJAUH HUKUM
5.17

DAN UPAH DAN PENGAKUAN JUJUR atau KAWINAN MANUSIA DAPAT


MEMBERIKAN KESEMPATAN YANG SAMA; SANGAT PATRIOTIK SAAT
DENGAN TULUS MEMPROMOSIKAN KEMAMPUAN BAIK
INTERNASIONAL DAN MEMPERTAHANKAN KEPATUHAN DUNIA:
ADALAH JURNALISME atau KEMANUSIAAN, DARI DAN UNTUK DUNIA
HARI INI

Rangkuman
latihan
Tes Formatif
KUNCI JAWABAN TES
Etika dan Filsafat Komunikasi

5.18

DAFTAR PUSTAKA

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy,


Cambridge, Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of
Communication, West Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
McCarthy, Thomas (2006) (terj. oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen
Habermas, Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont,
CA, Wadsworth
Etika dan Filsafat Komunikasi

5.19

Modul. 6. FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI


Pendahuluan

Pemahaman komunikasi yang hanya terbatas pada satu pemahaman disebut


rezim komunikasi. Pemahaman itu mengandaikan komunikasi sebagai transmisi dari
pesan pesan dari sender ke receiver. Rezim komunikasi sebagai transmisi berporoskan
filsafat pengetahuan John Locke, yang kemudian mendapat artikulasi dan elaborasi
dalam teori-teori Claude Shannon, Warren Weaver, dan Norbert Wiener.
Namun pemahaman di atas terbantahkan oleh temuan dari penelitian yang
dilakukan oleh Elizabeth Loftus dan Jurgen Habermas. Penelitian Elizabeth Loftus yang
mengukuhkan (mengkonfirmasi) the alteration hypothesis, oleh Gary Radford dianggap
merupakan salah satu “nomaly” bagi paradigma transmisi sebagai “normal science”.
Etika dan Filsafat Komunikasi

6.1
____________
___
Kegiatan Belajar 1

Rezim Komunikasi dan Penguatannya


______________________________________________

Istilah rezim komunikasi mengacu pada penjelasan Grossberg (1997) yaitu,


bagaimana kita dipaksa untuk memahami komunikasi terbatas pada satu pemahaman.
Pemahaman komunikasi tersebut berasal dari filsafat pengetahuan John Lock.
Konsepsi komunikasi sebagai transmisi yang dimaksudkan oleh John Lock
mensyaratkan tersampaikannya dan diterimanya ide secara utuh dari sender kepada
receiver. Menurut Lock, di antara yang menyebabkan penyampaian idea itu tidak utuh
adalah karena persepsi tidak bisa dipresentasikan secara utuh dalam kata kata, bahasa,
atau simbol.
Kemudian Shannon (1949) mengemukakan teori sistem komunikasi yang terdiri
dari 5 (lima) tingkatan, sebagai upaya rekayasa komunikasi agar idea yang
disampaikan dari sender ke receiver bisa utuh, tidak dipengaruhi oleh entitas
fisik/konsepsual tertentu atau oleh aspek semantik/makna/ informasi tertentu.
Etika dan Filsafat Komunikasi

Warren Weaver menginterpretasikan teori Shannon dengan menyatakan


"sebuah rekayasa teori komunikasi adalah seperti seorang gadis yang sangat baik dan
bijaksana menerima telepon anda. Dia tidak memperhatikan maknanya, apakah itu
sedih, atau gembira, atau memalukan. Tapi dia harus siap untuk menghadapi semua
yang datang ke mejanya." Sistem komunikasi memiliki tatabahasa, tetapi tidak
memiliki arti kata (semantik).
Warren Weaver melengkapi teori Shannon dengan mengemukakan 3 (tiga)
level masalah komunikasi. Dengan tujuan untuk menjelaskan bahwa teori Shannon
tidak mempermasalahkan level B dan level C. Karena level B dan level C sudah
berbicara diluar rezim transmisi.
Sementara Nober Wiener (dalam Weaver, 1949) dianggap Shannon
sebagai orang yang berjasa dalam membentuk dasar filosofi teori komunikasi, dia
lebih berfokus mendorong aplikasi komunikasi pada aspek biologinya (sistem syaraf).
Wiener mengandaikan menggunakan
6.2
komunikasi sebagai sebuah processing system yang dapat berinteraksi dan merespons
lingkungannya. Wiener (1954) menyebut pandangan komunikasinya itu dengan
"Cybernetics". Selanjutnya dia menemukan teori koneksi tentang komunikasi dan
kontrol. Teori ini dijelaskan melalui metafora pengolahan informasi dan tindakan dari
seeker anak kucing, yang intinya, menyimpulkan komunikasi adalah sesuatu yang
bersifat internal yang dapat dimanipulasi pihak luar.
Jadi, pemikiran yang ada dalam filsafat pengetahuan John Lock mengenai
komunikasi sebagai trasmisi ini, berhasil diungkapkan/diterapkan oleh Shannon,
Warren Weaver dan Norbert Wiener. Dalam beberapa hal akar pemikiran ini masih
berlaku dan diadopsi dalam cara berpikir umum tentang komunikasi. Misalnya, dalam
sistem komunikasi organisasi dan iklan dan kampanye komunikasi politik.

RANGKUMAN
Latihan
Test Formatif
Kunci Jawaban
Daftar Pustaka
Etika dan Filsafat Komunikasi

6.3
______________
_
Kegiatan Belajar 2

Anomali Rezim Komunikasi dan Revolusi Sains


___________________________________________________________
Rezim komunikasi sebagai transmisi mengasumsikan bahwa komunikasi
hanyalah sebagai saluran. Ternyata dipatahkan oleh hasil penelitian Elizabeth Loftus
yang mengungkapkan bahwa pemilihan kata dan penambahan informasi mengubah
informasi yang ada dalam memori. Pada penelitian berikutnya, temuannya
mempertegas bahwa informasi yang ditambahkan segera setelah kejadian
merubah/merekonstruksi memori yang ada. Hasil ini tidak bisa diwadahi oleh rezim
komunikasi sebagai transmisi yang menyatakan memori hanya sebagai
tempatmenyimpan informasi dan komunikasi hanya sebagai saluran. Sehingga temuan
Loftus inimenjadi anomali.
Berdasarkan ini Loftus mengklaim posisi rezim komunikasi sebagai transmisi
sebagai normal science telah gugur dan ilmu baru yang menjatuhkannya menjadi
revolution science. Hasil penelitian Loftus juga menunjukkan bahwa proses
penyimpanan dan memori manusia tidaklah berjalan secara bertahap berdasarkan
Etika dan Filsafat Komunikasi

urutan tertentu, melainkan kompleks dan tidak linear seperti yang sering diasumsikan
dalam cara berpikir dalam proses berpikir dari rezim transmisi.
Menurut rezim komunikasi sebagai transmisi "recipient" (komunikan) terjerat
pada cara berpikir instrumental, yaitu dikendalikan oleh aturan-aturan teknis yang
didasarkan atas pengetahuan empiris. Perilaku ini menurut Habermas (2006: 27)
dikendalikan oleh sejumlah strategi yang didasarkan atas pengetahuan analitis; strategi
ini mengandaikan adanya deduksidari aturan-aturan preferensi (sistem nilai) dan
prosedur pengambilan keputusan; proposisi proposisi ini bisa saja di deduksi
(diturunkan) dengan cara benar atau salah.
Berbeda dengan hal tersebut, Jurgen Habermas melihat aksi komunikasi
“receiver” menerapkan rasio kritis yang terarah pada tiga dimensi komunikasi, yaitu
secara mutualmemilih (lokusionari) dan secara kooperatif menjalankan (ilokusionari),
dan saling menyesuaikan (perlokusionari) bentuk-bentuk penyusunan pernyataan
rasional, sesuai dengan situasi yang ada. Tindakan berbicara (berkomunikasi) semacam
6.4

itu (lokusionari, ilokusionari dan perlokusionari) “mentematisasi” pernyataan tentang


kebenaran obyektif, kebenaran normative, atau ekspresi otentik. Jadi, pada intinya
komunikasi mempertahankan kelogisan yang didefinisikan oleh keinginan untuk
memberi dan menerima kritik. Sesuai dengan tujuan mendasar komunikasi untuk
mencapai pemahaman, ublicus, kepemilikan intelegensia, dan kolaborasi yang sah yang
keempatnya merupakan pernyataan validitas. Untuk mencapai hal itu setiap gagasan
harus diuji di ruang ublic dengan dialog, posisi setara, dan seimbang.
Arah pemikiran yang ditawarkan oleh Habermas ini berbeda secara diametral
dan aspiratif serta filosofis dibandingkan dengan rezim komunikasi sebagai transmisi
yang berdimensi komunikasi sebagai penguasaan.

Rangkuman
Latihan
Test Formatif
Kunci Jawaban
Etika dan Filsafat Komunikasi

6.5

_______________
Kegiatan Belajar 3

Rezim Komunikasi: Definisi dan mengapa Dipercaya


_____________________________________________________________
Grossberg (1997) mendefinisikan rezim komunikasi sebagai suatu keadaan
dimana kita dipaksa untuk memahami komunikasi terbatas pada satu pemahaman.
Grossberg benar saat mengatakan rezim komunikasi bukanlah deskripsi secara
keseluruhan, tetapi lebih kepada logika atau kerangka pemikiran yang disebut oleh
Reddy (1979) "Conduit Metafora". Yaitu system logika informal, logika budaya pada
penggunaan bahasa Inggris sehari-hari yang orang-orang kembangkan dalam proses
komunikasi sehari-hari. Ada empat kategori identifikasi kerangka pemikiran utama
dari metafora saluran: a.bahasa berfungsi seperti saluran, mentransfer pikiran dari satu
orang ke orang lain. b.dalam menulis atau berbicara, orang-orang memasukkan
pemikirannya atau perasaannya kedalam kata-kata, c.kata-kata menyelesaikan proses
transfer dengan membawa pikiran atau perasaan dan mengantarkan pada mereka. d.
Etika dan Filsafat Komunikasi

dalam mendengarkan dan membaca, orang-orang mengekstraksi pikiran dan perasaan


sekali lagi dari kata-kata. Prinsip-prinsip umum inilah yang mengikat banyak orang
khususnya dibarat yang kemudian menjalar kemana saja tentang pengertian
komunikasi.
Mengapa orang gampang terjebak kepada pemikiran rezim komunikasi?
Mungkin karena keterbatasan kapasitas untuk menyadari apa yang terjadi
disekelilingnya,misal karena seseorang yang tidak memiliki memori jangka panjang
akibat kepalanya terbentur pada suatu kecelakaan. Orang semacam ini bisa beralasan
kenapa harus mempercayai sesuatu:
Aku harus percaya pada dunia di luar pemikiranku sendiri, Aku harus percaya
bahwa perbuatanku masih memiliki arti, meskpun aku tak dapat mengingatnya. Aku
harus percaya saat mataku tertutup dunia masih ada di sana. (Nolan, 1999)
Hal yang sama bisa terjadi didalam ruang kuliah, ketika seorang dosen mengajar dan
berdiskusi dengan para mahasiswanya. Melalui diskusi, mereka dipaksa untuk melihat
fakta yang mereka tidak dapat menjelaskannya, fakta yang paling terlihat: mereka
harus memiliki ide dan mengekspresikan idenya kepada orang lain dalam diskusi ini.
6.6
Meskipun diskusi ini dapat menyebabkan mereka menutup mata sesaat dan
mengesampingkan dunia dari pandangan, mereka cepat kembali pada pemahaman
utama mereka bahwa ide itu tetap disana dan komunikasi tetap eksis dalam aturan yang
baik sebagaimana mereka pikirkan. Mereka harus mempercayai ini karena apa yang
menjadi alternatif? Tanpa dunia? Tanpa ide? Tanpa komunikasi? Saat diskusi di kelas
berakhir, dunia (dan komunikasi) kembali dengan cepat pada keadaan semula.
Pandangan transmisi dari komunikasi tetap menjadi realitas versi mereka.
Padahal seorang Radford (pengekritisi rezim komunikasi) menanamkan kepada
para mahasiswa agar tidak memahami komunikasi seperti apa yang terlihat. Lawrence
Grossberg (1997) mengungkapkan kegundahannya terkait dengan keadaan umumnya
masyarakat khususnya mahasiswa pada saat itu:

Saya selalu tidak yakin kepada konsep dari komunikasi dan kekuatan yang besar
( dosen/professor) yang ada baik di diskusi akademis maupun popular. Saya tidak
pernah nyaman dengan keadaan yang sama dimana-mana ini, konsep yang kaku,
yang menyebabkan terlihat selalu benar padahal tidak demikian pada proses radikal
Etika dan Filsafat Komunikasi

yang terjadi kebalikannya, tidak dapat tereksplorasi (dijelaskan konsep konsep itu)
dengan baik dari asumsi-asumsi filosofis (dengan pendekatan yang mendalam dan
meluas, sebagaimana pendekatan filsafat). (p 27)

Untuk melawan pandangan transmisi dari komunikasi adalah melawan realitas itu
sendiri. Hal ini menyebabkan hasil yang terkadang mengundang reaksi emosional dan
sinisme seperti pertanyaan motif apa yang mendasarinya mengajak diskusi seperti ini.
Jadi sangat sulit untuk membicarakan komunikasi dalam cara lainnya, mengapa ?
Seperti yang Reddy tunjukkan
“logika informal” menggerakkan kerangka pemikiran kita berlari ke segala arah
melalui bentuk bentuk berbahasa seperti sintaktis atau semantic dari kebiasaan
berbicara kita.
Ludwig Wittestein (1980) filsuf Austria berkata terkait dengan keadaan
bagaimana bahasa mengunci pikiran bebas kita dengan kata kata:
Saat saya berkata “Aku ingat, aku percaya ….” Jangan bertanya pada dirimu “Apa
faktanya, apa proses yang dia ingat?”, tetapi bertanyalah “Apa tujuan dari bahasa
ini, bagaimana ini digunakan?”
6.7

Berkomunikasi seperti diarahkan untuk berbahasa, berpikir dalam kungkungan Bahasa,


atau berkomunikasi dengan pemikiran yang dibatasi bahasa. Sehingga tidak lagi
menyelam kepada makna dan kedalaman dari sebuah pesan komunikasi. Dalam kaitan
hal yang terakhir Grossberg (1997) menulis “terganggu dengan kurangnya refleksi
pada konsep Bagaimana dan Mengapa (dalam komunikasi) digunakan dalam silsilah
konsep hakekat” (p.27).
Radford dalam tulisannya yang menjadi referensi utama bahasan ini, intinya
mengajari kepada kita bagaimana kita ragu ragu terhadap konsep transmisi.

Rangkuman
atihan
Tes Formatif
KUNCI JAWABAN TES
Etika dan Filsafat Komunikasi

6.8

DAFTAR BACAAN

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy,


Cambridge, Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of
Communication, West Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
McCarthy, Thomas (2006) (terj. oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen
Habermas, Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont,
CA, Wadsworth
Etika dan Filsafat Komunikasi

6.9

Modul. 7. MEMAHAMI KOMUNIKASI: REZIM


KOMUNIKASI
Pendahuluan

Komunikasi adalah sebuah proses dari transmisi, yang menghasilkan


pandangan transmisi tentang komunikasi. Komunikasi adalah pertukaran dari ide-
ide" ;proses dimana sebuah pesan dikirimkan ke orang lain sehingga oranglain
paham. Komunikasi terjadi dari seorang "pengirim" (sender), ke "penerima"
(receiver), dari "encode", ke "decode". Komunikasi adalah tentang sebuah pesan
yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan pada tahap ini, semua
kelihatannya berjalan lancar. Yang lain menambahkan, "Saya punya ide dan saya
mengirimkannya pada Anda, dan Jika saja ide-ide itu sama, maka kita telah
berkomunikasi.
Etika dan Filsafat Komunikasi

Carey (1992) berpendapat bahwa pandangan transmisi (transmision views )


merupakan konsep "Orientasi dasar kita terhadap komunikasi masih pada tataran
bawah, di akar terdalam dari pemikiran kita, dalam gagasan tentang transmisi:
komunikasi adalah sebuah proses dimana pesanpesan dipindahkan (transmisi) dan
dibagikan (distributed) di ruang yang diperuntukkan untuk mengontrol jarak dan
manusia". (p.15)
Jika ditanyakan mengapa kita perlu membahas panjang lebar tentang
komunikasi ? Mungkin yang terbanyak akan menjawab supaya tahu cara
berkomunikasi lebih baik. Supaya memiliki ketrampilan berkomunikasi, dan itu
menguntungkan. Mengapa menguntungkan? Ini mungkin jawabannya.
Memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik akan menjadi keuntungan bagi
kami. "Komunikator yang baik membuat pemikiran dan maksud mereka jelas bagi
oranglain. Komunikasi yang baik dibutuhkan oleh level pekerjaan tingkat tinggi
dimana memanajemeni orang lain adalah penting. Komunikasi yang baik akan
membantu kehidupan yang sukses secara sosial dan kehidupan keluarga. Mengambil
studi komunikasi akan mengantarkan pada sebuah gerbang di karir komunikasi di tv,
radio, jurnalisme, periklanan, atau humas. " Untuk kebanyakan mahasiswa
komunikasi, semua inilah yang disebut tentang studi komunikasi: untuk menjadi
orang terampil dengan seperangkat kemampuan/alat dan strategi yang mereka bisa
gunakan
7.1

untuk diri mereka, kehidupan dan karir.


Michael Reddy (1979) mengklaim bahwa pandangan transmisi mengantarkan
pada struktur semantik fundamental dari kisah-kisah pembicara bahasa Inggris
tentang komunikasi. Ketika membicarakan tentang komunikasi, orang tidak ada
pilihan kecuali menyesuaikan diri dengan tata bahasa budaya yang tertanam dalam
ekspresi khas tentang komunikasi:

“try to get your thougth across more clearly"


"Stan communicated his idea very clearly"
"I need to get my ideas across"
“cobalah untuk menyampaikan pendapat Anda dengan lebih jelas "
Etika dan Filsafat Komunikasi

"Stan mengkomunikasikan idenya dengan sangat jelas"


"Saya perlu menyampaikan ide saya"

Jarang diantara mahasiswa yang meneliti tentang komunikasi berlawanan dengan


perilaku yang mungkin telah diperalat atau diekslpoitasi.
.
Selain pengertian komunikasi sebagai transmisi yang selalu dimaknai secara
sama dan hampir merata dikalangan mahasiswa adalah konsep ide, yang secara
implisit merupakan unsur utama dari definisi komunikasi. Bagi sebagian
mahasiswa, awal dari proses komunikasi adalah mulai dari pengirim, si pengirim
menyampaikan sebuah ide kepada si penerima. Namun pada umumnya mereka tidak
paham apa itu ide? Sehingga bisa dipertanyakan secara bertubi-tubi pertanyaan
berikut :

. What is on idea?
• What is knowledge?
• How con I know what is in your mind?
• How can I know what is around me?
• How can my mind represent what is around me?
• How does an idea relate to the world?
. Apakah ide itu ?
• Apakah pengetahuan itu?
7.2
• Bagaimana saya tahu apa yang ada dalam pikiran Anda?
• Bagaimana saya bisa tahu apa yang ada di sekitar saya?
• Bagaimana pikiran saya dapat mewakili apa yang ada di sekitar saya?
• Bagaimana sebuah ide berhubungan dengan dunia?

Mungkin ada orang yang berusaha menjelaskan: “Ide dari dalam otak, berupa atasa,
atasa itu dikirimkan ke orang lain, orang itu menerima atasa tsb, otak mereka
memecahkan kode atasa, dan menginterpretasikan apa yang dikirim si pengirim”.
Namun yang barusan disampaikan hanya semacam cerita, yang tidak nyata, yang
tidak bisa menjelaskan bentuk ide.
Etika dan Filsafat Komunikasi

Ludwig_Wittgenstein menghubungkan semua bahasan ini sebagai “disguised


nonsense” (‘bualan’ terselubung). Bahasan ini memberikan kesan
bahwa kata-kata mereka menjadi sesuatu yang nyata, bahwa mereka mendapatkan
“sesuatu”. Padahal faktanya kita semua terjebak dalam permainan kata-kata.
Terjebak pada atasan atasan seperti tatabahasa. Seperti terhadap konsep komunikasi,
maka mahasiswa juga sulit beranjak dari pemahaman yang sudah mapan tentang
ide.

Rangkuman
Latihan
Test Formatif
Kunci jawaban

7.3
DAFTAR PUSTAKA

Audi, Robert (ed.) (1996), The Cambridge Dictionary of Philosophy,


Cambridge, Cambridge University Press.
Arneson, Pat (ed.) (2007), Perspectives on the Philosophy of
Communication, West Lafayette, Indiana, Purdue University Press.
Kertapati, Ton (1986), Dasar dasar Publisistik, Jakarta, PT Bina Aksara
Etika dan Filsafat Komunikasi

McCarthy, Thomas (2006) (terj. oleh Nurhadi), Teori Kritis Jurgen


Habermas, Yogyakarta, Kreasi wacana.
Nugroho, Alois A. (ed.) (2011), Etika Komunikasi Politik, Jakarta,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Radford, Gary P. (2005), On the Philosophy of Communication, Belmont,
CA, Wadsworth

7.4
Etika dan Filsafat Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai