Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI

ABBASIYAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah

Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Rohim Habibi M.Pd.

Disusun Oleh:

Muhammad Aruna Idham A. 213111166

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat
pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, serta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya sampai yaumul qiyamah nanti.

Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isimakalah ini
dengan lebih baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Surakarta, 1 Maret 2023

Penulis

ii
iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman pemerintahan Umar ibnu Abdul Aziz, tidak ada keistimewaan Bani Umayah daripada
saudaranya sesama Islam. Rakyat bebas menyatakan pendirian, asalkan jangan mengganggu
ketenteraman umum. Meskipun sikap ini benar, kebijakan ini justru melemahkan pemerintahan
Bani Umayah yang didirikan atas kekerasan (despotisme). Oleh sebab itu, diam-diam orang
berusaha mengatur propaganda untuk mendirikan Daulah Bani Abbas.

Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas sendiri, nama Bani Abbas tidaklah begitu
ditonjolkan. Mereka justru mencatut nama Bani Hasyim, agar tidak terpecah antara pengikut Ali
dan Bani Abbas, karena keduanya sama-sama dari Bani Hasyim. Sejak dahulu, Bani Umayah
tidak pernah memusuhi Bani Abbas, melainkan hanya terhadap Bani Ali. Kalau Bani Abbas
menyatakan penuntutan pangkat khalifah untuk dirinya sendiri, tentu kurang banyak pengikutnya.

Pusat propaganda ada di dua tempat, yaitu Kufah dan Khurasan. Kufah terhitung negeri baru di
wilayah Irak, dan Irak pada masa itu termasuk dalam daerah Persia. Khurasan pun termasuk
dalam daerah Persia. Keduanya menjadi pusat perkumpulan rahasia itu sebab Bani Umayah
sendiri kuat kedudukannya di kalangan bangsa Arab, sedangkan daulah yang akan berdiri ini
hendak berpusat pada Persia, bukan ke Arab. Di kedua negeri itu, banyak orang yang merasa
kurang senang jika khalifah tidak dipegang oleh Bani Hasyim, padahal merekalah yang dekat
hubungannya dengan Rasul.

Mereka mengangkat 12 orang propagandis. Kedua belas orang tersebut mengembara di negeri
Khurasan, Kufah, Irak, lalu mendatangi Mekah pada musim haji. Mereka mengincar orang yang
menentang kezaliman pemerintahan Bani Umayah. Diterangkan pula tentang bagaimana
keturunan Bani Hasyim yang asli telah didesak dan dirampas hak turun-temurun yang mereka
terima dari Rasul. Salah satu propagandis yang terkenal ialah Abu Muslim al-Khurasany. Ia mula-
mula berpropaganda dengan terang terangan di negeri Maru. Disuruhnya seisi negeri berkumpul.
Diadakannya pidato yang mengkritik pemerintah sekarang. Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas
menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani
Hasyim di Parsi.

1
PEMBAHASAN

Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasyiyah


Upaya mengalahkan Dinasti Umayyah dilatarbelakangi pemikiran tentang siapa yang berhak
memimpin setelah Rasulullah meninggal. Bani Hasyim (kaum Alawiyun) sebagai keturunan
Rasulullah pernah mengemukakan hal tersebut. Terdapat tiga kota utama yang menjadi pusat
kegiatan untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul
Muṭalib, yaitu kota al-Humaymah sebagai pusat perencanaan, kota Kufah sebagai kota
penghubung, dan kota Khurasan sebagai kota gerakan langsung (lapangan).

Para keluarga Abbas melakukan berbagai strategi dan persiapan di ketiga tersebut. Salah satunya
dengan mempropaganda bahwa orang-orang Abbasiyah lebih berhak dari pada Bani Umayyah
atas kekhalifahan Islam. Mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang nasabnya lebih dekat
dengan Nabi Saw. Pemimpin gerakan ini adalah Imam Muhammad bin Ali, salah seorang
keluarga Abbasiyah yang tinggal di Humaymah. Muhammad bin Ali tidak menonjolkan nama
Bani Abbasiyah, melainkan menggunakan nama Bani Hasyim untuk menghindari perpecahan
dengan kelompok Syi’ah. Strateginya berhasil menggabungkan berbagai kekuatan, terutama
antara pendukung fanatik Ali bin Abi Ṭalib dengan kelompok lain.

Untuk melakukan berbagai propaganda, diangkatlah 12 propagandis yang tersebar di berbagai


wilayah, seperti di Khurasan, Kufah, Irak, dan Makkah. Di antara propagandis yang terkenal
adalah Abu Muslim Al-Khurasani, seorang tokoh masyarakat di Khurasan yang merasa dirugikan
selama masa Dinasti Umayyah. Isu ketidakadilan yang dilontarkannya mendapat banyak
sambutan dari berbagai kelompok, khususnya yang tidak senang dengan pemerintahan Bani
Umayyah. Para perwakilan kelompok menyatakan kesetiaan kepada Abu Muslim al-Khurasani
untuk membela Bani Hasyim dan Bani Abbas.

Gerakan dan propaganda yang dimotori oleh Muhammad bin Ali mendapat sambutan yang luar
biasa dan tanggapan positif dari masyarakat, begitu juga dari golongan Mawali. Pada tahun 743
M Muhammad bin Ali meninggal. Gerakannya dilanjutkan oleh putranya bernama Ibrahim al-
Imam. Ia menunjuk Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang karena sangat ahli dalam
menarik simpati berbagai kelompok. Pernah dalam waktu satu hari, ia berhasil mengumpulkan
penduduk dari sekitar 60 desa di Merv. Abu Muslim mengajak kelompok yang kecewa kepada
Bani Umayah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada Bani Hasyim, baik dari keturunan
Abbas bin Abdul Muṭalib maupun dari keturunan Ali bin Abi Ṭalib.
1
Setelah Ibrahim al-Imam meninggal, gerakan dilanjutkan oleh saudaranya bernama Abdullah bin
Muhammad, yang lebih terkenal dengan nama Abul Abbas as-Ṣaffah. Ia kemudian mempercayai
dan mengangkat Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang. Gabungan antara Abul
Abbas as-Ṣaffah dengan Abu Muslim Al-Khurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat
ditakuti Bani Umayyah.

2
MATERI PRESENTASI

Masa Kemajuan Dinasti Abbasyiah


Ilmu pengetahuan dan pendidikan Pada masa Dinasti Abbasiyah, Islam mencapai
kejayaan di berbagai bidang, salah satunya bidang ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu
pengetahuan diawali dengan kegiatan menerjemahkan naskah-naskah asing, terutama
dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Kemudian, didirikan pula pusat pengembangan
ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, serta terbentuknya mazhab-mazhab ilmu
pengetahuan dan keagamaan. Pada masa kepemimpinan Khalifah Harun al-Rasyid
(786-809), pemerintahan Dinasti Abbasiyah semakin gemilang. Sang khalifah
mendirikan berbagai bangunan untuk keperluan sosial, seperti rumah sakit, lembaga
pendidikan, dan farmasi. Di bidang sastra, Kota Bagdad dikenal memiliki hasil karya
yang indah dan banyak digandrungi masyarakat setempat, di antaranya adalah Alf
Lailah wa Lailah atau Kisah 1001 Malam. Tokoh Penggerak Filsafat Arab Di Kota
Bagdad pula, lahir para ilmuwan, ulama, filsuf, dan sastrawan Islam ternama seperti
Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi (filsuf Arab pertama), dan
al-Razi (filsuf, ahli fisika, dan kedokteran). Untuk semakin memajukan ilmu
pengetahuan, para khalifah di masa Dinasti Abbasiyah mencetuskan beberapa
kebijakan, yaitu Menggalang penyusunan buku Menggalang penerjemahan buku-buku
ilmu pengetahuan dari bahasa asing Mengaktifkan kegiatan ilmiah Mengembangkan
pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan Selain itu, pemerintah juga membangun
berbagai macam infrastruktur serta lembaga, termasuk lembaga pendidikan. pada masa
Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran juga mengalami perkembangan sangat
pesat. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa rela meninggalkan kampung
halaman demi mendapatkan ilmu pengetahuan di kota. Pada masa ini, sebelum
lembaga pendidikan formal dibangun, masjid yang difungsikan sebagai pusat
pendidikan. Selain untuk menunaikan ibadah, masjid juga dijadikan sebagai sarana
belajar bagi anak-anak, pengajian dari para ulama, serta tempat untuk berdiskusi.
Berikut ini lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berdiri pada masa Dinasti
Abbasiyah.
1.Kuttab, Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dijadikan sebagai tempat
belajar menulis dan membaca. Pendidikan rendah di istana Ide pendidikan rendah di
istana muncul berdasarkan pemikiran akan pendidikan yang harus bisa menuntun anak
didik sampai mampu melaksanakan tugas-tugasnya ketika sudah beranjak dewasa.
Dari pemikiran itu, khalifah beserta keluarganya mempersiapkan dengan sebaik
3
mungkin pendidikan yang memadai supaya anak-anak bisa bertanggung jawab
terhadap tugas yang kelak mereka emban. Toko-toko kitab Perkembangan pendidikan
yang pesat juga didorong dengan adanya toko-toko kitab yang berfungsi sebagai
tempat jual-beli kitab dari para penulis dan pembelinya.
2.Rumah para ulama Selain lembaga formal, anak-anak juga bisa belajar di lembaga
pendidikan non-formal, seperti rumah para ulama. Pada masa Dinasti Abbasiyah,
rumah-rumah ulama dijadikan sebagai tempat untuk anak-anak belajar, salah satu
rumah yang kerap digunakan untuk melakukan kegiatan ilmiah adalah milik Al-Rais
bin Sina. Majelis kesusasteraan Majelis kesusasteraan adalah majelis khusus yang
diadakan oleh khalifah untuk membahas tentang ilmu pengetahuan secara lebih dalam.
Pada masa Khalifah Harun al-Rasyid, majelis sastra berkembang sangat hebat, karena
khalifah sendiri adalah seorang ahli ilmu pengetahuan yang cerdas sehingga ia juga
ikut terlibat di dalamnya. Khalifah acap kali mengadakan perlombaan ahli-ahli syair,
perdebatan, dan sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.
3.Badiah, Badiah adalah dusun-dusun tempat tinggal orang Arab yang terus
mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Biasanya, khalifah akan
mengirim anak-anak ke badiah untuk mempelajari berbagai syair sekaligus sastra Arab
dari sumber aslinya. Rumah sakit Khalifah membangun rumah sakit yang tidak hanya
digunakan sebagai pusat kesehatan, tetapi juga untuk mendidik anak-anak yang tertarik
dengan dunia keperawatan dan kedokteran. Dengan demikian, rumah sakit juga
berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Madrasah Pada masa Dinasti Abbasiyah,
madrasah mulai bermunculan, didorong dengan semakin tingginya minat belajar
masyarakat sehingga dibutuhkan tempat yang bisa menampung guru dan murid lebih
banyak. Oleh sebab itu, khalifah mendirikan madrasah yang berfungsi sebagai lembaga
pendidikan formal.

Masa Kemunduran Dinasti Abbasyiah

Perubahan peradaban dan kebudayaan dan perkembangan besar yang diraih Dinasti
Abbasiyah pada masa pertama sudah menggerakkan beberapa penguasa untuk
hidup eksklusif bahkan juga condong menonjol. Tiap khalifah condong Ingin lebih
eksklusif dibanding perintisnya. Keadaan ini memberikan kesempatan ke tentara
professional asal Turki untuk menggantikan kendali pemerintah.

Persaingan perebutan kekuasaan diawali semenjak periode Al Makmun s/d Al


4
Amin, ditambah lagi masuknya elemen Turki dan parsi. Sesudah al-mutawakkil
meninggal dunia, penggantian khalifah terjadi secara tidak lumrah. Dari
keduabelas khalifah pada masa kedua Dinasti Abbasiyah, cuma empat orang
Khalifah yang meninggal dunia dengan wajar. Selebihnya beberapa khalifah itu
meninggal dunia karena dibunuh atau diracun dan di turunkan secara paksa.

Semenjak berlangsungnya perselisihan di antara muawiyah dan khalifah Ali yang


usai dengan lahirnya tiga barisan umat yaitu penganut muawiyah, Syiah dan
khawarij, saat barisan ini selalu berebutan dampak yang paling menonjol pada
periode Khalifah muawiyah atau periode kekhalifahan Abbasiyah ialah
perselisihan di antara barisan sunni dan barisan syiah. Meskipun pada saat-saat
tertentu di antara barisan Sunni dan Syiah ini sama-sama memberikan dukungan,
misalkan saja pada periode pemerintah Buwaihi kedua barisan ini tidak sempat ada
satu juga persetujuan.

Banyaknya wilayah yang tidak terkuasai oleh Khalifah ini sebagai akibatnya
karena peraturan yang lebih mengutamakan pada pembimbingan peradaban dan
kebudayaan Islam, secara real beberapa daerah itu ada di bawah kekuasaan
gubernur gubernur yang berkaitan. Akibatnya provinsi-provinsi itu banyak yang
melepas diri dari pegangan penguasa Bani Abbasiyah titik adapun langkah
provinsi-provinsi itu melepas diri dari kekuasaan ialah yang pertama, seorang
pimpinan lokal pimpin satu perlawanan dan sukses mendapat kemerdekaan penuh
Misalkan saja Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko yang kedua
seorang yang dipilih jadi gubernur oleh Khalifah posisinya semakin kuat dia pada
akhirnya melepas diri, misalkan saja daulat aghlabiyah di Tunisia dan Tohiriyah di
Kurasan.

Semenjak era kesembilan kemampuan militer Abbasiyah mulai mengalami


kemerosotan titik sebagai tukarnya, beberapa penguasa Dinasti Abbasiyah
mengaryakan beberapa orang professional di bagian kemiliteran terutamanya
tentara Turki, selanjutnya mengusungnya jadi Panglima panglima perang.

Pengangkatan anggota militer Berikut dalam perubahan seterusnya memberikan


ancaman kekuasaan Khalifah. tentara Turki sukses merampas kekuasaan khalifah.
meskipun khalifah digenggam oleh Bani Abbasiyah, pada tangan mereka, khalifah
seperti boneka yang tidak dapat melakukan perbuatan apapun titik bahkan juga
mereka yang pilih dan jatuhkan khalifah yang sesuai politik mereka.

Khalifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada periode kekuasaan bangsa Turki
I, mulai Khalifah kesepuluh, Khalifah al-mutawakkil yaitu tahun 232 Hijriyah titik
sampai khalifah ke-20 dua, Khalifah Al mustakfi Billah. Pada periode kekuasaan
bangsa Turki 2 atau Bani saljuk yaitu dimulai dari Khalifah ke-27 khalifah muqtadi
bin Muhammad tahun 467 Hijriyah sampai Khalifah ke-37 khalifah mustaqim Bin
mustansir tahun 656 Hijriyah.

5
Periode kekuasaan bangsa Parsi Berjalan Lebih dari 150 tahun titik Pada periode
ini kekuasaan terpusat di Baghdad di lucuti dan di beberapa wilayah wilayah ada
beberapa negara baru yang berkuasa dan membuat perkembangan dan perubahan
baru.

Di awal pemerintah Bani Abbasiyah, turunan parsi bekerja sama di dalam


memproses pemerintah dan Dinasti Abbasiyah alami perkembangan yang cepat
dalam beragam sektor titik pada masa kedua , saat kekhalifahan Bani Abbasiyah
sedang melangsungkan penggantian khalifah, yakni dari Khalifah muttaqi atau
khalifah yang ke-22 ke khalifah Muthie atau khalifah yang ke-23 di tahun 334
Hijriyah, Banu Buyah sukses merampas kekuasaan.

Pada awalnya Mereka berkhidmat ke pembesar-pembesar dari beberapa khalifah,


hingga mereka banyak sebagai panglima tentara, dan banyak sebagai Panglima
Besar. Sesudah mereka mempunyai posisi yang kuat beberapa Khalifah Abbasiyah
ada di bawah telunjuk mereka dan semua pemerintah ada ditangan mereka titik
pada akhirnya Khalifah Abbasiyah tinggal namanya saja.

Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasyiah

Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang


panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1250 M). Selama dinasti
ini berkuasa pola pemerintahan maupun pendidikan Islam yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi
pada masa-masa tersebut. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah dibagi dalam lima
periode, yaitu: (Suwito, 2008: 11).Pertama :Periode I (132 H/750 M-232
H/847 M), masa pengaruh Persia pertama.Kedua :Periode II (232 H/847 M-
334 H/945 M), masa pengaruh Turki pertama.Ketiga :Periode III (334 H/945
M-447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia
kedua.Keempat
:Periode IV (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa Bani Saljuk,
pengaruh Turki kedua.Kelima :Periode V (590 H/1104 M-656 H/1250 M),
masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain.
Zaman pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai zaman
keemasan dan kejayaan Islam, secara politis para Khalifah betul-betul tokoh
yang kuat dan cinta ilmu pengetahuan sekaligus merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama. Disisi lain, kemakmuran masyarakat pada saat ini mencapai
tingkat tertinggi.Pada masa ini pula umat Islam banyak melakukan kajian kritis
terhadap ilmu pengetahuan sehingga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa
atau terjemahan, penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai
sejak pertengahan dinasti Umawiyah. Ketika kekuasaan beralih ketangan
dinasti Abbasiyah, kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Arab semakin
marak dan dilakukan secara besar-besaran. Al- Manshur termasuk khalifah
Abbasiyah yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran, dia
mendatangkan begitu banyak ulama cendikia dalam berbagai disiplin ilmu
pengetahuan ke Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan untuk
mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi dan mengalihkannya ke
bahasa Arab. Akibatnya pada masa6 ini banyak para ilmuan dan cendikiawan
bermunculan sehingga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.

7
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Popularitas daulat
‘Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-
809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833M). Kekayaan yang banyak
dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya. Pada masanya juga sudah
terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-
pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi
terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuam, dan kebudayaan serta kekuasaan berada pada
zaman keemasannya. Pada masa inilah Islam menempati dirinya sebagai
negara terkuat dan tak tertandingi. (Badri Yatim, 2010: 53).
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid, ia adalah khalifah ketujuh
Bani Abbasiyah yang melanjutkan kepemimpinan saudaranya, Al- Amin. Ia
dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah al-Makmun
memperluas Baitul Hikmah (House of Wisdom) yang didirikan ayahnya,
Harun al-Rasyid sebagai perpustakaan, observatorium dan pusat
penerjemahan, Pendirian Bait al Hikmah merupakan karya monumental Al
Makmun yang dimaksudkan untuk memasukkan hal-hal positif dari
kebudayaan Yunani ke dalam Islam. Bait al Hikmah merupakan pusat
pengkajian dan penelitian berbagai macam ilmu sekaligus sebagai
perpustakaan yang lengkap dengan team penerjemah. Team ini bertugas
menerjemahkan teks-teks asli Yunani, Persia, Suryani dan bahasa lainnya ke
dalam bahasa Arab. Para penerjemah yang terdiri dari kaum Nasrani, Yahudi
dan Majusi (sabaean) yang digaji oleh khalifah dengan gaji yang tinggi. Di
samping dewan penterjemahan, beberapa dari rakyat yang kaya melindungi
penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Pada masa inilah
Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. (W. Montgomery
Watt, 1972: 68). Dan selama pemerintahan Abbasiyah pertama, ada empat
orang penterjemah yang terkemuka, yaitu, Hunayn bin Ishaq, Wa’qub bin
Ishaq, dari suku arah Kinda, Thabit ibn Qurra dari Harran, dan Umar ibn al-
Farrakhan dari Tabaristan. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989: 134)

8
Sejak upaya penterjemahan meluas dan sekaligus sebagai hasil kebangkitan
ilmu pengetahuan, banyak kaum muslimin mulai mempelajari ilmu-ilmu itu
langsung dalam bahasa Arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut
mempelajari, mengomentari, membetulkan buku-buku penterjemahan atau
memperbaiki atas kekeliruan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan
menciptakan pendapat atau ide baru, serta memperluas penyelidikan ilmiah untuk
mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip- manuskrip
klasik peninggalan ilmuan yunani kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates,
dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad lalu
diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga
penelitian (Baitul Hikmah) sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
Sejak akhir abad ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita di
bidang ketatanegaraan dan politik seperti, khaizura, Ullayyah, Zubaidah, dan
Bahrun. Di bidang kesusasteraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang sejarah para
ahli sejarah Arab mulai menyelidiki sejarah mereka sendiri, sebagian baik yang
sudah kabur maupun hanya merupakan penanggalan cerita ataupun yang sudah
tertulis dalam bentuk yang sudah disetujui dan cenderung kepada sekte keagamaan
yang bermacam-macam. Ide/proposal penyusunan sejarah dalam ukuran besar
didorong oleh paradigma orang-orang Persia seperti Pahlevi Khuday Namich atau
sejarah-sejarah raja yang diterjemahkan oleh Ibn al-Muqaffa’dari bahasa Persia
kuno ke dalam bahasa Arab dengan judul : sejarah raja-raja Persia (Turkish Muluk
al’Ajam). Buku ini dianggap sebagai paradiqma penulisan sejarah. Hisham dari suku
Kalb (619 M) dan ayah Muhammad merupakan ahli sejarah bangsa Arab pertama,
mereka terkenal karena ketelitian dalam ceritanya. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989:
135). Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al-Muwayid. Di bidang seni
musik, Ullayyah dikenal sangat tersohor pada waktu itu.
Sementara di bidang pendidikan mendapat perhatian yang
sangat besar, sekitar 30.000 mesjid di Baghdad berfungsi sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan pendidikan pada masa
dinasti Abbasiyah dibagi dua tahap, tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai
dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai sistem
pendidikan khas Arabia dan tahap kedua (abad ke-11 M) kegiatan pendidikan dan
pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-
Arab. (Zuhairini, Moh. Kasiran, dkk., 1985: 99).

9
REFLEKSI (CATATAN PENULIS)

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasyiah seperti


lahirnya para ulama dan banyak nya karangan kitab sehingga memberikan dampak
positif bagi kemajuan umat.
Islam Dinasti Abbasiyah berkuasa sejak tahun 132 H sampai tahun 656 H. Oleh karena
itu banyak prestasi yang telah di raih pada masa tersebut, termasuk dalam bidang
pendidikan, ekonomi dan militer. Namun pada masa akhir sebelum runtuh nya kerajaan
tersebut, banyak kejadian yang membuat perpecahan dalam kerajaan seperti Perebutan
Kekuasaan di Pusat Pemerintahan, munculnya Dinasti-Dinasti Kecil yang
Memerdekakan Diri dan kemerosotan perekonomian.
Menurut Pemahaman Saya, dinasti tesebut bisa mencapai puncak kejayaan akan tetapi
tidak bisa mempertahankan kejayaan tersebut dikarenakan faktor dari dalam dan dari
luar.

10
KESIMPULAN

Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasyiyah, Upaya mengalahkan Dinasti Umayyah


dilatarbelakangi pemikiran tentang siapa yang berhak memimpin setelah
Rasulullah meninggal. Bani Hasyim (kaum Alawiyun) sebagai keturunan
Rasulullah pernah mengemukakan hal tersebut. Terdapat tiga kota utama yang
menjadi pusat kegiatan untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman
Rasulullah, Abbas bin Abdul Muṭalib, yaitu kota al-Humaymah sebagai pusat
perencanaan, kota Kufah sebagai kota penghubung, dan kota Khurasan sebagai
kota gerakan langsung (lapangan).
Masa Kemajuan Dinasti Abbasyiah, Ilmu pengetahuan dan pendidikan Pada masa
Dinasti Abbasiyah, Islam mencapai kejayaan di berbagai bidang, salah satunya
bidang ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan diawali dengan kegiatan
menerjemahkan naskah-naskah asing, terutama dari bahasa Yunani ke bahasa
Arab.
Masa Kemunduran Dinasti Abbasyiah, Persaingan perebutan kekuasaan diawali
semenjak periode Al Makmun s/d Al Amin, ditambah lagi masuknya elemen Turki
dan parsi. Sesudah al-mutawakkil meninggal dunia, penggantian khalifah terjadi
secara tidak lumrah. Dari keduabelas khalifah pada masa kedua Dinasti Abbasiyah,
cuma empat orang Khalifah yang meninggal dunia dengan wajar. Selebihnya
beberapa khalifah itu meninggal dunia karena dibunuh atau diracun dan di turunkan
secara paksa.

Pekembangan Ilmu Pengengetahuan masa Dinasti Abbasiyah


menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau terjemahan,
penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak
pertengahan dinasti Umawiyah. Ketika kekuasaan beralih ketangan dinasti
Abbasiyah, kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Arab semakin marak dan
dilakukan secara besar-besaran. Al- Manshur termasuk khalifah Abbasiyah
yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran, dia mendatangkan begitu
banyak ulama cendikia dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan ke
Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan untuk mencari buku-
buku ilmiah dari negeri Romawi dan mengalihkannya ke bahasa Arab.
Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan
sehingga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.

11
12
DAFTAR PUSTAKA
Rachman, Taufik. "Bani Umayyah Di Lihat Dari Tiga Fase." JUSPI (Jurnal Sejarah
Peradaban Islam) 2.1 (2018): 86-98.
D, Abdurrahman. (2003). Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI. Nunzairina. (2020).
Mahroes, Serli. "Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan
Islam." TARBIYA: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam 1.1 (2015): 77-108.

13

Anda mungkin juga menyukai