ABBASIYAH
Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat
pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, serta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya sampai yaumul qiyamah nanti.
Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isimakalah ini
dengan lebih baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis
ii
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman pemerintahan Umar ibnu Abdul Aziz, tidak ada keistimewaan Bani Umayah daripada
saudaranya sesama Islam. Rakyat bebas menyatakan pendirian, asalkan jangan mengganggu
ketenteraman umum. Meskipun sikap ini benar, kebijakan ini justru melemahkan pemerintahan
Bani Umayah yang didirikan atas kekerasan (despotisme). Oleh sebab itu, diam-diam orang
berusaha mengatur propaganda untuk mendirikan Daulah Bani Abbas.
Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas sendiri, nama Bani Abbas tidaklah begitu
ditonjolkan. Mereka justru mencatut nama Bani Hasyim, agar tidak terpecah antara pengikut Ali
dan Bani Abbas, karena keduanya sama-sama dari Bani Hasyim. Sejak dahulu, Bani Umayah
tidak pernah memusuhi Bani Abbas, melainkan hanya terhadap Bani Ali. Kalau Bani Abbas
menyatakan penuntutan pangkat khalifah untuk dirinya sendiri, tentu kurang banyak pengikutnya.
Pusat propaganda ada di dua tempat, yaitu Kufah dan Khurasan. Kufah terhitung negeri baru di
wilayah Irak, dan Irak pada masa itu termasuk dalam daerah Persia. Khurasan pun termasuk
dalam daerah Persia. Keduanya menjadi pusat perkumpulan rahasia itu sebab Bani Umayah
sendiri kuat kedudukannya di kalangan bangsa Arab, sedangkan daulah yang akan berdiri ini
hendak berpusat pada Persia, bukan ke Arab. Di kedua negeri itu, banyak orang yang merasa
kurang senang jika khalifah tidak dipegang oleh Bani Hasyim, padahal merekalah yang dekat
hubungannya dengan Rasul.
Mereka mengangkat 12 orang propagandis. Kedua belas orang tersebut mengembara di negeri
Khurasan, Kufah, Irak, lalu mendatangi Mekah pada musim haji. Mereka mengincar orang yang
menentang kezaliman pemerintahan Bani Umayah. Diterangkan pula tentang bagaimana
keturunan Bani Hasyim yang asli telah didesak dan dirampas hak turun-temurun yang mereka
terima dari Rasul. Salah satu propagandis yang terkenal ialah Abu Muslim al-Khurasany. Ia mula-
mula berpropaganda dengan terang terangan di negeri Maru. Disuruhnya seisi negeri berkumpul.
Diadakannya pidato yang mengkritik pemerintah sekarang. Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas
menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani
Hasyim di Parsi.
1
PEMBAHASAN
Para keluarga Abbas melakukan berbagai strategi dan persiapan di ketiga tersebut. Salah satunya
dengan mempropaganda bahwa orang-orang Abbasiyah lebih berhak dari pada Bani Umayyah
atas kekhalifahan Islam. Mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang nasabnya lebih dekat
dengan Nabi Saw. Pemimpin gerakan ini adalah Imam Muhammad bin Ali, salah seorang
keluarga Abbasiyah yang tinggal di Humaymah. Muhammad bin Ali tidak menonjolkan nama
Bani Abbasiyah, melainkan menggunakan nama Bani Hasyim untuk menghindari perpecahan
dengan kelompok Syi’ah. Strateginya berhasil menggabungkan berbagai kekuatan, terutama
antara pendukung fanatik Ali bin Abi Ṭalib dengan kelompok lain.
Gerakan dan propaganda yang dimotori oleh Muhammad bin Ali mendapat sambutan yang luar
biasa dan tanggapan positif dari masyarakat, begitu juga dari golongan Mawali. Pada tahun 743
M Muhammad bin Ali meninggal. Gerakannya dilanjutkan oleh putranya bernama Ibrahim al-
Imam. Ia menunjuk Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang karena sangat ahli dalam
menarik simpati berbagai kelompok. Pernah dalam waktu satu hari, ia berhasil mengumpulkan
penduduk dari sekitar 60 desa di Merv. Abu Muslim mengajak kelompok yang kecewa kepada
Bani Umayah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada Bani Hasyim, baik dari keturunan
Abbas bin Abdul Muṭalib maupun dari keturunan Ali bin Abi Ṭalib.
1
Setelah Ibrahim al-Imam meninggal, gerakan dilanjutkan oleh saudaranya bernama Abdullah bin
Muhammad, yang lebih terkenal dengan nama Abul Abbas as-Ṣaffah. Ia kemudian mempercayai
dan mengangkat Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang. Gabungan antara Abul
Abbas as-Ṣaffah dengan Abu Muslim Al-Khurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat
ditakuti Bani Umayyah.
2
MATERI PRESENTASI
Perubahan peradaban dan kebudayaan dan perkembangan besar yang diraih Dinasti
Abbasiyah pada masa pertama sudah menggerakkan beberapa penguasa untuk
hidup eksklusif bahkan juga condong menonjol. Tiap khalifah condong Ingin lebih
eksklusif dibanding perintisnya. Keadaan ini memberikan kesempatan ke tentara
professional asal Turki untuk menggantikan kendali pemerintah.
Banyaknya wilayah yang tidak terkuasai oleh Khalifah ini sebagai akibatnya
karena peraturan yang lebih mengutamakan pada pembimbingan peradaban dan
kebudayaan Islam, secara real beberapa daerah itu ada di bawah kekuasaan
gubernur gubernur yang berkaitan. Akibatnya provinsi-provinsi itu banyak yang
melepas diri dari pegangan penguasa Bani Abbasiyah titik adapun langkah
provinsi-provinsi itu melepas diri dari kekuasaan ialah yang pertama, seorang
pimpinan lokal pimpin satu perlawanan dan sukses mendapat kemerdekaan penuh
Misalkan saja Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko yang kedua
seorang yang dipilih jadi gubernur oleh Khalifah posisinya semakin kuat dia pada
akhirnya melepas diri, misalkan saja daulat aghlabiyah di Tunisia dan Tohiriyah di
Kurasan.
Khalifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada periode kekuasaan bangsa Turki
I, mulai Khalifah kesepuluh, Khalifah al-mutawakkil yaitu tahun 232 Hijriyah titik
sampai khalifah ke-20 dua, Khalifah Al mustakfi Billah. Pada periode kekuasaan
bangsa Turki 2 atau Bani saljuk yaitu dimulai dari Khalifah ke-27 khalifah muqtadi
bin Muhammad tahun 467 Hijriyah sampai Khalifah ke-37 khalifah mustaqim Bin
mustansir tahun 656 Hijriyah.
5
Periode kekuasaan bangsa Parsi Berjalan Lebih dari 150 tahun titik Pada periode
ini kekuasaan terpusat di Baghdad di lucuti dan di beberapa wilayah wilayah ada
beberapa negara baru yang berkuasa dan membuat perkembangan dan perubahan
baru.
7
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Popularitas daulat
‘Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-
809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833M). Kekayaan yang banyak
dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya. Pada masanya juga sudah
terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-
pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi
terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuam, dan kebudayaan serta kekuasaan berada pada
zaman keemasannya. Pada masa inilah Islam menempati dirinya sebagai
negara terkuat dan tak tertandingi. (Badri Yatim, 2010: 53).
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid, ia adalah khalifah ketujuh
Bani Abbasiyah yang melanjutkan kepemimpinan saudaranya, Al- Amin. Ia
dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah al-Makmun
memperluas Baitul Hikmah (House of Wisdom) yang didirikan ayahnya,
Harun al-Rasyid sebagai perpustakaan, observatorium dan pusat
penerjemahan, Pendirian Bait al Hikmah merupakan karya monumental Al
Makmun yang dimaksudkan untuk memasukkan hal-hal positif dari
kebudayaan Yunani ke dalam Islam. Bait al Hikmah merupakan pusat
pengkajian dan penelitian berbagai macam ilmu sekaligus sebagai
perpustakaan yang lengkap dengan team penerjemah. Team ini bertugas
menerjemahkan teks-teks asli Yunani, Persia, Suryani dan bahasa lainnya ke
dalam bahasa Arab. Para penerjemah yang terdiri dari kaum Nasrani, Yahudi
dan Majusi (sabaean) yang digaji oleh khalifah dengan gaji yang tinggi. Di
samping dewan penterjemahan, beberapa dari rakyat yang kaya melindungi
penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Pada masa inilah
Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. (W. Montgomery
Watt, 1972: 68). Dan selama pemerintahan Abbasiyah pertama, ada empat
orang penterjemah yang terkemuka, yaitu, Hunayn bin Ishaq, Wa’qub bin
Ishaq, dari suku arah Kinda, Thabit ibn Qurra dari Harran, dan Umar ibn al-
Farrakhan dari Tabaristan. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989: 134)
8
Sejak upaya penterjemahan meluas dan sekaligus sebagai hasil kebangkitan
ilmu pengetahuan, banyak kaum muslimin mulai mempelajari ilmu-ilmu itu
langsung dalam bahasa Arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut
mempelajari, mengomentari, membetulkan buku-buku penterjemahan atau
memperbaiki atas kekeliruan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan
menciptakan pendapat atau ide baru, serta memperluas penyelidikan ilmiah untuk
mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip- manuskrip
klasik peninggalan ilmuan yunani kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates,
dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad lalu
diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga
penelitian (Baitul Hikmah) sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
Sejak akhir abad ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita di
bidang ketatanegaraan dan politik seperti, khaizura, Ullayyah, Zubaidah, dan
Bahrun. Di bidang kesusasteraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang sejarah para
ahli sejarah Arab mulai menyelidiki sejarah mereka sendiri, sebagian baik yang
sudah kabur maupun hanya merupakan penanggalan cerita ataupun yang sudah
tertulis dalam bentuk yang sudah disetujui dan cenderung kepada sekte keagamaan
yang bermacam-macam. Ide/proposal penyusunan sejarah dalam ukuran besar
didorong oleh paradigma orang-orang Persia seperti Pahlevi Khuday Namich atau
sejarah-sejarah raja yang diterjemahkan oleh Ibn al-Muqaffa’dari bahasa Persia
kuno ke dalam bahasa Arab dengan judul : sejarah raja-raja Persia (Turkish Muluk
al’Ajam). Buku ini dianggap sebagai paradiqma penulisan sejarah. Hisham dari suku
Kalb (619 M) dan ayah Muhammad merupakan ahli sejarah bangsa Arab pertama,
mereka terkenal karena ketelitian dalam ceritanya. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989:
135). Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al-Muwayid. Di bidang seni
musik, Ullayyah dikenal sangat tersohor pada waktu itu.
Sementara di bidang pendidikan mendapat perhatian yang
sangat besar, sekitar 30.000 mesjid di Baghdad berfungsi sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan pendidikan pada masa
dinasti Abbasiyah dibagi dua tahap, tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai
dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai sistem
pendidikan khas Arabia dan tahap kedua (abad ke-11 M) kegiatan pendidikan dan
pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-
Arab. (Zuhairini, Moh. Kasiran, dkk., 1985: 99).
9
REFLEKSI (CATATAN PENULIS)
10
KESIMPULAN
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Rachman, Taufik. "Bani Umayyah Di Lihat Dari Tiga Fase." JUSPI (Jurnal Sejarah
Peradaban Islam) 2.1 (2018): 86-98.
D, Abdurrahman. (2003). Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI. Nunzairina. (2020).
Mahroes, Serli. "Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan
Islam." TARBIYA: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam 1.1 (2015): 77-108.
13