Anda di halaman 1dari 4

Jama’ah Muslimin Petunjuk

Menuju Ash Shirothol Mustaqim


Ihdinash Shirothol Mustaqim, “Tunjukilah bagi kami jalan yang lurus”,

Apakah Shirothol mustaqim itu ? Cukupkah mengenal dan menempuhnya


hanya dengan melafadzkannya dalam setiap raka’at shalat ?
Tanpa sedikitpun bermaksud mengecilkan pelafadzan doa tersebut
dalam setiap rakaat sholat, mudah-mudahan pembahasan ini bisa mengantar
untuk lebih memahami ash shirothol mustaqim, tentunya hanya dengan
mengharap pertolongan hidayat Allah ‘Azza wajalla sebagai Zat yang memiliki
dan tahu persis seluk beluknya.
Kalimat Ash shirothol mustaqim/shirothol mustaqim dijumpai pada 32
tempat dalam Al Qur’an. Kalimat tersebut bermakna “jalan yang lurus yang
jelas tidak berliku-liku” (Terj. Tafsir Ibnu Katsier, I, hal.27). Kata shiroth yang
di dalam al qur’an diulang sebanyak 45 kali, seluruhnya dalam bentuk tunggal.
Ini berbeda dengan kata sabil, yang juga berrati jalan, ditemukan dalam
bentuk tunggal dan jamak. Hal ini, menurut M. Quraish Shihab, dalam Tafsir Al
Qur’an Al Karim (Pustaka Hidayah), karena kata shiroth khusus untuk jalan
yang benar (haq) saja, dan hanya satu. Sebaliknya sabil adalah jalan-jalan yang
baik atau buruk. Akan tetapi seluruh sabil pasti bermuara pada shiroth. Firman
Allah:
“Dengan kitab itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhoan Nya
ke jalan (subul) keselamatan, dan Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang denga seizin Nya dan menunjuki mereka ke
shirothol mustaqim (jalan yang lurus)”. QS. Al Maidah:16.
Untuk lebih jelas, tentang ilustrasi ash shirothol mustaqim yang
terdapat dalam surah Al Fatihah, Ibnu Katsier mengetengahkan hadits Rasululah
dari An Nawas bin Sam’an:
Allah membuat perumpamaan jalan yang lurus (shirothom mustaqimaa), di
kedua sisi jalan ini ada dua pagar yang mempunyai beberapa pintu terbuka, di
atas pinti-pintu itu ada tirai terbentang, di gerbang jalan ada orang yang
berseru: “Hai manusia masuklah ke jalan ini, jangan menyimpang”. Sementara
di atas jalan ada juga yang berseru bila ada orang yang ingin membuka salah
satu pintu tersebut: “Celaka kamu jangan kamu buka itu ! Jika kamu
membukanya berarti kamu memasukinya”. Yang dimaksud dengan jalan lurus
itu adalah islam. Kedua pagar yang ada di kedua sisi jalan adalah batas-batas
Allah. Orang yang berseru dipangkal jalan itu adalah kitabullah, sedangkan
orang yang berseru di atas jalan adalah pembimbing yang ditunjuk Allah dalam
diri setiap muslim. (HR. Ahmad, At Tirmidzi dan An Nasaie).

Di beberapa ayat Al Quran shirothol mustaqim adalah :

• Dienan qiyama (agama yang benar).


“Katakanlah: Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rob ku kepada jalan yang
lurus (yakni) agama yang benar (dienan qiyama), millah Ibrahim yang lurus dan
bukanlah ia termasuk orang yang musyrik”. QS. Al An’am:161. Lihat juga QS. An
Nahl:120-123.
• Ibadah kepada Allah (hanya menyembah Allah)
“Sesungguhnya Allah Dialah Rob ku dan Rob mu maka sembahlah Ia, ini adalah
jalan yang lurus” QS. Zukhruf:64. Lihat juga QS. Ali Imran:51, Maryam:36, dan
Yasin:61.
• Meyakini hari kiyamat dan mengikuti Rasul Nya.
“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari
kiyamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang hari kiyamat itu dan
ikutilah aku, inilah jalan yang lurus” QS. Zukhruf:61, lihat juga Qs. Asy
Syuura:52.
• Jalan orang-orang yang telah Allah beri ni’mat, (para Nabi, shiddiqin,
syuhada, dan sholihin), bukan jalan yang dimurkai Allah, dan bukan pula
jalan yang sesat.
“(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada
mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan
orang-orang yang sesat”. QS. Al Fatihah:6-7, lihat jugaQS. An Nisa:69.

Kemudian dua ayat Allah di bawah ini adalah penjelasan lanjut bahwa
agar ditunjukkan kepada Ash Shirothol mustaqim dengan cara beriman kepada
Allah dan I’tishom billah (berpegang teguh kepada agama Allah). FirmanNya:
• “Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh
kepada (agama) Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
rahmat yang besar dari Nya dan limpahan karunia Nya, dan menunjuki
mereka kepada jalan yang lurus” QS. An Nisa:175.
• “Bagaimana kamu menjdai kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan
kepadamu dan Rasul Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Dan barang
siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. QS. Ali Imran:101.

Selanjutnya, ternyata penjelasan tentang as shirothol mustaqim, yang


akan dicapai dengan I’tshom billah (berpegang teguh kepada agama Allah),
tidak finis sampai di sini, Allah masih mengungkap dengan ayat berikutnya
sehingga menjadi sangat terperinci dan detail. Agar jangan sampai ada
celah sedikitpun bagi manusia untuk tersesat dari Ash Shirothol mustaqim
(jalan yang lurus). Toh semuanya sudah serba jelas dan terang benderang.
Karenanya ketersesatan setelah penjelasan ini semata-mata kebodohan dan
kezaliman atau kefasikan mereka belaka. Tidak lebih.
Ayat penjelas yang dimaksud adalah QS. Ali Imran:103.:
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seraya
berjama’ah dan janganlah berpecah belah, dan ingatlah akan ni’mat Allah
kepadamu ketika kamu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang
bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.
Pada ayat ini tersurat jawaban paling terperinci. Yakni rincian tentang
bagaimana cara berpegang teguh pada “tali” (agama) Allah (I’tashomu
bihablillah), yang berarti pula amal riil yang harus diaplikasikan agar
ditunjukkan pada Ash Shirothol mustaqim (jalan yang lurus). Kuncinya
adalah pada kalimat “jami’an” dan “wala tafarroqu” di ayat tersebut, yang
berarti “dengan cara berjama’ah, dan janganlah berpecah belah”. Hanya
saja sangat disayangkan justru kalimat “jami’an” tidak diterjemahkan
transparan pada Al Qur’an terjemah yang banyak beredar di Indonesia.
Tidak hanya sampai di situ, Allah bahkan mengungkapkan hingga pada
karunia besar yang didapat setelah di thoatinya perintah tersebut
(berpegang teguh pada tali Agama Nya dengan berjama’ah dan jauhi
perpecahan) : yakni: Allah mempersatukan hati kamu, sehingga karena
ni’mat Nya menjadilah kamu orang-orang yang bersaudara, penyelamatan
dari tepi jurang neraka dan mendapat petunjuk.
Lantas apakah “jami’an” (secara berjama’ah) itu? Ia harus diartikan
dengan Al Jama’ah. Sebagaimana sabda Rasulullah:
“Aku perintahkan kepadamu lima perkara sebagaimana Allah
memerintahkan kepadaku lima perkara: Bil jama’ah (berjama’ah),
mendengar, thoat, hijrah dan jihad fie sabilillah…” (HR. Ahmad).
Sedangkan Al jama’ah, jelas dan pasti adalah Jama’ah Muslimin.
”…Engkau tetap pada Jama’ah Muslimin dan Imam mereka….” (HSR.
Bukhari).

Dengan demikian Jama’ah Muslimin berarti petunjuk menuju as


shirothol mustaqim. Kesimpulan ini sangat relevan dengan empat
penisbatan ash shirothol mustaqim di atas:
• Dalam QS. Ar Rum:30-32 perintah untuk menegakkan ad dienul
qoyyim (agama yang lurus) adalah dengan taubat, takwa,
mendirikan shalat dan menjauhi prilaku orang-orang musyrik yang
memecah belah agama mereka. Kalimat terakhir jelas merupakan
isyarat untuk menegakkan syariat al jama’ah, karena larangan
berpecah belah berarti perintah untuk berjama’ah.
• Mengibadati Allah hanya dengan Islam (QS. Ali Imran:19), dengan
segala kesempurnaan syariatnya. Perintah mengamalkannya
adalah dengan cara kaaffah/menyeluruh (QS. Al Baqarah:208). Ini
tidak berbeda dengan keharusan menegakkan al jama’ah. Karena
ia merupakan keutuhan mata rantai pelaksanaan syariat islam,
yang apabila salah satu dikufuri atau dimaksiati maka terlepas tali
ikatan islam dari lehernya. Seperti yang sabdakan oleh Beliau:
“Maka barang siapa terpecah dari Al jama’ah walau kadar
sejengkal maka terlepas ikatan islam dari lehernya, hingga ia
kembali”. (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
• Mengimani atau meyakini hari kiyamat adalah salah satu
persyaratan untuk mentaati Allah, Rasul dan Ulil amri. Firman
Allah: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, dan taatilah
Rasul dan ulil amri diantara kamu. Maka apabila kamu berselisih
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan
Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir…..” QS. An
Nisa:59. Ayat ini indikasi harus tegaknya Al jama’ah, sebagai
wadah untuk merealisasikan kesempurnaan kethoatan, kepada
Allah, Rasul dan ulil amri tersebut. Ulil Amri adalah
kepemimpinan muslimin yang dikomandoi oleh seorang Imamul
muslimin/Kholifah/Amirul mu’minin. Ia menakhodai ‘kapal’ Al
jama’ah.
• Jalannya para Nabi adalah menjauhi tafarruq / perpecahan (QS.
Asy Syuura:13). Sedangkan dengan ketaatan akan mengumpulkan
umatnya bersama mereka, para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan
sholihin (QS. An Nisa:69). Sebagaimana point ketiga di atas, taat
adalah kepada Allah Rasul dan Ulil amri. Bahkan menurut
shahabat umar ibnul khaththab, ketaatan dan imarah (ulil amri)
adalah persyaratan tegaknya al jama’ah.
“Sesungguhnya tidak ada islam kecuali dengan berjama’ah, dan
tidak ada jama’ah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah
kecuali dengan ditaati…” (HR. Ad Darimi)

Demikianlah, empat penisbatan as shirothol mustaqim tersebut di atas


pada kenyataannya seluruhnya bermuara pada tegaknya Al jama’ah.
Artinya antara Al jama’ah dan ash shirothol mustaqim mempunyai
keterkaitan satu sama lain yang tidak mungkin dipisahkan. Ash Shirothol
mustaqim adalah jalan keselamatan yang pasti menghantarkan pada
kenikmatan abadi, syurga. Sementara Al jama’ah ibarat kendaraan yang
telah dilegitimasi oleh Allah untuk meniti jalan tersebut. Wallahu a’lam
bish showab. Ibnu Rusli

Anda mungkin juga menyukai