Anda di halaman 1dari 3

Hidup di bawah naungan rahmat Allah

Allah Maha Pemberi rahmat. Keluasan rahmat Nya dirasakan tidak hanya oleh manusia –mu’min maupun
kafir- saja, namun juga segenap makhluk alam raya ini.. Ia melimpahkan rahmat Nya sama sekali bukan
untuk kepentingan Nya atau suatu pamrih, melainkan semata-mata karena sifat rahmat dan kasih sayang
yang melekat pada Zat Nya.

Betapa besar rahmat Allah, sehingga seluruh jenis kebaikan, kejujuran, keindahan,
keadilan, keteraturan, ketentraman, keharmonisan, keni’matan, kenyamanan, keberlangsungan
kehidupan, kasih sayang, cinta, dan lain-lain, pasti bersumber dari rahmat Nya. Disadari atau
tidak, disyukuri atau dikufuri, Allah akan senantiasa konsisten melimpahkan rahmat Nya. Ia
memang Maha Pengasih (Ar Rahman) lagi Maha Penyayang (Ar Rahim).

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang
dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup untuk
melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.Fathir:2)

Akan tetapi sebenarnya, besarnya rahmat Allah yang sempurna dirasakan oleh seluruh
makhluk di muka bumi ini, baru satu bagian kecil dari seratus bagian rahmat Allah. Artinya
masih ada 99 bagian rahmat yang tersimpan di sisi Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah:

“Allah menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisi Nya sembilan puluh sembilan dan
diturunkan Nya ke bumi ini satu bagian. Yang satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk (yang
tercermin antara lain) pada seekor binatang yang mengangkat kakinya dari anaknya terdorong oleh rahmat
kasih sayang, kuatir jangan sampai menyakitinya” HR. Muslim.

Relevan dengan masalah ini Al Quran banyak menyebutkan bahwa kebahagiaan dunia
adalah amat kecil, sedikit, senda gurau dan perhiasan belaka, kesenangan yang menipu, dan
hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu ia sangat tidak pantas dijadikan tumpuan untuk
dinikmati. Toh ia memang bukan negeri kenikmatan, melainkan sekedar negeri untuk beramal
sholih, dengan fasilitas rahmat yang Allah tebarkan sebagaimana di atas. Atau ia hanya negeri
ujian siapa yang paling besar syukurnya. Sekali lagi, keni’matan duniawi hanya satu bagian kecil,
dibanding 99 bagian milik akhirat, yang dikhususkan untuk mereka yang mensyukuri limpahan
rahmat Nya tersebut dengan menyempurnaka ketaqwaan kepada Nya.
Mereka itulah yang selalu dinaungi oleh rahmat Allah, atau justru menjadi tujuan
diturunkannya rahmat dari Nya. Seperti yang diabadikan dalam Al Quran, kisah Ash Habul
Kahfi (QS. Al Kahfi:9-26).
Mereka adalah para pemuda yang beriman, kemudian Allah tambahkan kepada mereka
petunjuk, dan keteguhan hati tatkala mereka menyatakan keimanan: “Tuhan kami adalah Tuhan
langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia. Sesungguhnya kami kalau demikian
telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran” (QS.18:14). Kemudian mereka
memohon kepada Allah rahmat Nya dengan doa: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami
dari sisi Mu, dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS.18:10).
Allah kabulkan. Allah naungi mereka dengan rahmat Nya, antara lain: Allah tanamkan rahmat
keimanan di dalam hati mereka, ditambah petunjuk serta keteguhan hati. Allah temukan mereka
dengan tempat berlindung dalam sebuah gua, Allah perintahkan matahari agar tidak menyinari
tubuh mereka, dari waktu terbit hingga terbenam. Mereka berada di tengah-tengah gua yang
lapang, mata mereka tetap terbuka sehingga orang yang melihat menyangka mereka terjaga,
padahal mereka tidur nyenyak. Tubuh mereka tidak lapuk, dan tidak terbenam ke bumi, karena
Allah membolak-balik tubuh mereka, kadang ke kiri dan ke kanan. Allah membuat hati siapa saja
yang melihat mereka takut serta melarikan diri. Mereka ditidurkan oleh Allah 309 tahun. Mereka
menjadi salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah yang menakjubkan, serta kisah mereka sarat
dengan hikmah untuk generasi berikutnya.
Banyak lagi teladan lain, baik dalam Al Quran, atau kitab-kitab tarikh perjalanan orang
sholih terdahulu, maupun contoh ril yang akan senantiasa terjadi. Yang pasti Allah akan selalu
menaungi dengan rahmat Nya siapa saja yang berjalan di atas petunjuk Nya, bersyukur dan
bertaqwa kepada Nya.
Ada beberapa jejak agar hidup senantiasa di bawah naungan rahmat Allah:
Mengikuti petunjuk Al Quran.
Al Quran adalah bimbingan yang lurus langsung dari Allah kepada manusia, yang tidak akan
pernah ditemukan kebengkokan di dalamnya. Ia adalah pemberi kabar gembira bagi mereka
yang beramal sholih, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik. Ia adalah peringatan
tentang adanya hari pembalasan, yang tidak ada perbuatan jahat sekecil apapun melainkan
dibalas oleh Allah dengan azab setimpal. Ia adalah pembeda antara haq dan batil. Penjelas segala
sesuatu, sehingga tiada suatu apapun melainkan Allah jelaskan di dalamnya. Ia adalah petunjuk
dari jalan kesesatan menuju jalan kebenaran, dari kehidupan yang gelap gulita ke alam terang
benderang. Ia adalah rahmat terbesar yang pernah Allah turunkan kepada manusia jika mereka
beriman. Firman Allah:
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah
menjelaskan atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang beriman”
QS.Al A’raf:52.
Rahmat Allah akan senantiasa menaungi mereka yang mengikuti petunjuk Al Quran (QS.Al
An’am:155), bahkan ia sudah dimulai sejak mereka baru mendengar dan memperhatikan ayat Al
Quran yang dibacakan (QS. Al A’raf:204).

Mengikuti (menta’ati) Rasulullah.


Rasulullah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah penafsir tunggal ayat Al Quran
yang telah dijamin oleh Allah. Setiap gerak tingkah laku, perkataan, dan ketetapan Beliau
menjadi penjabar ayat-ayat Allah. Beliau adalah parameter kebenaran yang dilegitimasi langsung
oleh Allah. Beliau adalah teladan terbaik. Mencintai Allah, berarti harus mencintai Beliau.
Mencintai Beliau berarti: Menghidupkan hingga mencintai sunnahnya, senantiasa bersholawat
kepadanya, mencintai orang-orang yang dicintai oleh Beliau (ahlul bait, shohabat, amir-amir
yang adil, para syuhada, dll), berkasih sayang karena Allah. Beliau memang manusia termulia
yang pernah dihidupkan oleh Allah, menjadi rahmat tidak hanya bagi mu’minin atau seluruh
umat manusia belaka, bahkan bagi seluruh alam (QS. Al Anbiya’:107). Oleh sebab itu mengikuti
dan menta’ati beliau pasti dinaungi rahmat oleh Allah. Firman Nya:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul agar kamu mendapat rahmat” QS. An
Nur:56
Menegakkan Wihdatul Ummah (satu kesatuan ummat).
Dua jejak di atas (mengikuti petunjuk Al Quran dan mentaati Rasulullah) harus dikemas dalam
rangkaian ibadah wihdatul ummah, yakni dengan menegakkan hanya satu Jama’ah Muslimin
dan satu komando Imamul Muslimin bagi seluruh umat islam di manapun berada. Inilah satu-
satunya cara untuk menegakkan agama Allah, menjauhi setiap perpecahan (QS.42:13), dan
berpegang teguh kepada tali (agama) Nya (QS.3:103). Ia juga menjadi penyempurna ketaatan.
Karena ketaatan pada hakikatnya adalah: Ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada Rasulullah
dan kepada Ulil Amri (Imamul Muslimin beserta seluruh pembantunya). Lebih dari itu,
kebutuhan ummat akan adanya hanya satu Jama’ah muslimin saat ini tidak bisa ditunda lagi.
Fenomena fitnah akibat tidak diamalkannya syari’at ini sudah terlalu banyak terjadi. Ummat
islam senantiasa disibukkan permasalahan interen yang pelik dan menguras banyak pikiran,
tenaga, waktu serta potensi lainnya. Boro-boro menjadi uswah (contoh), dengan memberikan
kontribusi positif terhadap beragam problema ummat manusia. Belum lagi diperparah oleh
serangan eksteren, pihak yang selalu berniat jahat dan menunggu titik-titik lemah tubuh
muslimin. Akhirnya harus diakui muslimin saat ini masih jauh dari “khoiru ummah” (ummat
terbaik), sebagaimana semestinya peran kehadiran mereka. Disadari atau tidak ummat islam
sudah terjerembab dalam suasana azab, yang efeknya pada gilirannya akan dirasakan oleh
segenap makhluq penghuni bumi, dalam bentuk maraknya kekacauan (fitnah) dan kerusakan
yang besar di mana-mana (fasadun kabir). Firman Allah:
“Adapun orang-orang kafir sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai
para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan
di muka bumi dan kerusakan yang besar” QS. Al Anfal:73.

Dalam kaitan ini, tepat sekali apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu ‘azab” (HR. Ahmad, dari Nu’man bin Basyir)

Dengan demikian terang sudah, menegakkan syari’at Jama’ah Msulimin adalah langkah
kongkrit keluar dari fenomena azab, yang sekaligus berarti pula kembali ke naungan rahmat
Allah, sebagaimana firman Nya:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia ummat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah
Allah menciptakan mereka…..” QS. Huud:118-119.

Hidup di bawah naungan rahmat Allah, siapa yang tidak ingin?


Wallahu a’lam bish showab. Ibnu
Rusli

Diterbitkan oleh Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Niyabah Kal-bar.


Penanggung jawab: H. Zainal Abidin Penasehat:Tarmizi MS
Dewan Redaksi: Abdul Kholiq, U. Salam, Uray Helwan,Al-Mujahid,
Ibnu Assa’id Sirkulasi: Ibnu Assa’id Alamat Redaksi : Jl.Apel, Gg.Apel
II No.27, Telp. 0561-771887, email : as-shibghah@eudoramail.com,
Insya Allah terbit jum’at pertama dan ketiga setiap bulan. Untuk
kalangan sendiri. Infaq Rp.100per eks.

Anda mungkin juga menyukai