Semua yang ada dilingkungan alam semesta ini pun dapat digunakan
sebagai bukti tentang adanya Tuhan (Allah SWT), bahkan benda-benda yang
terdapat disekitar alam semesta dan unsur-unsurnya dapat pula mengokohkan atau
membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada pencipta dan pengaturnya.
Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita, yang didalamnya itu
terdapat matahari, bulan, bintang, dan sebagainya. Demikian pula alam yang
berbentuk bumi ini dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya baik yang berupa
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda padat, juga perihal adanya
hubungan yang erat dengan perimbangan yang pelik yang merapikan susunan
diantara alam-alam yang beraneka ragam itu serta yang menguatkan keadaannya
masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali merupakan tanda dan bukti
perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya Dzat itu juga membuktikan
keesaanNya dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa untuk menciptakannya.
Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa
benda-benda tersebut terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan,
sebagaimana juga halnya tidak mungkin terlukiskan bahwa sesuatu buatan itu
tidak ada yang membuatnya. Oleh sebab itu, manakala sudah tetap bahwa
penciptaan alam semesta ini memang karena adanya kesengajaan, maka tetap pula
lah perihal adanya Tuhan (Allah) sebagai Dzat Maha Pengatur yang bijaksana,
Maha Mulia dan Tinggi yakni dari jalan yang sama-sama dapat dirasakan.
Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha
Pencipta langit dan bumi? (QS. Ibrahim:10).
Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya
yang nampak sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai
ciptaan baru, bukannya itu saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang
adanya Tuhan (Allah) yang maha mendirikan langit dan bumi ini, tetapi masih ada
saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk itu dan bahkan dapat lebih
meresapkan. Saksi yang lainnya itu adalah berupa perasaan-perasaan yang
tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan adanya Allah SWT.
Perasaan ini adalah sebagai pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh
sebab itu dapat disebut sebagai perasaan fitrah. Fitrah adalah keaselian yang
diatasnya itulah Allah menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula
diibaratkan dengan kata lain sebagai gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.
Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka ia pun berdoalah kepada
Kami (Allah) diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami
hilangkan bahaya itu dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah
berdoa kepada Kami atas bahaya yang telah menghinggapinya itu. (S. Yunus.12).
3. Bukti Kejadian Dan Pengalaman
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami
memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari
bencana yang besar. (Al Anbiya: 76)
Anas bin Malik Ra berkata, Pernah ada seorang badui datang pada hari
Jumat. Pada waktu itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah.
Lelaki itu berkata Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga
sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa
Taala untuk mengatasi kesulitan kami. Rasulullah lalu mengangkat kedua
tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-
gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya.
Pada Jumat yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata, Hai
Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah
akan kami ini (agar selamat) kepada Allah. Rasulullah lalu mengangkat kedua
tangannya, seraya berdoa: Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan
jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami. Akhirnya beliau tidak
mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan). (HR. Al
Bukhari)
Allah SWT memberikan pengokohan kepada para nabi dan rasulNya itu
untuk mengalahkan segenap musuh dan lawannya, kemudian menjadikan kalimat
Tuhan sebagai mercusuar yang tertinggi dan kekufuran dibenamkan sampai
kebawah sekali.
Sabda Nabi dan Rasul adalah benar dalam ucapannya terhadap Allah SWT,
berikhlas hati untukNya, penganjur untuk mengajak menuju jalanNya yang benar,
membela keagungan agamaNya dan memperoleh pengokohan yang berupa
kemukjizatan dari padaNya.
dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah. (Ali Imran:
49)
5. Dalil Naqli
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan dengan
akal pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli
(al-Quran dan Sunnah) untuk membimbing manusia untuk mengenal Tuhan yang
sebenarnya (Allah) dengan segala asma dan sifatNya. Sebab fithrah dan akal tidak
bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya itu (Allah).
Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujudNya.
Dia juga Al-Akhir akhirnya tidak ada akhir dari wujudNya.
Dialah yng awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia
Mengetahui segala sesuatu. (Al-Hadid 57:3).
Firman Allah :
6. Pengokoh Ketuhanan
Kaum mukmin sengaja diberi oleh Allah SWT suatu pertolongan yang
berupa kekuatan yang dapat digunakan untuk membetulkan peri kemanusiaannya,
agar dengan demikian dapatlah dicapai setinggi-tinggi kesempurnaan hidup yang
dapat diperoleh manusia sebagai makhluk Allah. Jadi, adanya perubahan dalam
jiwa kaum mukmin, sifat-sifat, akhlak atau budi pekerti serta kecondongan-
kecondongan itu adalah merupakan bukti yang seterang-terangnya tentang adanya
kekuatan rohaniah yang amat rahasia dan tersembunyi yang bekerja secara diam-
diam dibalik tubuh yang kasar ini. Kesan-kesan demikian ini nampak jelas dalam
apa yang ditempuh oleh kaum mukmin dalam perjalanan hidupnya dan dengan
ikatan-ikatan yang penuh rahasia itu pula akan dicapainya kedudukan yang
setinggi-tingginya.
B. WUJUD ALLAH SWT :
Wujud Allah SWT adalah nyata benar, dan tetap ada di dalam jiwa serta
merupakan penarik keajaiban-keajaiban, keindahan segala yang dibuatNya dan
keagungan tanda-tandaNya.
Firman Allah :
Itulah Allah, Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain dari padaNya, Pencipta
segala sesuatu. Sebab itu, sembahlah Dia, dan Dia pengurus segalanya.
Penglihatan tidak sampai melihatNya, tetapi Dia mengetahui segala penglihatan.
Dia Lemah Lembut dan Maha Tahu. (Quran 6: 102-103).
Diceritakan dalam Quran, pada suatu ketika Nabi Musa memohon kepada
Tuhan supaya dapat melihatNya, dengan arti Tuhan memperlihatkan diriNya
dengan nyata kepada Musa. Tuhan menjawab, bahwa Musa tidak akan dapat
melihatNya.
Firman Allah :
Setelah Musa sampai kepada waktu yang ditentukan itu, dan Tuhan telah
berfirman kepadanya, lalu dia mengatakan : Wahai Tuhanku. Perlihatkanlah diri
engkau kepadaku supaya dapat kulihat. Tuhan menjawab : engkau tidak akan
dapat melihat Aku. Memandanglah kepada bukit itu, kalau dia tetap ditempatnya,
nanti engkau dapat melihat Aku. Tetapi setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran
diriNya kepada bukit itu, ia jadi runtuh dan Musa jatuh pingsan. Setelah Musa
sadar akan dirinya, dia mengatakan : Maha Suci Engkau. Aku kembali (tobat)
kepada Engkau, dan akulah orang yang mula-mula beriman.
Tuhan mengatakan : Hai Musa. Sesungguhnya Aku telah memilih engkau
lebih dari orang lain, untuk menyampaikan risalahKu (perutusanKu) dan
perkataanKu. Sebab itu, ambillah apa yang Ku berikan kepada engkau, dan
hendaklah engkau termasuk orang-orang yang tahu berterima kasih. (Quran 7 :
143 : 144).
Syaltut, Mahmud. 1994. Aqidah dan Syariah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.