Anda di halaman 1dari 5

HIKMAH DITERAPKANNYA SYARI’AT ISLAM

Pendahuluan
Allah berfirman dalam kitabnya:
“Dan tidak Aku utus kamu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat atas sekalian
alam.“ (QS. Al-Anbiya: 107)
Maksud ayat di atas adalah bahwa Rasulullah saw telah datang dengan membawa
syari’at yang mengandung maslahat bagi manusia.
Begitu pula firman Allah:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman”. (QS. Yunus: 57)
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhan-mu
sebagai petunjuk dan rahmat”. (QS. Al An’am: 157)
Maksud dari “petunjuk” dan “rahmat” dalam ayat di atas adalah dengan
membawa manfaat bagi manusia atau menjauhkan kemudlaratan dari dirinya. Inilah yang
disebut “mashlahat”. Sebab arti dari mashlahat adalah membawa kemanfaatan dan
mencegah kerusakan.
Yang menentukan apakah sesuatu itu mashlahat atau tidak adalah wewenang
Syara’ semata. Sebab syara’ datang memang membawa mashlahat dan dialah yang
menentukan/menyebutnya untuk manusia, karena yang dimaksud mashlahat adalah
kemashlahatan/kepentingan manusia itu sendiri sebagai makhluk, bukan keberadaannya
sebagai individu.

Penjagaan Syari’at Islam Terhadap Masyarakat


Islam datang dengan aturan (syari’at) yang sempurna dan menyeluruh. Penerapan
syari’at Islam pada individu dan masyarakat merupakan upaya Islam menjaga
kelanggengan dan keharmonisan masyarakatnya. Dimana menerapan hukum syara’ ini
akan menghantarkan kepada tujuan-tujuan pemeliharaan terhadap sebuah masyarakat
Islam yang kokoh. Adapun beberapa tujuan-tujuan tersebut akan diperoleh dengan
penerapan hukum syara’, yaitu :
1. Menjaga keberadaan keturunan manusia, kelahirannya, kejelasan keturunannya
(nasab)
Tujuan itu dapat dicapai dengan penerapan hukum antara lain : Larangan berzina dan
hukuman keras terhadap pelaku zina, firman Allah :
“Dan Janganlah kamu mendekat zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al Israa’: 32)
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah dari tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya…”. (QS. An Nuur: 2)
2. Menjaga Aqal
Antara lain melarang segala sesuatu yang bisa merusak akal (seperti heroin),
melarang minuman keras. Disisi lain juga memerintahkan kaum muslimin untuk
meningkatkan pemikiran mereka dengan cara belajar (menuntut ilmu)
“... Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mngetahui?” Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9)
3. Menjaga kehormatan
Antara lain dengan menghukum pelaku yang menuduh orang lain berzina tanpa bukti
(qodzaf), melindungi orang yang lemah, mengharamkan memata-matai (tajassus)
terhadap kaum muslimin.
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.
(QS. An Nuur: 4)
4. Menjaga diri manusia
Antara lain dengan menerapkan hukuman qishos bagi pembunuh. Ini dilakukan
sehingga akan terjaga kehidupan manusia. Firman Allah:
"Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertaqwa". (QS. Al Baqarah: 179)
5. Menjaga Harta
Antara lain dengan hukum potong tangan bagi pelaku pencurian (dengan syarat lebih
dari 1/4 dinar dan tidak dalam keadaan paceklik), melarang pemborosan dengan
mengeluarkan harta pada tempat yang dilarang oleh syara'.
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Maa-idah: 38)
“Potonglah dalam pencurian seharga seperempat dinar dan janganlah dipotong
yang kurang dari itu”. (HR. Ahmad)
6. Menjaga Agama
Antara lain dengan melarang pemaksaan untuk memeluk agama Islam, dan melarang
murtad bagi umat Islam.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat…”. (QS. Al Baqarah: 256)
7. Menjaga Keamanan
Antara lain dengan menghukum pelaku pengacau (gerombolan), firman Allah:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya, dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik (tangan kiri
dan kaki kanan), atau dibuang dari negeri tempat kediamannya”.
(QS. Al Maidah: 33)
8. Menjaga Negara
Dengan memerangi orang yang bughot (memberontak) kepada Daulah Al Khilafah.
“Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (bughot) terhadap golongan
yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, hingga kembali
kepada perintah Allah”. (QS. Al Hujurat: 9)
Rahmat Dan Hikmah Bukan ‘Illat’ Diterapkannya Hukum
Keberadaan Rasul sebagai rahmat dan Al Quran sebagai penawar dan rahmat,
menyatakan bahwa syari’at Islam diturunkan Allah sebagai rahmat untuk manusia,
artinya syari’at Islam diturunkan untuk kebaikan manusia. Firman Allah SWT :
“Dan tidak Aku utus kamu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat atas sekalian
alam.“ (QS. Al-Anbiya: 107)
Dan firman-Nya tentang diturunkannya Al Quran:
“Dan Kami turunkan Al Quran sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. Al Isra’: 82)
Tetapi keberadaan syari’at sebagai rahmat adalah merupakan akibat, bukan
merupakan sebab diterapkannya syari’at. Artinya Allah SWT hanya memberitahukan
bahwa akibat diterapkannya syari’at adalah rahmat bagi manusia. Dia tidak menjelaskan
bahwa “rahmat” tersebut merupakan sebab diterapkannya syari’at. Jadi rahmat
merupakan tujuan, sasaran atau hikmah diterapkannya syari’at, bukan merupakan sebab
diterapkannya syari’at.
Kedua ayat tersebut tidak menunjukkan adanya penetapan ‘illat’ hukum (dasar
ditetapkannya hukum), bahwa rahmat adalah ‘illat’ dari totalitas syari’at, sebab hal itu
sebagaimana firman Allah yang lain:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)
Atau pun firman-Nya:
“Dan telah Kami turunkan kepadamu Al Kitab, sebagai penjelasan terhadap segala
sesuatu, dan sebagai pertunjuk dan rahmat serta kabar gembira bagi kaum muslimin.”
(QS. An Nahl: 89)
Dalam ayat-ayat tersebut sama sekali tidak ditemukan adanya shighot ta’lil
sehingga ditemukan adanya ‘illat’ hukum. Yang harus dibedakan adalah antara tujuan
(ghoyah) dengan sebab diterapkannya syari’at, jelas bahwa “rahmat” bukanlah sebab atau
‘Illat’ diturunkannya syari’at.
Maqashidut Tasyri’ (tujuan umum syaria’t) disini adalah tujuan syari’at secara
keseluruhan, artinya tujuan dari syari’at Al Islam itu sendiri secara keseluruhan, bukan
tujuan dari setiap aspek hukum. Lafadz ‘min’ dalam surat Al Isra’ ayat 82 bukanlah
bermakna sebagian, tetapi berfungsi sebagai “bayaan”, artinya Allah menurunkan Al
Quran secara keseluruhan, dan tujuan itu merupakan hikmah yang diturunkan Allah
akibat diturunkannya syari’at.
Tujuan atau hikmah dari syari’at secara umum telah dijelaskan oleh Allah, tetapi
disamping itu Allah dan Rasul-Nya banyak juga menjelaskan hikmah setiap jenis hukum.
Misalnya hikmah dari ibadah shalat, haji, zakat, puasa dan lain sebagainya. Tetapi semua
itu bukan merupakan ‘illat’ atau dasar ditetapkannya hukum. Sebab terkadang hikmah itu
tidak diketahui oleh manusia, atau terkadang hikmah itu tidak tercapai meskipun
hukumnya telah terwujud, Misalnya sabda Rasullullah saw:
“Berpuasalah kamu, niscaya kamu akan sehat”.
Padahal betapa banyak orang yang berpuasa tetapi tetap menderita atau tertimpa
penyakit. Oleh karena itu, manfaat yang ada pada suatu hukum, bukan merupakan ‘illat’
hukum dan tidak boleh mengqiyaskan hukum suatu benda atau perbuatan berdasarkan
asas manfaat. Manfaat adalah akibat atau hikmah diterapkannya hukum syara’, sehingga
tidak benar jika dikatakan bahwa prinsip “menarik mashlahat dan menolak mafsadat”
adalah ‘illat’ atau sebab ditetapkannya setiap hukum syar’iy.

Anda mungkin juga menyukai