Abstract
“The Role Of Illat In Islam’s Judging Law”. ‘Illat
is a trait that her allegedly contained legal
purposes. al-Maqasid al-Shari’ah is to protect
religion, soul, mind, wealth and honor. The
purpose of the law is an abstract thing, can not be
observed, it is necessary ‘illat as a benchmark
presence and absence of beneficiaries Basically
beneficiaries is built on four principles, namely; 1)
Intellect solely be able to know about the benefit
and dangers, 2) Benefit is an independent
proposition regardless of the texts, 3) The sphere
of charity beneficiaries are mu’amalah and custom
fields not worship and muqaddarah). 4) Benefit is
the argument of the most powerful Islamic law.
Keywords: ‘illat, istinbath, hukum Islam
A. Pendahuluan
Peran al-Qur’ân dan al-Sunah sebagai sumber hukum
Islam otentik yang kemudian secara sistematik dirumuskan
dalam Jurisprodensi, melahirkan dimensi-dimensi fikih dalam
kesatuan yang beragam (khilafiah). Perbedaan secara
metodologis dalam membangun Jurisprodensi dari sumber-
sumber orisinal Syari’ah, ternyata membawa khazanah yang
luar biasa dalam sejarah pertumbuhan fikih.1 Hukum Islam
mencerminkan seperangkat norma Ilâhi yang mengatur tata
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan
2005), h. 120.
َﺖ
ْ اﻟﱠﱴ ﺗ َـَﻌﻠﱠﻘ
ِ َﺖ ِ ﺎَ ا َﻷَوُِاﻣﺮَ واﳌ َ َﻔ ِﺎﺳُﺪ
ْ اﻟﱠﱴ ﺗـَﻌ َ ﻠﱠﻘ
ِ ُاﻟﺸِﺮﻋﻴ َ ﺔ
َْ ﺎﻟِﺢ
ُ ِ ﻠﱠﺔُ َِﻫﻰ اﳌ اﻟﻌَ َﺼ
ِ َ ﺎ اﻟَﻨـَ ﻮِاﻫﻰ
Artinya:
“‘Illat ialah segala keselamatan syara’ yang bergantung
dengannya segala perintah dan segala kerusakan yang
bergantung dengannya segala larangan.”
5Ibid, h. 121.
2. Macam-Macam ‘Illat
hal., 106-110.
5. Teori Maslahat
Teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan
untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang dipelajari
secara seksama. Sesuatu yang semula bagaikan cerita cerai
berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara
teori bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang
mempunyai wujud yang baru dan bermakna tertentu,
demikianlah apa yang dimaksud dengan teori itu.12
a) Pengertian Maslahat
Maslahat atau sering disebut maslahat mursalah yaitu suatu
kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syara’ dan tidak pula
terdapat dalil-dalil yang menyuruh untuk mengerjakan atau
meninggalkannya, sedang jika dikerjakan akan mendatangkan
kebaikan yang besar atau kemaslahatan. Mashlahat mursalah
disebut juga mashlahat yang mutlak. Karena tidak ada dalil
yang mengakui kesahan atau kebatalannya. Jadi pembentuk
hukum dengan cara mashlahat mursalah semata-mata untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti untuk
mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan dan
kerusakan bagi manusia.13
Kata masslahat secara bahasa berasal dari kata shalaha
yang berarti baik dan menjadi lawan kata dari buruk, sehingga
secara etimologis, kata maslahah digunakan untuk
menunjukkan jika sesuatu itu baik atau seseorang menjadi
baik.14 Namun secara terminologis dalam usul fikih, baik dan
buruk dalam pengertian maslahah ini menjadi terbatasi.
1) Sandaran maslahah adalah petunjuk syara’ bukan
semata-mata berdasarkan akal manusiasangat
b) Pembagian Maslahat
Sejalan dengan batasan terhadap pengertian maslahat
secara umum inilah, dalam teori hukum Islam atau yang
disebut Islamic legal yurisprodence diperkenalkan tiga macam
maslahah, yaitu maslahah mu;tabarah, maslahah mulghah dan
maslahah mursalah.16 Maslahah mu’tabarah, didefinisikan sebagai
maslahah yang diungkapkan secara langsung baik dalam al-
Qur’an maupun hadits Nabi. Sedangkan maslahah mulghah,
adalah maslahah yang bertentangan dengan ketentuan yang
termaktub dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Adapun maslahah
mursalah adalah maslahah yang tidak ditetapkan dalam al-
Qur’an maupun hadits maupun juga tidak bertentangan
dengan kedua sumber tersebut.17
Imam Ghazali mengelompokkan maslahat menjadi tiga
aspek, yaitu:
1) Maslahat dibedakan berdasarkan ada keabsahan
normatif atau kadar kekuatan dukungan nash
kepadanya menjadi tiga macam, yaitu; 1) Maslahat
yang didudkung keabsahannya dalam saya’ dan dapat
dijadikan illat dalam qiyas. 2) Maslahat yang didukung
oleh syara’ kebatalannya. 3) Maslahat yang tidak
18Wahbah Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islami, jilid II, (Bairut: Dar al-
d) Obyek Maslahat
Yang menjadi obyek maslahat mursalah, ialah kejadian
atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak
ada satupun nash (al-Qurân dan Hadith) yang dapat dijadikan
dasarnya. Prinsip ini disepakati oleh kebanyakan pengikut
madzhab yang ada dalam fiqh, demikian pernyataan Imâm al-
Qarafi ath-Thūfî dalam kitabnya Masalihul Mursalah
menerangkan bahwa Masalihul Mursalah itu sebagai dasar
untuk menetapkan hukum dalam bidang mu’amalah dan
semacamnya. Sedang dalam soal-soal ibadah adalah Allâh
SWT. untuk menetapkan hukumnya, karena manusia tidak
sanggup mengetahui dengan lengkap hikmah ibadat itu. Oleh
sebab itu hendaklah kaum muslimîn beribadat sesuai dengan
ketentuan-Nya yang terdapat dalam al-Qurân dan Hadith.25
24Ibid., h. 181
25Ibid., h. 182
e) Kehujahan Maslahat
Imam Malik sebagai orang yang pertama kali
menggunakan teori maslahat, berpendapat bahwa maslahat
yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum harus memenui
beberapa kreteria, yaitu adanya kesesuaian dengan tujuan syari’
yang secara umum didukung serta tidak bertentangan dengan
nash.26 Pandangan al-Thūfi tentu berbeda terhadap pandangan
terhadap maslahah secara umum yang telah dikemukakan oleh
para ulama’. Jika para ulama’ selain al-Thūfi memaknai
eksistensi maslahat yang masih dalam lingaran syara’, maka al-
Thūfi lebih jauh melangkah dan cenderung melandaskan
konstelasi maslahah pada superioritas oleh akal, karena akal
manusia menurut al-Thūfi lebih objektif dalam memposisikan
kreteria maslahah dibandingkan dengan pertentangan antara
nas-nas syar’i. sehingga dengan demikian, validitas kehujahan
maslahat harus diprioritaskan atas dalil-dalil lain termasuk nash
syar’i.27
Argument al-Thūfi berdasarkan pada hadits nabi yang
berbunyi la dhirara wa la dhirara. Menurut al-Thūfi, hadits ini
adalah prinsip syari’ah yang sangat asasi, karena maslahat pada
hakekatnya adalah untuk mencegah kesulitan yang diperlukan
guna memberikan kemudahan bagi orang yang sedang
menghadapi kesulitan. Maka konsekuensinya, jika ada nash
dan ijma’ yang harus menyesuaikan dengan maslahat dalam
kasus tertentu, maka hal tersebut harus dilakukan, namun
اﺋِﺪ
ِ ﻴﱠﺎتاﻟﻌ َ ﻮ
اﻟﻨّ ِ َِو
َﺣﻮوِال
ََْﻨَﺔﻷَِزْﻣﻨَﺔِ َ واﻷ
َﺎمو ْاﺧﺘِﻼَ ﻓ َـُﻬﺎﺑِﺘـَﻐَﲑﱡِ ا ْﻷَﻣِﻜَِوا
َِﺗـَﻐَُﻴـﱠﺮ اﻷَْﺣﻜ
Artinya:
“Perubahan dan perbedaan hukum adalah disebabkan
perbedaan tempat, masa kondisi, motivasi dan budaya”.
Sunni, cendikiawan, dan ahli fikih yang hidup pada abad ke-13. Ia adalah
ahli fikih madzhab Hanbali, disamping itu juga beliau ahli tafsir, ahli
hadits, menghafal al-Qur’an, ahli ilmu Nahwu, ahli Usul, ahli ilmu Kalam,
sekaligus seorang Mujtahid. Murid Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah dalam
bidang Ilmu Fikih. Beberapa karya besarnya antara lain; Tahdzib Sunan
Abi Dawud, I’lam al-Muwaqqi’in an Rabbil ‘Alamin, Ighatsatul Lahfan fi
Hukmi Thalaqi al-Ghadlban, Ighatsatul Lahfan fi Masha’id al-syaithan, Bada’i’ul
Fawa’id, Amtsalul Qur’an dan Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina Wajhan.
36Muhammad Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an
َﺪﻣﺎ
ًُﺟًﻮدا َ وَﻋ
َﺪور ََﻣِﻊﻋﻠﱠﺘِِﻪ ُْو
ُُْ اﳊ ُ ُﻜْﻢﻳ
Artinya:
“Hukum itu beredar pada ‘illatnya, baik adanya hukum maupun
tidak adanya”
ُﱠاﺟَﺤﺔ
ِاﳊ ُ ﻳـُﻜَْﻢْﺘـﺒ َُاﳌﻊ َ ْﺼَﻠَﻤﺔُ اﻟﺮ
Artinya:
“Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang lebih kuat.
‘Illat adalah suatu sifat yang padanya diduga terdapat
tujuan hukum. adapaun tujuan hukum atau al-maqashid al-
syari’ah menurut ulama usul fikih adalah melindungi agama,
jiwa, akal, harta dan kehormatan. Dikarenakan tujuan hukum
merupakan hal-hal yang abstrak, tidak dapat diamati, maka
C. Kesimpulan
‘Illat ialah suatu sifat yang nyata yang terang tidak
bergeser-geser yang dijadikan pergantungan suatu hukum
yang ada munasabah antaranya dengan hukum itu. ‘Illat hukum
yang dapat dijadikan pedoman ada lima macam; 1). ‘Illat yang
pasti. 2). ‘Illat yang hanya menurut dugaan (dzan). 3). ‘Illat
yang diragukan (syak). 4). ‘Illat hukum sangat diragukan dapat
menyampaikan tujuan hukum. 5). ‘Illat yang sama sekali tidak
menyampaikan tujuan hukum.
Pada dasarnyamaslahah ini dibangun atas empat
prinsip, yaitu; 1) Akal semata-mata dapat mengetahui tentang
kemaslahatan dan kemafsadatan, 2) Maslahat adalah dalil
independen yang terlepas dari nash, 3) Ranah pengamalan
maslahat adalah bidang muamalah dan adat bukan ibadah dan
muqaddarah). 4) Maslahat adalah dalil hukum Islam yang paling
kuat.
Daftar Pustaka