Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RESUME SUMBER HUKUM ISLAM

DOSEN PENGAMPU :

AHMAD HIDAYAT,

Dibuat Oleh : Neng Irma Sugandi


Prodi : PPKN
NPM : 236110034

Program Studi Pendidikan Agama Islam


STKIP ARRAHMANIYAH DEPOK
2023

A. Pengertian Hukum Islam


Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam.
Dalam konsepsi hukum Islam , dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah SWT.
yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat
termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta,tetapi juga hubungan manusia dengan
Tuhan. Dalam sistem hukum Islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur
perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di bidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah
tersebut dinamakan al-ahkam al-khamsah atau penggolongan hukum yang lima yakni jaiz
atau mubah atau ibahah, sunnah, makruh, wajib, dan haram. Dalam pembahasan kerangka
dasar agama islam disebutkan bahwa komponen kedua agama Islam adalah syari’at yang
terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan mu’amalah. Adapun ilmu yang membahas tentang
syari’at disebut dengan ilmu fikih.

B. Sumber Hukum Islam


1. Pengertian Sumber Hukum Islam
Pengertian sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang melahirkan atau
menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat, yaitu peraturan
yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum Islam dalam Ushul Fiqh diistilahkan dengan Mashadiru al-
Ahkam(Sumber-sumber Hukum), Adillah al-Ahkam(Dalil-dalil Hukum), dan Ushul al-
Ahkam(Dasar-dasar Hukum).
Sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang
menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah
Rasulullah SWA). Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada
prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.
Dalil-dalil di luar al-qur’an adalah sunnah, ijma’ dan qiyas yang kesemuanya
sebenarnya terbit juga dari al-qur’an. Ketiganya merupakan sumber dari hukum Islam
sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 59 yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah swt. dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah(al-qur’an) dan Rasul(sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” Perkataan “taatilah Allah dan taatilah Rasul” pada ayat tersebut menunjuk
pada al-qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum Islam. Perkataan “Ulil Amri diantara
kamu” menunjuk kepada ijma’ sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan kata-kata
“kembalikanlah ia kepada Allah(al-qur’an) dan Rasul(sunnahnya)” menunjuk kepada
qiyas sebagai sumber hukum Islam.
Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing sumber hukum Islam.

a. Al-Qur’an atau Al-Kitab


1) Pengertian
Al-qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama, semua ketetapan
hukum harus ditetapkan berdasarkan pada al-qur’an, sebagaimana telah
diterangkan dalam al-qur’an sendiri:
)105(‫ِإَّنآ َأْنَز ْلَنآ ِإَلْيَك آْلِكَتَب ِباْلَح ِّق ِلَتْح ُك َم َبْيَن آلَّناِس ِبَم آَأَر ىك آُهلل َو اَل َتُك ْن ِّلْلَخ آِئِنْيَن َخ ِص ْيًم ا‬
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang(orang
yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat.(an-
Nisa:4(105))
Al-qur’an adalah firman Allah swt. yang memiliki kemukjizatan, yang
diturunkan kepada Nabi-Nya yang terakhir(Nabi Muhammad saw.), melalui al-
Amin(Malaikat Jibril) yang ditulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita
secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, dimulai dengan surat al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
2) Tahap diturunkannya Al-Qur’an
Turunnya al-qur’an melalui beberapa tahapan. Pertama, dari Allah swt. ke
lauh mahfudh(suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan
dan kepastian Allah swt.) secara sekaligus. Kedua, dari lauh mahfudh ke baitul
izzah(tempat yang berada di langit dunia) secara sekaligus, tahapan kedua ini
yang dinamakan dengan lailah al-qadr. Ketiga, dari baitul izzah ke dalam hati
Nabi melalui malaikat jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan
kebutuhan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari di dua kota(13 tahun di Mekkah
dan 10 tahun di Madinah) yaitu mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari
kelahiran Nabi, bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M sampai 9 Dzulhijjah haji
wada’ tahun ke 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 Hijriyah, adakalanya satu
ayat, dua ayat, bahkan kadang-kadang satu surat.
3) Hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an
Beberapa hukum yang diatur dalam al-qur’an sebagai berikut :
a) Hukum Ibadah
Yang termasuk dalam hukum Ibadah adalah shalat, puasa, zakat, haji,
nadzar dan sumpah. Contoh ayat dalam al-qur’an yang mengatur tentang
ibadah adalah surat al-Imron ayat 97 di bawah ini.
... ‫َو ِهلِل َع َلى الَّناِس ِح ُّج اْلَبْيِت َمِن اْسَتَطاِع ِاَلْيِه َس ِبْياَل‬...
( 97)
Artinya :
... dan karena Allah(wajib) atas manusia berhaji ke Baitullah bagi mereka
yang sanggup pergi atau berjalan kesana...
b) Hukum Mu’amalah
Yang termasuk dalam hukum Mu’amalah adalah berbagai transaksi jual
beli, sewa menyewa dan pinjam meminjam. Contoh ayat dalam al-qur’an
yang mengatur tentang mu’amalah adalah surat al-baqarah ayat 188 di
bawah ini.
( ‫َو اَل َتْأُك ُلوْاْأْم َو َلُك ْم َبْيَنُك ْم ِبآْلَبِط ِل َو ُتْد ُلوأِبَهآِإَلى آْلُح َّك اِم ِلَتْأ ُك ُلوْاَفِر ْيًقاِّم ْن َأْم َو ِل آلَّناِس بِآِإْل ْثِم َو َأْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬
)188
Artinya :
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.
c) Hukum Peradilan
Secara umum dapat dilihat pada surat an-Nahl ayat 90 mengenai
kewajiban untuk berlaku adil dalam peradilan.
‫ِإَّن آَهلل يأمرِبآْلَع ْد ِل َو آِإْل ْح َس ِن َو ِإْيَتآِئ ِذ ى آْلُقْر َبى َو َيْنَهى َع ِن آْلَفْح َش آِء َو آْلُم ْنَك ِر َو آْلَبْغ ِى َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم‬
)90( ‫َتَذَّك ُرْو َن‬
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pengajaran.
d) Hukum Tatanegara
Yaitu hukum yang berkaitan dengan sistem pemerintahan yang salah
satunya terdapat pada surat an-Nisa’ ayat 83.
‫َو ِإَذ اَج آَء ُهْم َأْم ٌر ِّم َن آَأْلْم ِن َأِو آْلَخ ْو ِف َأَذ اُع ْو اِبِه َو َلْو َر ُّد وُه ِإَلى آلَّرُسْو ُل َو ِإَلى ُأْو ِلى آَأْلْم ِرِم ْنُهْم َلَعِلَم ُه آَّلِذ ْيَن‬
)83( ‫آَل َّتَبْع ُتُم آلَّش ْيَطَن ِإاَل َقِلْياًل‬,‫ِم ْنُهْم َو َلْو اَل َفْض ُل آِهلل َع َلْيُك ْم َو َر ْح َم ُتُه‬,‫َيْسَتْنِبُطْو َنُه‬
Artinya :
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya(akan dapat)
mengetahuinya dri mereka(Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan berkah Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syaitan
kecuali sebagia kecil saja(diantaramu).
b. Al-Hadits atau As-Sunnah
1) Pengertian
Al-hadits yang sering juga disebut as-sunnah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik perkataan, perbuatan maupun
pengakuannya.
Diantara beberapa hadits Rasulullah yang memerintahkan kepada kaum
muslimin agar selalu berpegang kepada sunnahnya adalah riwayat Imam
Ahmad dan lainnya dari Abi Najih al-Irbadh bin Sariyah ra. yang menceritakan
bahwa Rasulullah memberikan nasihat kepad kita dengan suatu nasihat yang
menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Maka kami bertanya kepada
beliau : “Hai Rasulullah, tampaknya nasihat itu nasihat (pamitan) terakhir.”
Lalu beliau menasehati kita, sabdanya :
‫َو ِإَّنُه َم ْن َيِع ْيَش ِم ْنُك ْم َفَسَيَر ى ِإْخ ِتاَل‬، ‫ُاْو ِص ْيُك ْم ِبَتْقَو ى ِهللا َو آلَّس ْم ِع َو آلَّطاَع ِة َو ِاْن َتَأَّمَر َع َلْيُك ْم َع ْبٌد‬
‫ًفاَك ِثْيًراَفَع َلْيُك ْم ِبُس َّنِتى َو ُس َّنَة ُخَلَفاِء آلَّراِشِد ْيَن آْلُم ْهِد ِّيْيَن َعُّض ْو ا َع َلْيَها ِبالَّنَو اِجِذَو ِإَّياُك ْم ُم ْح َد َثاُت آُالُم ْو ِر َفِإَّن ُك َّل‬
‫ُم ْح َد َثٍة ِبْد َع ٌة َو ُك ُّل ِبْد َعٍة َض اَل َلٌة َو ُك ُّل َض اَل َلٍة ِفى الَّناِر‬.
Artinya :
Aku menasehatkan kepadamu agar kamu taqwa kepada Allah, taat dan patuh,
biarpun seorang hamba sahaya memerintah kamu. Sungguh orang hidup
lama(berumur panjang) diantara kamu nanti, bakal mengetahui adanya
pertentangan-pertentangan yang hebat. Oleh karena itu hendaklah kamu
berpegang teguh kepada sunnahku, sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat
petunjuk. Gigitlah sunnahku dengan taringmu! Jauhilah mengada-adakan
perkara, sebab perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Padahal setiap
bid’ah itu tersesat dan setiap tersesat itu di neraka.
Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci baik mengenai cara-cara
melaksanakan maupun syarat dari beberapa perintah yang dibebankannya
kepada umat. Penjelasan yang lebih rinci disampaikan oleh Rasulullah dalam
haditsnya. Hal ini karena beliau telah diberikan kewenangan untuk itu oleh
Allah swt., dengan firman-Nya pada ayat 44 surat an-Nahl:
...)44(. ‫َو َأْنَز ْلَنا ِإَلْيَك الِّذْك َرِلُتَبِّيَن ِللَّناِس َم اُنِّز َل ِاَلْيِه ْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُرْو َن‬
Artinya:
Dan Kami turunkan kepadamu al-qur’an, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.
2) Pembagian Al-Hadits atau As-Sunnah
a) Berdasarkan dari Pengertiannya
 Sunnah qouliyah
Hadits yang diriwayatkan tentang ucapan(kata-kata) Nabi saw.
‫ِإَّنَم ا أَأْلْع َم اُل ِبالِّنَّياِت‬
Artinya:
Segala amalan itu mengikuti niat(orang yang meniatkan).(HR. Al-
Bukhari dan Muslim).
 Sunnah fi’liyah atau amaliyah
Hadits yang diriwayatkan tentang perbuatan wudhu’ Nabi saw.,
shalatnya, hajinya, keputusannya terhadap suatu perkara dengan
seorang saksi dan sumpah yang terdakwa, dipotongnya tangan kanan
pencuri dan sebagainya.
‫َص ُّلْو ا َك َم ا َر َأْيُتُم ْو ِنْي ُأَص ِّلْي‬
Artinya:
Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat.(HR. Al-
Bukhari dan Muslim dari Malik Ibn Hawairits).
 Sunnah taqririyah
Hadits yang diriwayatkan tentang pengakuan atau pembenaran Nabi
saw. terhadap perkataan atau perbuatan yang bersumber dari
sahabatnya, baik dengan diamnya maupun dengan tidak diingkarinya
ataupun dengan menyatakan persetujuannya, baik perbuatan atau
perkataan sahabat itu dilakukan di depannya ataupun di belakangnya.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat
Khalid bin Walid memakan dabh(semacam biawak) yang kemudian
dihidangkan kepada Nabi saw., akan tetapi Nabi saw. enggan untuk
memakannya. Lalu, sebagian sahabat(Khalid) bertanya: “Apakah kita
diharamkan makan dabh, wahai Rasulullah?” Nabi saw. menjawab:
‫ ُك ُلْو ا َفِإَّنُه َح اَل ٌل‬، ‫َو َلِكَّنُه َلْيَس ِفْي َأْر ِض َقْو ِمْي‬، ‫اَل‬
Artinya:
Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku(oleh karena itu
aku tidak suka memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia(dabh)
halal.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
b) Menurut Sanadnya
 Sunnah Mutawatirah(Hadits Mutawattir)
Sunnah yang diriwayatkan dari Rasul, sejak masa sahabat, tabi’in dan
tabi’ tabi’in, oleh orang banyak sehingga mustahil mereka sepakat
berdusta menurut adat karena banyak jumlahnya dan perbedaan
pandangan serta budayanya.
Contoh: Hadits tentang pelaksanaan shalat, puasa, haji, adzan.
‫اْلَع ْهُد اَّلِذ ى َبْيَنَنا َو َبْيَنُهْم الَّص اَل ُة َفَم ْن َتَر َك َها َفَقْدَكَفَر‬
Artinya:
Perjanjian antara kami dan mereka(orang kafir) adalah shalat.
Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.(HR. Ahmad,
Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah)
 Sunnah Masyhurah(Hadits Masyhur)
Sunnah yang diriwayatkan dari Nabi saw. oleh beberapa orang sahabat
kemudian di masa tabi’in dan tabi’ tabi’in oleh orang banyak seperti
dalam sunnah mutawatirah.
‫أْلُغ ْسُل َيْو َم اْلُج ُمَعِة َو اِج ٌب َع َل ُك ِّل ُم ْح َتِلٍم‬
Artinya:
Mandi jum’at wajib atas setiap orang yang telah ihtilam(mimpi
basah).
 Sunnah Ahaad(Hadits Ahad)
Sunnah yang diriwayatkan dari Nabi saw. oleh sejumlah orang(dalam
generasi sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in) yang tak mencapai batas
dalam sunnah mutawatir.
‫ِإَّن الِّدْيَن ُيْسٌر‬
Artinya:
Sesungguhnya agama itu mudah.(Hadits no.9 dari Abu Hurairah ra.)
3) Fungsi Al-Hadits terhadap Al-Qur’an
a) Menetapkan dan Menguatkan Hukum yang dibawa Al-Qur’an
Materi hukum sunnah sesuai dengan materi hukum al-qur’an, seperti hadits-
hadits yang menunjukkan kewajiban shalat, puasa, zakat dan haji.
b) Menjelaskan dan memerinci hukum-hukum al-qur’an yang masih global
atau umum.
c) Membentuk hukum yang tidak dibentuk oleh al-qur’an.
c. Al-Ijma’
1) Pengertian
Ijma’ menurut bahasa, mengandung dua pengertian, yaitu:
 Ittifaq(kesepakatan), seperti dikatakan: “suatu kaum ialah berijma’ tentang
sesuatu”, maksudnya apabila mereka menyepakatinya.
 ‘azzam(cita-cita, hasrat) dan tasmin
Seperti dalam firman Allah:
)71( . ‫َفَأْج ِم ُعْو ا َأْمَر ُك ْم َو ُش َر َك اَء ُك ْم‬
Artinya:
Maka ijma’kanlah urusanmu dan sekutumu.(surat Yunus ayat 71)
Maksudnya, cita-citakanlah apa urusanmu.
Demikian juga terdapat dalam hadits Nabi saw.:
‫اَل ِصَياِم ِلَم ْن َلْم َيْج َم ِع الَّصْو ِم َلْياًل‬.
Artinya:
Tidak sah puasa seseorang yang tidak mengijma’kan puasa itu di malam
hari.
Maksudnya, tidak mencita-citakannya.
Ijma’ menurut syara’(dalam pandangan jumhur) adalah kesepakatan seluruh
mujtahid kaum muslimin disesuaikan dengan masa setelah wafatnya Nabi saw.
tentang suatu hukum syara’ yang amali.
2) Unsur-unsur Al-Ijma’
Menurut Jumhur Ulama, Ijma’ hanya terwujud apabila dipenuhi persyaratan
atau unsur-unsur sebagai berikut.
a) Bersepakatnya para Mujtahid
Kesepakatan bukan mujtahid(orang awam) tidak diakui sebagai ijma’.
Demikian juga kesepakatan ulama yang belum mencapai martabat ijtihad
fiqhy, sekalipunmereka tergolong Ulama besar dalam disiplin ilmu lain,
karena mereka ini tidak mampu mengadakan mazhar atau istidlal tentang
urusan penetapan hukum syara’. Imam Fakhrurazy mengatakan bahwa
seorang pembicara yang tidak mengetahui cara Istinbath hukum dari nash,
tidak diakui perintah dan larangannya.
Berdasarkan prinsip ini,maka apabila pada suatu masa tidak terdapat
para mujtahid, tidaklah terwujud ijma’ syar’i. Sekurang-kurangnya jumlah
mujtahid yang diperlukan untuk mewujudkan ijma’ itu adalah tiga orang
karena itulah sekurang-kurangnya jumlah jama’ah. Oleh karena itu, ijma’
tidak terwujud ijma’ tidak akan terwujud jika terdapat seorang mujtahid
saja atau dua orang. Sebagian ulama mensyaratkan jumlah itu harus
mencapai batas tawatur sehingga aman dari terjadinya kesalahan.
b) Semua Mujtahid Bersepakat
Tidak ada seorang dari para mujtahid yang berpendapat lain mengenai
suatu permasalahan. Kalau satu orang saja yang berpendapat lain, maka
ijma’ tidak tersimpul.
Beberapa kesepakatan yang tidak diakui sebagai ijma’ oleh sebagian
jumhur ulama, yaitu:
 Kesepakatan berdasarkan jumlah suara terbanyak
 Kesepakatan mujtahid dua tanah haram dari golongan salaf
 Kesepakatan ulama salaf kota Madinah saja
 Kesepakatan ulama salaf yang mujtahid dari kota Basrah dan Kuffah,
atau salah satunya saja
 Kesepakatan ahli bait Nabi saja
 Kesepakatan Khulafaurrasyidin saja
 Kesepakatan dua orang syekh: Abu Bakar dan Umar karena adanya
pendapat lain dari mujtahid lain, membuat kesepakatan mereka tidak
qath’y(diyakini) keabsahan dan kebenarannya.
c) Bahwa kesepakatan itu, diantara mujtahid yang ada ketika masalah yang
diperbincangkan itu dikemukakan dan dibahas, tidak selalu disepakati pula
oleh mujtahid generasi berikutnya, karena jika demikian, maka ijma’
takkan terjadi sampai kiamat.
Tersimpulnya ijma’ tidak disyaratkan bahwa para mujtahid yang
bersangkutan sudah meninggal dunia. Tetapi, sebagian ulama
mensyaratkan harus seluruh ulama yang berijma’ itu meninggal barulah
dilaksanakan(berlakunya), karena selama mereka masih hidup, bisa terjadi
penarikan pendapat mereka.
d) Kesepakatan Mujtahid itu terjadi setelah wafatnya Nabi saw.
Jika dikala Nabi saw. masih hidup para sahabat bersepakat tentang
suatu masalah hukum, maka bukan termasuk ijma’ syar’i melainkan
merupakan pengakuan Rasul(Sunnah Taqqririyah).
e) Para Mujtahid Mengeluarkan Masing-masing Pendapatnya
Masing-masing mujtahid memulai penyampaian pendapatnya dengan
jelas pada satu waktu,baik pernyataan pendapat itu secara perorangan
tanpa berkumpul bersama kemudian semuanya dikumpulkan dan ternyata
sama,maupun masing-masing mereka mengeluarkan pendapatnya di
ruangan yang sama dalam suatu mu’tamar yang berakhir dengan kebulatan
pendapat dimana masing-masingnya menyatakan pemufakatan dan
persetujuan.
3) Macam-macam Ijma’
 Ijma’ sharih atau Ijma’ Bayaniy, yaitu masing-masing mujtahid
menyatakan dan menegaskan pendapatnya, baik berupa ucapan ataupun
tulisan.
 Ijma’ Sukuty, yaitu seorang mujtahid mengungkapkan pendapatnya
sedangkan mujtahid lain diam saja dan tak seorangpun yang
mengingkarinya.
4) Contoh-contoh Ijma’
 Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah setelah Rasul Wafat
 Pengkodifikasian al-qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar dengan
usulan khalifah Umar, sehingga Abu Bakar mengumpulkan para ulama’
untuk bersepakat dalam pembukuan al-qur’an.
 Penetapan tanggal 1 syawal atau 1 ramadhan, maka harus disepakati oleh
ulama’ di negerinya masing-masing.
d. Qiyas
1) Pengertian
 Manurut bahasa adalah mempersamakan
 Menurut istilah Ulama Ushul, qiyas adalah mempersamakan satu peristiwa
hukum yang tidak ditentukan hukumnya oleh nash, dengan peristiwa
hukum yang ditentukan oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama
dengan hukum yang ditentukan nash.

Al Baidhawy di dalam Kitabnya Al Minhaj mendefinisikan qiyas dengan:
‫ِاْثَباِت ُمَس اوَاِة ُح ْك ِم اْلُم ْع ُلْو ِم ِفْي َم ْع ُلْو ٍم آَخ َر ِلُم َش اَرِكَتِه َلُه ِفْي ِع َّلِةاْلُح ْك ِم َع َلى اْلُم ْثِبَت‬.
Artinya:
Menetapkan samanya hukum yang sudah dimaklumi dengan sesuatu
peristiwa lain yang dimaklumi karena samanya ‘illat hukumnya menurut
pihak penetap.
2) Unsur-unsur Qiyas
a) Peristiwa hukum yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebut asal atau
maqis ‘alaih
b) Peristiwa hukum baru yang tidak disebutkan hukumnya oleh nash dan
untuk mencari hukum tersebutlah sasaran qiyas, disebut furu’ atau cabang
dan maqis
c) Hukum asal, yaitu hukum yang dibawa oleh nash terhadap peristiwanya.
d) ‘illat hukum, yaitu yang dijadikan syar’i sebagai landasan hukum terhadap
peristiwa hukum yang disebut nash.
3) Macam-macam Qiyas
a) Qiyas Aula, yaitu suatu qiyas yang ‘illatnya mewajibkan adanya hukum dan
yang disamakan(mulhaq) mempunyai hukum yang lebih utama daripada
tempat menyamakannya(mulhaq bih). Misalnya, mengqiyaskan memukul
kedua orang tua dengan mengatakan “ah”(cih,hus) kepadanya yang terdapat
pada surat Al-Isra’ ayat 23.
...)23(... ‫َفاَل َتُقْل َلُهَم ا ُأٍّف‬
Artinya:
...Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah”...
b) Qiyas Musawi, yaitu suatu qiyas yang ‘illatnya mewajibkan adanya hukum
dan ‘illat hukum yang terdapat dalam mulhaq-nya adalah sama dengan
‘illat hukum yang terdapat pada mulhaq bih. Misalnya, haramnya membakar
harta anak yatim disamakan dengan memakan harta anak yatim(surat An-
Nisa’ ayat 10).
‫ِإَّن اَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن َأْم َو اَل ْالَيَتاَم ى ُظْلًم ا ِاَّنَم ا َيْأُك ُلْو َن ِفْي ُبُطْو ِنِه ْم َناًرا َو َسَيْص َلْو َن َسِع ْيًرا‬.
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala(neraka).
c) Qiyas Dilalah, yaitu suatu qiyas dimana ‘illat yang ada pada mulhaq
menunjukkan hukum, tetapi tidak mewajibkan hukum padanya seperti
mengqiyaskan harta milik anak kecil kepada harta orang dewasa dalam
kewajibannya mengeluarkan zakat, dengan ‘illat bahwa seluruhnya adalah
harta benda yang mempunyai sifat bertambah.
d) Qiyas Syibhi, yaitu suatu qiyas dimana mulhaq-nya dapat diqiyaskan
dengan dua mulhaq bih yang mengandung banyak persamaannya dengan
mulhaq. Misalnya, seorang budak yang dapat diqiyaskan dengan orang
merdeka karena sama-sama keturunan Nabi Adam as. dan dapat diqiyaskan
dengan harta benda karena sama-sama dapat dimiliki. Tapi, budak tersebut
diqiyaskan dengan harta benda karena dapat diperjual belikan, dihadiahkan,
diwariskan dan lain sebagainya.
4) Contoh-contoh Qiyas
a) Minum khamar diharamkan dengan nash. Diqiyaskan kepadanya meminum
perasan lain yang menjadi khamar dan terdapatnya sifat memabukkan
seperti pada khamar, karena samanya dalam ‘illat keharamannya yaitu
memabukkan.
b) Jual beli waktu akan shalat Jum’at dilarang dengan nash. Diqiyaskan
kepadanya segala bentuk transaksi dan transfer dalam waktu itu, karena
sama-sama menghalangi ingat kepada Allah.
c) Surat yang dibubuhi tanda tangan merupakan bukti terhadap yang
membubuhinya. Diqiyaskan kepadanya, surat yang dicap jari, karena sama-
sama menunjukkan identitas pelakunya.

Anda mungkin juga menyukai