Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN PENGGOLONGAN

GANGGUAN JIWA & KONSEP DETEKSI


DINI GANGGUAN JIWA

Disampaikan oleh :
Aan Somana, S.Kp.,M.Pd.,M.N.S.
Penggolongan Gangguan Jiwa
Saat ini penggolongan gangguan jiwa di Indonesia yang
banyak digunakan adalah PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III) yang
diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa , Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan RI

PPDGJ mengacu pada :


• Konsep Gangguan Jiwa menurut Diagnostic
Statistical and Manual – IV (DSM IV)
• Konsep disabilitas menurut ICD X
Dari kedua konsep di atas, dirumuskan Konsep
Gangguan Jiwa, yang terdapat butir-butir:
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:
- sindrom atau pola perilaku
- sindrom atau pola psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan
atau distress
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa
DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA -
INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF
DISEASE 10 PRIMARY CARE
(ICD 10 PC)
Diagnosis Gangguan Jiwa – ICD 10 PC
1. F00# Gangguan Mental Organik
Demensia (F00#)
Delirium (F05)
2. F10# Gangguan Penggunaan NAPZA
Gangguan penggunaan alkohol (F10)
Gangguan penggunaan zat (F11#)
Gangguan penggunaan tembakau (F17.1)
3. F20# Skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lain
4. F23 Gangguan Psikotik Akut
5. F31 Gangguan Bipolar
6. F32# Gangguan Depresi
Diagnosis Gangguan Jiwa – ICD 10 PC
7. F40# Gangguan Neurotik (ansietas)
Gangguan fobik (F40)
Gangguan panik (F41.0)
Gangguan ansietas menyeluruh (F41.1)
Gangguan campuran ansietas & depresi ( F41.2)
Gangguan obsesif kompulsif (F42)
Gangguan penyesuaian ( F43.2)
Gangguan somatoform ( F45)
8. F70 Retardasi Mental
9. F80-90# Gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja
Gangguan perkembangan pervasif (F84)
Gangguan hiperkinetik (F90)
Merujuk
1. Menunjukkan ide/tanda-tanda usaha bunuh diri atau risiko
yang membahayakan orang lain
2. Pasien mengalami disabilitas berat ; tidak dapat
meninggalkan rumah, merawat anak, atau melakukan
aktivitas sehari-hari;
3. Membutuhkan keahlian spesialistik untuk mengkonfirmasi
diagnosis atau melakukan terapi spesialistik
4. Relasi dokter-pasien sudah tidak berefek terapeutik
5. Upaya yang dilakukan tidak membawa hasil yang optimal;
6. Gangguan fisik yang berat dari pasien;
7. Mmbutuhkan obat spesifik yang tidak disediakan
8. Meminta untuk dirujuk.
Pengertian dan fungsi deteksi dini masalah
kesehatan jiwa

• Deteksi merupakan tahap awal dari rangkaian proses


penatalaksanaan penyakit, termasuk gangguan jiwa.
• Ini adalah langkah sebelum dilakukannya proses
diagnosis, yang membawa seorang petugas medis
untuk memutuskan melanjutkan ke tahap berikut
yaitu proses diagnosis.
• Dalam pendekatan kesehatan masyarakat
menggunakan prinsip pencegahan, deteksi dini (early
detection) dan pengobatan segera (prompt
treatment) merupakan prinsip pencegahan sekunder
(secondary prevention).
Prinsip pencegahan sekunder (secondary
prevention).
• Prinsip ini menjamin terlaksananya pengobatan atau
penatalaksanaan penyakit sedini mungkin sehingga
mencegah terjadinya konsekuensi yang lebih buruk,
seperti bertambah parahnya penyakit, terjadinya
penyulit dan kecacatan.
Prinsip pencegahan sekunder (secondary
prevention).

• Seyogyanya setiap pasien yang datang didekati


dengan prinsip holistik, memperhitungkan
kemungkinan terjadinya semua penyakit, serta
melakukan pemeriksaan status penyakit dalam,
neurologik dan psikiatrik.
• Apabila tidak memungkinkan untuk
melakukan penapisan dan pemeriksaan
psikiatrik pada seluruh pasien, maka perhatian
terutama harus ditujukan kepada beberapa
kelompok pasien yang berisiko tinggi.
Pasien yang dilakukan penapisan :
1. Pasien dengan penyakit fisik kronis (infeksi & non
infeksi)
2. Pasien dengan keluhan fisik yang diduga ada
hubungannya dengan masalah kejiwaan (keluhan fisik
timbul/memberat jika ada masalah psikis)
3. Keluhan fisik beraneka ragam/berganti-ganti,
gangguan fisik/kelainan organik (-)
4. Pasien yang mengalami pengalaman hidup yang
ekstrem (trauma psikologis, stress yang berat,
kehilangan)
5. Pasien dengan disabilitas
• Penapisan/skrining selain oleh dokter dapat
dilakukan juga oleh perawat, bahkan deteksi dapat
dilakukan oleh kader kesehatan jiwa.
• Sedangkan diagnosis medik, intervensi farmakologis,
rujukan dilakukan oleh dokter.
• Intervensi psikososial dapat dilakukan oleh dokter
dan/atau perawat.
Referensi

1. mhGAP Intervention Guide for mental, neurological


and substance use disorders in non-specialized
health settings, World Health Organization, 2010.
2. Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan
RI, 2011.

Anda mungkin juga menyukai