Anda di halaman 1dari 19

PROSES CONTINUOUS CASTING

PT. INDOALUMINIUM INTIKARSA


INDUSTRI

FAWWAZ TAQI ABIYU


DEPARTEMEN QC - R&D
PT. INDOALUMINIUM INTIKARSA INDUSTRI
MARET 2022
BAB I
ALUMINIUM DAN PADUANNYA

Aluminium merupakan unsur yang termasuk banyak di kerak bumi (8% dari massa
kerak bumi). [1] Aluminium memiliki densitas 2,7 g/cm3 atau kira-kira sepertiga
densitas baja (7,83 g/cm3).

Berdasarkan material penyusun utamanya, alloy aluminium dibedakan menjadi


delapan seri. Seri 1xxx merupakan aluminium murni dengan sedikit kandungan
pengotor. Aluminium seri 8xxx menunjukkan unsur paduan yang beragam (dapat
berupa lithium, timah atau besi). [2]

Tabel 1. Seri alloy Al beserta material penyusun utamanya [2]

Paduan seri 1xxx terdiri dari 99% atau lebih tinggi aluminium. Seri ini memiliki
workability, ketahanan korosi serta konduktivitas termal dan listrik yang baik serta
kekuatan yang rendah. Al 1xxx merupakan seri aluminium dengan ketahanan korosi
paling baik dibanding seri lainnya. Dalam seri ini, paduan yang paling umum
digunakan adalah AA1350 (untuk aplikasi listrik) dan AA1100 (untuk aplikasi
pembungkus makanan). [2,3] Al 1100 tidak dapat dilakukan perlakun panas (misalnya
annealing dan precipitation hardening). Besi dan silikon merupakan pengotor utama
pada Al 1xxx. [4]

Al murni tahan terhadap serangan bahan kimia dan weathering, ductile dan mudah
dilas. Al-Si memiliki kelarutan tinggi dan meningkat dengan peningkatan temperatur.
Mangan pada larutan padat berfungsi menguatkan Al. Kebanyakan Cr dapat
menyebabkan coarsening. [4]

Faktor yang meningkatkan fluiditas di antaranya viskositas, surface tension, kadar


inklusi. Viskositas alloy aluminium cenderung sama dan tidak terlalu berpengaruh
terhadap fluiditas. Surface tension menyebabkan pressure naik. Surface tension Si 0.8
N/m dan surface tension Fe, Zn, Mn dan Cu 0.85 N/m. Inklusi sangat mengurangi
fluiditas. [4]

Bahan Pengotor pada Alloy Aluminium [3,11]

Tabel. Pengotor yang mungkin terbentuk di continuous casting

Pengotor Saat Melting Saat Rolling


Gas H2 -
Logam larut Na, K, Mg, Fe, Si, Cu Mn -
Inklusi SiO2, Al2O3, MgO, TiBr2, Al, Al2O3, AlN, SiO2,
Fe-Cr selulosa, Fe-Cr
Residu organik Grafit Minyak

Boron. Boron digunakan dalam aluminium dan paduannya sebagai penghalus butir.
Boron dapat digunakan sendiri (pada tingkat 0,005 hingga 0,1%) sebagai penghalus
butir selama solidifikasi tetapi menjadi lebih efektif bila digunakan dengan titanium.
Boron bersamaan dengan Ti dapat membentuk

Hidrogen. Hidrogen memiliki kelarutan yang lebih tinggi dalam keadaan cair pada
titik leleh aluminium daripada dalam padatan pada suhu yang sama. Oleh karena itu,
porositas gas dapat terbentuk selama solidifikasi. Hidrogen muncul sebagai pengotor
akibat adanya reduksi uap air di atmosfer oleh aluminium panas dan dekomposisi
hidrokarbon. Hidrogen dalam aluminium padat dan cair dapat meningkatkan jumlah
zat yang terikat akibat adanya pengotor tertentu seperti senyawa belerang. Porositas
akibat hidrogen mempengaruhi sifat mekanik. Gambar 1 menunjukkan pengaruh
porositas pada kekuatan tarik utama dari komposisi yang dipilih. Selain menyebabkan
porositas primer dalam pengecoran, hidrogen menyebabkan porositas sekunder,
blister, dan degradasi suhu tinggi selama perlakuan panas.

Gambar 1. Pengaruh porositas terhadap UTS Al dari tiga paduan Al

Besi. Besi adalah pengotor yang paling umum ditemukan dalam aluminium. Besi
memiliki kelarutan tinggi dalam aluminium cair dan karena itu mudah larut di semua
lelehan. Kelarutan besi dalam keadaan padat sangat rendah (~0,05%) dan besi yang
tersisa akan muncul sebagai fase kedua intermetalik dalam kombinasi dengan
aluminium atau unsur lainnya. Fe sebagai tambahan Al berfungsi menjadi sumber
strength namun dapat memperlambat fluidity aluminium. Fe juga dapat menjadi pusat
porosity. Tanpa Fe strength di bawah 50 MPa.

Lithium. Tingkat pengotor litium adalah beberapa ppm namun pada tingkat kurang
dari 5 ppm dapat menyebabkan perubahan warna (korosi biru) aluminium foil dalam
kondisi lembab. Lithium sangat meningkatkan laju oksidasi aluminium cair dan
mengubah karakteristik permukaan produk tempa.
Magnesium. Magnesium adalah elemen paduan utama dalam seri 5xxx paduan.
Kelarutan padat maksimum dalam aluminium 17,4%, tetapi kandungan magnesium
dalam paduan tempa saat ini tidak melebihi 5,5%. . Penambahan magnesium secara
nyata meningkatkan kekuatan aluminium tanpa terlalu mengurangi keuletan.
Ketahanan korosi dan kemampuan las Mg baik.

Mangan. Mangan adalah pengotor umum dengan konsentrasi biasanya berkisar


antara 5 sampai 50 ppm. Mangan meningkatkan kekuatan baik dalam larutan padat
atau sebagai fase intermetalik terpresipitasi halus serta mangan tidak memiliki efek
buruk pada ketahanan korosi. Mangan meningkatkan suhu rekristalisasi dan
mempromosikan pembentukan struktur serat yang ulet pada saat pengerjaan panas
(rolling). Hingga 1,25%, mangan adalah tambahan paduan utama dari seri 3xxx
paduan di mana mangan ditambahkan sendiri atau dengan magnesium.

Silikon. Silikon, adalah pengotor tertinggi aluminium setelah besi.

Titanium. Titanium dengan jumlah 10 sampai 100 ppm ditemukan dalam aluminium
komersil. Titanium mengurangi konduktivitas listrik aluminium. Titanium digunakan
terutama sebagai penghalus butir coran dan ingot paduan aluminium. Ketika
digunakan sendiri, efek penghalusan butir titanium berkurang dengan holding time
dalam keadaan cair dan dengan repeated re-melting. Efek penghalusan butir
ditingkatkan jika boron hadir dalam lelehan Al atau jika boron ditambahkan sebagai
master alloy dalam bentuk TiB2. TiB2 memiliki berat jenis lebih rendah dibandingkan
lelehan aluminium sehingga cenderung mengendap pada launder. Oksida aluminium
yang berinteraksi dengan TiB2 akan dapat lebih cepat teraglomerasi dan material ini
akan terjebbak pada cetakan keramik (tip) yang dapat merusak kualitas Al. TiB2 dapat
berperan sebagai inklusi menyebabkan pembentukan lubang setelah nantinya diproses
lebih lanjut. Ti memiliki kemampuan tuang rendah namun ductility baik.

(a) (b)

Gambar. (a) Master alloy Al-Si (b) Master alloy Fe

Alloy (Paduan) Fungsi


Meningkatkan fluiditas lelehan aluminium; mempermudah proses
Silicon (Si)
penyusutan (shrinkage) saat proses pembekuan
Memicu pembentukan fasa intermetalik; meningkatkan kekuatan
Ferrum (Fe)
(UTS dan elongasi) material
Cuprum (Cu) Meningkatkan kekuatan dan kekerasan material
Meningkatkan nilai kekuatan luluh (yield strength) tanpa
Mangan (Mn)
menurunkan keuletan material; meningkatkan ketahanan korosi
Magnesium
Meningkatkan kemampubentukan material (work-hardening)
(Mg)
Titanium (Ti) Mengecilkan ukuran butiran (grain refiner)

Alloy Al Fe Zn Cu Mn Ti Mg Si Cr
1100 Min. 0.95 Max 0.05 - Max - - 0.95 -
99% (+ Si) 0.1 0.2 0.05 (+ Fe)
1235 Min 0.65 Max Max Max Max Max 0.65 -
99.35% (+ Si) 0.1 0.05 0.05 0.06 0.05 (+Fe)
3105 Balance Max Max Max 0.3- Max 0.2- Max Max
0.7 0.4 0.3 0.8 0.1 0.8 0.6 0.2
8011 97.5 - 0.6- Max Max Max Max Max 0.5- Max
99.1 1.0 0.1 0.1 0.2 0.08 0.05 0.9 0.05
8079 < 98.2 0.7 - < < - - - 0.05 - -
1.3 0.11 0.051 0.3

Al 1100 dan Al 1235


Densitas Al 1100 2.71 g/cm3 dan densitas 1235 2.705 g/cm3. Al 1235 merupakan Al
dengan kandungan aluminium lebih murni yang berarti Al 1100 memiliki sifat lebih
trong dibandingkan Al 1100 yang lebih bersifat ductile. Al 1100 dan 1235 memiliki
pengotor utama Si dan Fe.

Berdasarkan data makeitfrom.com [6], Al 1100 memiliki elongasi 1.1 - 32% dan Al
1235 memiliki elongasi 28 - 34 MPa. UTS 1100 di kisaran 86 - 170 MPa dan UTS
1235 di kisaran 80 - 84 MPa.

Al 8079

Paduan aluminium 8079 yang memiliki kelebihan kekuatan tarik tinggi, jumlah
pinhole yang sedikit dan elongasi yang baik. Namun, terdapat permasalahan seperti
misalnya timbul goresan, microcrack atau impurities. Permasalahn-permasalahan
yang telah disebutkan disebabkan oleh komposisi material penyusun Al 8079. Al
8079 memiliki elongasi 2.2% dan UTS 150 MPa menunjukkan Al 8079 lebih strong
namun kurang ductile dibandingkan Al 1100 dan 1235. [5, 6]`

Al 8079 memiliki kandungan pengotor paling banyak Si dan Fe. Fe memiliki


kelarutan rendah pada Al dan butir Fe yang tidak larut membentuk Al3Fe di pinggir
batas butir Al yang menurunkan ductility Al saat rolling. Bagian yang kaya Fe juga
menjadi sumber crack propagation yang berkembang menjadi pinhole. Namun,
jumlah Fe yang sesuai akan menguatkan butir yang menyebabkan sifat mekanis
(strength dan elongasi) menjadi baik dan Fe juga berperan mengurangi pinhole yang
terbentuk. Si juga mampu menurunkan jumlah pinhole pada produk hasil casting. Si
memiliki kelarutan yang rendah pada Al dan membentuk AlFeSi. AlFeSi dan Al3Fe
yang berbentuk jarum apabila berukuran lebih dari 5 mikron akan menjadi sumber
crack dan bergerak menjadi pinhole. Keberadaan fasa AlFeSi dan Al3Fe dengan
distribusi tidak merata akan menyebabkan deformasi tidak rata (overflatness) dan
pinhole akan terbentuk.

Hal ini menunjukkan sifat mekanis Al 8079 dapat ditingkatkan dengan mengurangi
ukuran butir dan mengontrol terbentuk fasa AlFeSi dan Al3Fe. Penambahan Si hingga
1,3% untuk Al 8079 menyebabkan ukuran butir berkurang dan sifat mekanis paling
optimum di penambahan 1.3% Si. Penambahan Si dengan kadar lebih tinggi tidak
menurunkan lagi ukuran butir namun malah menurunkan sifat mekanis akibat adanya
fasa sekunder. [5]
BAB II
CONTINUOUS CASTING

Jumlah Roll berdasarkan Alloy Juni hingga November 2021

Jumlah Roll berdasarkan Alloy


Jun-Nov 2021
6 39 1100
4 78 1235
3105
8011
8079

164

Berdasarkan konveksi ilmiah, aluminium dengan ketebalan di bawah 200 mikron


disebut sebagai foil. Di pabrik 3i, aluminium yang telah melalui separator disebut foil.
[1]

Continuous Casting sebagai Metode Produksi Coil

Process Flow Chart for Continuous Casting:


Charging -> Melting -> Holding -> Degassing & Grain Refining -> CFF -> Cooling
(Water and Carbon) -> Rolling

Gambar. (1) Melting furnace (2) Holding furnace (3) Degasser (4) Ceramic Foam Filter (5) Rolling

Continuous casting telah digunakan pada industri aluminium dikarenakan


keunggulannya yang langsung mengubah logam cair menjadi coil secara kontinu.
Metode continuous casting memiliki fleksibilitas dan biaya produksi yang relatif
rendah. Pada proses continuous casting, lelehan aluminium dari furnace ditransfer
melalui launder melewati rolling ganda berpendingin air di mana Al mengalami
solidifikasi yang cepat disertai deformasi untuk menghasilkan bentuk produk yang
diinginkan. Cairan dibentuk menjadi coil sesuai dengan lebar yang diinginkan
menggunakan keramik tip. [7,11]

Gambar. Proses Continuous Casting [8]

Continuous casting menggunakan mesin Fata Hunter yang merupakan mesin


continuous casting yang paling banyak digunakan di dunia. Proses continuous casting
di PT. 3i berlangsung secara umum 225 menit.

Proses continuous casting menghasilkan mikrostruktur yang khas di mana aluminium


memiliki permukaan yang mengeras dengan cepat karena (tidak stabil secara
termodinamika) akibat tingkat pendinginan yang tinggi karena dibantu oleh air. Butir
produk continuous casting lebih kecil di permukaan dibandingkan di bagian tengah.
Distribusi partikel continuous casting secara umum heterogen yang dapat merusak
kualitas foil, salah satu parameter di antaranya adalah pinhole (porosity).

Charging

Proses charging berlangsung selama kira-kira 30 menit. Barang yang dimasukkan di


antaranya ingot, scrap (scrap sudah dipilah sebelum dimasukkan) dan Al drain. Ingot
minimal 40 persen di WI. Persentase ingot di WI minimal 40% dan di lapangan 47-
75% walaupun terkadang (di bawah kuartil 1 dan di atas kuartil 3) melebihi angka
yang telah disebutkan). Massa total di melting furnace umumnya 8600-12200kg,
minimal 7500kg dan maksimal 15000kg. Bahan yang pertama dimasukkan ke melting
furnace adalah scrap. Al drain kemudian ingot.

Pada saat charging, terkadang peleburan Al mengeluarkan gas. Gas berwarna hitam
dapat berupa karbon ataupun reaksi antara Al dengan oksigen membentuk alumina
serta gas yang berwarna putih merupakan uap air. Gas karbon dapat berasal dari
minyak maupun plastik yang digunakan sebagai penyangga Al foil. Perlu dilakukan
pengujian bulk density terhadap baling press Al karena apabila bulk density Al hasil
baling press lebih rendah dibandingkan Al cair, Al baling press akan mengapung pada
Al cair dan membentuk dross.
Setelah charging, dilakukan melting lalu penaburan injection flux dengan nama
komersil coverall (yang berupa garam) yang diberikan dengan cara ditabur (harus di-
investigasi metode penaburannya) dilanjutkan skimming dan kemudian transfer ke
holding. Pemberian coverall standarnya 20kg. Perlu dicatat jarak waktu pemberian
coverall setelah charging dan apakah setelah charging pintu langsung ditutup atau
tidak serta berapa lama waktu proses dari fluxing ke drossing. Coverall berfungsi
meng-cover Al dari udara sekaligus berfungsi mengangkat impurities. Skimming
memiliki rentang waktu 30 menit. Skimming merupakan pembersihan Al cair dari
dross yang terangkat oleh nitrogen. Pemberian injection flux (coverall) bertujuan
memberikan Al perlindungan terhadap gas-gas. Kapasitas melting 32 ton. Temperatur
roof melting 900-1025C. Melting dan holding furnace memiliki panas yang diberikan
dengan burner melalui udara.

Holding Furnace

Holding memiliki fungsi menjaga panas aluminium (agar Al tidak menjadi lebih
dingin atau panas setelah pemberian nitrogen dan master alloy). Panas di holding
furnace berasal dari burner melalui proses konveksi. Bola burner dipanaskan oleh
udara yang keluar dari holding furnace dan di saat yang sama memanaskan bola yang
masuk ke holding furnace. Di holding, dilakukan pemberian gas nitrogen (parameter
yang digunakan tekanan) sekaligus injection fluxing dengan coverall 10 kg.

Di holding, ditambahkan juga master alloy kemudian setelahnya dilakukan skimming.


Master alloy di antaranya AlSi (20% Si), AlSi (30% Si), AlTab (Fe 80%), Mg
(99.9%), Cu (80%), Mn (80%). Elimag bertujuan untuk mengurangi kadar Mg jika
over. Pemberian gas nitrogen disebut juga primary degassing dan berlangsung kira-
kira 15 menit. Kapasitas holding 10 ton.

Pengadukan di holding harus rata agar semua bagian memiliki kandungan yang sama
rata. Suhu di melting tidak stabil sehingga saat ditransfer ke holding Al paling
parahnya dapat membeku. Alloying dilakukan di proses holding karena penambahan
alloying maupun Al akan jauh lebih hemat di holding.

Hingga saat penulisan ini, pemasukan master alloy ke holding furnace bersamaan
dengan coverall dan plastik bungkusannya kemudian langsung diinjeksi. Seharusnya,
pemberian injection flux tidak bersamaan dengan pemberian master alloy. Kandungan
dross yang terangkat saat skimming bergantung dari master alloy yang diberikan.

Coverall 21Z miliki PT. Foseco merupakan flux yang ditambahkan ke aluminium cair
dengan rumus kimia Kalium heksafluoroaluminat dan persen berat Fluor 3-10%,
Klorin 30-50%, K 30-50%, O 1-5%, Na 1% max, Al 1-5% dan S 1% max.
Komposisi garam kalium unregulated > 60%, kalium heksafluoroaluminat 10-30%,
aditif unregulated < 1%. Produk terkategori produk stabil dan tidak akan membentuk
polimerisasi.

Al bergerak dari holding hingga mencapai rolling di caster dengan launder. Suhu yang
dipasang di holding 820C (seharusnya 810C namun heater di degasser mati sehingga
dinaikkan 10-40C) dan di head box umumnya 690 - 710 C. Suhu di CFF 710-740C.
Suhu berkurang jauh saat degassing dan saat CFF. Umumnya Al masuk ke holding
dari melting tiga kali sehari.

Transfer dengan Launder

Faktor yang meningkatkan fluiditas di antaranya viskositas, surface tension, kadar


inklusi. Viskositas alloy aluminium cenderung sama dan tidak terlalu berpengaruh
terhadap fluiditas. Surface tension menyebabkan pressure naik. Surface tension Si 0.8
N/m dan surface tension Fe, Zn, Mn dan Cu 0.85 N/m. Inklusi sangat mengurangi
fluiditas. [4] Tekanan hidrostatis apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan gas tidak
keluar. Berikut merupakan desain launder PT. 3i.

Degasser

Degasser atau nama komersialnya Alphur berfungsi mengambil gas hidrogen dari Al
dengan menggunakan gas argon (dapat dengan gas nitrogen juga). Argon meniliki
flow rate 28 L/menit dan saat ini sedang trial 24 L/menit. Degasser 225 rad
seharusnya menjadi 175 rad dan deviasi di rotor 100-300%. Degasser bergerak
dengan mengaduk. Dross yang diambil kemudian dijual ke perusahaan lain.

Diperlukan pembatas pada pinggir masuk Al di degasser agar skimming pengotor


dapat lebih mudah serta agar gas argon di degasser dapat membawa hidrogen keluar.
Dross dapat menghalangi argon untuk keluar sehingga argon geraknya menjad lemah
dan tidak dapat mengangkat gas hidrogen. Dross dapat mengurangi ketahanan shaft
karena dross 50 derajat Celsius lebih panas dibanding Al cair. Rotor yang turbulen
dapat menyebabkan porosity akibat gas hidrogen tidak dapat keluar dengan baik.
Desain shaft yang baik tidak menyebabkan aluminium bergelombang.

Hingga saat ini, graphite shaft untuk degassing secara periodik (1-2 minggu) diganti
sebelum patah. Permukaan liquid metal yang bersih akan mengurangi rotation friction
antara shaft dengan dross di permukaan kontak yang otomatis meningkatkan daya
tahan shaft dan mencegah efek riak di permukaan logam cair. Bila Wd (weight dross)
dikurangi maka ∆ P akan meningkat yang berarti kemampuan argon ke udara akan
lebih tinggi.

Hasil observasi menunjukkan banyak dross di daerah degassing dan terbentuk launder
dan oxide layer yang terbentuk setiap kali casting (dibersihkan setiap ganti alloy).
Melakukan skimming secara teratur dan mengontrol secara ketat diperlukan untuk
menjaga kebersihan cairan logam di area degassing. Alat skimming yang digunakan
harus mengeluarkan dross. Besi ketika dipanaskan mudah berkarat membentuk okside
besi yang apabila masuk ke cairan aluminium akan tenggelam akibat massa jenis besi
lebih rendah dibandingkan aluminium. Oksida besi ini dapat menjadi inklusi nantinya
bila filter tidak maksimal. Alat skimming wajib dicoating sebelum kontak dengan
aluminium cair dan alat skimming yang dicoating wajib dikeringkan terlebih dahulu
sebelum digunakan.

Grain Refiner

Semua paduan aluminium dengan struktur butiran halus melalui penambahan grain
refiner (penghalus butir). Grain refiner yang paling banyak digunakan adalah paduan
titanium, boron, atau titanium - boron pada aluminium. Titanium secara umum
terkandung 3 sampai 10% pada grain refiner Ti. Pada grain refiner AlTiB, boron
memiliki kandungan 0.2 sampai 2.5% dengan rasio titanium:boron 5:1 ke 50:1. Grain
refiner dalam bentuk batang dikembangkan untuk pengolahan aluminium secara terus
menerus. [3]

Boron (tanpa Ti) berdasarkan hasil penelitian dapat lebih efektif dibandingkan
titanium sebagai grain refiner. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar x.

Gambar. Pengaruh jenis grain refiner berbedfa untuk penghalusan butir.


Gambar di atas menunjukkan perbedaan besar butir aluminium dengan atau tanpa
grain refiner.

Gambar. (a) Al tanpa grain refiner (b) Al dengan grain refiner

Modifier yang digunakan di PT. 3i adalah AlTiB. Pemberian AlTiB diatur sesuai
dengan speed dan length. AlTiB memiliki persentase komposisi Ti 5% dan B 1%.
AlTiB kebanyakan menyebabkan semakin banyak boron yang dapat diikat oksigen
membentuk boron oksida menyebabkan inklusi.

AlTiB yang ditambahkan adalah sebagai berikut.

Strip Strip Width (mm)


Speed 960 1100 1240 1310 1420
(mm/min
) AlTiB Speed (cm/min)
850 21 23 26 27 29
900 21 24 26 28 30
950 22 24 27 29 31
1000 22 25 28 29 32
1050 23 26 29 30 33
1100 24 27 30 31 34
1150 24 28 31 32 35
1200 25 28 32 33 36
1250 26 29 33 34 37
1300 27 30 34 35 38

Apabila AlTiB speed dikonvesi menjadi gram/menit akan menjadi;

Strip Width (mm)


Strip Speed
960 1100 1240 1310 1420
(mm/min)
AlTiB Speed (g/min)
850 41.08 44.99 50.86 52.82 56.73
900 41.08 46.95 50.86 54.78 58.69
950 43.04 46.95 52.82 56.73 60.64
1000 43.04 48.91 54.78 56.73 62.60
1050 44.99 50.86 56.73 58.69 64.56
1100 46.95 52.82 58.69 60.64 66.51
1150 46.95 54.78 60.64 62.60 68.47
1200 48.91 54.78 62.60 64.56 70.43
1250 50.86 56.73 64.56 66.51 72.38
1300 52.82 58.69 66.51 68.47 74.34

Karbon Spray dan Air

Karbon diberikan agar Al tidak lengket dan di bawahnya ditambah air agar Al cepat
mendingin. Temperatur air sebelum mendinginkan Al umumnya 32C dan setelahnya
36C. Pressure air saat masuk 3-7 bar dan saat keluar 0.5-3 bar.

CFF

Ceramic Foam Filter (CFF) berfungsi untuk meng-filter pengotor yang massa jenisnya
lebih rendah dari logam (misalkan boron dan karbon). Apabila massa jenis pengotor
lebih tinggi, pengotor akan tenggelam di dasar dan dapat menyebabkan penurunan
kualitas produk. Di PT. 3i, CFF diganti 2 minggu setelah pemakaian (memiliki nomor
CFF 1 - 36) atau setiap 110-120 ton untuk foil dan 150 ton untuk coil. CFF
menggunakan filter 40-50 ppi sehingga filter lebih dapat menyaring pengotor. Hasil
pengujian bubble yang dibelah masih menunjukkan inklusi yang dicurigai merupakan
boron oksida yang tidak dapat disaring CFF.

Tip diganti setiap ada problem (misalnya tip menyebabkan adanya garis yang
dideteksi di mesin blaw knox). Setiap kali penggantian tip, Al cair yang sudah
mengalir melewati holding furnace harus dimasukkan ke bak sebagai Al drain. Al
drain memiliki potensi bubbling yang rendah karena pendinginan berjalan sesuai
termodinamika.

Pemotongan Coil

Apabila sudah mencapai panjang lapisan yang diinginkan, Al dipotong dengan mesin.
Ketebalan Al di caster 6.00-6.50 mm. Di WI tertulis ketebalan yang diharapkan 7 mm
namun ketebalan 7 mm akan menyebabkan patah di blaw knox (kecuali dilakukan
homogenizing terlebih dahulu sebelum rolling pass 1). Tebal kurang dari 6 mm juga
dapat menyebabkan perpatahan. Berat satu coil caster 4200 - 5200 kg secara umum
walaupun minimal 2900 dan maksimal 5900 kg. Coil harus minimal 3000 kg dan
kalau di bawah itu akan dijadikan scrap karena produk dai caster tidak dapat di-join.

Gas flow dan metal flow harus berbanding lurus. Metal flow alloy Al di bulan
September hingga November 2021 adalah sebagai berikut.

Alloy Metal Flow


1100 24.75747
1235 24.13861
8079 22.86663
BAB III
QC LABORATORIUM

Berikut merupakan diagram yang menentukan parameter kualitas foil.

Gambar. Parameter proses casting [11]

Berdasarkan Keles et al. [11], berikut merupakan zat-zat pengotor yang dapat
terkandung pada proses continuous casting.

Bubble Test

Pengujian bubble merupakan pengujian yang membuat adanya udara yang terjebak
dan udara yang terjebak ini kemudian diukur. Bubble ini nantinya dapat menyebabkan
putus sehingga perlu disambung dengan joint. Tekanan rendah menyebabkan
pembekuan yang seharusnya dari pinggir wadah menjadi di permukaan wadah yang
menyebabkan gas hidrogen tidak dapat keluar dan gas yang tersisa ini lah yang dites.
Porosity yang baik adalah 1-2 porosity per 100 gr dan standar yang paling buruk
memiliki 20 porosity. Pengambilan sampel hingga pemasangan sampel agar tekanan
udara turun maksimal 1 menit agar hasil presisi. Cek porosity menggunakan penetran.
Gambar. Alat pengujian bubble test

Center Line Segregation (CLS) Test

CLS merupakan segregasi unsur larut pada bagian tengah coil. CLS mempengaruhi
homogenitas komposisi dan sifat mekanik material (menurunkan fatigue strength)
serta menyebabkan microcrack. [7] Semua logam mengalami segregasi sampai batas
tertentu dan segregasi dapat diklasifikasikan menjadi segregasi mikro dan segregasi
makro. Segregasi mikro terjadi pada tingkat mikrostruktur material dan mengacu pada
perbedaan komposisi kimia di antara butir dan dapat dikurangi secara signifikan
dengan perlakuan panas homogenisasi. Hal ini dimungkinkan karena jarak yang
terlibat (10 - 100 mikron) kecil. Namun, segregasi makro tidak dapat diatasi dengan
homogenizing. Segregasi makro terjadi karena pergerakan daerah segregasi mikro
pada jarak makroskopik (jarak besar). [9] Berdasarkan referensi, CLS meningkat
dengan meningkatnya kecepatan rolling atau meningkatnya jumlah alloying. [10]

Lab 3i menguji CLS (Center Line Segregation) sekali dalam satu hari (di pagi hari).
CLS ditentukan oleh kecepatan rolling. Sampel diambil dan diberikan etsa apabila
ukurannya sudah sesuai dengan kriteria. Sampel dibandingkan dengan grade CLS A,
B, C dan D dengan pengujian menggunakan etchant.

Pengujian Komposisi
Coil 3i di Bulan Desember 2021

11%

12% 1100
1235
8079

78%

Kompos
Juml isi Persentase Sigma (σ)
Alloy
ah Over/Un (%) Level
der
1100 65 1 1.53 3
1235 49 1 2.04 3
8079 12 4 33.33 1.5
Pada bulan Desember 2021, produk yang paling banyak diproduksi adalah Al 8079.
Berdasarkan hasil pengujian komposisi, dapat dilihat 1.53% produk Al 1100, 2.04%
produk Al 1235 dan 33.33% produk Al 8079 tidak sesuai spesifikasi.

Pengujian komposisi dilakukan di tiga titik yaitu transfer (di antara MF dan HF), top
out (setelah HF dan sebelum degasser) dan setelah CFF. Komposisi tidak melihat
senyawa yang terbentuk namun melihat unsur yang terbentuk karena pengujian
menggunakan OES. Apabila ingin mengetahui kandungan senyawa dapat dilakukan
uji XRD. Komposisi dapat lebih atau kurang. Seringkali pengadukan saat holding
furnace belum merata sehingga komposisi titik top out lebih rendah dibandingkan
komposisi di transfer. Komposisi scrap di PT. 3i di Januari 2021 adalah sebagai
berikut.

Berat master alloy yang ditambahkan dihitung dengan persamaan;


Berat = ((berat target - berat aktual) / 100) * (berat holding furnace) / (% master alloy)

Pengujian Grain Size

Pengujian grain size dilakukan dengan menggunakan etsa lalu dibandingkan dengan
grade grain size A, B, C dan D. Standar ukuran butir yang diperbolehkan lab adalah
160 mikron. Pengukuran di lab dilakukan dengan membandingkan besar butir pada
sampel dengan Al yang tersedia (120, 160, 180 dan 250 mikron).
Sifat Mekanis

UTS dan elongasi dicek di lab untuk produk foil yang diambil dari finished good dan
sifat mekanis merupakan variabel yang sangat ditentukan oleh beragam parameter di
antaranya waktu rolling, kecepatan rolling, lama annealing dan lain-lain.

Pengujian Density

Density diukur dengan membandingkan volume air sebelum dan setelah dimasukkan
sampel bubble test dengan berat sampel bubble test. Seringkali density test
menggunakan metode ini kurang akurat dikarenakan pembacaan alat yang kurang
presisi.

Defect akibat Casting

Defect akibat continuous casting dibedakan menjadi dua yaitu surface defect dan
internal defect. Garis, belang, buram dan crack merupakan surface defect sedangkan
centerline segretation (CLS), mikrostruktur yang tidak homogen maupun terlalu
besar, dan inklusi adalah internal defect. [7]

No. Jenis Defect Penjelasan


Kontaminasi oksigen yang berikatan dengan berbagai
unsur, mayoritas berupa Al dan O namun terdapat
beberapa hasil analisis berupa ikatan O dengan Fe atau
1 Oxide (OX) Si. Dapat berupa butiran hitam atau putih yang tersebar
di permukaan alumunium foil, dapat berupa endapan
putih, atau dapat menimbulkan lubang pada alu-foil
apabila partikel cukup besar/alu-foil cukup tipis
Senyawa intermetalik (ikatan antara unsur logam, misal
Al-Fe,Ti-B) ataupun karbida (ikatan antara karbon
Inclusions (IN) dengan unsur logam, misal Al-C) merupakan inklusi.
2
(Carbide dan Non-Carbide) Inklusi bersifat keras sehingga ukuran yang cukup besar
ataupun foil yang tipis dapat rusak (timbul
lubang/pinhole) saat rolling dilakukan
Adanya hidrogen/gas yang terperangkap di dalam cast
coil. Menyebabkan kerusakan permukaan dan lubang.
Reduksi ketebalan menyebabkan void (ruang kosong)
3 Blister (BL)
memanjang dan ketebalan alu-foil yang semakin tipis
karena rolling mengakibatkan void timbul di permukaan
dalam bentuk lubang
Lubang pada permukaan foil diakibatkan karena partikel
oksida, inklusi, atau pengotor lain yang bersifat keras.
4 Holes/pinholes (HP)
Partikel semakin besar dan/atau ketebalan foil semakin
tipis akan meningkatkan resiko berlubangnya foil
CLS merupakan segregasi unsur larut pada bagian
CLS (Center Line tengah coil. CLS mempengaruhi homogenitas
5
Segregation) komposisi dan sifat mekanik material (menurunkan
fatigue strength) serta menyebabkan microcrack.

Footnotes

Perbandingan proses peleburan di Chalco dan 3i tahun 2018.


No
Checkpoint Parameter Chalco 3i Remark
.
Currently there is no active
1 Melting Furnace T metal (°C) <770 - measure molten Al tempe
@melting furnace approx.
T metal (°C) <750 750 - 815
2 Holding Furnace
T tap-out (°C) <725 700 -750
We have different shape a
3 Alpur Degasser Capacity (ton) >1 1 Alpur Box from Chalco, als
dimensions of furnaces
4 Alpur Heater Daily Operation ON OFF
AlTiB Type (%Ti/%B) 5/1 5/0.2
5 AlTiB Wire Injector
AlTiB Rate (kg/Ton) 2 2 - 2.3 trial AA1100 approx. 3kg/T
Launder length
6 CFF (metres) 3 6
from point 4 to 7
7 Head Box T metal (°C) <695 682 - 710
Avg. Grain Size (micron) 140-150 180 for AA1100 trial : avg. 160
Avg. CLS A-B D for AA1100 trial : avg. D
we have unstable final che
8 Cast Strip Avg. Chemical Comp. of 0.15-0.2 0.7-0.9
composition, %ingot-scrap
AA1235 /0.45/ /0.4-0.5/
apart from the non-existen
(%Si/%Fe/%Ti) 0.2-0.23 0.2-0.25
homogenizer
Referensi

1. Dordevic, Dani; Buchtova, Hana; Jancikova, Simona; Macharackova, Blanka;


Jarosova, Monika; Vitez, Tomas; Kushkevych, Ivan (2019). Aluminum contamination
of food during culinary preparation: Case study with aluminum foil and consumers’
preferences. Food Science & Nutrition, 7(10), 3349–3360.
2. C–H. Ng1, S. N. M. Yahaya1 and A. A. A. Majid2. Reviews on aluminum alloy
series and its applications. Academia Journal of Scientific Research 5(12): 708-716,
December 2017. ISSN 2315-7712.
3. Alloying: Understanding the Basics J.R. Davis, p351-416.
4. ASM Handbook Volume 2 Properties and Selection: Non-Ferrous Alloys and
Special Purpose Material.
5. Linhui ZHANG, Xiaoshu KANG, Binnian ZHONG*. Effects of Si Content on
Microstructure and Mechanical Properties of 8079 Aluminum Alloy. Viser
Technology Pte. Ltd. Research and Application of Materials Science.
6. https://www.makeitfrom.com/compare/1100-Al99.0Cu-A91100-Aluminum/1235-
Al99.35-A91235-Aluminum
7. Jinxian Huang, Jianguo Li, Cong Li, Chunfa Huang, Bernd Friedrich. Elimination
of edge cracks and centerline segregation of twin-roll cast aluminum strip by
ultrasonic melt treatment.j mater res technol. 2020;xxx(xx):xxx–xxx
8. Jian Zeng, Roger Koitzsch, Herbert Pfeifer, Bernd Friedrich. Numerical simulation
of the twin-roll casting process of magnesium alloy strip. Journal of materials
processing technology 209 (2009) 2321–2328.
9. Paulino José García Nieto, Victor Manuel González Suárez, Juan Carlos Álvarez
Antón, Ricardo Mayo Bayón, José Ángel Sirgo Blanco, Ana María Díaz Fernández
(2015). A New Predictive Model of Centerline Segregation in Continuous Cast Steel
Slabs by Using Multivariate Adaptive Regression Splines Approach. Materials 2015,
8, 3562-3583.
10. Iljoon Jin, Larry R. Morris, J. D. Hunt (1982). Centerline Segregation in Twin-
Roll-Cast Aluminum Alloy Slab. JOM, 34(6), 70–75.
11. Ozgul Keles; Murat Dundar (2007). Aluminum foil: Its typical quality problems
and their causes. , 186(1-3), 125–137. doi:10.1016/j.jmatprotec.2006.12.027

Anda mungkin juga menyukai