Anda di halaman 1dari 16

KESENJANGAN ANTARA KONDISI PENDIDIK, PENGELOLAAN SERTA SARANA

DAN PRASARANA PADA SMKN YANG ADA DI KOTA BATU JAWA TIMUR
DENGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN NO 4 TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
Muhammad Zulfikar (210121600506)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


2023
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“Kesenjangan antara Kondisi Pendidik, Pengelolaan serta Sarana dan Prasarana pada SMKN
yang ada di Kota Batu Jawa Timur dengan Standar Nasional Pendidikan No 4 Tahun 2022”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Susilaningsih, M. Pd., dan Dr. Muhibuddin Fadhli, M. Pd., selaku Dosen Mata
Kuliah Metodologi Riset dan Pengembangan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan
proposal penelitian.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian yang disusun ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik serta saran diharapkan guna perbaikan dimasa mendatang dan semoga
proposal penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita, khususnya bagi
pembaca. Aamiin.

Malang, 06 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA 3
2.1 Pendidik 4
2.2 Pengelolaan Sekolah 5
2.3 Sarana dan Prasarana.................................................................................6
2.4 Standar Nasional Pendidikan.....................................................................8
BAB III METODE PENELITIAN 9
3.1 Rancangan Penelitian 9
3.2 Data Penelitian 9
3.3 Analisis Data Penelitian 10
DAFTAR PUSTAKA 13

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pendidikan dalam konteks pembangunan nasional pada hakekatnya,
memiliki fungsi sebagai: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan, dan (3)
pengembangan potensi diri (Hutahuruk, 2021). Dengan fungsi ini, pendidikan diharapkan
dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memberi kesempatan yang sama kepada setiap warga negara untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dan memungkinkan untuk mengembangkan potensi
dirinya secara optimal.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah secara proaktif. Untuk mewujudkan visi ini,
pemerintah menetapkan salah satu misinya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang
memiliki daya saing di tingkat nasional, regional dan internasional. Dalam usaha
peningkatan mutu tersebut, pemerintah menyusun Standar Nasional Pendidikan (SNP)
yang merupakan standar minimal bagi penyelenggaraan pendidikan secara nasional.
Standar ini mengikat untuk setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan serta berlaku secara
nasional (Tujuan et al., 2014).
PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 4 Tahun 2022 menyebutkan bahwa SNP pada
Sekolah Menengah Kejuruan adalah difokuskan pada:
1. Persiapan Peserta Didik menjadi anggota masyarakat yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia;
2. Penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; dan
3. Keterampilan untuk meningkatkan kompetensi Peserta Didik agar dapat hidup
mandiri dan mengikuti Pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Tujuan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 4 Tahun 2022 tentang SNP adalah untuk
menjamin mutu pendidikan nasional guna mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. . Mengingat PP tersebut relatif
baru diterbitkan, informasi yang selama ini tersedia, misalnya dalam Indonesia
Educational Statistics in Brief 2004/2005, belum meliputi parameter dalam standar
nasional pendidikan. Dengan demikian, penelitian mengenai.1 pendidik, pengelolaan, dan
sarana serta prasarana yang dikaitkan dengan hasil belajar siswa diperlukan untuk
mengetahui kondisi pendidik, pengelolaan, dan sarana serta prasarana Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri, yang didasarkan pada parameter dalam SNP, untuk mengidentifikasi
kesenjangan dengan standar tersebut. Di samping itu, kajian mengenai kontribusi
pendidik, pengelolaan, dan sarana serta prasarana sekolah terhadap hasil belajar
diperlukan untuk memastikan bahwa peningkatan pada ketiga komponen tersebut akan
meningkatkan mutu pendidikan. Dalam hal lain, hasil kajian mengenai kontribusi
pendidik, pengelolaan, dan sarana serta prasarana sekolah terhadap basil belajar juga
dapat digunakan untuk menetapkan prioritas penanganan bilamana dihadapkan pada
keterbatasan sumber daya untuk peningkatan tiga komponen masukan instrumental
tersebut sekaligus (Bhojaraju et al., 2005). Oleh karena itu, penelitian mengenai pendidik,
pengelolaan, dan sarana serta prasarana yang dikaitkan dengan hasil belajar siswa
diperlukan untuk mengetahui kondisi pendidik, pengelolaan, dan sarana serta prasarana
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, yang didasarkan pada parameter dalam Standar
Nasional Pendidikan, untuk mengidentifikasi kesenjangan dengan standar tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana kondisi pendidik, pengelolaan, sarana dan prasarana, serta hasil belajar
siswa pada SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur berdasarkan parameter
SNP?
1.2.2 Bagaimana kontribusi pendidik, pengelolaan, dan sarana serta prasarana sekolah
terhadap hasil belajar siswa pada SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur?
1.2.3 Bagaimana parameter yang digunakan dalam penentuan Standar Nasional
Pendidikan No. 4 Tahun 2022?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Mengetahui kondisi pendidik, pengelolaan, sarana dan prasarana, serta hasil belajar
siswa pada SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur berdasarkan parameter SNP
1.3.2 Mengetahui kontribusi pendidik, pengelolaan, dan sarana serta prasarana sekolah
terhadap hasil belajar siswa pada SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur?
1.3.3 Mengetahui parameter yang digunakan dalam penentuan Standar Nasional
Pendidikan No. 4 Tahun 2022?

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini untuk melakukan identifikasi kesenjangan antara kondisi pendidik,
pengelolaan, dan sarana serta prasarana Sekolah Menengah Kejuruan yang berada di Kota
Batu Jawa Timur dengan Standar Nasional Pendidikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendidik
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 menyebutkan babwa pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Pendidik pada
jenjang pendidikan menengah kejuruan disebut guru. Guru merupakan salah faktor penentu
yang paling besar terhadap mutu pendidikan. Hasil studi (Bank Dunia, 1989) menunjukkan
bahwa faktor guru menentukan 34% mutu guru untuk negara berkembang dan sebesar 36%
untuk negara maju. Dengan demikian, lebih dari sepertiga variasi mutu pendidikan dapat
dijelaskan oleh variabel guru. Tidak berlebihan bilamana Ronald Brandt (A Noertjahyana et
al., 2005) mengemukakan bahwa hampir semua reformasi di bidang pendidikan seperti
pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru pada akhirnya tergantung
pada guru. Lebih lanjut Banicky dan Foss (Umaedi et al., 2014) menyimpulkan bahwa
mutu guru memiliki dampak yang lebih besar terhadap hasil belajar dibandingkan ukuran
kelas, iklim sekolah, pengelompokan kemampuan siswa, atau lokasi sekolah.
Mutu guru dicirikan oleh penguasaan yang mendalam terhadap materi yang diajarkan,
kemampuan untuk menyajikan dan menyesuaikan materi tersebut dalam kegiatan
pembelajaran, dan keterampilan mengelola kelas sehingga memungkinkan siswa belajar
secara aktif. Belajar aktif merupakan kondisi yang diinginkan dalam paradigma baru
pembelajaran. Peran guru berubah dari dispenser pengetahuan menjadi fasilitator belajar,
seperti yang dinyatakan dalam tabel berikut.

Peran Tradisional Guru Peran Baru Guru

Menyampaikan informasi Membantu siswa memproses informasi

Berkomunikasi dengan individu- Berkomunikasi dengan kelompok siswa


individu
Mengarahkan kegiatan siswa Membimbing kegiatan siswa
Menjelaskan hubungan konseptual Memfasilitasi belajar siswa

Mengarahkan penggunaan buku teks Menggunakan bahan secara fleksibel


dsb.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, mutu guru dicirikan oleh penguasaan


terhadap materi yang diajarkan, kemampuan memfasilitasi pembelajaran, dan
keterampilan mengelola kelas sehingga memungkinkan siswa belajar secara aktif. Supriadi
(Sopian, 2016) menyatakan bahwa guru sebagai seorang profesional paling tidak
memiliki tiga unsur: (1) Pendidikan yang memadai, (2) keahlian dalam bidangnya,
dan (3) kornitmen pada tugasnya.
PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 4 Tahun 2022 mengenai SNP menyebutkan bahwa
pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang
harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar meliputi: (1) Kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, dan (3)
kompetensi sosial. Berdasarkan uraian di atas, variabel pendidik dalam penelitian ini
meliputi indikator kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Ketiga hal tersebut diukur melalui kualifikasi pendidikan, pengalaman mengajar, dan
pendidikan dan pelatihan yang diperoleh dalam jabatan untuk meningkatkan profesionalitas
pendidik.

2.2 Pengelolaan Sekolah


Menurut UU Sisdiknas Tahun 2003, pengelolaan satuan Pendidikan dasar
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS). MBS adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah
atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk
mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan
(kemandirian), yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi,
otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang
berlaku (Umaedi et al., 2014).
Dengan pola MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar
dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi
penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan
rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu,
sekolah juga memiliki kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang
berkepentingan dengan sekolah (Isnaini Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang Jl
Zainal Abidin Fikri No, 2012) Dengan kemandiriannya, maka:
a. Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya. Dengan demikian sekolah
dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
b. Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan
dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada, umumnya, sehingga sekolah akan
berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan
yang telah direncanakan.
d. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah yang lainnya untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upayaupaya inovatif dengan dukungan orang tua
peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.

Sekolah yang mandiri terkait dengan efektivitas sekolah. Ciri sekolah yang efektif adalah
sebagai berikut:
a. Visi dan misi yang jelas dan target mutu yang harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan secara lokal.
b. Sekolah memiliki output yang selalu meningkat setiap tahun.
c. Lingkungan sekolah aman, tertib, dan menyenangkan bagi warga sekolah.
d. Seluruh personil sekolah memiliki visi, misi, dan harapan yang tinggi untuk berprestasi
secara optimal.
e. Sekolah memiliki sistem evaluasi yang berkesinambungan dan komprehensif terhadap
berbagai aspek akademik dan non akademik.

PP Nomor 57 Tahun 2021 mengenai SNP berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, Kabupaten/Kota, Provinsi,
atau Nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Dengan
demikian, berdasarkan uraian diatas, pengelolaan sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan yang mencerminkan penerapan peningkatan mutu MBS yang berkaitan
dengan pengelolaan: (1) Sumber daya manusia sekolah; (2) proses belajar mengajar; (3)
pelayanan siswa; (4) pengelolaan sarana dan prasarana; (5) pengelolaan keuangan; (6)
peningkatan secara berkelanjutan; dan (7) pembinaan hubungan antara sekolah dan
masyarakat.

2.3 Sarana dan Prasarana


Schneider (Arafah, 2017) menghasilkan temuan pengaruh beberapa aspek sarana dan
prasarana sekolah terhadap capaian akademik beserta konsistensinya dalam sejumlah
penelitian mengenai pengaruh tersebut.
a. Udara Bersih
Secara konsisten, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa konfigurasi spasial lingkungan
sekolah dan kelas mempengarui mutu pembelajaran. Konfigurasi tersebut meliputi udara
yang bersih, pencahayaan yang baik, tidak bising, nyaman dan aman. Penelitianpenelitian
menunjukkan bahwa udara yang tidak bersih berkaitan dengan sering sakitnya guru atau
siswa, dan pada gilirannya berkaitan dengan kinerja yang tidak optimal.
b. Pencahayaan
Meskipun sudah jelas bahwa kegiatan belajar dalam ruangan kelas memerlukan pencahayaan
yang cukup, hasil-hasil penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa cahaya siang hari
(daylight) merupakan pencahayaan paling baik untuk kegiatan belajar. Penelitian mengenai
penggunaan lampu dengan spektrum penuh, untuk menggantikan cahaya siang hari, dinilai
tidak menghasilkan temuan yang meyakinkan. Dengan demikian, sejauh ini cahaya siang hari
yang mencukupi merupakan pencahayaan terbaik untuk kegiatan belajar. Hal ini juga
mengakibatkan bahwa, dari segi pencahayaan, waktu belajar terbaik adalah pada siang hari.
c. Akustik
Penelitian-penelitian mengenai akustik pada ruang kelas menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan berpengaruh terhadap hasil belajar. Standar kebisingan yang disepakati dan telah
disahkan di Amerika Serikat adalah bahwa kebisingan maksimum sebesar 35 desibel dan
gaung (reverberation) sebesar 0,6 sampai 0,7 detik pada ruangan kosong. Pada level proses
hal ini dapat diimplementasikan dalam penentuan lokasi sekolah yang berjauhan dari sumber
kebisingan.
d. Usia, Mutu, dan Estetika Gedung Sekolah
Sejauh ini penelitian mengenai pengaruh langsung dari variabel usia, mutu, dan estetika
bangunan sekolah terhadap hasil belajar belum menghasilkan temuan yang jelas. Beberapa
penelitian mengenai hal ini juga memperlihatkan kelemahannya. Dengan demikian, hasil-
hasil penelitian mengenai pengaruh langsung dari variabel usia, mutu, dan estetika bangunan
sekolah terhadap hasil belajar belum dapat dijadikan dasar untuk penentuan standar.
e. Ukuran Sekolah
Ukuran sekolah (school-size) ialah banyaknya siswa dalam satu sekolah. Ukuran sekolah
yang kecil berkaitan dengan prestasi belajar siswa yang tinggi. Sekolah tersebut dapat
menampung sekitar 60-75 siswa untuk TK, 200-400 siswa untuk SD, 400-600 siswa untuk
SMP, dan 600-800 siswa untuk SMA. Ukuran sekolah yang kecil lebih memungkinkan siswa
berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan latihan kepemimpinan. Selain itu, kepuasan
siswa dan partisipasi pada organisasi sosial berkaitan dengan ukuran sekolah yang kecil.
Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negative antara kemampuan
matematika dan bahasa dengan ukuran sekolah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
penelitian-penelitian menunjukkan konsensus yang definitif mengenai pengaruh positif
ukuran sekolah. Pengaruh positif tersebut terutama paling kuat pada siswa-siswa dari
kelompok sosial-ekonorni rendah.

f. Ukuran Kelas
Ukuran kelas adalah banyaknya siswa dalam suatu ruangan kelas, bukan rasio guru terhadap
siswa. Berbeda dengan ukuran sekolah, penelitian-penelitian mengenai ukuran kelas
menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara ukuran kelas dengan kinerja atau hasil
belajar. Pada kenyataannya, hasil penelitian (Balitbang Depdiknas, 2004) mengungkapkan
bahwa ukuran kelas rata-rata secara nasional baru 26 siswa. Dengan demikian, ukuran kelas
kecil mungkin dilaksanakan tanpa meningkatan jumlah kelas atau jumlah sekolah. Standar
sarana dan prasarana adalah SNP yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekoologi informasi dan
komunikasi. Ketersediaan atau keberadaan dan kualitas fasilitas sekolah tersebut merupakan
ukuran mutu sarana dan prasarana sekolah.

2.4 Standar Nasional Pendidikan


Standar Nasional Pendidikan (SNP) di Indonesia telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan merupakan kunci untuk
mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Cakupan SNP terdiri dari 8 (delapan) standar, yaitu: (i) standar
kompetensi lulusan; (ii) standar isi; (iii) standar proses; (iv) standar penilaian
pendidikan; (v) standar tenaga kependidikan; (vi) standar sarana dan prasarana; (vii)
standar pengelolaan; dan (viii) standar pembiayaan (Kemendikbud, 2023).
Demi berlangsungnya proses pembelajaran, setiap instansi pendidikan perlu memiliki
sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang
berkelanjutan, teratur, dan juga nyaman. Dalam standar ini, diatur mengenai sarana dan
prasarana yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sarana pendidikan yang
wajib dimiliki meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku atau
sumber belajar lainnya, perlengkapan habis pakai, dan perlengkapan lainnya yang
dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran. Prasarana pendidikan yang wajib
dimiliki meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang TU,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, kantin, tempat olahraga, tempat ibadah, dan
ruangan lain yang diperlukan untuk kelancaran proses pembelajaran.
Standar pengelolaan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu standar pengelolaan oleh satuan
pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah daerah, dan standar pengelolaan oleh
pemerintah. Hal-hal yang berkaitan dengan standar pengelolaan ini diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan
untuk menghasilkan data deskriptif baik berupa tulisan maupun lisan serta perilaku dari
subyek yang diamati. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus tipe multi
situs. (Creswell & Creswell, 2018) menjelaskan bahwa studi kasus yaitu salah satu bentuk
rancangan penelitian kualitatif yang fokusnya pada penilaian terhadap suatu peristiwa di
lapangan/response to an incident yang meliputi aspek the problem (permasalahan), the
context (konteks), the issues (isu), and the lesson learned (kesimpulan). Penelitian ini
dilakukan secara intensif dalam mendetail dan komprehensif terhadap subjek penelitian guna
menjawab permasalahan yang diteliti, yakni Kesenjangan antara Kondisi Pendidik,
Pengelolaan, serta Sarana dan Prasarana pada SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur
dengan Standar Nasional Pendidikan No. 4 Tahun 2022.

3.2 DATA PENELITIAN


Data penelitian yang peneliti peroleh berupa place, person, & paper.
1. Person, yaitu sumber data berupa orang yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan
melalui wawancara. Dalam penelitian ini personnya adalah kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, staff kurikulum, dan guru di SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur.
2. Place, yaitu sumber data berupa tempat atau sumber data yang menyajikan tampilan
berupa keadaan diam dan bergerak, meliputi fasilitas gedung, kondisi lokasi, kegiatan
belajar mengajar, kinerja aktifitas dan sebagainya di SMKN yang ada di Kota Batu Jawa
Timur.
3. Paper, yaitu data berupa simbol atau sumber data yang menyajikan tanda berupa huruf,
angka, gambar, simbol-simbol dan lain-lain. Dalam penelitian ini papernya adalah berupa
benda-benda tertulis seperti buku-buku arsip, catatan- catatan, dokumen, artefak di SMKN
yang ada di Kota Batu Jawa Timur.
Ketiga data tersebut peneliti peroleh dari 4 teknik pengumpulan data, yakni:
1. Open-ended Questionnaire
Menurut (Livesey et al., 2012) dalam mengajukan pertanyaan dengan metode
survei, penulis dapat menggunakan model pertanyaan terbuka (open-ended questionnaire)
yaitu pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh partisipan. Tujuan dari pengumpulan
data melalui metode pertanyaan terbuka ini adalah untuk memberikan partisipan
kebebasan dalam menjawab dan juga peluang untuk memberikan jawaban yang
mendalam, serta memungkinkan munculnya jawaban yang tidak diperkirakan sebelumnya
oleh peneliti terhadap topik yang dibahas yakni mengenai kesenjangan antara kondisi
pendidik, pengelolaan, serta sarana, dan prasarana di SMKN yang ada di Kota Batu Jawa
Timur.
Open-ended questionnaire dipilih sebagai salah satu alat pengumpul data awal karena
mempunyai banyak keuntungan, antara lain (a) Partisipan mempunyai kebebasan dalam
memberikan jawaban pada setiap item yang ditanyakan berdasarkan nilai-nilai personal
dan pengalaman partisipan, (b) respon-respon terhadap item mencerminkan ekspresi dan
opini dari partisipan penelitian, (c) penulis dapat mengidentifikasi dan mengeksporasi
aspek-aspek yang ditemukan dalam topik penelitian ini secara lebih luas dan mendalam
(Mujamiasih et al., 2013).
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan dua pihak
yaitu “pewancara” (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan “yang diwawancarai”
(interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Di dalam wawancara jenis
pertanyaan dapat berkaitan dengan pengalaman dan perilaku maupun perasaan, yaitu
pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang telah dibuat dan telah diperbuat seseorang,
serta pertanyaan yang ditujukan untuk memahami responden emosional seseorang.
3. Observasi
Untuk memperoleh data melalui observasi partisipasi ini peneliti terjun langsung
mengikuti beberapa kegiatan yang dilakukan di SMKN yang ada di Kota Batu Jawa
Timur. Mulai dari kegiatan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan
dengan kesenjangan, sarana prasarana, dan pengelolaan sekolah dengan pendekatan
saintifik sehingga dari hasil pengamatan dapat dimaknai dan diinterpretasikan lebih lanjut
berdasarkan permasalahan yang diangkat oleh peneliti.
4. Dokumentasi
Dalam mengumpulkan data melalui metode dokumentasi ini peneliti menggunakan
data-data yang relevan untuk menjawab fokus penelitian yang ditetapkan, misalnya
sejarah berdirinya SMKN-SMKN yang ada di Kota Batu Jawa Timur, kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas, dan sarana prasarana yang ada di
sekolah-sekolah tersebut dengan pendekatan saintifik.

3.3 ANALISIS DATA PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan dengan
menggunakan analisis situs tunggal. Dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah
terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, guna meningkatkan
pemahaman penelitian tentang persoalan yang sedang diteliti di masing-masing
lapangan. Data yang diperoleh dari situs tunggal pertama yaitu SMKN 1 Batu dan
SMKN 2 Batu, akan dianalisa secara induktif konseptual sebagai langkah menemukan
proposisi, selanjutnya menyusun teori substantif, kemudian masuk pada proses analisis
data pada kedua yaitu data yang diperoleh dari SMKN 3 Batu. Terkait dengan
kebutuhan analisis data penelitian digunakan teknik analisis data yang dipopulerkan oleh
Creswell. Penggunaan Model Creswell dalam melakukan teknik analisis data seperti
pada gambar berikut:

Gambar 3.1 Teknik Analisis Data Creswell (2013)

Langkah analisa data tersebut merupakan ilustrasi pendekatan linier dan hirarkis yang
dibangun dari bawah keatas, dalam praktinya pendekatan ini lebih interaktif. Beragam tahap
hubungan saling berhubungan dan tidak selalu sesuai dengan susunan yang telah disajikan,
pendekatan diatas dapat dijabarkan dalam langkah-langkah analisis sebagai berikut:
Langkah 1: Mengelola dan mempersiapkan data untuk dianalisa, yang biasanya
berupa transkripsi wawancara, menscanning, materi, menguak data lapangan atau memilah-
milah dan menyusun data tersebut kedalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber
informasi. Dalam penelitian ini peneliti membedakan informasi atau data yang diperoleh
bedasarkan hasil pertanyaan terbuka, observasi, dokumentasi dan wawancara yang terdiri
dari tiga kategori partispian yaitu kondisi pendidik, pengelolaan sekolah oleh staff sekolah,
dan sarana prasarana sekolah yang dituju.
Langkah 2: Membaca keseluruhan data, jika langkah pertama merupakan general
sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan makna secara keseluruhan tentang
gagasan umum apa yang terkandung dalam perkataan pastisipan, bagaimana nada gagasan-
gagasan tersebut, bagaimana kesan dari kedalaman, kredibilitas, dan penuturan informasi.
Pada tahap ini peneliti menulis catatan-catatan khusus tentang tema yang sedang diteliti atau
gagasan umum tentang data yang diperoleh.
Langkah 3: Menganalisis lebih detail dengan mencoding data merupakan proses
mengelolah informasi atau materi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya
atau menganalisanya. Tahapan ini melibatkan beberapa proses yaitu: (1) mengambil data
yang telah diperoleh, (2) mensegmentasi kalimat-kalimat atau gambar kedalam kategori-
kategori sesuai indikator penelitian, (3) memberi label dengan istilah khusus untuk
memudahkan peneliti dalam menganalisa. Dalam hal ini peneliti dapat mengcoding data
berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
Langkah 4: Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang,
kategori dan tema yang akan dianalisis, deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian
informasi secara detail mengenai orang, lokasi atau peristiwa dalam setting tertentu. Proses
coding yang telah dilakukan dapat menjadikakan ke sejumlah tema-tema kecil atau kategori,
tema-tema, inilah yang biasanya menjadi hasil utama dalam penelitian kualitatif.
Langkah 5: Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan
kembali dalam narasi atau laporan kualitatif, hal ini dapat dilakukan dengan menarasikan
dalam menyampaikan temuan dalam hasil analisis, yaitu seperti pembahasan kronologi
peristiwa, atau memberikan informasi deskriptif tentang partisipan dalam sebuah tabel.
Langkah 6: Langkah terakhir dalam analisa data adalah menginterpretasi atau
memaknai data, interpretasi dapat dilakukan dengan memberikan makna yang berasal dari
perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari literatur atau teori.
Interpretasi penelitian kualitatif dapat berupa banyak hal, dapat diadaptasikan untuk jenis
rancangan yang berbeda dan dapat bersifat pribadi, berbasis penelitian dan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

A Noertjahyana, S Rostianingsih, & A Handojo. (2005). Pentingnya Penerapan Database.


Jurnal Informatika, 1–10. cpanel.petra.ac.id

Arafah, K. (2017). Pengaruh Sarana Prasarana Akademik, Kualitas Mengajar Dosen,


Atmosfer Akademik, Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa.
PARAMETER: Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 29(2), 167–184.
https://doi.org/10.21009/parameter.292.05

Bhojaraju, G., Thamaria, N., & Al, U. et. (2005). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢


者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Journal of Chemical
Information and Modeling, 12 Suppl 1(9), 1–29.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/810049%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/
anie.197505391%0Ahttp://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
B9780857090409500205%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
21918515%0Ahttp://www.cabi.org/cabebooks/ebook/20083217094

Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2018). Mixed Methods Procedures. In Research Defign:
Qualitative, Quantitative, and Mixed M ethods Approaches.

Hutahuruk, Y. (2021). Pendahuluan. Profil Kesehatan Kab.Semarang, 41, 1–9.

Isnaini Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang Jl Zainal Abidin Fikri No, M.
(2012). Pola Dan Strategi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Menghadapi
Persaingan Mutu. XVII(01), 83–96.

Livesey, L., Morrison, I., Clift, S., & Camic, P. (2012). Benefits of choral singing for social
and mental wellbeing: qualitative findings from a cross‐national survey of choir
members. Journal of Public Mental Health, 11(1), 10–26.
https://doi.org/10.1108/17465721211207275

Mujamiasih, M., Prihastuty, R., & Hariyadi, S. (2013). Subjective well-being (SWB): Studi
indigenous karyawan bersuku Jawa. Journal of Social and Industrial Psychology, 2(2),
36–42.

Sopian, A. (2016). Tugas, Peran, Dan Fungsi Guru Dalam Pendidikan. Raudhah Proud To Be
Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 1(1), 88–97.
https://doi.org/10.48094/raudhah.v1i1.10

Tujuan, D. A. N., Kementerian, M., Nasional, P., Kamil, I., & Paripurna, I. (2014).
Menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif. 25–33.

Umaedi, M., Hadiyanto, M., & Siswantari, I. (2014). Landasan Filosofis Manajemen Berbasis
Sekolah. Universitas Terbuka, 1–34.
https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/IDIK4012-M1.pdf

Anda mungkin juga menyukai