Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dandi Dwi Pamungkas

Nim. : C. 0105.19.003

Promosi kesehatan.

Metode Pembelajaran

Joni menjelaskan bahwa “Metode adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan

siswa”.Selainitu, metode juga bisa dipahami sebagai cara kerja yang teratur dan bersistem untuk

dapat melaksanakan suatu kegiatan dengan mudah dan sistematis.

Metode pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk

menyamapaikan pesan kesehatan kepeada masyarakat, kelompok Atau individu. Di bawah ini akan

di uraikan beberapa metode pendidikan individual, kelompok dan massa.

a.        Metode pendidikan individual atau perorangan

Dalam pendidikan kesehatan, metode kesehatan yang bersifat invidual ini digunakan untuk

membina perikalu baru, atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku

atau inovasi. Misalnya, seorang ibu yang baru saja menjadi aseptor atau ibu hamil yang sedang

tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saja memperoleh atau mendengarkan penyuluhan

kesehatan.

b.      Metode pendidikan kelompok

Dalam memilih metoe pendidikan kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran

serta tingkat pendidikan formal pada sasaran.

1.                  Kelompok besar


Yang dimaksud kelompom besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 20orang.

Metode yang baik untuk kelompok besar itu, antara lain: Ceramah, Seminar

2.                  Kelompok kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang    dari 20 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-

metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain: Diskusi kelompok, Role play, Permainan

simulasi

3.                  Metode pendidikan masa

Metode pendidikan atau massa untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan

kepada masyarakat yang sifatnya masaa atau publik, maka cara yang paling tepat adalah

pendekatan massa. Contoh metode pendidikan massa adalah: Ceramah umum, Pidato dan diskusi,

Simulasi, Sinetron, Tulisan di majalah atau koran.

                        Media pendidikan

Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk

promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar

komunikasi dan penyebar-luasan informasi.

Kegunaan : Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis

dengan photo dan sebagainya.

Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang

harus diperhatikan, yaitu :

• Alat peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran


• Ide atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran alat peraga yang

digunakan secara baik memberikan keuntungan-keuntungan :

• Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir. Dengan contoh yang telah

disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa salah tafsir atau salah pengertian tentang bentuk

plengsengan dapat dihindari. 

• Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap.

• Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang mengesankan.

• Dapat menarik serta memusatkan perhatian.

• Dapat memberi dorongan yang kuat untuk melakukan apa yang dianjurkan.

2.4.2          Macam macam media

1.            Media Cetak

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan pesan kesehatan sangat bervariasi, anatara

lain:

a. Booklet

b. Leaflet

c. Flyer

d. Flip chart

e. Rubrik 

f. Poster
2.              Media elektronik

Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan pesan atau informasi informasi

kesehatan dan jenisnya berbeda beda, antara lain:

a. Televisi

b. Radio

c. Video

d. Slide

e. Film strip

3.            Media Papan

Papan yang dipasang di tempat tempat umum dapat di pakai dan diisi dengan pesan pesan atau

informasi informasi kesehatan.

2.5            Implementasi pendidikan kesehatan klien

Perawat perlu fleksibel dalam mengimplementasikan berbagai rencana pengajaran karena

perencanaan mungkin membutuhkan perbaikan. Mengimplementasi rencana mengajar memerlukan

keterampilan personal seperti teknik komunikasi. Perawat dapat memfasilitasi proses belajar klien

melalui pendekatan yang ramah dan hangat. Penampilan sikap perawat memiliki efek yang besar

dibandingkan dengan faktor yang lain. Dibawah ini adalah petunjuk yang dapat membantu perawat

ketika mengimplemensikan rencana Pengajaran.


1. Waktu yang optimal untuk masing-masing sesi bergantung pada klien yang belajar. Sebagian klien

Memilih Waktu terbaik untuk belajar pada pagi hari, sebagian harinya untuk sore hari. Jika

memungkinkan tanyakan pada klien untuk membantu memilih waktu yang terbaik.

2. Kecepatan dalam setiap sesi juga mempengaruhi belajar. Perawat hendaknya sensitif terhadap

berbagai tanda bahwa langkah-langkah mengajar terlalu lambat atau cepat. Jika kalian nampak

bingung atau tidak memahami materi ketika ditanya mungkin hal itu karena perawat mengajar

terlalu cepat. Jika klien tampak bosan dan kehilangan perhatian, kecepatan, atau langkah-langkah

mungkin terlalu lambat atau periode waktu belajar terlalu lama sehingga klien merasa lelah.

3. Keadaan lingkungan dapat menurunkan atau membantu belajar. Lingkungan yang bising akan

mengurangi konsentrasi sedangkan lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan belajar.

4. Alat bantu belajar dapat membantu perkembangan belajar dan mampu Memfokuskan perhatian

klien.

5. Jika menemukan sendiri isi atau substansi klien akan belajar lebih efektif.

6. Melakukan pengulangan Materi dari yang tidak diketahui ke yang diketahui dan hubungan dilihat

secara logis.

7. Menggunakan bahasa orang awam yang dapat meningkatkan komunikasi.

2.6            Evaluasi pendidikan kesehatan klien

2.6.1                Evaluasi Aspek Psikomotor Klien

            Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan akhir perubahan perilaku(Nursalam

& Efendi, 2007). Bloom (1909) membagi perilaku ke dalam tiga domain kognitif, domain sikap dan
domain psikomotor. Kognitif adalah merupakan hasil tahu dan penginderaan seseorang terhadap

suatu objek.  Domain sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus. Sedangkan domain psikomotor adalah respons yang terlihat secara langsung oleh

orang lain atau biasa disebut dengan praktik.

            Domain psikomotor memiliki empat tingkatan yaitu persepsi, respons terpimpin, mekanisme,

dan adaptasi. Pada tahap persepsi, kita mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan

tindakan yang akan diambil. Selanjutnya adalah respon terpimpin adalah melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Ketiga dalah mekanisme yaitu apabila seseorang

melakukan dengan benar secara otomatis atau menajdi sebuah kebiasaan. Terakhir yang paling

tinggi adalah adopsi yaitu praktik yang sudah berkembang dengan baik.  (Efendi & Makhfudli, 2009)

            Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan media peraga. Teknik dan

media ini memudahkan narasumber untuk menyampaikan pesannya. Teknik harus dipilih

berdasarkan pengunjung yang hadir dan tujuan yang ingin dicapai. Setelah teknik yang dipilih

sesuai, maka ditentukan media dan alat peraga yang akan dipergunakan dalam pendidikan

kesehatan. Media dapat berbentuk elektronik, cetak atau media lainnya, hal ini ditentukan oleh

banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan dan sumber daya pendukung.

              Setelah dilakukakn pendidikan kesehatan, narasumber akan mengevaluasi beberapa aspek

yaitu evaluasi belajar klien, evaluasi aspek psikomotor dan evaluasi mengajar intervensi

keperawatan. Tujuannya adalah mengevaluasi pencapaian tujuan pendidikan yang telah

diberikan.  Namun, pada kesempatan kali ini saya akan berfokus kepada evaluasi aspek psikomotor

klien.

            Evaluasi aspek psikomotor dapat dilakukan dengan mengobservasi bagaimana klien melakukan

suatu prosedur di rumah. Evaluasi ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan evaluasi kognitif dan

biasanya hanya ditentukan dengan skala sikap. Dari hasil observasi ini, kita bisa mengetahui apakah
perlu dilakukan modifikasi pendidikan kiranya tujuan tidak tercapai, atau kiranya sudah tercapai

adakah yang mesti dikembangkan.

            Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat dievaluasi dari berbagai aspek yaitu, input, proses,

output, outcomes dan impact serta komponen pertanyaan sepertiwhat, where, when, why, dan  how.

Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai bahan rencana tindak lanjut bagi

narasumber terhadap penerima. Rencana tindak lanjut ini dapat meningkatkan pengetahuan

penerima materi dan mencapai aspek domain psikomotor paling tinggi yaitu aspek adopsi.

2.6.2                Evaluasi Belajar Klien

                        Tahapan asuhan keperawatan yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk

mengukur keberhasilan intervensi yang dilakukan serta menilai apakah dibutuhkan intervensi

lain(Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010). Evaluasi dapat sesuai dengan macam-macam klien, yaitu:

a.                                    Evaluasi individu

Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-macam

bergantung pada kasusnya. dikutip dari buku Barbara K. Redman (2004) dalam bukunya  Advances in

Patience Education  ada lima tolak ukur yang bisa dinilai secara umum  (Redmen, 2004)  , yaitu:

1.                                    Self-Efficacy

Self-efficacyadalah kepercayaan seorang individu mengenai kemampuannya untuk

melaksanakan atau menjalankan sesuatu. Biasanya, hal ini spesifik terhadap suatu kasus atau

perilaku. Untuk itu, tolak ukur ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi tertentu. Contohnya

adalahChildbirth Self-Efficacy Scale  (Lowe, 1993, dalam, Redmen, 2004) serta  Sickle cell Self-Efficacy

Scale  (Edwards, Telfair, Cecil & Lenoci, 2000, dalam, Redmen 2004).

2.  Kebutuhan mengetahui sebuah informasi


Kebutuhan untuk mengetahui sebuah informasi biasanya tinggi akan permintaan terhadap klien-

klien dengan level depresi atau kecemasan yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dari klien yang

memiliki diabetes, rheumatoid arthritis, kanker, asma, osteoporosis, schizophrenia dan beberapa

penyakit lainnya, ternyata kebutuhan informasi sangat diinginkan oleh pasien kanker. Kebutuhan

akan informasi ini juga berkurang setelah masa penyakit membaik.

3.      Kepercayaan

Kepercayaan klien terhadap suatu kondisi dapat mempengaruhi proses asuhan keperawatan.

Contohnya adalah  The Menopause Representations Questinnaireyang mengukur pengetahuan

individu mengenai identitas, konsekuensi, dan persepsi mengenai kontrol dan penyembuhan, hal ini

bisa mempengaruhi asuhan keperawatan. Kepercayaan yang tidak benar akan suatu kondisi kelien

bisa jadi mempengaruhi proses penyembuhan klien.

4.      Manajemen diri

Contoh pengukuran tolak ukur manajemen diri ini adalahHeart Failure Questionnaireyang menilai

bagaimana perilaku seseorang dengan penyakit jantung dan apa yang mereka lakukan saat

gejalanya datang. Hasilnya adalah orang yang lebih berpengalaman pada kesehariannya mencoba

untuk mengurangi konsumsi sodium. Hal ini adalah contoh penilaian manajemen diri yang baik.

b.            Evaluasi komunitas

Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat

membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas maupun perawat, mengukur
keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai. Perawat memiliki tanggung jawab sepenuhnya

terhadap hasil ini, namun, dengan berkolaborasi dengan anggota komunitas serta tenaga kesehatan

lain, akan membuat hasil evaluasi yang lebih valid  (Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010).

Rencana asuhan keperawatan yang melibatkan diagnosis keperawatan, ekspektasi hasil, dan

intervensi, membutuhkan data menganai bagaimana komunitas tersebut merespon terhadap

rencana asuhan keperawatan yang dibuat. Hasil dari respon tersebut dibandingkan antara sebelum

dan sesudah intervensi. Perbandingan ini akan memberikan gambaran mengenai seberapa efektif

rencana asuhan keperawatan tersebut  (Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010)

Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat perubahan

diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan membutuhkan evaluasi dengan

interval yang singkat, sementara perubahan perilaku komunitas akan berjalan perlahan dan

membutuhkan metode evaluasi jangka panjang. Interval evaluasi berbeda-beda tergantung apakah

objektifnya jangka pendek atau jangka panjang(Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010).

Anda mungkin juga menyukai