Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Penyuluhan
a. Pengertian
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan penyuluhan yang dilakukan
dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan
bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan (Ali, 2010 )
Proses penyuluhan tidak dilaksanakan begitu saja tetapi harus
dengan perencanaan yang adekuat. Menggunakan perangkat dan
teknik yang baik agar proses dapat berjalan.

b. Metode Penyuluhan
Menurut Van Deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005),
metode yang dipilih oleh seorang agen penyuluhan sangat tergantung
pada tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran
yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada 3 (tiga)
yaitu:
1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini
sangat efektif karena sasaran dapat langsung memecahkan
masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh.
Kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin
dicapai kurang efektif, karena terbatasnya jangkauan penyuluh
untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu,
selain itu juga membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan
membutuhkan waktu yang lama.
2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok.
Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan
untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja

5
6

sama. Salah satu cara efektif dalam metode pendekatan


kelompok adalah dengan metode ceramah. Dalam pendekatan
kelompok banyak manfaat yang dapat diambil seperti transfer
informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan interaksi kelompok
yang memberi kesempatan bertukar pengalaman. Namun pada
metode ini terdapat kesulitan dalam mengkoordinir sasaran
karena faktor geografis dan aktifitas.
3) Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang
banyak. Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini
cukup baik, tapi terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran
dan keingintahuan saja. Metode pendekatan massa dapat
mempercepat proses perubahan tapi, jarang bisa mewujudkan
perubahan perilaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2007) mengenai
pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan
dan sikap dokter kecil dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) di Kecamatan Helvetia
menyimpulkan bahwa metode ceramah dengan leaflet maupun
ceramah dengan film berpengaruh secara signifikan terhadap
peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil. Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti, dkk (2005)
tentang promosi kesehatan jiwa melalui metode ceramah dengan
role-play pada keluarga penderita skizofrenia dan tokoh
masyarakat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terbukti bahwa
promosi kesehatan dengan metode ceramah berpengaruh
terhadap peningkatan pengetahuan.
Berdasarkan uraian diatas, untuk melakukan penyuluhan
keamanan makanan jajanan peneliti memilih metode pendekatan
kelompok dengan cara ceramah. Melalui peran aktif sasaran
penyuluhan dengan memberikan umpan balik terhadap penyuluh
serta adanya saling tukar informasi dan pengalaman antar
sesama peserta penyuluhan diharapkan terjadi proses perubahan
perilaku kearah yang sesuai dengan pesan-pesan kesehatan yang
disampaikan.
7

c. Media Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari
media karena melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk
dipahami. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas
informasi, dan mempermudah pengertian. Media promosi kesehatan
pada hakikatnya adalah alat bantu promosi kesehatan. Dengan
demikian, sasaran dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan
mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang
disampaikan.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan
kesehatan, media dibagi menjadi 3 (tiga) (Notoatmodjo, 2003) yakni:
1) Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan yaitu:
a) Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan
kesehatan dalam bentuk lembar balik, dimana tiap lembar
berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi informasi yang
berkaitan dengan gambar tersebut.
b) Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik
tulisan maupun gambar.
c) Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar
atau simbol untuk menyampaikan pesan/ informasi kesehatan.
d) Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk
kalimat, gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang
dilipat.
e) Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
f) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai
bahasan suatu masalah kesehatan.
g) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan memiliki jenis yang berbeda, antara lain:
a) Televisi: penyampaian informasi kesehatan dapat dalam
bentuk sandiwara, diskusi, kuis, cerdas cermat seputar
masalah kesehatan.
8

b) Radio: penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk


tanya jawab, sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.
c) Video: penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran
video yang berhubungan dengan kesehatan.
d) Slide dan Film strip
3) Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat
diisi dengan pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup
pesan kesehatan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel
pada kendaraan-kendaraan umum.
Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan media
untuk mengubah perilaku, hasilnya media mampu mempengaruhi
sasarannya. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) tentang
pengaruh poster terhadap perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada
Baduta menyimpulkan bahwa pemasangan poster di posyandu
mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI. Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rapiasih, dkk (2009) tentang
pelatihan hygiene sanitasi dan poster berpengaruh terhadap
pengetahuan, perilaku penjamah makanan, dan kelayakan hygiene
sanitasi di instalasi gizi RSUP Sanglah Denpasar. Hasil penelitian
membuktikan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, perilaku
penjamah makanan dan kelayakan hygiene sanitasi setelah dilakukan
pelatihan (diskusi dan demonstrasi) dengan media poster.
Menurut Notoatmodjo (2003), kelebihan poster dari media yang
lainnya adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak
tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat
mengungkit rasa keindahan, dan mempermudah pemahaman. Selain
itu poster juga mampu menyampaikan kesan-kesan tertentu serta
mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih poster untuk
digunakan sebagai media dalam melakukan penyuluhan dengan
tujuan sasaran mau dan mampu mengubah perilaku sesuai dengan
pesan-pesan kesehatan yang disampaikan.
9

d. Proses Adopsi dalam Penyuluhan


Menurut Wiriaatmaja yang dikutip oleh Lucie (2005), indikasi yang
dapat dilihat pada diri seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam
penyuluhan adalah:
1) Tahap sadar (awareness), pada tahap ini seseorang sudah
mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi
dengan pihak lain.
2) Tahap minat (interest), pada tahap ini seseorang mulai ingin
mengetahui hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan
mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci.
3) Tahap menilai (evaluation), pada tahap ini seseorang mulai
menilai atau mempertimbangkan serta menghubungkan dengan
keadaan atau kemampuan diri, misalnya kesanggupan baik dari
segi sosial maupun ekonomi.
4) Tahap mencoba (trial), pada tahap ini seseorang mulai
menerapkan dalam skala kecil sebagai upaya mencoba apakah
dapat dilanjutkan.
5) Tahap penerapan atau adopsi (adoption), pada tahap ini
seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan
dalam skala besar.

e. Faktor yang Mempengaruhi Penyuluhan


Penyuluhan merupakan proses perubahan perilaku melalui suatu
kegiatan pendidikan nonformal. Oleh karena itu selalu saja ada
berbagai kendala dalam pelaksanaannya di lapangan. Secara umum
ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan keadaan yang
disebabkan oleh penyuluhan, diantaranya sebagai berikut:
1) Keadaan pribadi sasaran
Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran adalah ada
tidaknya motivasi pribadi sasaran dalam melakukan suatu
perubahan, adanya ketakutan atau trauma dimasa lampau yang
berupa ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman
ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam
melakukan perubahan karena keterbatasan pengetahuan,
10

keterampilan, dana, sarana dan pengalaman serta adanya


perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang.

2) Keadaan lingkungan fisik


Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan yang
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
keberhasilan penyuluhan.
3) Keadaan sosial dan budaya masyarakat
Kondisi sosial budaya dimasyarakat akan mempengaruhi
efektifitas penyuluhan karena kondisi sosial budaya merupakan
suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap
warga masyarakat dan diteruskan secara turun menurun, dan
akan sangat sulit merubah perilaku masyarakat jika sudah
berbenturan dengan keadaan sosial budaya masyarakat.
4) Akifitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang penyuluhan
Peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan akan
menentukan efektifitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga
berfungsi sebagai pembuat keputusan yang akan ditetapkan
sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat (Notoatmodjo,
2003).

2. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia, atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.
Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhaap objek (Notoatmodjo, 2010).

b. Cara Mendapatkan Pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni:
11

1) Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan


Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini dilakukan
sebelum ditemukan metode ilmiah, yang meliputi :
a) Cara Coba Salah (Trial Dan Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan
yang lain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba
kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai
kebenaran.
b) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Di mana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas
atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas
pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang
digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang
sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.
2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut
metode penelitian ilmiah (Notoatmodjo, 2005, hlm. 11-14).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


1) Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup umur
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang
lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman
jiwa (Nursalam, 2001, hlm. 25).
Singgih D. Gunarso (1990) mengemukakan bahwa makin
tua umur seseorang maka proses–proses perkembangan
12

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu


bertambahnya proses perkembangan ini tidak secepat ketika
berusia belasan tahun.
Abu Ahmadi (1997) juga mengemukakan bahwa memori
atau daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh
umur. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa dengan
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur–
umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan
atau pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang.
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah
suatu cita-cita tertentu. (Sarwono, 1992, yang dikutip Nursalam,
2001). Pendidikan adalah salah satu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. (Notoatmodjo, 1993).
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, menurut IB Marta
(1997), makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan diklasifikasikan
menjadi :
a) Pendidikan tinggi: akademi/ PT
b) Pendidikan menengah: SLTP/SLTA
c) Pendidikan dasar : SD
Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain
maupun dari media masa, sebaliknya tingkat pendidikan yang
kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Koentjaraningrat,
1997, dikutip Nursalam, 2001). Ketidaktahuan dapat disebabkan
karena pendidikan yang rendah, seseorang dengan tingkat
pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima pesan,
mencerna pesan, dan informasi yang disampaikan (Effendi, 1998,
hlm. 14).
13

Wiet Hary dalam Notoatmodjo (1993) menyebutkan bahwa


tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka
peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin baik pula pengetahuannya.
3) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experient is the
best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa
pemngalaman merupakan sumber pengetahuan, atau
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu
kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun
dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan
yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi pada
masa lalu (Notoatmodjo, 2003 : 13).
Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda
bagi tiap individu, maka pengalaman mempunyai kaitan dengan
pengetahuan. seseorang yang mempunyai pengalaman banyak
akan menambah pengetahuan (Cherin, 2009).
4) Tingkat Pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dibandingkan perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan karena didasari oleh
kesadaran, rasa tertarik, dan adanya pertimbangan dan sikap
positif. Tingkatan pengetahuan terdiri atas 6 tingkat yaitu :
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah
mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh karena itu, “Tahu“ merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah gunanya untuk mengukur
bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b) Memahami (Comprehension)
14

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar


tentang objek yang diketahui, dapat menjelaskan materi
tersebut dengan benar.
c) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
d) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih
di dalam suatu struktur organisasi tetapi masih ada kaitannya
satu sama lain.
e) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria–kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2005,
hlm. 122).

d. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan di atas. Pengukuran tingkat pengetahuan
dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) pengetahuan seseorang
ditetapkan menurut hal-hal berikut :
1) Bobot I : tahap tahu dan pemahaman.
2) Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi dan analisis
15

3) Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis sintesis dan


evaluasi
Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara atau
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian atau responden. Menurut Arikunto (2006) terdapat 3
kategori tingkat pengetahuan yang didasarkan pada nilai presentase
sebagai berikut :
1) Tingkat Pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥ 75%.
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56 – 74%
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 55%

3. Remaja
a. Pengertian remaja
Remaja atau adolescene (inggris) berasal dari bahasa Latin
“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Tidak hanya
kematangan fisik saja tetapi juga social dan psikologi (yanti, 2011).
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi
pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi fisik, mental maupun peran
sosial

b. Batas Usia Remaja


Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada
pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan
usia remaja menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang
usia 10-19 tahun. dalam segi program pelayanan, definisi remaja
yang digunakan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25
tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun
dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah.

c. Aspek-aspek perkembangan Remaja


Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perkembangan
remaja yakni, perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral,
16

kepribadian, dan kesadaran beragama. Namun, dalam kasus ini


peneliti lebih menekankan pada aspek berikut:
1) Perkembangan Kognitif (Intelektual)
Ditinjau dari perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam
Yusuf, 2007), masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal,
di mana remaja telah dapat mengembangkan kemampuan berpikir
abstrak. Secara mental remaja dapat berpikir logis tentang
berbagai gagasan yang abstrak. Remaja tidak lagi terbatas pada
pengalamanpengalaman yang aktual dan konkret sebagai titik
tolak pemikirannya.
Di samping berpikir abstrak dan logis, remaja juga berpikir
idealistik. Pemikiran-pemikiran remaja banyak mengandung
idealisme dan kemungkinan. Pikiran pada tahap ini memiliki
fleksibilitas yang tidak dimiliki di tahap operasi konkret.
Kemampuan berpikir abstrak juga memiliki implikasi emosional.
Ginsburg & Opper (dalam Papalia, 2008) menyatakan bahwa,
ketika anak menginjak masa remaja dia dapat mencintai
kebebasan dan membenci eksploitasi, kemungkinan dan cita-cita
yang menarik bagi pikiran dan perasaan. Di salah satu riset yang
dilakukan oleh Neo-Piagetian menyatakan bahwa proses kognitif
anak sangat terkait dengan content tertentu (apa yang dipikirkan
oleh anak), dan juga kepada konteks permasalahan serta jenis
informasi dan pemikiran yang di pandang penting oleh kultur.
2) Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan perkembangan emosi yang tinggi
Pertumbuhan dan perkembangan fisik yang dialami remaja
mempengaruhi perkembangan emosi atau perasaan-perasaan
dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti
perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim
dengan lawan jenis. Masa remaja yang dinyatakan sebagai masa
badai emosional terutama pada masa remaja awal, merupakan
masa di mana fluktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih
sering. Steinberg & Levine (dalam Santrok, 2007) menyatakan
bahwa, remaja muda dapat merasa sebagai orang yang paling
bahagia di suatu saat dan kemudian merasa sebagai orang yang
17

paling malang di saat lain. Dalam banyak kasus, intensitas dari


emosi remaja agaknya berada di luar proporsi dari peristiwa yang
membangkitkannya.
Masa remaja awal merupakan masa pubertas, di mana pada
masa ini terjadi perubahan hormonal yang cukup berarti, sehingga
fluktuasi emosional remaja di masa ini berkaitan dengan adaptasi
terhadap kadar hormon. Perubahan pubertas ini memungkinkan
terjadinya peningkatan emosi-emosi negatif. Meskipun demikian,
sebagian besar penelitian menganggap ada faktor lain yang
berkaitan dengan fluaktuasi emosi pada remaja selain perubahan
hormonal di masa pubertas. Faktor yang memberikan kontribusi
lebih besar terhadap emosi remaja ini ialah pengalaman dari
lingkungan, seperti; stres, relasi sosial, pola makan dan aktivitas
seksual (Santrock, 2007).
Mencapai kematangan emosional merupakan tugas
perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses
pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok
teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam
arti kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis, maka
remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosional.
Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-
perannya dan kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari
orangtua atau pengakuan dari teman sebaya, maka remaja
cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau
ketidaknyamanan emosional (Yusuf, 2007).
3) Perkembangan Sosial
Pada masa ini berkembang sikap “conformity”, yaitu
kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat,
nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain
(teman sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja
dapat memberikan dampak yang positif maupun negative bagi
dirinya. Penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai
“kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial,
situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan
18

penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah


dan masyarakat (Yusuf, 2007).
Segala aspek perkembangan tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yakni faktor hereditas (keturunan) dan
lingkungan. Faktor hereditas atau keturunan merupakan aspek
individu yang bersifat bawaan dan memiliki potensi untuk
berkembang. Seberapa jauh perkembangan individu tersebut
terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, bergantung
pada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhi.
Sedangkan faktor lingkungan dipengaruhi oleh:
a) Lingkungan keluarga; peranan dan fungsi keluarga, serta pola
hubungan orangtua – anak (sikap atau perlakuan orangtua
terhadap anak).
b) Lingkungan sekolah; Salah satu lingkungan yang memfasilitasi
remaja dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.
c) Lingkungan teman; pengaruh kelompok teman sebaya
terhadap remaja sangat berkaitan dengan iklim remaja
keluarga itu sendiri.
Masa remaja adalah masa yang begitu kompleks. Segala aspek
perkembangan yang dilalui dan di tuntasi remaja pada dasarnya
dapat dipengaruhi dan berkaitan erat dengan kondisi atau iklim

4. Pernikahan Dini
a. Definisi Perkawinan usia dini
Menurut undang undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang
dimaksud perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengam tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Menuut progam BKKBN perkawinan usia
dini yaitu perkawinan yang dilakukan seoang wanita beusia kuang dai
21 tahun dan laki-laki kuang 25 tahun (BKKBN, 2015)
19

b. Faktor-faktor penyebab perkawinan usia dini


1) Faktor Budaya
Banyak anggapan yang berkembang dimasyarakat bahwa lebih
baik menikah muda daripada menjadi perawan tua. Sebagian
masyarakat yang memahami agama secara sempit, menikahkan
anak perempuannya bagitu anak perempuan tersebut sudah
mendapat menstruasi pertama pada usia 10-11 tahun sebab
khawatir akan melakukan pebuatan zina.
2) Faktor Ekonomi
Pernikahan usia dini dilakukan guna meringankan beban hidup
keluaga, karena jika anak peempuan sudah menikah biaya
hidupnya akan ditanggung oleh suami/keluarga suaminya.
3) Faktor Teknologi
Saat ini teknologi telah berkembang dengan sangat pesat
sehingga cukup membawa pengaruh pada kehidupan remaja.
Pemakaian smart phone yang dilengkapi dengan fitur fitur canggih
dapat diakses oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
Sehingga apabila tidak digunakan dengan bijak, dapat
mengakibatkan dampak yang negative, seperti dengan
mengakses konten porno lalu didownload dengan mudah yang
terus merangsang rasa ingin tahu dan menjerumuskan remaja
kedalam pergaulan bebas.
4) Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan yang bersangkutan mendorong
terjadinya pergaulan bebas karena yang bersangkutan memiliki
banyak waktu luang dimana pada saat bersamaan mereka
seharusnya berada di lingkungan sekolah. Banyaknya waktu
luang yang tersedia mereka pergunakan pada umumnya adalah
untuk bergaul yang mengarah kepada pergaulan bebas di luar
kontrol mengakibatkan banyak terjadi kasus hamil pra nikah
sehingga terpaksa dinikahkan walaupun masih berusia sangat
muda
5) Factor Sosial
Masih banyak pula ditemui di daerah pedesaan adanya kesan
bahwa wanita yang tidak segea menikah akan dipandang sebagai
20

wnaita yang tidak laku dan merupakan aib bagi keluarganya.


Ditambah dengan keterbatasan pengetahuan mengenai
kesehatan . reproduksi yang dimiliki oleh orang tua maupun
remajanya akan berakibat pada maraknya kasus pernikahan dini.

c. Faktor Resiko Perkawinan Usia dini


Seorang perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun akan
memiliki banyak resiko medis yang terjadi karena kondisi Rahim dan
panggul belum berkembang optimal. Menurut BKKBN,2010. Adapun
factor resiko terhadap wanita yang mengalami penikahan usia dini
adalah sebagai berikut :
1) Aspek Kesehatan Reproduksi
Wanita yang telah melakukan seks sebelum usia 21 tahun rawan
terkena kanker leher Rahim.
2) Aspek Biologis
Jika terjadi kehamilan pada pernikahan usai dini maka kondisi
Rahim dan panggul belum berkembang optimal, sehingga
mengakibatkan kesakitan, bahkan kematian pada ibu dan bayinya.
Sementara esiko lain yang akan ditimbulkan, antara lain :
a) Resiko pada proses kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia dini atau remaja cenderung
memiliki berbagai resiko kehamilan dikarenakan kurangnya
pengetahuan dan ketidaksiapan dalam mengahdapi
kehamilannya. Akibatnya mereka kurang memperhatikan
kehamilannya. Resiko yang mungkin terjadi selama proses
kehamilan adalah keguguran, pre eklamsia, infeksi, anemia,
kanker Rahim bahkan kematian bayi.
b) Resiko pada proses persalinan
Bagi seorang perempuan yang melahirkan kurang dari usia 20
tahun, dimana secara fisik belum mencapai kematangan maka
resikonya akan semakin tinggi. Resiko yang mungkin terjadi
adalah :
 Premature, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37
minggu
21

 Timbulnyakesulitan persalinan, yang dapat disebabkan


karena factor dari ibu, bayi dan proses persalinan
 BBLR (berat Bayi Lahir Rendah), yaitu bayi yang lahir
dengan berat dibawah 2500 gram
 Kematian Bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usai
kurang dari 1 tahun
 Kelainan bawaan, yaitu kelaianan atau cacat yang terjadi
sejak dalam proses kehamilan.
3) Aspek Psikologis/mental
Wanita yang menikah di usia dini secara mental belum
siap menghadapi perubahan yang terjadi selama kehamilan,
belum siap menjalankan peran sebagai seorang ibu dan belum
siap mengahadapi masalah-masalah dalam berumah tangga yang
sering kali tejadi pada keluarga yang baru menikah karena masih
dalam proses penyesuaian. Sementara itu, remaja yang menikah
di usia muda umumnya belum memiliki kematangan jiwa dalam
arti kemantapan berpikir dan berbuat. Salah mengerti, egois,
mudah putus asa, tidak bertanggunjawab merupakan ciri-ciri
velum matangnya seseorang. Hal itu terjadi karena mereka masih
dalam tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Keadaan semacam itu merupakan titik rawan yang dapat
mempengaruhi keharmonisan dan kelestarian pernikahan.
4) Aspek Ekonomi
Masalah ekonomi sangat berkaitan erat dengan kelangsungan
hidup keluarga, terutama pada masa awal perkawinan. Mereka
yang telah menikah pada usia muda umumnya belum memiliki
pendidikan dan keterampilan yang cukup sehimgga belum mampu
mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang memadai.
Pendapatan yang rendah mengakibatkna kurangnya fasilitas yang
dapat disediakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan,
papan, pendidikan dan kesehatan bagi anggota keluarga.
22

5. Program Pendewasaan Usia Perkawinan


a. Pengertian
Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah salah satu
kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk melalui upaya untuk meningkatkan usia pada
perkawinan pertama saat usia minimal 21 tahun untuk perempuan
dan 25 tahun untuk laki-laki. Kebijakan terkait pendewasaan usia
perkawinan telah dilaksanakan sejak tahun 1982 melalui BKKBN.
Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian dari program
Keluarga Berencana Nasional. Pelaksanaan program ini telah
diintegrasikan dengan program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga
Bagi Remaja (PKBR) dimana merupakan salah satu program pokok
Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM 2010-2014).
Program PUP akan memberikan dampak terhadap peningkatan
umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total
Fertility Rate (TFR). Program PUP bukan sekedar menunda
perkawinan sampai usia tertentu saja. Akan tetapi juga
mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup
dewasa. Apabila seorang gagal mendewasakan usia perkawinannya,
maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak pertama
( BKKBN,2010)

b. Tujuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan


Tujuan program Pendewasaan Usia Perkawinan adalah
memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam
merencakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai
aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik,
mental, emosional, pendidikan, ekonomi serta menentukan jumlah
dan jarak kelahiran (BKKBN,2010). Pelaksanan Program PUP dapat
dinyatakan berhasil apabila kabupaten/kota menekan cakupan PUS
yang usianya dibawah 21 tahun sebesar 3,5 persen pada tahun 2014.
Hal ini merupakan indicator output dari pelaksanaan Program PUP
berdasarkan peraturan kepala BKKBN nomor 55/HK-010/B5/2010
(BKKBN,2012).
23

c. Sasaran Pendewasaan Usia Perkawinan


Sasaran dari program Pendewasaan Usia Perkawinan dalam buku
Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-hak Reproduksi bagi
Remaja Indonesia adalah (BKKBN,2010).
1) Pembina dan Pengelola program PKBR
2) Remaja

d. Masa Menunda Perkawinan dalam Pendewasaan Usia


Kerangka pertama dalam progam PUP adalah masa menunda
Perkawinan (BKKBN,2010) salah satu prasayarat untuk menikah
adalah kesiapan secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur
untuk melakukan pernikahan. Secara biologi fisik manusia tumbuh
berangsur-angsur sesuai dengan pertambahan usia. Kematangan
organ reproduksi bagi laki-laki pada umur 20 atau 21 tahun
sedangkan pada perempuan, organ reproduksi dianggap sudah cukup
matang diatas umur 18 tahun, pada usia ini Rahim atau uterus
bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.
Usia yang dibawa 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk
menunda perkawinan dan kehamilan. Pada usia ini seorang remaja
masih dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun
psikis. Seorang perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan
maka ia harus mempersiapkan diri untuk proses kehamilan dan
melahirkan. Sementara itu jika ia menikah pada usia dibawah 20
tahun, akan banyak resiko yang terjadi karena kondisi Rahim dan
panggul belum berkembang optimal. Hal ini dapat mengakibatkan
resiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan
dan persalinan. Apabila pasangan suami istri menikah pada usia
tersebut, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan sampai usia istri
20 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi (BKKBN,2010).
24

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu dengan konsep lainnya atau antara variable satu
dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoadmodjo,2010).
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah pengaruh penyuluhan
Pendewasaan usia perkawinan terhadap tingkat pengetahuan siswa kelas IX
di SMPN 8 Banjarmasin.

Domain pengetahuan remaja


tentang pendewasaan usia
perkawinan : Pengetahuan
Penyuluhan
tentang remaja tentang
1. Tahu
Pendewasaan Usia 2. Memahami pendewasaan usia
perkawinan perkawinan
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi

Gambar 2.1 Kerangka konsep

C. Hipotesis
Ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan siswa SMPN 8
Banjarmasin tentang pendewasaan usia perkawinan sesudah mendapatkan
penyuluhan.

Anda mungkin juga menyukai