Anda di halaman 1dari 20

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan
1. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Hermawan, 2013, hal 169).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari penelitian ternyata
perilau yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Salah satu pengetahuan tentang kesehatan
adalah tentang hipertensi (Widianingrum, 2013, 87).

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, dan pemahaman


yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan
kehidupannya (Lubis, 2016, 63).

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan


yaitu:

a. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya atau pengetahuan mengingat kembali terhadap apa yang
telah diterima.
10

b. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara
benar.
c. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dan formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Adalah suatu kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek yang berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo, 2007 pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengalaman
Dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
3. Sumber Informasi
Keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi tingkt
pengetahuannya. Sumber informasi yang yang dapat mempengaruhi
seseorang misalnya televisi, koran, buku, majalah, dan internet.

Menurut Pontoh, 2016 pada penelitiannya di Puskesmas Amurang


berpendapat bahwa pengetahuan responden berpengaruh terhadap pencegahan
11

hipertensi yang dilakukan oleh responden. Sesuai dengan informasi yang


didapatkan peneliti pada waku melakukan penelitian, kurangnya pengetahuan
responden dikarenakan kurangnya informasi yang didapatkan oleh responden.
Sehingga masyarakat membutuhkan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi.
Apabila pengetahuan responden bertambah, maka responden dapat mencegah
penyakit hipertensi dengan cara menghindari factor pemicu terjadinya
hipertensi.
Semakin rendah pengetahuan hipertensi maka semakin tinggi peluang
terkena hipertensi begitupun sebaliknya, ditunjang dengan kesadaran yang baik
serta perspesi yang benar juga akan berdampak terhadap upaya pencegahan
yang baik pula. Ini terbukti dari hasil peneliti dengan responden didapatkan
pengetahuan responden tentang hipertensi ini hanya pada batas mengetahui saja.
Namun belum memiliki kesadaran dalam hal pencegahan terhadap hipertensi
(Pontoh, 2016).

4. Standar Pengetahuan
Menurut Arikunto, 2006 (di kutip dalam Kusumastuti), pengetahuan
dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100%
dari seluruh petanyaan
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pertanyaan
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
seluruh pertanyaan.

B. Konsep Penyuluhan Kesehatan


1. Definisi
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Hermawan, 2013, 4).
12

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan


yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,
dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin
hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan,
secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan
(Depkes RI, 2009 : 2). Pada intinya penyuluhan kesehatan adalah upaya untuk
memberi pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi individu
keluarga dan masyarakat untuk menerapkan cara-cara hidup sehat (Hermawan,
2013, 4).

2. Tujuan Penyuluhan/ Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain:

a) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan


masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat serta peran aktif dalam upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal.
b) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, dan
masyarakat sesuai dengan konsep hidup sehat, baik fisik, mental,
dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
c) Untuk mengubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat
dalam bidang kesehatan.

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Th. 1992, tujuan penyuluhan


kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan baik secara fisik, mental, dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di
semua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi
lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan
lainnya (Syafrudin, 2015, hal 163).

Jadi tujuan penyuluhan kesehatan adalah memperoleh pengetahuan dan


pemahaman pentingnya kesehatan agar tercapainya perilaku kesehatan sehingga
13

dapat meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial, sehingga


produktif secara ekonomi maupun sosial (Syafrudin, 2015, hal 163).

3. Ruang Lingkup Penyuluhan/Pendidikan kesehatan

Secara sederhana ruang lingkup penyuluhan kesehatan adalah:

a. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health


eduation) yang penekanannya pada perubahan perilaku melalui
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan.
b. Mencakup pemasaran sosial yang penekanannya pada pengenalan
produk/ jasa.
c. Mencakup upaya penyuluhan atau komunikasi yang
penekanannya pada penyampaian informasi.

4. Metode Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan

Penyampaian pendidikan kesehatan harus menggunakan cara tertentu,


materi yang sesuai dengan sasaran, serta alat bantu penyuluhan yang sesuai agar
dapat mencapai hasil yang optimal. Untuk sasaran kelompok metodenya
berbeda dengan sasaran massa atau individual.

1) Metode Pendidikan Individual


Digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang yang
telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.
Brntuk pendekatannya adalah:
 Bimbingan atau penyuluhan (Guidanec and counseling)
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif,
setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.
 Interview (wawanacra)
Cara untuk menggali informasi kepada klien mengapa ia tidak atau
belum menerima perubahan dengan mengetahui apakah perilaku
sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
14

kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan lebih


dalam lagi.

2) Metode pendidikan Kelompok


Dalam memilih pendidikan kelompok, maka harus melihat besar
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal sasaran.
 Kelompok Besar : sasaran penyuluhannya lebih dari 15 orang,
dengan menggunakan metode, antara lain:
a) Ceramah
Metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
atau rendah.
b) Seminar
Metode ini sangat ocock untuk sasaran kelompok besar
dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu
penyajian (presentasi) dari beberapa ahli tentang suatu
topik penting yang biasanya dianggp hangat oleh
masyarakat.
 Kelompok Kecil : apabila peserta kegiatan kurang dari 15 orang.
Metode yang paling ocock untuk penyuluhan kelompok kecil
adalah, diskusi kelompok, role play, serta permainan simulasi.

3) Metode Pendidikan Massa


Metode ini digunakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan
kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang bersifat massa
atau public tanpa membedakan golongan umur, jenis kelamin, ras,
pekerjaan, status social, tingkat pendidikan, dsb. Biasanya metode
ini menggunakan media massa seperti simulasi, Koran, majalah,
billboard, spanduk, poster tentang kesehatan, leaflet, dll (Syafrudin,
2015, hal 169).

5. Media pendidikan / Penyuluhan Kesehatan


15

Dikatakan sebagai media pendidikan kesehatan karena alat-alat tersebut


merupakan penyambung saluran untuk menyampaikan informasi
kesehatan serta dapat mempermudah penerimaan pesan kesehatan
masyrakat bagi klien. Salah satu tujuan media pendidikan kesehatan
adalah untuk menimbulkan minat, mencapai sasaran yang banyak,
merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang
diterima kepada orang lain, untuk mempermudah penyampaian pesan,

Beberapa macam alat bantu pendidikan antara lain:

a) Alat bantu melihat :alat yang berguna untuk membantu


menstimulasi indera mata pada waktu terjadinya pendidikan.
Alat ini ada 2 bentuk:
 Alat yang diproyeksikan : slide, film strip.
 Alat yang tidak diproyeksikan ; dua atau tiga dimensi
misalnya bola dunia, gambar peta, bagan.
b) Alat bantu dengar : adalah alat yang digunakan untuk
menstimulasikan indera pendengaran pada waktu proses
penyampaian bahan pendidikan / pengajaran. Misalnya : radio,
piring hitam, pita suara, dll.
c) Alat bantu lihat – dengar: dikenal dengan Audio Visual Aids
(AVA).

C. Konsep Usia Lanjut (Lansia)


1. Definisi

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada kehidupan


manusia dan tidak dapat dihindari oleh siapapun. Usia lanjut dapat dikatakan
usia emas, karena tidak semua orang dapat menghadapi usia tersebut.Usia lanjut
memerlukan tindakan keperawatan baik yang bersifat preventif maupun
promotif agar mereka dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut
yang berguna dan bahagia (Maryam, 2008, hal 82).
16

Lansia atau usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus kehidupan manusia
dan hal tersebut merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat
dihindarkan dan akan dialami setiap individu (Prasetya, 2010, hal 42). Menua
(menjadi tua) ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai
gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul
keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan
mulai berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
(Maryam, 2008,hal 82).

2. Klasifikasi Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia


berdasarkan usia kronologis/ biologis menjadi 4 kelompok yaitu (Dewi, 2012,
hal 4):c

 Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun.


 Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun.
 Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.

Klasifikasi lansia dibagi menjadi 5 (Maryam, 2008, hal 33):

a. Pralansia (Prasenilis)
Usia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Usia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi
Usia ≥70 tahun atau seseorang yang berusia ≥60 tahun dengan masalah
kesehatan.
d. Lansia Potensial
Lansia yang mampu melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan
barang/jasa.
e. Lansia tidak Potensial
Lansia yang sudah tidak bisa menari nafkah dan hidupnya bergantung
dengan orang lain.
17

3. Karakteristik Lansia

Menurut Dewi, 2014 menyatakan bahwa karakteristik lansia adalah:

 Berusia lebih dari 60 tahun.


 Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
 Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Tipe Lansia

Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,


lingkungan, kondisi fisik, ,mental, sosial, dan ekonomi menurut Maryam, 2008.
Tipe lansia antara lain:

a) Tipe Arif Bijaksana

Tipe lansia yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,


mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
dan menjadi panutan.

b) Tipe Mandiri

Tipe lansia yang dapat mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat bergaul dengan teman.

c) Tipe tidak Puas

Konlflik lahir batin, menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,


tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.

d) Tipe Pasrah

Tipe lansia yang hanya dapat menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

e) Tipe Bingung
18

Tipe lansia yang kehilangan pribadi, suka kaget, mengasingkan diri,


minder, menyesal, pasif, acuh takacuh.

Bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan


kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, para lansia dapat
digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia
mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia dengan bantuan tidak
langsng, dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werda.

Menurut Dewi, 2014 tipe lain pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, ekonominya,
diantaranya adalah:

 Tipe Optimis
Lansia yang periang, penyesuaian cukup baik, memandang lansia
bebas dari tanggung jawab, dan sebagai kesempatan untuk
menuruti kebutuhan pasifnya.
 Tipe Konstruktif
Tipe lansia yang mempunyai integritas baik, dapat menikmati
hidup, mempunyai toleransi tinggi, humoris, flesibel, dan sadar
diri.
 Tipe Ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu
pasif, tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif,
dan tidak prakis dalam bertindak.
 Tipe Defensif
Selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang
teguh kebiasaan, dan menyenangi masa pension.
 Tipe pemarah
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu
menyalahkan orang lain, dan menunjukkan penyesuain yang buruk.
 Tipe Serius
Lansia yang serius, tidak mudah menyerah, senang berjuang dan
bisa menjadi panutan.
19

 Tipe Bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap orang lain menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh, bersikap agresif, dan curiga.
 Tipe Putus Asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri
Bersikap kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki
ambisi, serta tidak menyesuaikan diri.

5. Pengukuran Pengetahuan pada Lansia

Perilaku kesehatan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk


mencegah atau mendeteksi gejala awal dari sebuah kejadian penyakit untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan (Achmadi, 2014, hal 119). Dengan
diberikannya penyuluhan kesehatan pada lansia, maka penderita hipertensi
khususnya lansia dapat mengendalikan penyakitnya dan dapat menecgah
komplikasi. Pengetahuan yang baik terhadap penyakit yang diderita, akan
meningkatkan kesadaran diri untuk selalu menjaga agar tidak terjadi komplikasi
penyakit dan dapat membantu proses pencegahan dini.

Pengetahuan tentang kesehatan meliputi jenis-jenis penyakit, gejala


penyakit, penyebab atau faktor resiko, cara pencegahan, cara pengobatannya
serta faktor lain yang dapat memperburuk kondisi penyakit tersebut. Untuk
mengukur pengetahuan penderita hipertensi dikalangan usia lanjut, dapat
dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung (wawancara), atau
tertulis (kuisioner). Indikator pengetahuan adalah tingginya tingkat pengetahuan
responden tentang pengetahuan yang diukur.

D. Hipertensi

1. Definisi

Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan


fisik karena alasan penyakit tertentu. Oleh sebab itu hipertensi sering disebut
sebagai “Silent Killer”. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
20

dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi yangtidak diketahui


penyebabnya didefenisikan sebagai hipertensi esensial (Gunawan, 2013, 1).

Hipertensi adalah suatukeadaan dimana tekanan darah sistolik ≥


140mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada duakali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat. Hipertensi juga merupakan
faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Apabila tidak
ditangani dengan baik, hipertensi dapat menyebabkan stroke, infark miokard,
gagaljantung, demensia, gagal ginjal, dan gangguan pengelihatan (Arifin, 2016,
2).

Hipertensi mempunyai 2 jenis, yaitu Hipertensi Primer dan hipertensi


sekunder. Hipertensi Primer disebut hipertensi esensial. Hipertensi primer tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Sedangkan hipertensi sekunder
adalah jenis hipertensi yang tidak dapat disembuhkan

2. Etiologi

Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena


alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”.
Hipertensi disebut sebagai “ Silent Killer” karena 2 hal, antara lain:

a) Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki


gejala khusus. Gejala ringan seperti pusing, mimisan, gelisah, dan sakit
kepala, biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi.
Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah.
b) Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, penderita
hipertensi akan mempunyai resiko tinggi akan meninggal karena
komplikasi kardiovaskuler seperti, stroke, gagal jantung, serangan jantung,
dan gagal ginjal.

Gejala-gejala hipertensi seperti pusing, gangguan penglihatan dan sakit


kepala, seringkali terjadi saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah
mencapai angka tertentu yang bermakna. Gejala yang harus diwaspadai adalah
adanya keluhan yang berhubungan dengan kegawatan maupun komplikasi yaitu,
sakit kepala, tengkuk tegang, pusing disertai kepala berputar, sempoyongan,
21

mimisan, mata kabur, nyeri dada, sesak, debar-debar, dan air kencing yang tiba-
tiba berkurang.

3. Faktor Resiko Hipertensi

Faktor resiko hipertensi dapat dibagi menjadi 2 kategori, antara lain:

1) Faktor Resiko yang tidak dapat diubah


a) Genetis
Hipertensi Essensial dalam keluarga mempunyai dasar genetis, namun
hal ini tidak berarti suatu kepastian. Beberapa kesamaan yang tampa
pada banyak keluarga justru mungkin merupakan dampak pengaruh
lingkungan (casey, 2006, hal 18).
b) Usia
Pada usia 30-60 tahun tekanan sistolik meningkat rata-rata sebanyak
20 mmHg.
c) Jenis kelamin
Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada akhir usia 30
tahun, sedangkan wanita sering mengalami hipertesi setelah
menopause. Setelah usia 55 tahun, biasanya wanita mempunyai resiko
lebih tinggi setelah melahirkan untuk menderita hipertensi. Salah satu
penyebab pola tersebut adalah perbedaan hormon kedua jenis
kelamin. Produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita
kehilangan efekmenguntungkannya sehingga tekanan darah
meningkat.
d) Ras
Orang Afrika-Amerika mempunya tingkat hipertensi lebih tinggi
dibanding populasi lain, dan cenderung berkembang lebih awal dan
agresif.

2) Faktor Resiko yang dapat diubah


22

a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi.
Ketika perokok menghisap asap rokok, tekanan sistolik subjek
meningkat sebanyak 20mmHg sebelum menurun pada tekanan darah
awal secara bertahap.

b. Obesitas
Kelebihan berat badan dan hipertensi sering berjalan beriringan, karena
tambahan beberapa kilogram berat badan dapat membuat jantung
untuk bekerja lebih keras.
c. Stress
Stress dapat memainkan peran dalam hipertensi. Bila level stress
menurun maka tekanan darah pun akan menurun.
d. Penggunaan Alkohol
Minum alkohol secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam sehari dapat
menyebabkan 7% faktor penyebab pada hipertensi.
e. Diet

Makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan


seiring bertambahnya usia.

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula pada saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
23

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang


vasokonstriksi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh


darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural


dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung jawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.

5. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Hipertensi menurut laporan Joint National Committee on


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preasure adalah:

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistolik Diastolik


24

(mmHg) (mmHg)
Prahipertensi 120-139 80-89

Stadium 1 (Ringan) 140-159 90-99

Stadium 2 (Sedang) 160-179 100-109

Stadium 3 (Berat) ≥180 ≥ 110

Klasifikasi hipertensi dibagi dalam 4 stadium yaitu, stadium ringan


sedang, berat, dan sangat berat. Stadium ringan rentang 140/90 sampai dengan
159/99. Stadium berat antara 160/100 sampai 179/109. Staium berat antara
180/110 sampai dengan 209/119, sedangkan untuk stadium sangat berat lebih
dari atau sama dengan 210/120.

Sedangkan kalsifikasi hipertensi menurut WHO dikelompokkan dalam


klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, sedang, dan berat.

Table 2.2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistole Diastole


Optimal ≤ 120 ≤80
Normal ≤ 130 ≤ 85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Ringan 140-159 90-99
Hipertensi Sedang 160-179 100-109
Hipertensi Berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistole ≥ 140 ≤ 90
Terisolasi
25

6. Jurnal Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian Gunawan, 2013 yang berjudul “ Faktor


Resiko Hipertensi pada Lansia”, mengatakan bahwa penderita hipertensi pada
usia lanjut sangat memerlukan penanganan khusus karena menurunnya fungsi
organ tubuh. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan faktor-faktor hipertensi
pada masyarakat, didapatkan beberapa faktor yang bisa menyebabkan
hipertensi. Dengan mengetahui faktor apa saja yang dapat menyebabkan
hipertensi, dapat ditingkatkan pencegahan hipertensi sedini mungkin dan
meningkatkan produktifitas lansia (Gunawan, 2013).

Menurut Anggara 2012, hasil penelitiannya tentang “ Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang
berpendapat bahwa untuk mengurangi kasus hipertensiperlu adanya cara yang
dilakukan petugas kesehatan, seperti memberikan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai hipertensi sertamelakukan pemeriksaan tekanan darah
secara rutin (Anggara, 2012, hal 1).

Rina, 2014 mengemukakan bahwa hasil dari penelitiannya dengan judul “


Faktor Yang Berhubungan dengan Angka Kejadian Hipertensi” adalah faktor
yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah Faktor genetic, Faktor
pola makan, Faktor merokok dan Faktor alcohol. Sehingga tindakan pencegahan
diharapkan agar pelayanan kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan untuk
mencegah hipertensi (Rina, 2014).

Berdasarkan beberapa faktor resiko hipertensi pada lansia, Muhamad


Hafiz Mohd. Arifin.dkk, 2016, dalam jurnal penelitiannya tentang “Faktor-
Faktor yang berhubungan dengan Hipertensi” mengatakan bahwa angka
pravelensi hipertensi yang disebabkan karena genetik, olahraga, dan tingkat
stress pada lansia cukup tinggi. Maka upaya penurunan angka kejadian
hipertensi tersebut direkomendasikan berupa peningkatan sikap dan
pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
26

terjadinya suatu penyakit khususnya hipertensi dengan cara penyuluhan


kesehatan (Arifin, 2013 hal 1).

Upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hipertensi


khususnya pada usia lanjut, cara yang paling sederhana adalah dengan
memberikan penyuluhan kesehatan. Dalam jurnal penelitian Widianingrum,dkk
tahun 2013yang berjudul “Efektifitas Penyuluhan Tentang Hipertensi pada
Masyarakat Usia 45-60 dibandingkan dengan Masyarakat Rentang Usia 61-75
tahun di Semarang” mengemukakan bahwa pengetahuan hipertensi pada
masyarakat usia lanjut sebelum diberikan penyuluhan masuk pada kategori
kurang, namun setelah diberikan penyuluhan pada masyrakat maka pengetahuan
tentang hipertensi pada masyarakat menjadi baik sebesar 100% (Widianingrum,
2013).

Menurut Saleh, 2014 dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan


Tingkat Stress dengan Hipertensi “ adalah perlunya mengontrol stres dengan
tekhnik relaksasi serta manajemen stres”. oleh karena itu perlunya intervensi
yang diberikan oleh perawat dengan cara penyuluhan kesehatan untuk
mengontrol adanya stress (Saleh, 2014).
Menurut Mardhiah.dkk, 2015 dalam penelitiannya tentang “ Pendidikan
Kesehatan dalam Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Keluarga
Dengan Hipertensi” mengemukakan bahwa adanya pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga
dengan hipertensi di pemukiman Bluek GrongGrong Kecamatan Indrajaya
Kabupaten Pidie. Pendidikan kesehatan tentang hipertensi yang diberikan
dengan metode ceramah, diskusi dan demonstrasi menggunakan media power
point dan booklets menunjukkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap peningkatan pengetahuan. Diharapkan pendidikan kesehatantentang
hipertensi dapat dijadikan salah satu tindakan keperawatan pada keluarga
dengan hipertensi di komunitas.

Pontoh.dkk, 2016 dalam judul penelitiannya “Hubungan pengetahuan


Masyarakat Dengan Upaya Pencegahan Hipertensi” mengemukakan bahwa ada
hubungan pengetahuan dengan upaya pencegahan yang dilakukan. Dengan
27

adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam


memperoleh pengetahuan baik tentang pencegahan hipertensi sehingga angka
penderita hipertensi dapat menurun dan hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi acuan bagi petugas kesehatan untuk dapat lebih
meningkatkansosialisasi tentang bagaimana cara pencegahan penyakit hipertensi
(Pontoh, 2016).

Menurut Dukomulamo.dkk, 2016 juga berpendapat bahwa Pada data dapat


di lihat bahwa sebagian besar penderita hipertensi yang mempunyai
pengetahuan tentang hipertensi akan menerapkan pola hidup yang baik. Untuk
meningkatkan pengetahuan yang baik tentang hiertensi selain diberikan
penyuluhan perlu adanya dukungan serta motivasi dari keluarga dalam
menerapkan pola hidup sehari-hari yang baik (Dukomulamo,2016).

Tobias.dkk, 2015, dalam penelitiannya tentang Hubungan Pengetahuan


Hipertensi dengan Perilaku Lansia mengemukakan bahwa berdasarkan analisis
data diketahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang hipertensi
dengan perilaku lansia dalam pencegahan hipertensi. Dengan pemberian
informasi oleh petugas kesehatan mengenai hipertensi akan memiliki peran
besar dalam menurunkan terjadinya hipertensi. Hal ini diasumsikan bahwa
perilaku seseorang merupakan manifestasi dari segala yang diketahuinya
(Tobias, 2015).
28

Gambar 2.3. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi:
- Usia
- Jenis Kelamin
- Obesitas
- Stress
Pengetahuan tentang Hipertensi

Faktor Pendukung:
- Tingkat Stressor
- Ketersediaan
Fasilitas atau
sarana kesehatan.

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber:

Oktavia (2015, hal 17).


Wibowo (2014, hal 65).
Notoadmojo (2012).
Syahfrudin (2015, hal 161)
Widianingrum (2013, hal 86).
Arifin (2013, hal 1).

Anda mungkin juga menyukai