Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Penyuluhan
a. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan
dengan cara menyebarkan pesan atau menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan identik dengan pendidikan kesehatan karena
keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku (Azwar, 2001).
Menurut Notoatmodjo (2012), penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut adalah upaya menanamkan pesan mengenai kesehatan gigi kepada
masyarakat, kelompok, atau individu dengan harapan mereka dapat
memperoleh pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi perubahan
perilaku mereka.
Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak merupakan salah
satu usaha menanamkan pengertian kepada anak sejak usia dini bahwa
kesehatan gigi tidak kalah pentingnya dengan kesehatan tubuh secara
umum. Penyuluhan kesehatan gigi bertujuan untuk meningkatkan
pemberdayaan perorangan dan masyarakat guna tercapainya tingkat
kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang. Penyuluhan
kesehatan gigi ini tidak semata-mata menjadi tanggung jawab
pemerintah, akan tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak
(Hariyani et al., 2008).
b. Tujuan Penyuluhan
Tujuan penyuluhan adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah
perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, tentunya
perubahan perilaku yang diharapkan setelah menerima pendidikan.

9
10

Menurut Herijulianti et al., (2002), tujuan penyuluhan adalah


sebagai berikut :
1) Meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
2) Memperkenalkan kepada masyarakat tentang kesehatan gigi dan
mulut
3) Mengingatkan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kesehatan gigi dan mulut
4) Menjelaskan akibat yang akan timbul dari kelalaian menjaga
kebersihan gigi dan mulut
5) Menanamkan perilaku sehat sejak dini melalui kunjungan ke sekolah
c. Prinsip Penyuluhan
Menurut Herijulianti et al., (2002), penyuluhan merupakan upaya
pendidikan yang memiliki prinsip tertentu, yang harus diperhatikan agar
penyuluhan berhasil sesuai dengan programnya, antara lain :
1) Penyuluh dengan sasaran harus terjalin hubungan yang baik
2) Materi penyuluh hendaknya mudah diterima dan bertahap dari
mudah ke sulit dan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat pendidikan
sasaran
d. Faktor yang Mempengaruhi dalam Penyuluhan
Menurut Widyawati (2010), keberhasilan suatu penyuluhan
kesehatan dapat dipengaruhi oleh :
1) Faktor penyuluh
Misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi yang akan
disampaikan, penampilan kurang menyakinkan sasaran, bahasa yang
digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil
dan kurang dapat di dengar, serta penyampaian materi penyuluhan
terlalu monoton sehingga membosankan.
2) Faktor sasaran
Misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit
menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu
rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang
11

disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih


mendesak, kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam
sehingga sulit untuk mengubahnya, kondisi lingkungan tempat tinggal
sasaran yang tidak mungkin terjadi perubahan perilaku.
3) Faktor proses dalam penyuluhan
Misalnya waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang
diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dekat dengan keramaian
sehingga mengganggu proses penyuluhan yang dilakukan, jumlah
sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga yang kurang,
metode yang digunakan kurang tepat sehingga membosankan sasaran,
serta bahasa yang digunakan kurang dimengerti oleh sasaran.
e. Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2012), Pendidikan kesehatan gigi dan mulut
terdiri dari dua komponen, yakni penyuluh dan pihak yang belajar.
Efektivitas dan efisiensi pendidikan kesehatan dipengaruhi kesesuaian
dan ketepatan penggunaan metode. Metode merupakan cara atau
pendekatan tertentu dalam pendidikan kesehatan agar tercapainya
perubahan perilaku. Metode penyuluhan secara garis besar dibagi dua
yaitu metode didaktik dan metode sokratik, yang meliputi :
1) Metode didaktik (One Way Method)
Metode ini didasarkan atau dilakukan secara satu arah atau one
way method. Tingkat keberhasilan metode didaktik sulit di evaluasi
karena peserta didik bersifat pasif dan hanya penyuluh yang aktif.
Misalnya, ceramah, film, booklet, poster, siaran radio (kecuali siaran
radio yang bersifat interaktif), dan tulisan di media cetak.
2) Metode sokratik (Two Way Method)
Metode ini dilakukan secara dua arah atau two way method.
Dengan metode ini antara penyuluh dan peserta didik bersikap aktif
dan kreatif. Misalnya: diskusi kelompok, buzz group, debat, forum,
seminar, demonstrasi, studi kasus, dan penugasan perorangan.
12

Menurut Notoatmodjo (2012), metode pendidikan kesehatan dibagi


menjadi tiga bagian jika dilihat dari segi sasaran penyuluh, yaitu metode
pendidikan individu, kelompok, dan massa. Berikut ini diuraikan
beberapa metode penyuluhan, yaitu :
a) Metode pendidikan individual (perorangan)
Menurut Notoatmodjo (2012), penyuluhan kesehatan metode
ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang
telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi.
Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan
dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari
pendekatan ini, antara lain :
(1)Bimbingan dan Konseling
Bimbingan berisi penyampaian informasi yang berkenaan
masalah pendidikan,pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang
disajikan dalam bentuk pelajaran (Maulana, 2014).
Konseling adalah proses belajar yang bertujuan
memungkinkan konseli (peserta didik) mengenal dan menerima
diri sendiri serta realistis dalam proses penyelesaian dengan
lingkungannya (Maulana, 2014).
(2)Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan
konseling. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien
menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap perubahan. Juga
untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan
diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang
kuat. Apabila belum, maka perlu penyuluhan yang lebih
mendalam lagi (Maulana, 2014).
13

b) Metode pendidikan kelompok


Menurut Notoatmodjo (2012), memilih metode penyuluhan
kelompok harus mengingat besarnya kelompok harus mengingat
besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada
sasaran. Untuk kelompok yang besar peserta penyuluhan lebih dari
15 orang dan untuk kelompok yang kecil peserta penyuluhan kurang
dari 15 orang. Bentuk dari pendekatan ini, antara lain :
(1) Ceramah
Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang
pembicara di depan sekelompok pengunjung atau pendengar.
Metode ini digunakan dalam kondisi waktu yang terbatas
dengan peserta didik dalam kelompok besar. Kelebihan metode
ini tidak terlalu melibatkan banyak alat bantu serta dapat
menghemat waktu jika digunakan pada kelompok besar.
(2) Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan
di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah
seorang diantaranya memimpin diskusi tersebut. Syarat agar
metode diskusi kelompok dapat efektif adalah dengan adanya
masalah yang menarik sehingga perlu di diskusikan. Peserta
diskusi sebaiknya diberi kesempatan saling mengemukakan
pendapat.
Metode ini memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan.
Keuntungan metode ini adalah memungkinkannya peserta didik
saling mengemukakan pendapat, memperluas pandangan,
memperoleh pandangan dari orang yang tidak suka bicara, dan
membantu mengembangkan kepemimpinan. Kelemahan metode
ini adalah peserta tidak menjalankan fungsi dan tugasnya
dengan tepat, kemungkinan terjadinya diskusi yang berlarut-
larut, dan cenderung didominasi orang-orang yang suka belajar
(Sumarni, et al., 2015).
14

(3) Curah Pendapat


Merupakan metode pemecahan masalah dimana setiap
anggota mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan
pemecahan yang dipikirkan. Keuntungan metode ini mampu
membangkitkan pendapat baru, tidak menyita waktu banyak,
dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil, dan hanya
sedikit peralatan yang diperlukan. Akan tetapi kekurangan
metode ini mudah lepas kontrol, harus dilanjutkan dengan
evaluasi jika diharapkan efektif.
(4) Buzz Group
Metode ini dilakukan dengan membagi kelompok sasaran
yang lebih besar menjadi kelompok kecil untuk membahas suatu
tugas tertentu tiap kelompok kecil. Metode ini dilakukan pada
kondisi kelompok besar, dan waktu terbatas yang tidak
dimungkinkan setiap orang berpartisipasi ataupun terdapat
anggota kelompok yang kurang aktif dalam kegiatan.
Keuntungan metode ini mendorong peserta didik yang
malu-malu untuk mengutarakan pendapatnya, memungkinkan
pembagian tugas kepemimpinan, dan dapat dipakai bersama
metode lain. Kekurangan metode ini adalah mungkin terbentuk
kelompok yang terdiri atas orang-orang yang tidak tahu apa-apa,
laporan mungkin tidak tersusun dengan baik, dan biasanya
banyak memakan waktu persiapan.
c) Metode pendidikan massa
Menurut Notoatmodjo (2012), metode ini dilakukan untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditunjukkan untuk
masyarakat. Bentuk pendekatan massa diberikan secara tidak
langsung, salah satu contohnya ceramah umum. Metode ini
dilakukan dengan memberikan pidato di hadapan masa dengan
sasaran yang sangat besar.
15

f. Metode Numbered Heads Together


a) Pengertian Numbered Heads Together
Penyuluhan kooperatif tipe Numbered Heads Together
merupakan salah satu tipe penyuluhan kooperatif yang menekankan
pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan
akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen (Ibrahim,
2000), dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran tersebut. Metode ini lebih mengedepankan
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi
dari berbagai sumber yang akhirnya akan dipresentasikan.
Pada dasarnya metode Numbered Heads Together merupakan
varian dari diskusi kelompok dan buzz group. Menurut Lie (2002),
pengertian Numbered Heads Together atau Kepala Bernomor adalah
suatu tipe dari penyuluhan kooperatif pendekatan struktural yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-
ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain itu Numbered Heads Together juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Tipe ini dapat
digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan
peserta didik. Numbered Heads Together juga dapat diartikan sebagai
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama
anggota kelompok, dimana setiap individu dihadapkan pada pilihan
yang harus diikuti apakah memilih bekerja bersama-sama,
berkompetisi atau individualis.
b) Tujuan Metode Numbered Heads Together
Menurut Ibrahim (2000), mengemukankan ada tiga tujuan dari
penyuluhan kooperatif metode Numbered Heads Together, yaitu :
(1) Hasil belajar akademik struktural
(2) Pengakuan adanya keragaman
(3) Pengembangan keterampilan sosial
16

c) Kelebihan Numbered Heads Together


Kelebihan dari penggunaan metode Numbered Heads Together
ini adalah dapat melatih keterampilan siswa dalam berdiskusi, selain
itu setiap siswa menjadi siap menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh penyuluh karena secara otomatis siswa yang pandai dapat
mengajari siswa yang kurang pandai dalam kelompoknya (Hastari,
2012).
Metode Penyuluhan kooperatif mempunyai banyak macam,
tetapi diantara beberapa metode penyuluhan kooperatif, metode
Numbered Heads Together ini mempunyai kelebihan dibandingan
metode kooperatif lainnya, yaitu (Awaliyah, 2013) :
(1) Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi atau siswa secara
bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
(2) Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh
manfaat melalui aktifitas proses belajar kooperatif
(3) Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan pengetahuan
akan menjadi lebih besar atau kemungkinan untuk siswa dapat
sampai pada kesimpulan yang diharapkan
(4) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat
kepemimpinan
(5) Setiap siswa menjadi siap belajar semua
(6) Banyak ide yang muncul
d) Kekurangan Numbered Heads Together
Sedangkan kelemahan atau kekurangan metode Numbered
Heads Together menurut Awaliyah (2013), yaitu :
(1) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah
(2) Proses diskusi kurang berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar
menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman
yang memadai
17

(3) Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk


yang berbeda-beda serta membutuhkan banyak waktu
e) Langkah-langkah Numbered Heads Together
Menurut Ibrahim (2000) tahapan dalam penyuluhan kooperatif
tipe Numbered Heads Together adalah :
Tahap 1 : Penomoran (Numbering)
Penyuluh membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.
Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 27 orang dan
terbagi menjadi 5 kelompok, maka tiap kelompok terdiri 5-6 orang.
Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-6, berguna
untuk memudahkan memanggil siswa dengan penomoran kepala
Tahap 2 : Mengajukan Pertanyaan (Questioning)
Setelah kelompok terbentuk, penyuluh mengajukan beberapa
pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap orang dalam tiap-tiap
kelompok. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan
dalam bentuk kalimat Tanya, misalnya: “berapakah jumlah gigi orang
dewasa?” Atau berbentuk arahan, misalnya: “pastikan setiap orang
mengetahui macam-macam gigi orang dewasa.”
Tahap 3 : Berpikir Bersama (Heads Together)
Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan
jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok berpikir bersama
“Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban, menyatukan
pendapat, dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui
jawaban atas pertanyaan dari penyuluh.
Tahap 4 : Menjawab (Answering)
Penyuluh memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang
sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi
jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari penyuluh. Hal itu
dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama
dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban
atas pertanyaan penyuluh. Berdasarkan jawaban-jawaban itu penyuluh
18

dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta


didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan.
Pengetahuan tidak hanya diperoleh dari penyuluh saja
melainkan dapat pula diperoleh dari temannya. Oleh karena itu, dalam
belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan
kepada teman yang lainnya untuk mengemukakan pendapatnya
dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi
kesalahan secara bersama, mencari jawaban bersama, dan mencari
referensi bersama-sama sehingga dapat didiskusikan secara bersama
pula. Tujuan utama metode ini adalah untuk memperoleh pengetahuan
yang sama dengan temannya dengan latar belakang tingkat
kemampuan yang berbeda dan jenis kelamin yang berbeda (Suprijono,
2010).
g. Metode Talking Stick
a) Pengertian Talking Stick
Talking Stick (Tongkat Berbicara) merupakan metode
penyuluhan inovatif yang bisa diaplikasikan dalam penyuluhan.
Metode penyuluhan Talking Stick menurut Huda dalam Arifin (2018),
adalah metode penyuluhan kelompok dengan bantuan tongkat sebagai
alat penunjuk giliran dan iringan musik. Siswa yang memegang
tongkat harus menjawab pertanyaan dari penyuluh setelah mereka
mempelajari materi pokoknya. Kemudian secara estafet tongkat
tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran.
Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan
pertanyaan.
Pada mulanya, Talking Stick merupakan metode yang digunakan
oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak orang menyampaikan
pendapat dalam suatu forum. Saat ini Talking Stick digunakan sebagai
metode penyuluhan di ruang kelas. Huda dalam Arifin (2018),
menyatakan bahwa metode penyuluhan Talking Stick dapat
mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya dalam
pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan model ini akan
19

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan


kemampuan dan partisipasi mereka dalam pembelajaran.
b) Kelebihan Talking Stick
Menurut Ibid dalam Afdholifa (2013), ada beberapa kelebihan
dengan menggunakan metode Talking Stick, antara lain :
(1)Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan
pendapat ataupun menjawab pertanyaan dari penyuluh
(2)Melatih peserta didik menghargai ide serta jawaban orang lain
(3)Melatih konsentrasi siswa
(4)Menguji kesiapan siswa dalam belajar
(5)Melatih memahami serta mengerti secara mendalam tentang materi
pembelajaran yang diberikan
(6)Dapat mengukur tingkat pemahaman siswa secara langsung dan
individu
(7)Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
c) Kelemahan Talking Stick
Sedangkan menurut Ibid dalam Afdholifa (2013), metode
Talking Stick memiliki kelemahan, yaitu :
(1)Membuat siswa senam jantung.
Dalam permainan ini siswa akan tiba-tiba mendapatkan giliran
memegang tongkat dan harus menjawab pertanyaan dari penyuluh.
Setiap siswa tidak akan pernah tau kapan dirinya mendapat giliran
menjawab pertanyaan. Hal ini dikarenakan penyuluh memberikan
pertanyaan secara acak seiring dengan berhentinya lagu yang
diputar atau dinyanyikan. Siswa yang secara spontan mendapat
tongkat untuk menjawab pertanyaan dari penyuluh akan merasa
grogi atau rasa takut yang berlebihan.
(2)Peserta didik yang tidak siap tidak bisa menjawab pertanyaan
(3)Jika penyuluh tidak bisa mengendalikan kondisi kelas, maka
suasana kelas akan gaduh
(4)Peserta didik yang pandai lebih mudah memahami materi,
sedangkan siswa yang kurang pandai kesulitan menerima materi
20

d) Langkah-langkah Talking Stick


Menurut Huda dalam Arifin (2018), menyebutkan langkah-
langkah metode penyuluhan Talking Stick, sebagai berikut :
(1) Penyuluh menyiapkan sebuah tongkat dan iringan musik
(2)Penyuluh menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan siswa untuk mempelajari
materi
(3)Penyuluh mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu
siswa. Secara estafet tongkat tersebut bergilir dan secara bergantian
dari tangan satu ke tangan yang lainnya dengan diiringi musik, lalu
penyuluh memberhentikan musik dan penyuluh memberikan
pertanyaan kepada siswa yang memegang tongkat. Sampai
sebagian besar siswa mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan
dari penyuluh
(4)Peserta didik yang lain boleh membantu temannya jika seandainya
anggota temannya yang memegang tongkat tidak bisa menjawab
pertanyaan
(5) Penyuluh memberikan kesimpulan
(6) Penyuluh melakukan evaluasi atau penilaian
(7) Penyuluh menutup pembelajaran
Berdasarkan penjelasan mengenai metode Talking Stick
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ini dapat
menciptakan suasana menyenangkan dan memicu peserta didik
untuk berpikir cepat pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Peserta didik dapat bermain dan bernyanyi bersama tanpa
meninggalkan inti dari kegiatan pembelajaran itu sendiri. Selain itu,
peserta didik dikatakan lebih aktif karena memiliki hak untuk
mengungkapkan pendapat atau menjawab pertanyaan dari
penyuluh.
21

2. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalu pancaindera manusia yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Hal ini
di dukung oleh pendapat Nugraheni (2017), tanpa pengetahuan seseorang
tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
b. Proses Terjadinya Pengetahuan
Menurut Nugraheni (2017), mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru atau (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu:
1) Kesadaran (awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2) Merasa tertarik (interest), terhadap stimulus atau objek tersebut, disini
sikap subjek sudah mulai terbentuk
3) Menimbang-nimbang (evaluation), responden akan
mempertimbangkan terhadap baik dan buruknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4) Uji coba (trial), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
5) Adopsi (adoption), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
positif maka perilaku terssebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat
langgeng (longlasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama atau
bersifat sementara (Notoatmodjo, 2012).
22

c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan bisa diperoleh secara alamiah maupun terencana yaitu
melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan. Menurut Budiharto (2013),
pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan
berupa :
1) Tahu (know)
Tahu merupakan tingkatan yang paling rendah karena, pada
tingkatan ini terjadi recall (mengingat kembali) diartikan sebagai
mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau
rangsangan yang diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. Contoh: gigi putih
berkat iklan pasta gigi tertentu, akibat iklan ini seseorang tertarik dan
menjadi tahu bahwa untuk memperoleh gigi putih seperti yang
terdapat dalam iklan diperlukan pasta gigi tersebut.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari. Misalnya: mampu menjelaskan tanda-tanda radang
gusi.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Misalnya: memilih sikat gigi yang benar untuk
menggosok gigi dari sejumlah model sikat gigi yang ada, setelah
diberi penjelasan dari contoh.
23

4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan. Contohnya:
mampu menjabarkan struktur jaringan periodontal dengan masing-
masing fungsinya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menggabungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk tertentu
yang baru. Misalnya: individu mampu menggabungkan diet
makanan yang sehat untuk gigi, menggosok gigi yang tepat waktu,
serta mengambil tindakan yang tepat bila ada kelainan gigi untuk
usaha mencegah penyakit gigi.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: mampu
menilai kondisi kesehatan gusi anaknya pada saat tertentu.
d. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain :
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuaan di dalam dan diluar sekolah serta
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Informasi yang semakin banyak
24

masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang


kesehatan.
2) Informasi
Infomasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasilkan perubahan atau peningakatan pengetahuan. Adanya
kemajuan teknologi akan tersedia berbagai macam media massa yang
dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3) Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk dengan
demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
melakukannya.
4) Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan kedalam individu yang berada di lingkungan tersebut,
hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi pada masa lalu.
6) Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
25

3. Karies Gigi
a. Pengertian Karies Gigi
Karies gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi yang ditandai
dengan dimulainya proses demineralisasi atau pelarutan pada lapisan luar
gigi (email). Kerusakan yang terjadi pada gigi tersebut akibat adanya
bakteri dalam mulut. Bila tidak dirawat, maka proses karies akan terus
berjalan dan dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) baik untuk
jaringan sekitar gigi maupun organ-organ tubuh lainnya, misalnya ginjal,
jantung, dan lain-lain. Karies gigi ini dapat mengenai semua kelompok
dalam masyarakat (Kemenkes RI, 2014).
Menurut Alhamda (2011), gigi berlubang disebut karies gigi, karies
akan mengakibatkan kerusakan struktur gigi sehingga terbentuk lubang
dengan gejala umum gigi terasa sakit, gigi menjadi sensitif setelah makan
atau minum manis, asam, panas, atau dingin, terlihat atau terasa adanya
lubang pada gigi, dan bau mulut.
Gigi yang berlubang bukanlah disebabkan ulat seperti anggapan
orang pada zaman dahulu. Namun disebabkan oleh pertemuan antara
bakteri dan gula. Bakteri akan mengubah gula dari sisa makanan menjadi
asam yang menyebabkan lingkungan gigi menjadi asam (lingkungan
alam gigi seharusnya adalah basa) dan asam inilah yang akhirnya
membuat lubang kecil pada email gigi (Ghofur, 2011).
b. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi (Etiologi Karies Gigi)
1) Faktor Dalam
Menurut Tarigan (2016), beberapa faktor dalam penyebab
terjadinya karies gigi, yaitu :
a) Gigi (Host)
Karies gigi diawali dengan terdapatnya plak yang
mengandung bakteri pada gigi. Oleh karena itu bagian gigi yang
memudahkan pelekatan plak sangat memungkinkan diserang
karies. Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi
sebagai tuan rumah terhadap karies gigi yaitu faktor morfologi
26

gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel (email), faktor


kimia, saliva (Tarigan, 2016).
Bagian-bagian yang mudah diserang karies adalah pit dan
fissure pada gigi posterior karena sisa-sisa makanan mudah
menumpuk didaerah tersebut terutama pit dan fissure yang
dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat
memudahkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan
karies gigi. Posisi gigi juga dapat memicu terjadinya karies gigi,
misalnya gigi yang berjejal dan susunan tidak teratur lebih sukar
dibersihkan (Tarigan, 2016).
Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh
saliva. Rendahnya pengeluaran saliva menyebabkan
berkurangnya kemampuan membersihkan sisa makanan dan
mematikan kuman. Peranan saliva sangat besar, karena
kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada
lingkungannya. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang
masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan
fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi
meningkat jika ada ion fluor.
Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme atau
bakteri di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH nya. Karies
mungkin akan tidak terkendali jika aliran saliva berkurang. Air
ludah (saliva) ini dikeluarkan oleh kelenjar parotis, kelenjar
sublingualis, dan kelenjar submandibularis. Secara mekanis
saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan
yang dikunyah. Dengan demikian aktivitas karies yang tinggi
dapat dijumpai pada orang orang-orang yang sekresi salivanya
berkurang (Tarigan, 2016).
b) Bakteri (Mikroorganisme)
Substrat mikroorganisme merupakan faktor paling penting
dalam proses awal terjadinya karies. Mereka memfermentasi
karbohidrat untuk memproduksi asam. Plak gigi memegang
27

peranan penting dalam terjadinya karies. Plak adalah suatu


lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Jika email yang bersih terpapar di rongga mulut maka akan
ditutupi oleh lapisan organik yang halus, tipis, dan bebas kuman
yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein
yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah
menggosok gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu
melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi.
Asam terbentuk dari hasil fermentasi makanan oleh bakteri
di dalam plak gigi. Sumber utamanya adalah glukosa yang
masuk dalam plak gigi, sedangkan sumber utama glukosa adalah
sukrosa. Penyebab utama terbentuknya asam tadi S. Mutans
serotype C yang terdapat di dalam plak karena kuman ini
metabolisme sukrosa menjadi asam lebih cepat dibandingkan
kuman lain (Tarigan, 2016).
c) Makanan (Substrat)
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi
pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan
kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang
menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama
sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya
pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan
protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies
gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat
memegang peranan penting dalam terjadinya karies (Tarigan,
2016).
28

d) Waktu
Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan
frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Secara umum,
lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang
menjadi suatu kavitas cukup bervariasi diperkirakan 6-48 bulan
(Tarigan, 2016).
2) Faktor Luar
Menurut Tarigan (2016) beberapa faktor luar individu penyebab
terjadinya karies gigi, yaitu :
a) Keturunan
Dari suatu penelitian terhadap 46 pasang orang tua dengan
persentase karies yang tinggi, hanya 1 (satu) pasang yang memiliki
anak dengan gigi yang baik, 5 (lima) pasang dengan presentase
karies sedang, selebihnya 40 pasang lagi dengan persentase karies
yang tinggi. Akan tetapi, dengan teknik pencegahan karies yang
demikian maju pada akhir-akhir ini, sebetulnya faktor keturunan
dalam proses terjadinya karies tersebut telah dapat dikurangi
(Tarigan, 2016).
b) Ras
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit
menentukan. Namun, keadaan tulang rahang suatu ras bangsa
mungkin berhubungan dengan presentase karies yang semakin
meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras tertentu dengan
rahang sempit sehingga gigi geligi sering tumbuh tak teratur.
Dengan keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempersulit
pembersihan gigi dan ini akan mempertinggi presentase karies pada
ras tersebut (Tarigan, 2016).
c) Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan oleh Milhahn-Turkeheim
yang dikutip dari Tarigan (2016), pada gigi M1, didapat hasil
bahwa presentase karies gigi pada wanita lebih tinggi dibanding
dengan pria.
29

d) Usia
Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari gigi geligi:
(1) Periode gigi campuran, disini M1 paling sering terkena karies
(Tarigan, 2016). Anak usia 6-12 tahun masih kurang
mengetahui dan mengerti bagaimana cara memelihara
kesehatan gigi dan mulut. Anak-anak usia sekolah perlu
mendapat perhatian khusus sebab pada usia ini anak sedang
menjalani proses tumbuh kembang.
(2) Periode pubertas (remaja) antara 14-20 tahun. Pada masa
pubertas terjadi hormonal yang dapat menimbulkan
pembengkakan gusi, sehingga kebersihan gigi dan mulut
menjadi kurang terjaga. Hal ini yang menyebabkan persentase
karies lebih tinggi (Tarigan, 2016).
(3) Usia antara 40-50 tahun. Pada usia ini sudah terjadi retraksi
atau menurunnya gusi sehingga sisa-sisa makanan sering lebih
sukar dibersihkan (Tarigan, 2016)
c. Proses Terjadinya Karies Gigi (Patogenesis Karies Gigi)
Mulut merupakan tempat berkembangnya bakteri streptococcus
mutans dan lactobacillus. Bakteri akan mengubah gula dan karbohidrat
yang menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun
hingga 4,5-5,0 dalam waktu 1-3 menit. Kemudian pH akan kembali
normal, pada pH sekitar 7 dalam waktu 30-60 menit, dan jika penurunan
pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan
demineralisasi pada permukaan gigi. Plak adalah bakteri yang
membentuk suatu lapisan lunak dan lengket yang menempel pada gigi.
Plak ini biasanya sangat mudah menempel pada permukaan kunyah gigi,
sela-sela gigi, dan batasan antara gigi dan gusi. Proses hilangnya mineral
dari struktur gigi dinamakan demineralisasi, sedangkan bertambahnya
mineral dari struktur gigi dinamakan remineralisasi. Kerusakan gigi
terjadi apabila demineralisasi lebih besar daripada proses remineralisasi.
Menurut penelitian, Streptococcus mutans berperan dalam
permulaan terjadinya karies gigi. Sedangkan Lactobacillus sp, berperan
30

pada proses perkembangan dan kelanjutan karies. Pertama kali akan


terlihat bercak putih (white spot) pada permukaan email kemudian proses
ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang. Bila
email berhasil ditembus, maka selanjutnya akan mengenai dentin yang
lunak. Bila bakteri sampai ke pulpa yang sensitif maka terjadi
peradangan pulpa. Pembuluh darah dalam pulpa akan membengkak,
sehingga timbul rasa sakit (Tarigan, 2016).
d. Tanda Awal Karies Gigi
Menurut Pratiwi et al., (2007), tanda awal karies gigi, antara lain:
1) Munculnya white spot seperti bercak putih pada permukaan gigi
2) Dengan berjalannya waktu, warnanya akan menjadi hitam, kemudian
mulai membentuk lubang
3) Jika lubangnya masih pada permukaan luar, biasanya terasa ngilu
jika ada rangsangan setelah makan atau minum manis, asam, panas,
atau dingin
4) Apabila lubang sudah dalam, gigi akan terasa sakit tiba-tiba
meskipun tanpa ada rangsangan. Lubang akan menjadi semakin
dalam dan keluhan sakit akan terjadi terus menurus yang akhirnya
mengganggu aktivitas sehari-hari
e. Klasifikasi Karies Gigi
1) Berdasarkan Kedalamannya (Tarigan, 2016)
a) Karies superfisialis
Karies baru mengenai email saja, sedangkan belum mengenai
dentin
b) Karies media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin
c) Karies profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-
kadang sudah mengenai pulpa. Karies profunda ini dapat kita bagi
lagi menjadi :
31

(1) Karies profunda stadium I


Karies telah melewati setengah dentin, biasanya belum
dijumpai radang pulpa
(2) Karies profunda stadium II
Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan
pulpa. Biasanya disini telah terjadi radang pulpa
(3) Karies profunda stadium III
Pulpa telah terbuka dan dijumpai bermacam-macam radang
pulpa
2) Berdasarkan Lokasi Karies (Tarigan, 2016)
G.V Black mengklasifikasikan kavitas ada 5 bagian dan diberi tanda
dengan nomor romawi, dimana kavitas diklasifikasikan berdasarkan
permukaan gigi yang terkena karies, pembagian tersebut adalah :
a) Kelas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pit dan fissure) dari
gigi premolar dan molar (gigi posterior). Terdapat juga pada gigi
anterior di foramen caecum
b) Kelas II
Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-gigi molar
atau premolar yang umumnya meluas sampai bagian ke oklusal
c) Kelas III
Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi posterior,
tetapi belum mencapai 1/3 incisal dari gigi
d) Kelas IV
Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi posterior
dan sudah mencapai 1/3 incisal dari gigi
e) Kelas V
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi posterior dan
anterior pada permukaan labial, lingual, palatal, maupun bukal
dari gigi
32

3) Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies (Tarigan,


2016)
a) Karies simple
Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja, misalnya labial,
bukal, lingual, mesial, distal, oklusal
b) Karies kompleks
Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang
permukaan gigi. Misalnya, mesio distoinsisal, mesio-oklusal
4) Klasifikasi berdasarkan keparahan
a) Karies insipen
Mengenai kurang dari setengah ketebalan email
b) Karies moderat
Mengenai lebih dari setengah ketebalan email, tetapi tidak
mencapai pertemuan dentin-email
c) Karies lanjutan
Mengenai pertemuan dentin-email dan kurang dari setengah jarak
pulpa
d) Karies parah
Mengenai lebih dari setengah jarak ke pulpa
f. Pencegahan Karies Gigi
Menurut Ghofur (2011), untuk mencegah terjadinya karies gigi
adalah :
1) Memeriksakan gigi secara rutin
Kunjungi dokter gigi setiap 6 bulan sekali walaupun tidak
merasakan sakit gigi. Hal ini diperlukan agar dokter dapat mendeteksi
lubang kecil yang terjadi pada gigi dan dapat ditangani segera agar
lubang tidak semakin besar. Dapat juga dideteksi bagian gigi yang
tidak rata atau berlekuk yang dapat menyebabkan gigi sulit
dibersihkan (Ghofur, 2011).
2) Menggosok gigi secara teratur dan pada waktu yang tepat
Pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur adalah waktu
yang tepat untuk menggosok gigi. Air liur tidak banyak keluar pada
33

waktu kita tidur, sehingga gigi akan rusak bila membiarkan sisa
makanan pada gigi tanpa menyikatnya. Air liur berguna untuk
melindungi gigi dari bakteri penyebab gigi berlubang (Ghofur, 2011).
3) Menggosok gigi dengan cara yang benar
Waktu menggosok gigi telah dilakukan secara teratur namun
bila dilakukan dengan cara yang tidak benar, tentu hasilnya tidak akan
maksimal. Cara yang benar adalah menyikat ke arah bawah untuk gigi
depan (gigi seri) bagian atas, menyikat ke arah atas untuk gigi depan
bagian bawah, menyikat secara maju munndur bagian pengunyahan,
menyikat gigi yang menghadap pipi dengan gerakan membulat atau
memutar, dan menyikat permukaan gigi bagian dalam dengan
gerakan mencongkel di sela-sela gigi. Menyikat gigi minimal 8 kali
gerakan (Ghofur, 2011).
4) Kumur setelah makan
Menyikat gigi tidak mungkin dilakukan setiap habis makan,
maka cara terbaik adalah berkumur-kumur agar sisa makanan tidak
terus menempel dan mengurangi keadaan asam dalam gigi (Ghofur,
2011).
5) Pilih pasta gigi yang mengandung fluoride
Menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Zat ini
merupakan salah satu bahan pembentuk email gigi. Adanya zat ini
dapat mencegah pembusukan pada gigi (Ghofur, 2011).
6) Makan-makanan yang berserat
Mengonsumsi sayuran atau buah terbukti dapat membuat gigi
lebih kuat dan mencegah terjadinya gigi berlubang (Ghofur, 2011).
7) Kurangi makanan yang mengandung gula
Makanan jenis ini bila tertinggal di gigi dan adanya bakteri akan
menyebabkan asam yang membuat gigi berlubang (Ghofur, 2011).
34

g. Tindakan Perawatan Karies Gigi


Menurut Tarigan (2016), unntuk mengatasi penyakit karies gigi
diperlukan suatu tindakan perawatan, yang meliputi :
1) Tambal Gigi (Filling)
Untuk meminimalisir angka kesakitan dan kejadian karies yang
lebih parah maka dilakukanlah PTI. Performed Treatment Index (PTI)
merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang ditumpat
terhadap angka karies. PTI menggambarkan motivasi dari seseorang
untuk menempatkan giginya yang berlubang dalam upaya
mempertahankan gigi tetap. Target persentase PTI yang harus dicapai
oleh Indonesia 50% dapat dikatakan jika angka PTI <50% rendah dan
≥50% tinggi (Tarigan, 2016).
Penambalan gigi adalah salah satu cara untuk memperbaiki
kerusakan gigi agar gigi bisa kembali bentuknya semula dan bisa
kembali berfungsi dengan baik. Dengan menutup lubang gigi
menggunakan tambalan, maka jalan masuk bakteri pun akan tertutup
sehingga bisa menghentikan kerusakan gigi lebih lanjut. Selain itu,
peambalan juga bertujuan untuk menutup tubulus dentin yang terbuka
yang merupakan penyebab adanya rasa linu pada gigi yang berlubang.
Gigi yang sudah mengalami pulpitis irreversible dan gigi yang sudah
mati, bahkan sampai terbentuk kelainan-kelainan di daerah sekitar
ujung akar gigi akan membutuhkan perawatan saluran akar gigi atau
dikenal dengan perawatan saluran akar.
Perawatan endodontik merupakan peerawatan untuk mengatasi
dan mengobati infeksi pada gigi yang berlubang. Karena jika langsung
ditambal tanpa perawatan endodontik, infeksi pada gigi tersebut akan
terus berlangsung bahkan bisa menyebar ke tempat-tempat lain dan
kondisinya pun akan bertambah parah. Dengan perawatan edodomtik,
gigi yang berlubang akan dirawat sampai steril atau sampai tidak ada
kuman lagi di dalamnya. Setelah gigi tersebut sudah benar-benar
bersih, barulah dokter gigi akan membuatkan suatu restorasi atau
tambalan pada gigi tersebut (Tarigan, 2016).
35

2) Pencabutan Gigi (Ekstraksi)


Ekstraksi atau pencabutan gigi ini biasanya dilakukan apabila
gigi yang berlubang kemungkinan sudah tidak bisa direstorasi atau
diperbaiki dengan penambalan karena kerusakan yang sudah sangat
parah. Pilihan ini biasanya dipilih karena pertimbangan biaya dan
waktu, karena jika perawatan edodontik memang membutuhkan biaya
yang lebih besar dan kunjungan yang lebih banyak (Tarigan, 2016).
4. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Kemampuan intelektual anak pada masa usia sekolah (6-12 tahun)
sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang
dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya, sangat aktif
mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya, sehingga dorongan untuk
mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar. Anak pada
usia ini mudah dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik. Pada umumnya, anak-anak seusia ini juga mempunyai sifat
selalu ingin menyampaikan apa yang diterima dan diketahuinya dari orang
lain. Masa ini sering disebut sebagai masa-masa yang rawan, karena pada
masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi permanen pertama
mulai tumbuh usia 6-8 tahun (Adriany et al., 2016).
Menurut Ardiwirastuti (2016), tingkat kelas di sekolah dasar dibagi
dua menjadi kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas
satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas tinggi sekolah dasar yang terdiri dari
kelas empat, lima, dan enam.
Menurut Tandilangi et al., (2016), secara psikologis anak kelas V
Sekolah Dasar dapat menerima pengertian, realistis, dan kritis. Anak kelas
V biasanya kisaran usia 10-11 tahun dimana pada kelompok usia ini juga
minat belajar tinggi, di dukung oleh ingatan yang kuat, serta kemampuan
dalam memahami materi yang diberikan yang distimulasi oleh dorongan
rasa ingin tahu yang besar. Secara umum, perilaku kesehatan gigi pada usia
ini lebih kooperatif dari kelompok usia yang lebih muda dan kelompok ini
juga dianggap sudah mandiri dalam kegiatan.
36

B. Kerangka Teori

Penyuluhan Kesehatan

Metode Penyuluhan

One Way Method Two Way Method

Metode Numbered Metode Talking


Heads Together Stick

Tingkat Pengetahuan karies

Gambar 2.1 Kerangka Teori

C. Hipotesis Penelitian
Ha : Penyuluhan dengan menggunakan metode Numbered Heads
Together lebih efektif daripada metode Talking Stick terhadap
tingkat pengetahuan karies pada siswa kelas 5 SD Sendangmulyo 02
Ho : Penyuluhan dengan menggunakan metode Numbered Heads
Together dan metode Talking Stick sama efektif terhadap tingkat
pengetahuan karies pada siswa kelas 5 SD Sendangmulyo 02

Anda mungkin juga menyukai