Anda di halaman 1dari 1

Rabu 27 Juli 2022, 05:00 WIB Nilai Administrator | Editorial

Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2719-nilai-strategis-kunjungan-ke-tiongkok
STRATEGIS KUNJUNGAN KE TIONGKOK

Setelah aktifitas beberapa waktu lalu berkunjung Ukraina dan Rusia, kini Presiden Joko Widodo melakukan rangkaian
kunjungan ke Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Banyak pihak mengaitkan dua rangkaian ini meski tidak berlangsung
sejurus. Digenjotnya managemen politik luar negeri Indonesia, oleh Kepala Negara langsung, memang mencerminkan
banyak hal. Bukan hanya soal urgensi krisis dunia, status Presidensi Indonesia di G-20, melainkan berbagai urgensi
kepentingan dalam negeri. Afdolnya, berbagai urgensi itulah yang harus cermat dilihat dalam kunjungan ke Tiongkok.
Mengartikan kunjungan ini menjadi bagian dalam keinginan Presiden menjembatani dialog Ukraina-Rusia, tidaklah tepat.
Bahkan anggapan ini jelas salah alamat karena sejauh ini Tiongkok nyata-nyata bersikap netral. Tiongkok tidak pernah
mengecam infasi Rusia. Hubungan Tiongkok dengan Rusia bahkan memang kian meningkat hanya seminggu sebelum infasi.
Kedua negara menyepakati perjanjian energi bernilai raksasa, yakni US$20 milyar untuk batu bara US$117,5 milyar untuk
minyak dan gas Rusia. Perjanjian itu tidak hanya mengamankan kebutuhan energi ‘Negara Tirai Bambu’, tetapi juga
mengamankan devisa Rusia. Dengan infasi yang kala itu di depan mata, sudah diperkirakan ragam embargo yang dijatuhkan
negara Barat terhadap Rusia. Di sisi lain, perbedaan politik luar negeri Indonesia dan Tiongkok dalam soal perang tersebut
bukan berarti menepikan peran Tiongkok untuk perdamaian dunia dan stabilitas global. Di tengah krisis iklim, perdamaian
dunia sangat bergantung pada keamanan pangan. Inilah pula yang dikuasai Tiongkok dengan gandumnya. Pada 2020/2021,
Tiongkok menjadi negara penghasil gandum dengan produksi 134,25 juta metrik ton. Dengan pasokan gandum dari Ukraina
yang terhambat, gandum Tiongkok kian penting bagi dunia, termasuk Indonesia. Bukan hanya soal gandum dan energi, nilai
strategis kunjungan Presiden kali ini ke Tiongkok juga penting jika berkaca pada devisit perdagangan Indonesia. Bahkan
devisit perdagangan RI terhadap Tiongkok sudah berlangsung 14 tahun terakhir. Januari-September tahun lalu, neraca
perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mengalami devisit US$1,48 milyar. Devisit neraca perdagangan itu mengalami
penurunan 78,77% jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$7,96 milyar. Bila melihat trend,
perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mengalami peningkatan. Namun, devisit perdagangannya juga semakin melebar.
Maka di sinilah sebenarnya nilai paling strategis kunjungan Kepala Negara. Presiden mesti dapat meningkatkan kerja sama
ekonomi dan juga memastikan komitmen Tiongkok untuk memberikan berbagai kelonggaran eksport terhadap Indonesia.
Ini sesungguhnya bukanlah harapan muluk melainkan memang sewajarnya jika Tiongkok memang serius membangun
komunitas Tiongkok-Indonesia. Selama ini komunitas itu telah didengungkan dengan pola kerja sama ‘penggerak roda
empat’, yang meliputi politik, bidang ekonomi, budaya, dan maritim. Lebih jauh lagi komitmen Tiongkok di hubungan
bilateral kita sesungguhnya ialah dukungan yang paling nyata terhadap Presidensi Indonesia di G-20. Selama ini Tiongkok
telah menyatakan dukungan itu. Namun, harus diakui, komitmen-komitmen nyata masih lemah. Sebab tentulah sulit bagi
Indonesia untuk memainkan peran maksimal di G-20, sementara agenda-agenda bilateral pun tidak berhasil positip. Maka
kita mendorong Presiden Jokowi untuk lebih menekankan kesuksesan bilateral dari rangkaian kunjungan kali ini. Presiden
harus menyadari dan berfikir bahwa agenda multilateral tidak akan berhasil tanpa hasil nyata di agenda bilateral.

Sebutkan 10 kata tidak baku dan perbaiki kata-kata tersebut!

Anda mungkin juga menyukai