Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Jalan Prof. Dr. Hr. Bunyamin 708, Purwokerto 53122. Telp. (0281) 637970, Faks. (0281) 640268
Laman : http://feb unsoed.ac.id@unsoed.ac.id, Surel: bapendik.feb@unsoed.ac.id

TUGAS BAHASA INDONESIA


MENULIS ARTIKEL POPULER

NAMA : Laura Kartika Puspa


NIM : C1G021032
Dosen : Widya Putri Ryolita,S.S.M.A

TITIK PEMULIHAN EKONOMI INDONESIA DI TEGAH AWAN


KETIDAKPASTIAN
Laura Kartika Puspa
C1G021032

G20 merupakan kepanjangan dari Group of Twenty yang merupakan forum


kerja sama multilateral dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa yang membahas
tentang ekonomi internasional. Kata G20 sendiri diambil dari keberadaan 60%
populasi manusia di Bumi, 75% perdagangan global, serta 80% dari produk domestik
bruto (PDB) dunia. Adapun negara yang tergabung dalam organisasi ini yaitu, Afrika
Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia,
Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Rusia, Perancis,
Tiongkok, Turki dan juga Uni Eropa. G20 terbentuk pada tahun 1999 atas inisiatif
dari kelompok G7 sebagai upaya penyelesaian atas munculnya kekecewaan
komunitas internasional terhadap kegagalan G7 dalam mencari solusi atas
permasalahan perekonomian global yang dihadapi saat itu. Forum ini terbentuk untuk
menganggapai beberapa isu yang berkaitan dengan krisis ekonomi dunia.Sehingga,
inisiatif tersebut kini berkembang bahwa G20 adalah wadah dalam mencari solusi dan
merangkul negara di Asia, Rusia, dan Amerika. Pada akhirnya, G20 mewujudkan
pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Seperti yang kalian ketahui, Indonesia diamanahi sebagai tuan rumah acara
ekonomi G20 2022. Indonesia sebagai tuan rumah G20 mengusung tema “Recover
Together, Recover Stronger”. Forum G20 akan dihadiri oleh pemimpin negara,
menteri keuangan serta gubernur bank sentral setiap negara untuk sejumlah isu
perekonomian yang ada. Terutama terkait pertumbuhan ekonomi setelah masa krisis
COVID-19 usai. Dalam konferensi yang diselenggarakan pada akhir 2022 ini, topik
utama yang akan didiskusikan ialah :
1. Arsitektur kesehatan global yang berkaitan dengan penggalangan dana global,
ketahanan dan standar kesehatan global yang harmonis
2. Transformasi ekonomi & digital yang akan mencakup desain ulang tata kelola
ekonomi global dengan teknologi digital
3. Transisi energi di mana G20 akan mendorong terbentuknya sistem energi
global yang lebih bersih dan transisi yang adil
Dilansir dari laman https://indonesiabaik.id/infografis/berapa-jumlah-
delegasi-yang-akan-hadir-pada-g20-indonesia, selama Indonesia menjadi tuan rumah
G20 2022 kemungkinan terdapat kurang lebih 150 pertemuan yang diadakan di 19
kota yang ada di seluruh Indonesia dan dihadiri oleh kurang lebih 20.988
delegasi.Sedangkan khusus untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 2022 pada
November mendatang, setidaknya terdapat 39 negara dan organisasi internasional
yang akan hadir serta akan diwakili oleh 429 delegasi dari anggota G20 dan tamu
undangan.

Dalam mendukung G20 Presidency, CNBC mengadakan konferensi tentang


strategi dan tantangan pemulihan ekonomi nasional 2022 pada Senin, 23 Mei 2022
secara live melalui channel Youtube Sekretariat Presiden. Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa ia optimis terhadap
prospek pemulihan dan percepatan pertumbuha ekonomi Indonesia pada tahun 2021
hingga 2022. Walaupun begitu, beliau mengingatkan untuk tetap waspada terhadap
perkembangan pandemi COVID-19 dan dinamika global. Pemerintah menargetkan
ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga 5,2% ditopang terjaganya inflasi hingga
kondisi makro ekonomi yang masih tangguh.
Optimisme pemulihan ekonomi Indonesia dapat tercermin dari analisis
lembaga penelitian dan asosiasi perdagangan nasional, sebesar 4,3% dari Institute for
Development of Economics and Finance (INDEF), 5,1%–5,4% dari Institute of
Economic and Social Research ( LPEM UI), dan 4%-5% dari Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo). Masing-masing sepakat bahwa kinerja ekonomi Indonesia pada
tahun 2022 akan melebihi perkiraan pertumbuhan PDB 3% pada tahun 2021.
Optimisme tersebut juga disampaikan oleh Airlangga Hartanto selaku Menteri
Koordinator Ekonomi Republik Indonesia. Beliau menyampaikan, “Prospek
pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 dan 2022 sangat
terbuka, terutama apabila didukung oleh pengendalian pandemi COVID19 secara
konsisten.” Beliau juga menambahkan, kepercayaan ini muncul dari dunia usaha,
masyarakat dan investor. Sektor tersebut perlu dimanfaatkan dalam rangka
peningkatan kegiatan usaha, investasi dan upaya penciptaan lapangan kerja.
Namun, perlu diwaspadai dinamika global yang akan menimbulkan
kemungkinan risiko di akhir tahun 2021 hingga 2022, contohnya isu – isu di AS,
China dan Eropa serta beberapa risiko lain seperti pandemi COVID 19, climate
change dan geopolitik. Contohnya perang yang terjadi diantara Rusia dan Ukraina.
Adapun dampak yang akan begitu terasa dari perselisihan tersebut ialah,
1. Penurunan Nilai Tukar Rupiah, jika perselisihan ini terjadi berlarut – larut
maka orang – orang akan mencari tempat yang aman untuk
menginvestasikan assetnya. Dengan begitu, investasi yang akan mereka
pilih adalah investasi berupa emas dan dollar AS.
2. Penurunan Pasar Modal, dalam situasi global tersebut, pasar modal
otomatis akan menurun sesuai trend depresiasi nilai tukar rupiah.
3. Menurunnya Ekspor, jika Indonesia tidak dapat melakukan ekspor ke
Rusia maka Indonesia akan kehilangan pendapatan sebesar 170 juta dollar
AS dari hasil ekspor karet, lemak hewan, dan juga kakao.
4. Naiknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia,
seperti yang kita ketahui bahwa harga minyak telah meroket. Pada setiap
peningkatan 1 dollar per barel akan memberi beban APBN sebanyak Rp
2,5 trilliun, untuk minyak tanah sekitar Rp 50 milliar, sedangkan untuk
LPG sebesar Rp 1,5 trilliun.

Dengan berbagai kondisi diatas, Indonesia harus berhati – hati dalam


mengambil keputusan di tengah kondisi yang tidak stabil ini. Walaupun presentase
kemungkinan untuk bangkit tergolong tinggi, kewaspadaan dalam hal – hal yang tak
terduga perlu ditingkatkan karena banyak resiko yang harus dikontrol seperti efisien
belanja negara dan penguatan produksi sektor riil. Indonesia juga harus meningkatkan
kapabilitas pengetahuan dan sumber daya manusia agar tidak hanya bergerak pada
ekspor barang mentah dan primer, melainkan juga lebih fokus menata diri di era
industri 4.0 yang lebih modern ini.

Anda mungkin juga menyukai