Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM BISNIS

ANALISIS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM


TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

Dosen Pengampu: Dhika Anugrah, S.H., M.H.

Kelompok 4 :

Malinda Ningrum (20220610147)


Nazwa Fitri Aulia (20220610061)
Reza Asdiki (20220610086)
Suzana (20220610012)
Wafa Awaliya Fadilah (20220610142)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KUNINGAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah yang berjudul “Analisis
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jual Beli Online Dan Offline”.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya
para mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


dalam pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kuningan, 30 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

2.1 Latar Belakang ..................................................................................................1

2.2 Rumusan Masalah : ........................................................................................... 1

2.3 Tujuan ................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................2

2.1 Perlindungan Konsumen dan Transaksi Jual Beli Online ............................... 2

2.2 Pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia........................... 5

2.3 Penyebab dan Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen ................ 9

2.4 Studi Kasus Grab Toko ................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 14

3.2 Saran ................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

2.1Latar Belakang
Perlindungan hukum bagi konsumen sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
dikalangan masyarakat karena setiap orang baik secara sendiri maupun secara
bersama-sama pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa
tertentu. Untuk itu dibutuhkan perlindungan hukum dari para berbagai pihak
secara seimbang baik pada saat sebelum terjadinya transaksi dan/atau pada saat
setelah terjadinya transaksi. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Sehingga terhadap konsumen diperlukan adanya perlindungan
hukum untuk mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen. Tansaksi jual beli
online pada dasarnya sama dengan jual beli secara konvensional yang
membedakan adalah media yang digunakan. Ketika pelaku usaha dan
konsumen melakukan sebuah perjanjian maka kedua pihak telah terikat dan
memiliki kewajiban serta hak yang harus dipenuhi.

2.2 Rumusan Masalah :


1. Bagaimana keterkaitan perlindungan konsumen dengan transaksi jual beli
online?
2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen jual beli
online offline?
3. Bagaimana upaya dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap
konsumen jual beli online?

2.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis.
2. Memberi pemahaman tentang keterkaitan terhadap perlindungan
konsumen dalam transaksi jual beli online.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen
jual beli online

1
4. Untuk mengetahui upaya dalam pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap konsumen jual beli online dan offline.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan Konsumen dan Transaksi Jual Beli Online


1. Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan dan hukum
yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya-
upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap
kepentingan konsumen (Sidobalok 2014:39).
1) Adapun hak konsumen adalah:
a. Hak asas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayanai secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasayang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;

2
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
2) Kewajiban konsumen adalah:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamtan;
b. beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
3) Hak pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beriktikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
4) Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar
dan jujur serta tidak dikriminatif;

3
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.
2. Pengertian Transaksi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), transaksi adalah wujud
persetujuan jual-beli antar pihak pembeli dan juga pihak penjual pada
kegiatan perdagangan. Bentuk kesepakatan ini dapat berupa saling
bertukar barang, jasa, atau aset keuangan. Transaksi sendiri melibatkan
aset kekayaan seseorang, baik untuk pihak pembeli maupun penjual.
3. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jual beli
merupakan suatu proses persetujuan saling mengikat antara penjual
sebagai pihak yang menyerahkan barang dan pembeli sebagai pihak yang
membayar harga barang yang di jual. Sedangkan, pengertian jual beli
secara umum merupakan perpindahan hak milik yang berupa barang atau
harta kepada pihak lainnya dengan menggunakan uang sebagai salah satu
alat tukarnya.
4. Pengertian transaksi jual beli online
Belanja online (online shopping) adalah proses dimana konsumen secara
langsung membeli barang-barang, jasa dan lain-lain dari seorang penjual
secara interaktif dan real-time tanpa suatu media perantara melalui Internet
(Mujiyana & Elissa, 2013).

4
Online shopping atau belanja online via internet, adalah suatu proses
pembelian barang atau jasa dari mereka yang menjual melalui internet,
atau layanan jual-beli secara online tanpa harus bertatap muka dengan
penjual atau pihak pembeli secara langsung(Sari, 2015). Jadi, belanja
online adalah proses jual-beli barang, jasa dan lain-lain yang dilakukan
secara online tanpa bertemu dahulu antara penjual dan pembeli.

2.2 Pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Saat Ini


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen memberikan definisi tentang perlindungan konsumen
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 1 yaitu “Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

1. Kendala / Hambatan Dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen di


Indonesia
Indonesia telah membentuk Undang-undang No.8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen. Sebagai konsekuensinya tentu
berkomitmen dalam pelaksanaanya akan selalu memperhatikan
perlindungan konsumen. Namun demikian dalam prakteknya perlindungan
hukum terhadap konsumen masih menimbulkan berbagai permasalahan.
Permasalahan tersebut dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: yang
berkaitan dengan struktur hukum, substansi hukum, budaya hukum dan
aparatur birokrasi.
Secara garis besar kendala atau hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan UUPK adalah: karena tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah; rendahnya pendidikan konsumen; belum ada pihak
yang menyentuh bagaimana mempersiapkan konsumen Indonesia
menghadapi pasar bebas; masih lemahnya pengawasan dibidang
standardisasi mutu barang; lemahnya produk perundang-undangan;
persepsi pelaku usaha yang keliru dengan perlindungan konsumen akan
menimbulkan kerugian.

5
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Di Indonesia
1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk
sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen
yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan BPKN
berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57
Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi serta Keanggotaan BPKN.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (12) UU Perlindungan Konsumen, Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (“BPKN”) adalah badan yang dibentuk
untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. Dibentuk
dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen, dan
memiliki fungsi dalam memberikan saran dan pertimbangan kepada
pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, berdasarkan Pasal 34 ayat
(1) UU Perlindungan Konsumen, BPKN memiliki tugas sebagai berikut:
a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam
rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan
konsumen;
b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan
konsumen;
c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen;
d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat;
e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai
perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap
keberpihakan kepada konsumen;
f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari
masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat, atau pelaku usaha; dan

6
g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Anggota dari BPKN sendiri terdiri dari pemerintah, pelaku usaha,
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, akademisi, dan
tenaga ahli. Pada dasarnya, BPKN dibentuk sebagai pengembangan upaya
perlindungan konsumen yang berkaitan dengan:
a. Pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha;
b. Pengaturan larangan bagi pelaku usaha;
c. Pengaturan tanggung jawab pelaku usaha; dan
d. Pengaturan penyelesaian sengketa konsumen.
2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(“LPKSM”)
Diatur dalam Pasal 1 ayat (9) UU Perlindungan Konsumen, yakni
sebuah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah
yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
Pendaftaran tersebut hanya dimaksudkan sebagai pencatatan, dan bukan
perizinan.
Tugas LPKSM yang diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU
Perlindungan Konsumen:
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran
atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan konsumen; dan
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Ketentuan mengenai tugas LPKSM juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah. Sebagai contoh, dalam melaksanakan tugas sebagaimana
tercantum di atas, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PP 89/2019, LPKSM dapat
bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lainnya, yang bersifat

7
nasional maupun internasional. Lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen di
Indonesia ditandai melalui Gerakan perlindungan konsumen yang
dilaksanakan oleh LPKSM pada tanggal 11 Mei 1973, yang bertujuan
membantu konsumen agar tidak dirugikan dalam mengonsumsi barang dan
jasa.
3) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menurut Pasal 1 ayat (11) UU Perlindungan Konsumen, Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yakni sebuah badan yang
bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen.
Tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Pasal 52 UU
Perlindungan Konsumen, yang terdiri dari:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap UU
Perlindungan Konsumen;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada
huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan
BPSK;

8
j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di
pihak konsumen;Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
l. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen.
Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK
membentuk majelis yang beranggotakan paling sedikit 3 orang yang
mewakili unsur pemerintah, konsumen, pelaku usaha, dan dibantu oleh
seorang panitera. Berdasarkan Pasal 55 UU Perlindungan Konsumen,
setelah gugatan diterima, BPSK wajib mengeluarkan putusan paling
lambat dalam waktu 21 hari kerja agar proses penyelesaian sengketa
konsumen tidak berlaru-larut.
Melalui proses penyelesaian sengketa dengan jangka waktu yang
singkat, akan menguntungkan konsumen guna menghindari biaya yang
tinggi. Keuntungan juga diterima oleh pelaku usaha, karena berkaitan
dengan kegiatan bisnis yang membutuhkan waktu dan percepatan usaha.
Jadi, pada dasarnya BPKN, LPKSM, dan BPSK memiliki tujuan
dan tugas yang sama dalam membantu konsumen Indonesia agar tidak
dirugikan ketika mengonsumsi barang dan jasa. Lembaga tersebut
memberikan perlindungan terhadap konsumen, membantu konsumen
dalam memperjuangkan haknya, dan menangani sengketa yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen

2.3 Penyebab dan Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen


kepercayaan konsumen merupakan prioritas utama bagi setiap
perusahaan. Sebagai konsumen kita wajib mengetahui UU Perlindungan
Konsumen agar tidak merasa dirugikan atau tertipu dengan suatu barang
atau jasa yang dikonsumsi.
Hal tersebut berlaku dalam segala jenis transaksi jual beli, baik
secara konvensional maupun secara online. Meskipun tidak membeli

9
secara langsung konsumen online tetap berhak untuk mendapatkan barang
yang sesuai dengan yang dijanjikan.
Perlindungan konsumen hadir karena adanya kebingungan atau
kebimbangan pihak konsumen dalam melamporkan ketika mendapat
masalah jual beli online. Perlindungan konsumen dibutuhkan untuk
menciptakan rasa aman bagi para konsumen dalam melengkapi kebutuhan
hidup. Dan kebutuhan perlindungan konsumen juga harus bersifat tidak
berat sebelah dan harus adil. Sebagai landasan penetapan hukum,
perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UUPK 8/1999.
Upaya perlindungan konsumen di Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (UUPK)
mengatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 2.
Ada 5 asas perlindungan konsumen yaitu :
1) Asas Manfaat
Mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak yaitu konsumen dan
pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih
tinggi dibandingkan dengan pihak lain serta kedua belah pihak
memperoleh hak-haknya.
2) Asas Keadilan
Penerapan asas ini dilihat di Pasal 4-7 UUPK yang mengatur
mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan
melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh hak dan
melaksanakan kewajibannya secara seimbang.
3) Asas Keseimbangan
Diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah
dapat terwujud secara seimbang, tidak adanya pihak yang lebih dilindungi.
4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

10
Diharapkan penerapan UUPK memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan agar konsumen dan pelaku usaha menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen,
seta negara menjamin kepastian hukum.

1. Upaya perlindungan hukum bagi konsumen :


a) Hak konsumen tersebut hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
b) Untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan, atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.
c) Untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa
yang digunakan.
d) Mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut, mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen.
e) Konsumen diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
f) Untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian.

Upaya hukum terhadap penyelesaian sengketa antara nasabah dan


pelaku usaha dalam hal terjadi sengketa dapat melakukan penyelesaian
secara litgasi didasarkan atas gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak
dan penyelesaian secara non litgasi dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu dengan negosiasi, konsilidasi, mediasi dan arbitrase.

11
2. Tujuan perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Pasal 3, bertujuan untuk :
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri,
b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau
jasa,
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian Hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi,
e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga menumbuhkan sikap jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha,
f) Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kenyamanan
dan keselamatan konsumen.

2.4 Studi Kasus Grab Toko


Situs daring Grab Toko yang menjual gadget diduga menipu
konsumennya, konsumen yang telah bertransaksi di Grab Toko pada akhir
tahun 2020 mengeluhkan bahwa barangnya tidak kunjung datang, dan
pada tanggal 06 januari 2021 ada pemberitahuan dari Grab Toko melalui
instagram bahwa uang konsumen dibawa lari oleh investor. Per 8 januari
2021 BPKN telah mendapatkan lebih dari 100 aduan terkait kasus Grab
Toko ini. Dari perkiraan konsumen dirugikan dengan total Rp.17 M.
Di dalam kasus ini Grab Toko telah melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban penerapan tata kelola sistem elektronik yang baik dan
akuntabel dan menyebabkan kerugian bagi konsumen juga menurunnya
tingkat kepercayaan. Dalam hal ini Grab Toko telah melanggar pasal 4 UU
No. 8 Tahun 1999, yaitu :

12
Ayat 1 : Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/ atau jasa
Ayat 3 : Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/ atau jasa yang digunakan
Ayat 7 : Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
Pihak Grab Toko melanggar pasal tersebut dikarenakan membuat
konsumen mengalami banyak kerugian dan juga tidak nyaman dalam
melakukan transaksi.Grab Toko juga tidak memberikan informasi yang
benar dan jelas atas fasilitas yang diberikan sehingga dapat merugikan
konsumen.Selain itu, pihak Grab Toko tidak memberikan pelayanan secara
benar dan jujur.
Hal yang seharusnya dilakukan atas penyimpangan yang dilakukan
oleh pihak Grab Toko adalah :
1. pelaku usaha wajib mengganti uang konsumen yang merasa
dirugikan. Hal ini mengacu kepada Undang - undang Perlindungan
Konsumen No. 8 Tahun 1999, pasal 4 huruf H yakni "konsumen berhak
untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya.
2. Pada pasal 7 huruf F juga menekankan tanggung jawab yakni
"pelaku usaha berkewajiban memberi kompensasi ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian"
3. Pasal 19 ayat 1 dan ayat 4 yakni selain memberikan sanksi
ganda yakni perdata dan pidana, UUPK juga bisa mencabut izin usaha
perusahaan ini sesuai dengan ketentuan.
4. BPKN juga menyarankan Kementrian Komunikasi dan
Informasi (Kominfo) turun tangan untuk mengevaluasi kembali tata kelola
Grab Toko sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik ( PSE).
5. BPKN menghimbau masyarakat agar berhati - hati dalam
berbelanja secara online. Masyarakat selaku konsumen untuk lebih cerdas,

13
cermat, dan teliti melakukan transaksi jual beli secara online dan tidak
mudah tergiur dengan penawaran harga murah.

BAB III PENUTUP

3.1 Hasil penelitian perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli


online (kuesioner)
https://forms.gle/5dAtT8s3CfTKLdMw9

Berdasarkan kuesioner yang telah kami bagikan tentang Perlindungan


Konsumen dalam transaksi jual beli secara online dengan responden
sebanyak 37 orang. Hasil dari penelitian kami, alasan mereka menyukai
berbelanja secara online karena lebih simple, praktis, mudah, efisien dan
efektif serta terdapat beberapa diskon gratis ongkir.

Namun disamping itu, sebanyak 78,4% dari responden mengalami hal


yang kurang menyenangkan ketika berbelanja online diantaranya barang
tidak sesuai dengan ekspektasi atau tidak sesuai dengan yang diharapkan,
seperti salah warna, salah ukuran, barangnya rusak, adanya barang yang
tidak dikirim oleh pihak olshop, pengiriman nya juga yang terkadang
memakan waktu yang lama atau adanya keterlambatan dalam pengiriman
barang.

Menurut data yang kami peroleh 73% dari responden mengeluhkan hal
tersebut kepada penjual. Namun data menunjukan 47,2% penjual tidak
merespon baik keluhan para responden sedangkan 52,8% penjual lainnya
merespon dengan baik keluhan tersebut seperti permohonan maaf,
menjelaskan keterlambatan pengiriman yang sedang overload,
menawarkan pengembalian barang dan memberikan alternatif
menggunakan pengiriman kargo.

Berdasarkan pengalaman responden tentang resiko berbelanja online,


ternyata 97,3% dari responden menjawab bahwa berbelanja online cukup
beresiko. Karena kurangnya jaminan keamanan seperti ketidak sesuaian
barang yang kita pesan, rawan terjadi penipuan, pengiriman yang bisa

14
beresiko merusak barang di perjalanan khususnya barang yang mudah
pecah, bocornya beberapa info pribadi seperti alamat dan nomor telfon
tercantum di akun kita yang beresiko disalah gunakan. Dengan demikian
banyak konsumen yang meragukan jaminan keamanan dari berbalanja
online.

Pada era digital ini, dari data yang kita peroleh sebanyak 59.5% tidak
mengetahui tentang perlindungan konsumen. Hal ini menunjukan bahwa
kurangnya pengetahuan serta pemahaman bahwa sebenarnya kita sebagai
konsumen memiliki hak untuk dilindungi. Oleh sebab ini lah banyak sekali
kasus tentang pelanggar perlindungan konsumen pada saat transaksi
belanja online.

Jadi, tujuan dari adanya perlindungan konsumen harus bisa dijalankan


dengan lebih baik agar tidak ada lagi pembeli yang merasa dirugikan oleh
transaksi jual beli online dengan meningkatkan keamanan data pribadi
milik pengguna serta memperbaiki kelemahan kelemahan yang ada demi
keamanan dan kenyaman konsumen.

3.2 Kesimpulan
Perdagangan elektronik merupakan model transaksi dengan
karakteristik yang berbeda dengan perdagangan konvensional. Daya
jangkaunya tidak hanya local tapi juga bersifat internasional. Transaksi
jual beli online merupakan transaksi elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan. Persetujuan atas transaksi ini merupakan bentuk
tindakan antara para pihak secara online yang diakui oleh Undang Undang
Informasi Transaksi Elektronik sebagai suatu kontrak elektronik. Maka
transaksi jual beli online ini didasarkan pada perjanjian jual beli yang
membuat masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban. Perlindungan
konsumen menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen yang
merasa dirugikan sehingga dapat terwujud tujuan perlindungan konsumen,
jika terjadi sengketa atau konflik antar pelaku usaha dan konsumenmaka
dapat diselesaikan.Tanggung jawab bagi pelaku usaha dalam jual beli
online adalah memberikan pelayanan, memberikan informasi produk yang
dijual dengan jujur, jelas dan menjamin produk yang dijual sampai ke

15
tangan pembeli dengan aman, termasuk juga memberikan kompensasi atau
ganti rugi produk yang bermasalah. Sesuai yang diatur di dalam pasal 9
Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. pada
prinsipnya pelaku usaha dapat dituntut pertanggungjawaban dalam
transaksi elektronik lewat pertanggungjawaban kontraktual (contractual
liability) berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh konsumen.
Pertanggungjawaban produk (product liability) apabila ternyata produk
yang ditawarkan oleh pelaku usaha telah merugikan konsumen. Di
Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur tentang kegiatan transaksi jual beli online. Adapun salah satu
produk hukum yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam hal ini
adalah UUPK. Meskipun demikian masih sangat diperlukan
UndangUndang terhadap kasus penipuan dalam transaksi online, sebab
selain dapat memberikan perlidungan terhadap hak konsumen juga
melindungi pelaku bisnis online yang beritikad baik dalam usaha jual beli
online.
3.3 Saran
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan oleh penulis maka maka
disarankan bagi masyarakat atau pihak konsumen sebaiknya selektif dalam
melakukan transaksi secara online dan mengedepankan aspek keamanan
transaksi dan kehati-hatian sebagai pertimbangan utama dalam melakukan
transaksi jual beli secara online. Bagi pelaku usaha sebaiknya lebih
memperhatikan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai penjual.
Sehingga tidak melanggar perbuatan yang dilarang oleh peraturan
perundangundangan.Bagi aparat penegak hukum sebaiknya lebih teliti
dalam mengawasi electronic commerce atau dengan kata lain transaksi
elektronik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Auli, cristha Renata. (28 Juli 2022). “3 Lembaga Perlindungan Konsumen Di


Indonesia”. Diakses pada 30 Maret 2023 melalui
https://www.hukumonline.com/klinik/a/3-lembaga-perlindungan-konsumen-
di-indonesia-lt62e272415e4f4

Tampubulon, Simon Wahyu. “Upaya Perlindungan Hukum bagi Konsumen


Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen”. (Maret 2016).
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol.04

DSLA (Daud Silalahi & Lawencon Associaties. (2020). ‘Perlindungan Konsumen


Aman Oleh UU Perlindungan Konsumen”. Diakses pada 30 Maret 2023
melalui https://www.dslalawfirm.com/id/perlindungan-konsumen/amp/

Sinaga, Anita Niru. Sulisrudatin, Nunuk. “Pelaksanaan Perlindungan Konsumen


Di Indonesia”. (Maret 2015). Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara-Fakultas
Hukum Universitas Suryadarma Vol 5

Nawi, Syahruddin. “Hak dan Kewajiban Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun


1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. (Juni 2018). Pleno De Jure, Vol 7

Disperindag. (27 Desember 2021). “Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8


Tahun 1999” Diakses pada 08 April 2023 melalui
https://disperindag.sumbarprov.go.id/details/news/9218

Nugraha, Adi Rifan. Mukhtar, Jamaluddin. “Perlindungan Hukum Terhadap


Konsumen Dalam Transaksi Online” (Agustus 2014). Jurnal Serambi
Hukum Vol. 08

https://repositori.unissula.ac.id//17137/8/bab%201.pdf

17
Ramadhan, rizky. (01 desember) “ pengertian transaksi” Diakses Pada 13 April
2023 melalui

https://midtrans.com/id/blog/transaksi-
adalah#:~:text=Dalam%20Kamus%20Besar%20Bahasa%20Indonesia,pihak
%20penjual%20pada%20kegiatan%20perdagangan

18

Anda mungkin juga menyukai