Anda di halaman 1dari 63

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Disiplin Belajar Siswa


2.1.1 Pengertian Disiplin
Wardiman Djojonegoro mengatakan disiplin individu merupakan prasyarat agar

dapat menjadi pribadi yang unggul. Karena ia berpikir dan berkarya berorientasi pada

prestasi, motivasinya adalah mengembangkan bakat dan potensi dirinya mencapai

prestasi dan berdaya saing yang tinggi. (dalam Tu'u, 2004, Hal: 19).

Soegeng Prijodarminto pernah mengungkapkan dalam bukunya “Disiplin, Kiat

Menuju Sukses”, memberi arti atau pengenalan dari keteladanan lingkungannya:

“Disiplin sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian

perilaku yag menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau

ketertiban. Nilai–nilai tersebut telah menjadi bagian dari perilaku dalam kehidupannya.

Perilaku itu tercipta melalui proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan

pengalaman.” (Hal: 31)

Menurut Zainal Aqib disiplin adalah aspek kehidupan yang mesti diwujudkan

dalam masyarakat. Oleh karena itu, siswa hendaklah mendapat perhatian dari semua

pihak yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Perhatian yang diberikan kepada

siswa diharapkan menumbuhkan sikap disiplin siswa utamanya dalam belajar, karena

siswa merasa diawasi dan diperhatikan perilakunya (dalam Yuliantika, 2017).

Dalam kegiatan belajar mengajar, disiplin belajar sangat penting, karena dengan

adanya sikap disiplin, siswa dapat belajar dengan baik. Siswa yang terbiasa dalam

disiplin belajar akan mempergunakan waktu sebaik-baiknya di rumah maupun di

sekolah, sedangkan siswa yang tidak disiplin belajar mereka kurang menunjukkan

kesiapannya dalam belajar dan menunjukkan perilaku yang tidak baik dalam proses

11
12

pembelajaran, seperti, tidak mengerjakan tugas, tidak mendengarkan penjelasan yang

disampaikan oleh guru,

Menurut Mustari disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan praturan. Disiplin merujuk pada intruksi sistematis

yang diberikan kepada siswa (disciple) untuk mengikuti tatanan tertentu melauli aturan-

aturan tertentu. Dalam arti ini, kata disiplin sepertinya berkonotasi negatif, hal ini

disebabkan untuk melangsungkan tatanan yang dilakukan melalui hukuman. Arti lain,

disiplin dimaknai sebagai suatu ilmu tertentu yang diberikan kepada murid, yang

disebut vak (disiplin) ilmu (dalam Unnes: Padepokan Karakter, 2015).

Bohar Soeharto menyebutkan 3 hal mengenai disiplin, yakni:

1. Disiplin sebagai latihan untuk menuruti kemauan seseorang. Jika dikatakan

“melatih untuk menurut” berarti jika seseorang meberi perintah, orang yang

menerima perintah itu akan menuruti perintah tersebut.

2. Disiplin sebagai hukuman. Bila seseorang berbuat suatu hal yang salah, harus

dihukum. Hukuman itu sebagai upaya mengeluarkan yang jelek dari dalam diri

orang tersebut sehingga menjadi baik.

3. Disiplin sebagai alat untuk mendidik. Seseorang anak memiliki potensi untuk

berkembang melalui interaksi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan realisasi

dirinya. Dalam interaksi tersebut anak belajar tentang nilai-nilai sesuatu proses

belajar dengan lingkungan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai tertentu telah

membawa pengaruh dan perubahan perilakunya. Perilaku ini berubah tertuju pada

arah yang sudah ditentukan oleh nilai-nilai yang dipelajari. Jadi, fungsi belajar

adalah mempengaruhi dan mengubah perilaku seorang anak. Semua perilaku adalah
13

hasil dari belajar. Inilah sebetulnya makna disiplin, dalam pemahaman yang ketiga

inilah seharusnya disiplin dikembangkan (dalam Tu'u, 2004, Hal: 32-33).

Berdasarkan pendapat dari Bohar Soeharto, Tulus Tu’u menarik kesimpulan dan

merumuskan disiplin sebagai berikut:

1. Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.


2. Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri
bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul
karena rasa takut, tekanan, paksanaan dan dorongan dari luar dirinya.
3. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan
membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
4. Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam
rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku.
5. Peraturan-peraturan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran perilaku.

Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, disiplin dapat

menjadi alat untuk pendidikan siswa agar selalu mengikuti dan taat terhadap peraturan

yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Selain itu, kesadaran dalam diri siswalah yang

dapat memunculkan sifat disiplin belajar, bahwa disiplin belajar penting dalam proses

belajar mengajar dan dalam melakukan aktivitas lainnya. Dan akan terdapat hukuman

(punishment) jika siswa melanggar atau lalai dalam disiplin. Hal ini seperti gambar

bagan dibawah ini:

Gambar 2.1 Pengaruh dan Pembentukan Disiplin (Hal: 34)


14

2.1.2 Fungsi dan Pentingnya Disiplin Belajar


Disiplin sangatlah penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi salah

satu persyaratan bagi pembentukan sikap atau karakter, perilaku, dan tata kehidupan

berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa suskses dalam belajar dan kelak ketika

bekerja. Berikut ini adalah fungsi dan pentingnya disiplin (Tu'u, 2004, Hal: 38-44):

1. Menata Kehidupan Bersama


Disiplin digunakan untuk upaya menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu

menghargai orang lain dengan cara mentaati dan mematuhi peraturan yang berlaku.

Ketaatan dan kepatuhan itu membatasi dirinya merugikan pihak lain, tetapi hubungan

dengan sesama menjadi baik dan lancar. Jadi, salah satu fungsi disiplin adalah mengatur

kehidupan manusia dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu,

hubungan antar individu satu dengan yang lain akan menjadi lebih baik.

2. Membangun Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sifat, tingkah laku dan pola hidup seseorang yang

tercermin dalam penampilan, perkataan dan perbuatan sehari hari. Sifat, tingkah laku

dan pola hidup tersebut sangat unik sehingga membedakan dirinya dengan orang lain.

Jadi lingkungan yang berdisiplin baik sangat berpengaruh terhadap kepribadian

seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu

lingkungan seolah yang tertib, teratur, tenteram sangat berperan dalam membangun

kepribadian yang baik.

3. Melatih Kepribadian
Disiplin berfungsi untuk melatih kepribadian siswa. Siswa harus berada pada

lingkungan yang baik untuk berlatih membiasakan diri bersikap disiplin. Lingkungan

yang dimaksud ialah lingkungan dimana terdapat individu-individu yang memiliki sikap

disiplin dan dijadikan tauladan oleh siswa. Pada lingkungan sekolah, siswa biasanya
15

meniru sikap dari guru yang siswa segani, maka dari itu guru harus memberikan contoh

sikap disiplin dan bertanggung jawab kepada siswa, sehingga siswa akan melatih

kepribadiannya dengan meniru sikap disiplin dari guru tersebut. Dalam pembelajaran

guru juga harus melatih kepribadian siswa, agar siswa melatih kepribadian mereka

dengan membiasakan diri mengikuti dan mentaati peraturan yang ada di lingkungan

sekolah maupun di rumah. Siswa yang sudah terbiasa mentaati peraturan yang ada di

lingkungannya, sehingga siswa tersebut telah melatih kepribadiannya, untuk menjadi

siswa yang disiplin dan bertanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan.

4. Pemaksaan
Disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti

peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan itu. Memang disiplin seperti ini masih

dangkal. Akan tetapi, dengan pendampingan guru-guru, pemaksaan, pembiasaan dan

latihan disiplin itu sangat penting. Dari mula-mula karena paksaan, kini dilakukan

karena kesadaran diri, menyentuh kalbunya, merasakan sebagai kebutuhan dan

kebiasaan. Diharapkan juga, disiplin ini meningkat menjadi kebiasaan berpikir baik,

positif, bermakna, memandang jauh ke depan. Disiplin bukan hanya soal mengikuti dan

menaati peraturan, melainkan sudah meningkat menjadi disiplin berpikir yang mengatur

dan mempengaruhi seluruh aspek hidupnya.

5. Hukuman
Doroty Irene Marx mengatakan : Hukuman memang mengandung 4 fungsi, yakni:

1) sebagai pembalasan atas perbuatan salah yang telah dilakukan ; 2) sebagai

pencegahan dan adanya rasa takut orang melakukan pelanggran ; 3) sebagai koreksi

terhadap perbuatan yang salah ; 4) sebagai pendidikan, yakni menyadarkan orang untuk

meninggalan perbuatan yang tidak baik lalu memuai perbuatan yang baik. Hukuman

ialah sanksi yang diberikan kepada siswa saat melanggar atau tidak mentaati aturan-
16

aturan yang ada di lingkungannya. Dengan adanya sanksi tersebut siswa akan merasa

takut untuk melanggar aturan yang ada, maka dari itu bentuk dan jenis hukuman

disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Hukuman yang

diberikan kepada siswa yang tidak disiplin bertujuan untuk memberikan dorongan

kepada siswa agar mentaati semua aturan-aturan yang ada di lingkungannya

6. Menciptakan Lingkungan Kondusif


Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan kegiatan

pendidikan agar berjalan lancar. Hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah,

yakni peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang

dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Dengan

demikian, sekolah menjadi linkungan pendidikan yang aman, tenang, tenteram, tertib

dan teratur. Lingkungan yang seperti ini adalah linkungan yang kondusif bagi

pendidikan.

Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, tenang tersebut memberi gambaran

lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sungguh-sungguh dan

kompetitif dalam kegiatan pembelajarannya. Lingkungan disiplin seperti itu memberi

andil lahirnya siswa-siswa yang berprestasi dengan kepribadian unggul. Jadi, disiplin

berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan. Disiplin sangat

penting karena: (Tu'u, 2004, Hal: 37)

a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam

belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan atau peraturan

sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.

b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang kondusif

bagi kegiatan belajar. Secara positif, disiplin memberi dukungan lingkungan yang

tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.


17

c. Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan norma-

norma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat menjadi

individu yang tertib, teratur, dan disiplin.

d. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajr dan kelak ketika

bekerja. Kesadaran akan pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan

merupakan prasyarat kesuksesan seseorang.

Untuk mengembangkan sikap disiplin peserta didik juga dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Mengembangkan pikiran dan pemahaman serta perasaan positif siswa tentang

manfaat disiplin bagi perkembangan diri. Mengambangkan keterampilan diri (life

skill) siswa agar memiliki sikap disiplin.

b. Mengembangkan pemahaman dan perasaan positif siswa tentang aturan dan

manfaat mematuhi aturan kehidupan.

c. Mengembangkan kemampuan siswa menyesuaikan diri secara sehat.

d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengembangkan kontrol internal

terhadap perilaku sebagai dasar sikap disiplin.

e. Menjadi modeling dan mengembangkan keteladanan.

f. Mengembangkan sistem dan mekanisme pengukuhan positif maupun negatif untuk

penegakkan disiplin sekolah. (Nur Rahmat & Rasmi Daliana, 2017)

2.1.3 Macam-Macam Disiplin


Menurut Hadistubrata, teknik disiplin dibagi menjadi 3 macam, yakni disiplin

otoritan, disiplin permisif, dan disiplin demokratis (dalam Tu'u, 2004, Hal: 44-46).

Ketiga macam disiplin tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:


18

1. Disiplin Otoritan
Dalam disiplin otoritan, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Orang yang berada

dalam lingkungan disiplin ini diminta mematuhi dan menaati peraturan yang telah

disusun dan berlaku ditempat itu. Apabila gagal mentaati dan mematuhi peraturan yang

berlaku, akan menerima sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya, bila berhasil mentaati

dan mematuhi peraturan, kurang mendapat penghargaan atau hal itu sudah diangap

sebagai kewajiban. Jadi, tidak perlu mendapat penghargaan lagi.

Disiplin otoritan selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan,

dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman kerap kali

dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan menaati

peraturan. Tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa disiplin itu harus dilakukan

atau apa tujuan dari displin itu. Orang hanya akan berpikir kalau harus dan wajib

mematuhi dan mentaati peraturan yang berlaku. Kepatuhan dan ketaatan dianggap baik

dan perlu bagi diri, institusi atau keluarga. Apabila disiplin dilanggar, wibawa dan

otoritas suatu institusi atau keluarga akan terganggu. Karena itu, setiap pelanggaran

akan ada sanksi yang diberikan untuk rasa tanggung jawab akibat pelanggaran yang

telah dibuat. Disiplin otoritan ini dapat menekan dan merasa tidak bahagianya sesorang

yang melakukannya. Karena hanya dilakukan karena keterpaksaan dan ketakutan

menerima sanksi. Maka dari itu, untuk menjalankan disiplin otoritan ini harus paham

tentang arti dan manfaat dari disiplin bagi diri sendiri, agar terdapat kesadaraan diri

yang baik tentang disiplin.

2. Disiplin Permisif
Dalam disiplin permisif ini, seseorang bebas untuk bertindak menurut

keinginannya. Kemudian dibebaskan untuk menentukan keputusan sendiri dan

bertindak sesuai dengan keputusan yang telah diambil. Seseorang yang berbuat sesuatu
19

dan ternyata melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak akan diberi sanksi, akan

tetapi dampaknya adalah kebingungan dan kebimbangan. Karena tidak tahu mana yang

dibolehkan atau mana yang dilarang. Bahkan bisa menyebabkan rasa takut, cemas, dan

dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa kendali.

3. Disiplin Demokratis
Disiplin demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran

untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan untuk mematuhi dan menaati

peraturan yang ada, dengan menekankan aspek edukatif, bukan aspek sanksi atau

hukuman. Sanksi dan humukan dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar

tata tertib. Akan tetapi, hukuman yang dimaksud sebagai upaya menyadarkan,

mengoreksi dan mendidik.

Teknik disiplin demokaratis berusaha mengembangkan disiplin yang muncul atas

kesadaran diri sehingga diri siswa memiliki disiplin diri yang kuat. Oleh karena itu, bagi

yang berhasil mematuhi dan menaati disiplin, kepadanya diberikan pujian dan

penghargaan. Dalam disiplin demokratis kemandirian dan tanggung jawab dapat

berkembang. Siswa patuh dan taat atas kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaat.

Dapat disimpulkan dari ketiga jenis disiplin yang diungkapkan oleh Hadisubrata,

bahwa siswa tidak bisa hanya menjalankan disiplin otoritan yang bersifat sangat kaku

dan menekan. Akan tetapi harus ada kombinasi dengan sikap disiplin demokrasi.

Karena, tidak semua siswa sadar akan pentingnya sikap disiplin bagi dirinya sendiri.

Dan sangat tidak cocok jika menggunakan disiplin permisif kepada siswa karena siswa

perlu lingkungan yang tertib dan teratur. Siswa harus dibiasakan dan dilatih dengan

suasana yang taat dan patuh pada peraturan, harapannya dengan adanya lingkungan

seperti itu berdampak positif bagi perkembangan perilak siswa tersebut.


20

2.1.4 Pembentukan dan Pelanggaran Disiplin


1. Pembentukan Disiplin
Soegeng Prijodarminto juga berpendapat tentang pembentukan disiplin, terjadi

karena alasan berikut: (dalam Tu'u, 2004, Hal: 50)

a. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan, penanaman

kebiasaan dan ketaladanan. Pembinaan itu dimulai dari lingkungan keluarga sejar

kanak-kanak.

b. Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil,

organisasi atau kelompok.

c. Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari

keluarga dan pendidikan.

d. Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri sendiri.

e. Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan.

Selain kelima hal tersebut, dalam rangka upaya pembentukan, pembinaan dan

penanaman disiplin, Bohar Soeharto menyebutkan sebelas konsep dan prinsip-prinsip

disiplin efektif yang perlu diperhatikan oleh para pembina, guru, instruktur dalam

melatih, mempengaruhi dan membentuk disiplin terhadap para binaanya. Kesebelas

konsep tersebut adalah:

a. Suatu disiplin yang efektif akan berusaha memperkembangkan pengarah diri secara

maksimal,

b. Disiplin yang efektif didasarkan pada kebebasan dan keadilan,

c. Disiplin yang efektif akan membantu untuk mengenal diri lebih baik sebagai

indvidu yang unik dan mandiri,


21

d. Disiplin yang efektif akan membangun konsep diri, yakni sebagai individu yang

bermartabat dan perlu dihormati,

e. Disiplin yang efektif akan membantu untuk mengubah persepsi terhadap situasi,

f. Disiplin yang efektif menggunakan control secara bijak/terbatas,

g. Disiplin yang efektif akan meningkatkan kesiapan individu untuk pengarahan diri

lebih lanjut,

h. Disiplin yang efektif harus tertuuju pada yang berkemauan untuk melaksanakan

sesuatu tanpa paksaan,

i. Disiplin yang efektif pada dasarnya menetap,

j. Disiplin yang efektif jarang menggunakan hukuman sebagai cara untuk menakut-

nakuti,

k. Disiplin yang efektif tidak menggunakan kutukan, tuduhan atau penyesalan. (dalam

Tu'u, 2004, Hal: 51).

2. Pelanggaran Disiplin
Tingkah laku disiplin dapat dilihat dari teori Abraham Maslow, yang mana secara

positif tingkah laku individu dimotivasi pemenuhan dan kebutuhan yang bertingkat

laksana piramida. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan jasmani, kebutuhan rasa

aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan diri, kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan ini dapat menyebabkan tingkah laku yang positif dan negatif. Kepatuhan dan

ketaatan sebagai upaya mencapai dan memenuhi kebutuhan tersebut, sementara

pelanggaran disiplin sebagai reaksi negatif karena kurang terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan tersebut. Misalnya kurang perhatian, kurang kasih sayang, kurang

penghargaan, hubungan sosial kurang baik, kebutuhan fisik yang belum tercukupi.

Selain itu, Tu’u berpendapat dari pengalamannya, pelanggaran disiplin dapat juga

terjadi karena tujuh hal berikut (Tu'u, 2004, Hal: 53):


22

a. Disiplin sekolah yang kurang direncanakan dengan baik dan mantap.

b. Perencanaan yang baik, akan tetapi implementasinya kurang baik dan kurang

dimonitor oleh kepala sekolah.

c. Penerpaan disiplin yang tidak konsisten dan tidak konsekuen.

d. Kebijakan kepala sekolah yang belum memprioritaskan peningkatan dan

pemantapan disiplin sekolah.

e. Kurang kerja sama dan dukungan guru-guru dalam perencanaan dan implementasi

disiplin sekolah.

f. Kurangnya dukungan dan partisipasi orang tua dalam menangani disiplin sekolah,

secara khusus bagi siswa yang bermasalah.

g. Siswa disekolah banyak yang berasal dari siswa bermasalah dalam disiplin diri.

Mereka cenderung melanggar dan mengabaikan tata tertib sekolah.

Dalam buku Manajemen Kelas, Maman Rachman membagi ke dalam tiga

kelompok penyebab munculnya pelanggaran disiplin sekolah (dalam Tu’u, 2004, Hal:

53-54):

a. Pelanggaran disiplin yang timbul oleh guru, antara lain:


1) aktivitas yang kurang tepat,
2) kata-kata guru yang menyindir dan menyakitkan,
3) kata-kata guru yang tidak sesuai dengan perbuatannya,
4) rasa ingin ditakuti dan disegani,
5) kurang dapat mengendalikan diri,
6) suka menggunjingkan siswanya,
7) dalam pembelajaran memakai metode yang tdak variatif sehingga kelas
membosankan,
8) gagal menjelaskan pelajaran dengan menarik perhatian,
9) memberi tugas terlalu banyak dan berat,
23

10) Kurang tegas dan kurang berwibawa sehingga kelas ribut dan tidak mampu
menguasai.

b. Pelanggaran disiplin yang ditimbulkan oleh siswa antara lain:


1) Siswa yang suka berbuat aneh untuk menarik perhatian,
2) Siswa yang berasal dari keluarga disharmonis,
3) Siswa yang kurang membaca dan belajar serta tidak mengerjakan tugas-tugas
dari guru,
4) Siswa yang pasif, potensi rendah, lalu dating ke sekolah tanpa persiapan,
5) Siswa yang suka melanggar tata tertib sekolah,
6) Siswa pesimis atau putus asa terhadap keadaan linkungan dan prestasinya,
7) Siswa yang kurang istirahat di rumah, sehingga mengantuk di sekolah,
8) Siswa yang datang ke sekolah dengan terpaksa,
9) Hubungan antar siswa yang kurang harmonis, adanya kerenggangan antar
kelompok,
10) Adanya kelompok-kelompok eksklusif di sekolah.

c. Pelanggaran disiplin yang timbul oleh lingkungan antara lain:


1) Kelas yang membosankan,
2) Perasaan kecewa karena sekolah bertindak urang adil dalam penerapan disiplin
dan hukuman,
3) Perencanaan dan implementasi disiplin yang kurang baik,
4) Keluarga yang sibuk dan kurang memperhatikan anak-anaknya, serta
mempunyai banyak masalah,
5) Keluarga yang kurang mendukung penerapan disiplin sekolah,
6) Linkungan sekolah dekat dengan pusat permainan kota, pasar, pertokoan,
pabrik, bengkel, dan rumah sakit,
7) Manajemen sekolah yang kurang baik,
8) Lingkungan bergaul siswa yang kurang baik.

Dan dalam kegiatan sehari hari, dapat ditemukan pelanggaran disiplin yang kerap

kali dilakukan oleh siswa berupa, bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas, menyontek,

tidak memperhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara dengan
24

teman sebelah dan membuat gaduh di kelas. Selain itu, pelanggaran disiplin juga dapat

terjadi terhadap guru. Karena guru tidak mampu menguasai kelas dan menarik perhatian

siswa pada materi belajar yang sedang dijelasakan.

2.1.5 Penanggulangan Masalah Disiplin


Disiplin individu menjadi prasyarat terbentuknya kepribadian yang unggul dan

sukses. Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang

kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah, guru-

guru dan orang tua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan

disiplin sekolah. Dengan keterlibatan dan tanggung jawab tersebut, diharapkan para

siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu yang unggul dan sukses.

Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab sekolah berhasil menciptakan

lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk

mengoptimalkan potensi dan prestasi dirinya.

Dalam penangulangan disiplin, beberapa hal berikut ini yang perlu mendapat

perhatian:

1. Adanya tata tertib. Dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangat bermanfaat untuk

membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan diterima oleh individu

lain dalam ruang lingkupnya. Dengan standar yang sama ini, diharapkan tidak ada

diskriminasi dan rasa ketidakadilan pada individu-individu yang ada di lingkungan

tersebut. Di samping itu, adanya tata tertib, para siswa tidak dapat lagi bertindak

dan berbuat sesuka hatinya.

2. Konsisten dan konsekuen. Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak

konsistennya penerapan disiplin. Ada perbedaan antara tata tertib yang tertulis

dengan pelaksanaan di lapangan. Dalam sanksi atau hukuman ada perbedaan antara
25

pelanggar yang satu dengan yang lain. Hal seperti ini akan membingungkan siswa.

Perlu sikap konsisten dan konsekuen orang tua dan guru dalam implementasi

disiplin. Menurut Soegeng “Dalam menegakkan disiplin bukanlah ancaman atau

kekerasan yang diutamakan. Yang diperlukan adalah ketegasan dan keteguhan-

keteguhan di dalam melaksanakan peraturan. Hal itu merupakan modal utama dan

syarat mutlak untuk mewujudkan disiplin”.

3. Hukuman. Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak baik atau tidak

diingkan. Tujuan hukuman menurut Hadisubrata “Untuk mendidik dan

menyadarkan siswa bahwa perbuatan yang salah mempunyai akibat yang tidak

menyenangkan. Hukuman diperlukan juga untuk mengendalikan perilaku disiplin.

Tetapi hukuman bukan satu-satunya cara untuk mendisiplinkan anak atau siswa”.

4. Kemitraan dengan orang tua. Pembentukan individu berdisiplin dan

penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab

sekolah, tetapi juga tanggung jawab orang tua atau keluarga. Keluarga atau orang

tua merupakan pendidikan pertama dan utama yang sangat besar pengaruhnya

dalam pembinaan dan pengembangan perilaku siswa. Karena itu, sekolah sangat

perlu bekerjasama dengan orang tua dalam penanggulangan masalah disiplin.

(dalam Tu'u, 2004, Hal: 55-57)

Partisipasi orang tua dapat diberikan dalam membantu sekolah, menurut Maman

Rachman , dapat dirangkum, antara lain memotivasi siswa belajar dengan baik, rajin

belajar, ikut membantu tegaknya disiplin sekolah, ikut mendorong putra-putrinya

memenuhi tata tertib sekolah, membantu memelihara nama baik sekolah, mendorong

putra-putri nya memelihara K5 sekolah (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan,


26

kekeluargaan). Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi disekolah dapat dilakukan

melalui tahapan preventif, tahapan represif, dan tahapan kurasif.

1. Preventif
Langkah preventif merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mencegah

siswa berbuat hal-hal yang dikategorikan melanggar tata tertib sekolah. Secara positif,

langkah ini dapat menjadi dorongan siswa mengembangkan ketaatan dan kepatuhan

terhadap tata tertib sekolah. Langkah Preventif ini dapat berupa:

a. Menjelaskan kepada orang tua dan siswa mengenai tata tertib sekolah berupa
tuntutan dan sanksi.
b. Meminta dukungan guru, orang tua, dan siswa untuk berkomitmen untuk mematuhi
dan menaati tata tertib sekolah.
c. Memanfaatkan kesempatan upacara bendera untuk memberi pengarahan berkenaan
pengembangan dan pemantapan 5K (keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan,
dan kekeluargaan).
d. Meyakinkan siswa bahwa disiplin individu sangat penting bagi keberhasilan
sekolah dan pengembangan kepribadian yang baik.
e. Membentuk kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler agar banyak waktu siswa
dimanfaatkan untuk kegiatan yang positif.
f. Secara berkala mengadakan razia terhadap barang yang dipakai dan dibawa siswa
ke sekolah.
g. Mengadakan pendekatan personal terhadap siswa-siswa yang diamatin berpotensi
bermasalah dalam disiplin.
h. Kepala seolah dan guru-guru memberi teladan yang baik tetang perilaku disiplin
dalam ketaatan dan kepatuhan.
i. Menerapkan disiplin sekolah secara konsisten dan konsekuen.
j. Memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi di sekolah dan di luar
sekolah.
k. Meminta siswa menjaga nama baik sekolah terutama di dalam dan di luar sekolah.
27

2. Represif
Langkah represif merupakan langkah yang diambil untuk menahan perilaku

melanggar disiplin seringan mungkin, atau menghalangi pelanggaran yang lebih berat

lagi. Atau langkah menindak dan menghukum siswa yang melanggar disiplin sekolah.

Langkah represif ini diberikan kepada siswa yang melanggar disiplin sekolah. Tindakan

yang dapat diberikan biasanya berupa: 1) nasihat ; 2) teguran tertulis ; 3) hukuman

disiplin ringan, sedang atau berat. Sanksi disiplin yang diberikan harus manusiawi dan

memperhatikan martabat siswa. Sanksi tidak dapat dilakukan dengan semena-mena

sesuai selera. Namun, perlu dilakukan sesuai dengan standard dan aturan yang berlaku.

Sanksi perlu adil, sesuai dengan kesalahan, dan bertujuan untuk mendidik. Jangan

sampai siswa merasa diperlakukan secara tidak manusiawi oleh orang yang memberi

hukuman. Dalam hal ini, menurut Soegeng Prijodarminto sebagai berikut (dalam Tu’u,

204, Hal: 59):

a. Dilakukan secara obejektif, mempertimbangkan motivasi pelanggaran yang


dilakukan.
b. Harus dapat menunjukan kesalahan, kekeliruan atau kekhilafan yang telah
diperbuat.
c. Harus dapat menunjukan ketentuan yang berlaku dan hal yang telah dilanggar.
d. Hukuman yang diberikan harus setimpal dengan kesalahan yang telah diperbuat
agar merasa adil.
e. Teknik pendisiplinan tidak merendahkan martabat seseorang dimata orang lain.
f. Tindakan pendisiplinan harus bersifat mendidik atau memperbaiki.

Seorang guru atau orang tua berhadapan dengan siswa atau anak yang melanggar

peraturan yang sudah dibuat dan diketahui kerap kali terbawa dalam sikap yang sangat

emosional. Apalagi bila pelanggaran itu terjadi berulang-ulang oleh siswa yang sama.

Terkadang muncul kata-kata yang kurang baik dan kurang terpuji. Hukuman yang
28

diberikan menjadi tidak logis, karena terbawa oleh emosi. Oleh sebab itu, bila terdapat

siswa yang melanggar aturan, sebaiknya dihadapai dengan hati dan kepala yang dingin.

Selain itu, harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian hukuman yang sesuai

dengan kaidah-kaidah pendidikan agar hukuman itu lebih memberi dampak positif bagi

siswa.

Berdasarkan dengan hukuman tersebut, kita perlu memperhatikan prinsip-prinsip

dalam pemberian hukuman. Maman Rachman mengemukakan prinsip dalam pemberian

hukuman, antara lain (dalam Tu'u, 2004, Hal: 60):

a. Memberi alasan dan penjelasan mengapa hukuman diberikan,


b. Hindari menghukum pada asaat marah atau emosional,
c. Hindari menghukum yang bersifat badaniah (fisik),
d. Jangan menghukum kelompok atau kelas jika kesalahan hanya dilakukan oleh satu
orang,
e. Jangan memberi tugas tambahan sebagai hukuman,
f. Yakinilah bahwa hukuman sesuai dengan kesalahan,
g. Jangan menggunakan standar hukuman ganda,
h. Jangan sampai mempunyai rasa benci dan dendam kepada siswa,
i. Konsisten dan konsekuen dengan hukuman,
j. Jangan mengancam sesuatu yang mustahil,
k. Jangan menghukum sesuai selera atau keinginan pribadi.

Penerapan peraturan sekolah dan sanksi terhadap siswa yang melanggar peraturan

sekolah harus dilakukan secara konsisten dan konsekuen, artinya, tidak berubah-ubah

sesuai dengan situasi dan kondisi, atau selera pribadi, serta jangan bertindak semena-

mena dan sewenang-wenang. Akan tetapi, tindakan yang diambil harus sesuai dengan

apa yang dikatakan dan disusun dalam peraturan yang berlaku. Menurut Harris Clemes

dan Reynold Bean pentingnya sikap konsisten ini disebabkan sebagai berikut (Hal; 61):
29

a. Sikap konsisten menunjukkan penerapan disiplin tidaklah main-main. Berlaku


sesuai ucapan atau aturan yang ada.
b. Penerapan aturan dan human yang konsisten sangat besar pengaruhnya pada anak,
disbanding kebimbangan dan hukuman yang kejam.
c. Sikap konsisten akan menolong dan membuat anak merasa terlindungi.
d. Penerapan disiplin yang konsisten akan mengahsilkan perkembangan yang baik.
e. Sikap tidak konsisten akan mengkhawatirkan anak-anak sebab mereka tidak tahu
tindakan apa yang akan diberikan bagi yang melanggar.
f. Sikap tidak konsisten dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan anak-anak.

3. Kuratif
Langkah kuratif merupakan upaya memulihkan, memperbaiki, meluruskan atau

menyembuhkan kesalahan-kesalahan dan perilaku-perilkau salah yang bertentangan

dengan disiplin sekolah. Siswa yang telah melanggar ketentuan sekolah dan telah diberi

sanksi disiplin perlu dibina dan dibimbing oleh guru-guru. Kesalahan tidak hanya

dijawab hukuman, tetapi dilanjutkan dengan pembinaan dan pendampingan. Siswa

ditolong memperbaiki diri, megubah tingkah lakunya yang salah. Atau ada di antara

mereka yang terluka batinnya karena masalah disiplin tersebut. Atau siswa yang

melanggar disiplin disebabkan oleh problem internal yang ada dalam dirinya. Siswa-

siswa ini perlu secara khusus dibina dan dibimbing agar mengalami pemulihan dan

penyembuhan luka-luka batin tersebut. Yang dapat berperan disini adalah guru-guru

bimbingan penyuluhan, wali kelas dan bidang ketertiban/kesiswaan.

Jadi, penanggulangan disiplin ini diperlukan adanya tata tertib sekolah, konsistensi

dalam menerapkan disiplin sekolah dan kemitraan dengan orang tua. Tindakan

penanggulangan dapat dilakukan dengan melalui tahapan preventif, represif, dan

kuratif. Sanksi yang diberikan tidak boleh dilakukan secara emosional dan sesuai selera,

tetapi harus mengacu pada standard dan aturan yang ada serta bertujuan mendidik.
30

Dengan hal-hal tersebut, disiplin sekolah dapat ditegakkan dan dipulihkan. Siswa yang

bermasalah dengan perilaku yang kurang baik dapat ditolong dan dipulihkan.

Diharapkan, dengan langkah dan sikap seperti itu akan memberi dampak besar bagi

kondisi kondusif sehingga tercipta suasana aman dan tenteram bagi siswa.

2.1.6 Startegi Disiplin Di Sekolah


1. Strategi Disiplin Sekolah
a. Prioritas. Disiplin sekolah seharusnya menjadi prioritas dalam program sekolah

yang disusun oleh kepala sekolah bersama guru-guru. Ada tujuan yang ingin

dicapai dengan pengembangan disiplin sekolah. Misalnya tujuan program disiplin

sekolah : disiplin siswa meningkat atau sekolah berdisiplin tinggi, atau disiplin

menjadi bagian karakter siswa, atau siswa menjadi biasa dalam disiplin. Tujuan

tersebut harus jelas dan diprioritaskan dalam program sekolah. Dalam hal ini,

kepala sekolah merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam

pengembangan disiplin sekolah. Kepala sekolah merupakan key person atau dalang

dari program disiplin sekolah tersebut. Kepala sekolah motor penggerak utama

berjalannya disiplin sekolah, dan orang yang menempatkan disiplin sekolah

menjadi prioritas programnya.

b. Mulai hal kecil. Disiplin yang dikembangkan tidak dapat terwujud sekaligus dalam

waktu yang singkat. Disiplin terbentuk tidak seperti membalikkan telapak tangan.

Perlu perjuangan dan usaha keras para guru dan kepala sekolah. Disiplin sekolah

harus mulai dilaksanakan dan dilakukan dari hal-hal kecil. Misalnya, aturan tentang

sepatu, seragam yang rapi, kehadiran siswa ke sekolah, barang-barang yang dibawa,

rambut dan modelnya. Semua itu diatur secara rinci.

c. Minta dukungan. Dalam pengembangan dan pelaksanaan disiplin sekolah, perlu

mendapat dukungan kuat dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang perlu diminta
31

dukungannya adalah guru, orang tua dan para siswa itu sendiri. Permintaan

dukuangan guru disampaikan dalam rapat guru. Permintaan dukungan orang tua

disampaikan dalam pertemuan orang tua, yang diundang khusus awal tahun ajaran

untuk menjelaskan program sekolah. Permintaan dukungan siswa disampaikan

dalam upacara bendera.

d. Persetujuan. Peraturan sekolah yang telah disusun oleh pihak sekolah disampaikan

kepada siswa dan orang tua. Mereka diminta untuk mempelajarinya dengan baik.

Sesudah itu, siswa menandatangani pernyataan setelah membaca, memahami,

menyetujui dan bersedia melaksanakan. Apabila kelak melanggar ketentuan yang

berlaku, bersedia untuk menerima sanksi disiplin yang diberikan oleh sekolah. Lalu

pernyataan tersebut diketahui dan ditandatangani oleh orang tua. Dengan hal itu,

diharapkan ada niat dan tekad yang kuat untuk melaksanakan disiplin sekolah, yang

sekaligus mendapat dukungan orang tua.

e. Konsisten dan konsekuen. Tata tertib yang sudah disampaikan kepada siswa dan

orang tua beserta guru-guru di sekolah harus dilaksanakan dengan baik. Artinya,

semua pihak didorong untuk melaksanakan sesuai dengan tertulis dalam lembaran

tata tertib tersebut, yang bersangkutan harus bertanggung jawab. Tanggung jawab

itu berupa kerelaan menerima sanksi disiplin yang diberikan oleh sekolah. Sanksi

itu perlu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tidak ada perlakuan yang berbeda.

Semua berdasarkan standar yang sama.

f. Perjanjian. Tata tertib sekolah dibuat dan disusun dengan tujuan menolong siswa

menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Disiplin sekolah menjadi alat

pendidikan bagi pengembangan kepribadian yang lebih dewasa. Bila ada siswa

yang melanggar, mereka diberi sanksi yang mendidik. Bila ada siswa yang
32

melanggar berulang kali, diberi sanksi lebih berat. Bila ada yang agak berat bobot

pelanggarannya, perlu dilakukan dengan perjanjian di atas materai. Bila melanggar

lagi, harus mengundurkan diri atau diminta keluar dari sekolah.

g. Tim disiplin. Untuk merangcang, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi

kegiatan disiplin sekolah, kepala sekolah perlu membentuk tim disiplin sekolah.

Tim disiplin sekolah ini diberi tugas dan wewenang oleh kepala sekolah untuk

melaksanakan seluruh pengembangan kegiatan disiplin sekolah dan bertanggung

jawab kepada kepala sekolah. Hal-hal yangkecl dapat langsung diselesaikan oleh

tim ini. Hal-hal besar menyangkut pemberhentian dan pemberian sanksi disiplin

berat harus dibicarakan bersama kepala sekolah. Agar kepala sekolah tau persis

persoalan yang terjadi termasuk kebijakan yang diambil sekolah. Bila hal itu

dipersoalkan oleh pihak orang tua, bahkan sampai dipersoalkan secara hukum,

kepala sekolah dapat mempertanggungjawabakan.

h. Guru BP dan wali kelas. Siswa yang melanggar disiplin sekolah terdiri dari siswa

yang memiliki masalah dalam dirinya dan dengan keluarga. Oleh karena itu,

pertolongan perlu melibatkan para guru BP dan wali kelas. Tim disiplin yang

memberi sanksi disiplin dapat juga berfungsi membina dan membimbing siswa.

Guru BP dan wali kelas perlu juga dilibatkan dan ambil bagian dalam pembinaan

siswa bemasalah tersebut.

i. Moto sekolah. Sekolah mendapat membuat moto sekolah berkenaan dengan

kebijakan sekolah. Sekolah juga dapat membuat moto sekolah berkenaan dengan

pengambangan disiplin sekolah.

2. Perencanaan Disiplin Sekolah


a. Strategi. Dalam hal ini, kepala sekolah bertanggun jawab menyusun visi dan misi,

strategi, tujuan dan program sekolah dnegan mengikuti pola-pola manajemen


33

modern. Dalam kaitannya pengembangan disiplin sekolah, perlu disusun strategi

dan tujuannya secara khusus agar dapat menjadi pedoman pengembangannya.

b. Tujuan yang dicapai. Kepala sekolah juga perlu membuat tujuan yang akan dicapai

sekolah dalam kurun waktu 1-2 tahun atau lebih, juga apabila disiplin dimasukkan

dalam program sekolah, perlu ada tujuan program disiplin yang jelas. Seluruh

kegiatan pengembangan disiplin sekolah diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan ini perlu ada untuk memudahkan mengadakan evaluasi kegiatan dan

menjadi alat ukur adanya kemajuan yang telah dicapai dalam perkembangan

kegiatan disiplin sekolah.

c. Personalia. Kepala sekolah memilih guru-guru yang akan diberi tugas menangani

pengembangan disiplin sekolah. Guru-guru yang dipilih diharapkan dari guru yang

dikenal cukup disiplin dan tegas. Memiliki hati untuk terlibat dalam pengembangan

disiplin. Dipilih beberapa orang, lalu dibentuk dalam tim disiplin. Ada satu orang

yang menjadi koordinator, boleh guru urusan kesiswaan atau ditunjuk orang lain.

Tim disiplin ini bertanggung jawab penuh kepada kepala sekolah. Tim disiplin

inilah nantinya menjadi motor penggerak pengembangan dan kemajuan disiplin

sekolah. Perlu juga ditambah satu tenaga tata usaha untuk membantu administrasi

piket.

d. Tata tertib sekolah. Tata tertib atau peraturan sekolah disusun oleh tim disiplin

sekolah. Isi tata tertib sekoah tersebut dapat disusun berdasarkan angan-angan yang

diharapkan terjadi secara positif di lingkunagn sekolah. Perilaku yang diharapkan

dari para siswa di sekoah tersebut. Gagasan-gagasan diharapkan dari para siswa di

sekolah tersebut. Gagasan-gagasan tersebut dituangkan dalam tata tertib sekolah.

Bisa juga dengan mengadopsi tata tertib yang kita dengar atau dapatkan dari
34

sekolah lain yang kita anggap baik. Isi tata tertib itu harus cukup rinci. Sebaiknya

dibuat dalam kalimat-kalimat positif, bukan dengan kalimat negatif. Tata tertib

terdiri dari bagian pertama berupa tuntutan yang diharapkan dilakukan, bagian

keduanya berupa sanksi disiplin bila terjadi pelanggaran. Sanksi dapat berupa

sanksi ringan, ada juga sanksi berat terhadap pelanggaran yang masuk kategori

berat.

e. Administrasi. Setiap pelanggaran yang terjadi harus dicatat oleh bagian

administrasi yang diugaskan khusus mencatat pelanggaran tata tertib sekolah.

Administrasi disiplin ini perlu dibuat rapi dan sistematis. Tujuannya agar kita dapat

melihat data siswa yang bermasalah dengan disiplin sekolah. Kita dengan cepat

dapat mengetahui kondisi siswa tersebut. Sebab itu, perlu setiap kelas dan setiap

siswa memiliki data yang rapi. Setiap kejadian selalu ada data. Data ini perlu juga

apabila kita memanggil orang tua, kita dapat menyampaikan data itu. Dengan

demikian, orang tua dapat mengetahui dan membantu pihak sekolah menolong dan

membimbing siswa tersebut. Sebab itu, tim disiplin sekolah bersama personalia

administrasi membuat format-format kreatif, yang baik dan sistematis untuk

memudahkan membuat data keadaan ketertiban sekolah.

3. Pelaksanaan Disiplin Sekolah


a. Siap berjalan. Apabila semua tahapan perencanaan sudah siap, kegiatan

pelaksanaan dan penerapan disiplin sekolah dapat dimulai untuk dilaksanakan.

Persiapan yang penting adalah penyusunan strategi, tujuan personalia, tata tertib,

dan administrasi disiplin sekolah. Apabila semua hal itu sudah siap, disiplin sekolah

sudah siap untuk dilaksanakan dan dimulai.

b. Sosialisasi. Tata tertib yang sudah disusun yang akan diberlakukan di sekolah harus
35

disosialisasikan terlebih dahulu. Sosialisasi ini bertujuan agar semua pihak yang

terkait mengetahui aturan yang berlaku di sekolah. Sosialisasi itu dilakukan kepada

guru-guru, orang tua dan siswa. Sosialisasi kepada guru-guru yang mengajar

dilakukan dalam rapat guru. Dukungan guru diharapkan dapat memberi teladan

yang baik. Diharapkan guru-guru merupakan orang pertama dalam penegakkan

disiplin sekolah. Juga diharapkan guru-guru ikut memberi dukungan bagi

penerapan dan pelaksanaan disiplin sekolah terhadap para siswa.

Sosialisasi kepada siswa pertama-tama dilakukan pada saat penerimaan siswa baru.

Saat itu, tata tertib sekolah dan pernyataan kesediaan mengikuti disiplin sekolah

sudah disampaikan kepada siswa dan orang tua. Kemudian pada saat siswa dan

orang tuasudah diterimadan sekolah sudah mulai berjalan, perlu diberikan

penjelasan dan penegasan ulang tentang disiplin sekolah yang akan diberlakukan.

Penjelasan itu dapat dilakukan pada hari pertama sekolah, dengan cara para siswa

dikumpulkan seluruhnya di aula atau lapangan upacara. Di situ seluruh kebijakan

sekolah yang penting dijelaskan. Pembinaan disiplin sekolah selanjutnya bagi

semua siswa dilakukan dalam upacara bendera hari senin. Sosialisas kepada orang

tua dapat dilakukan setiap awal tahun ajaran baru. Sebaiknya, kepala sekolah

mengundang seluruh orang tua siswa kelas satu untuk menjelaskan program

sekolah yang akan diberlakukan, mohon dukungan orang tua untuk program

sekolah agar dapat berhasil baik. Saat itu, program pengembangan disiplin sekolah

ikut dijelaskan, ditegaskan dan mohon dukungan mereka.

c. Pelanggaran. Ketika sekolah sudah berjalan, tim disiplin perlu secara terus menerus

memantau pelaksanaan disiplin sekolah. Apabila terdapat siswa yang melanggar

tata tertib sekolah, langsung dicatat oleh personalia administrasi disiplin.


36

d. Sanksi disiplin. Siswa yang diterima sebagai siswa sekolah, dianggap semuanya

memahami dan menyetujui tata tertib di sekolah tersebut. Sebab siswa yang

melanggar tata tertib sekolah harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.

e. Pemanggilan orang tua. Bagi para siswa yang mengalami kesulitan dalam

beradaptasi dengan sekolah yang mengembangkan disiplin belajar yang ketat dan

konsisten, akibatnya terjadi pelanggaran tata tertib sekolah berulang kali, orang tua

siswa akan diundang oleh pihak sekolah untuk membicarakan dan membantu pihak

sekolah membina siswa tersebut.

f. Evaluasi. Setelah sekolah berjalan beberapa waktu, perlu adanya evaluasi untuk

mengetahui perkembangan disiplin belajar di sekolah.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar


Permasalahan disiplin belajar siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja

akademik atau hasil belajarnya. Permasalahan-permasalahan tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Yang pada umumnya, berasal dari faktor internal dalam diri siswa itu

sendiri. Dalam hal ini, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam

pembentukan disiplin, yaitu (Tu'u, 2004, Hal: 48-49):

1. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin itu penting bagi kebaikan

dan keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat

terwujudnya sikap disiplin.

2. Mengikuti dan taat yang merupakan langkah penerapan dan praktik atas peraturan-

peraturan yang mengatur perilaku individu. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya

kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat.

3. Alat pendidikan, sebagai media mempengaruhi, mengubah, membina dan

membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
37

4. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah

sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.

Selain keempat faktor tersebut, masih ada beberapa faktor lain lagi yang dapat

berpengaruh pada pembentukan disiplin individu (siswa), antara lain (Tu'u, 2004, Hal:

49-50):

1. Teladan

Teladan yang ditunjukkan guru-guru, kepala sekolah maupun atasan sangat

berpengaruh terhadap disiplin siswa. Dalam disiplin belajar, siswa akan lebih

mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai teladan daripada dengan apa yang

mereka dengan.

2. Lingkungan berdisiplin

Seseorang yang berada di lingkungan berdisiplin tinggi akan membuatnya

mempunyai disiplin tinggi pula. Salah satu ciri manusia adalah kemampuannya

beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan potensi adaptasi ini lah siswa dapat

mempertahankan hidupnya.

3. Latihan berdisiplin

Disiplin seseorang dapat dicapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.

Artinya melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam

praktik kehidupan sehari-hari akan membentuk disiplin dalam diri siswa.

2.1.8 Indikator Penilaian Disiplin Belajar


Untuk mengukur tingkat disiplin belajar siswa, diperlukan beberapa indikator untuk

mengukur tingkat disiplin belajar siswa. Berdasarkan pendapat dari salah satu ahli,

Moenir (dalam Tu'u, 2004), indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur

dari disiplin belajar siswa di sekolah berdasarkan ketentuan disiplin waktu dan disiplin

perbuatan, yaitu sebagai berikut:


38

1. Disiplin waktu meliputi:


a. Tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah tepat waktu,

mulai dari selesai belajar di rumah dan di sekolah tepat waktu.

b. Tidak meninggalkan kelas atau membolos saat pelajaran.

c. Menyelesaikan tuga sesuai waktu yang telah ditetapkan.

2. Disiplin perbuatan meliputi:


a. Patuh dan tidak menentang peraturan yang berlaku.

b. Tidak malas dalam belajar.

c. Tidak menyuruh orang lain untuk mengerjakan tuganya.

d. Tidak suka berbohong.

e. Tidak mencontek saat ujian, tidak membuat keributan, dan tidak menganggu

orang lainsaat belajar.

Sehingga, dari pendapat Moenir tersebut, disimpulkan terdapat 4 indikator untuk

mengukur disiplin belajar siswa:

1. Ketaaatan terhadap tata tertib sekolah.

2. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di sekolah.

3. Ketataatan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah.

4. Ketataan dalam belajar di asrama sekolah.

2.2 Lingkungan Sekolah Asrama (Boarding School)


2.2.1 Pengertian Lingkungan Belajar dan Sekolah Asrama (Boarding School)
Dalyono (2010, Hal: 129-130) menjelaskan 3 pengertian lingkungan, yaitu:

1. Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmaniah di

dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf, peredaran darah,

pernapasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan,

dan kesehatan jasmani.


39

2. Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima oleh

individu mulai sejak dalam konsesi, kelahiran sampai matinya. Stimulasi itu

misalnya : sifat-sifat, interaksi, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat,

kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.

3. Secara sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi, dan

kondisi dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup

keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan,

pengajaran, bimbingan dan penyuluhan.

Dan dalam hal ini, Dalyono (2010, Hal: 131) juga menyebutkan bahwa lingkungan

sekolah merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Anak yang tidak pernah sekolah

akan ketinggalan dalam berbagai hal. Karena sekolah sangat berperan dalam

meningkatkan pola pikir anak, dan mereka dapat belajar bermacam-macam ilmu

pengetahuan.

Menurut Hakim dalam buku Belajar Secara Efektif kondisi lingkungan belajar

sangat mendukung, maka peserta didik akan mempunyai semangat yang lebih dalam

proses pembelajaran. Misalnya, suasana yang aman dan nyaman untuk belajar sehingga

peserta didik mampu menghayati dan meresapi materi yang disampaikan oleh gurunya

dan sebaliknya jika lingkungan belajar kurang atau tidak mendukung dalam proses

pembelajaran, maka peserta didik akan merasa kurang atau tidak nyaman dan aman

dalam menyerap materi yang disampaikan oleh gurunya. Oleh karena itu, lingkungan

belajar di sekolah harus diciptakan senyaman dan semenyenangkan mungkin untuk

mendukung proses pembelajaran peserta didik. Dengan adanya suasana lingkungan


40

belajar yang baik, peserta didik akan memiliki kesiapan dan persiapan untuk melakukan

proses belajar. (Nedawati, 2020)

Beberapa cara pandang mengenai lingkungan belajar, yaitu (Syafaruddin & dkk,

2017):

1. Lingkungan belajar dipandang sebagai sistem pengetahuan menyiratkan.


2. Lingkungan belajar mempunyai fungsi sebagai pola kehidupan manusia yang
menjadikan pola itu sebagai pedoman hidup bersama.
3. Lingkungan belajar digunakan juga untuk memahami dan mengkombinasi
lingkungan dan pengalaman.
4. Lingkungan belajar dilihat sebagai proses adaptasi manusia dengfan sekitarnya,
baik berupa lingkungan sosial maupun lingkungan alam.

Sekolah asrama merupakan lingkungan terdekat yang secara langsung dapat

memberikan pengaruh besar bagi perkembangan peserta didik, dengan program-

program yang ditawarkan dalam pendidikan asrama, maka program pendidikan secara

langsung dapat memberikan pengaruh untuk perkembangan peserta didik, baik

kepribadian, kemampuan akademis, maupun mengembangakan potensi minat dan bakat

peserta didik. Program pendidikan asrama lebih menekankan kepada kemandirian, kerja

sama, cara bersosialisasi, sehingga dapat menjadikan seseorang untuk lebih disiplin dan

tepat waktu, baik dalam masalah ibadah seperti sholat berjamaah, belajar pagi dan

malam, dan hal ini sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual bagi peserta didik.

Lingkungan sekolah sekarang sudah mulai berkembang, terdapat sekolah yang

menggunakan sistem asrama atau Boarding School, dengan menggunakan model yang

lebih modern. Menurut Zahra Boarding School adalah sistem sekolah dengan asrama,

dimana siswa dan juga para guru serta pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada
41

dalam kurung waktu tertentu biasanya satu semester diselingi dengan berlibur satu

bulan sampai menamatkan sekolahnya (dalam Hastuti & Jumaidah, 2016).

Kehidupan di asrama pada siswa yang menggunakan sistem boarding school jauh

dari orang tua mereka namun lingkungan yang diciptakan di asrama merupakan

lingkungan kekeluargaan sehingga siswa merasa berada dalam lingkungan rumah

keluarga sendiri. Pendapat Saherti bahwa hakekat dan fungsi dari kehidupan boarding

school bagi siswa adalah untuk mempelajari dan menerapkan nilai-nilai bermasyarakat

dalam kehidupan. Selain itu, menurut Suwandi jaminan keamanan dan disiplin yang

tinggi di boarding school, mengupayakan secara total untuk menjaga keamanan siswa-

siswinya. Sehingga, banyak sekolah arama (boarding school) yang mengadopsi

pendidikan militer untuk menjaga keamanan. Tata tertib dibuat sangat lengkap dengan

sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.

Sekolah asrama (boarding school) yang baik akan dijaga dengan ketat agar

sistemnya tidak dimasukki hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan.

Sehingga para siswapun dapat terlindungi dari hal-hal negatif seperti merokok, tayangan

film/sinetron yang tidak produktif, penyalah gunaan narkoba, dan pergaulan bebas.

Dengan adanyapenjagaan ini, para siswa akan terlindungi dan mendapatkan pendidikan

dengan kuantitas serta kualitas di atas rata-rata dibandingkan dengan sekolah reguler.

Sekolah berasrama atau dikenal juga dengan Boarding School merupakan lembaga

yang memiliki tugas sosialisasi nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat, terdapat

juga berbagai kegiatan dimana seseorang dibawa menuju pada pemahaman budaya

lingkungan masyarakat seperti perangkat nilai dan norma untuk dijalankan dan ditaati

oleh warganya, dan institusi pendidikan merupakan tempat yang menjadi pusat budaya

nasional (Wawan, Dkk, 2018: 3). Perbedaan sekolah yang menggunakan sistem sekolah
42

asrama (boarding school) dengan sekolah yang tidak menggunakan sistem sekolah

asrama (boarding school) bisa dilihat dari pelajaran, yaitu sistem asrama mendapat

pelajaran tambahan pada malam hari ketika berada di dalam asrama sehingga siswa juga

mendapat pelajaran tentang kehidupan asrama. Sekolah asrama (boarding school) salah

satu alternatif model pendidikan modern di Indonesia.

2.2.2 Jenis-Jenis Sekolah Asrama (Boarding School)


Terdapat beragam jenis sekolah berasrama yang dikelompokkan berdasarkan
kriteria, sebagai berikut:
1. Sekolah Berasrama menurut sistem bermukim siswa
Penyelengaraan sekolah berasrama dapat dibedakan atas dasar siswa yang

bermukim di asrama. Apakah seluruh siswa wajib tinggal di asrama atau tidak. Dalam

kriteria ini setidaknya terdapat 3 jenis sekolah berasrama.

a. All Boarding School adalah jenis sekolah berasrama yang seluruh siswanya wajib

tinggal di asrama. Pola ini umumnya mengintegrasikan seluruh pembelajaran di

sekolah dengan kehidupan keseharian peserta didik di asrama. Seluruh aktivitas

yang dilakukan di asrama dan di sekolah menjadi satu kesatuan dalam pola

pendidikan yang utuh sebagaimana kehidupan nyata. Maka setiap aktivitas di

asrama diharapkan dapat menerapkan apa yang dipelajari di seolah. Dan, pola All

Boarding School ini pada umumnya diterapkan pada setiap sekolah asrama, serta

menerapkan pengelolaan pendidikan di sekolah dan asrama dalam satu kesatuan.

b. Boarding Day School adalah jenis sekolah berasrama yang sebagian besar siswanya

tinggal di asrama dan sebagian lagi tinggal di lingkungan sekitar sekolah. Jadi tidak

seluruh siswa tinggal di asrama. Jenis sekolah berasrama demikian, umumnya

menjadikan layanan asrama sebagai pilihan yang dapat dipilih oleh peserta didik.

Mereka dapat memilih tinggal di asrama atau tinggal di sekitar sekolah, Karena
43

bersifat pilihan, maka pelayanan pendidikan kepada siswapun dibedakan antara

yang tinggal di asrama dan tinggal di sekitar sekolah.

c. Day Boarding adalah hanya sebagian kecil peserta didik yang tinggal di asrama.

Justru mayoritas siswanya tidak tinggal di asrama. Sekolah yang demikian biasanya

menyediakan fasilitas asrama hanya untuk keperluan khusus, misalnya karena yang

jauh, atau kebutuhan tertentu dalam konteks pilihan pembelajaran, misalnya jika

ada peserta didik yang menghendaki mendapatkan layanan pendidikan tertentu.

2. Sekolah berasrama menurut jenis siswa


Sekolah asrama menurut jenis siswa ini diklasifikasikan menurut usia siswa, jenis

kelamin, kondisi dan kebutuhan siswa. Maka dari itu dibedakan menjadi berikut:

a. Junior Boarding School umumnya merupakan asrama yang diperuntukkan bagi

peserta didik dari jenjang pendidikan dasar dan menengah secara bersama.

b. Co-educational School merupakan sekolah berasrama yang menerima siswa laki-

laki dan perempuan, yang biasanya mendukung sekolah formal yang juga

diperuntukan bagi laki-laki dan perempuan, dengan pembedaan asrama antara laki-

laki dan perempuan.

c. Boys School merupakan sekolah berasrama khusus untuk siswa laki-laki, yang

mana kurikulum pelajarannya hanya diperuntukan bagi siswa laki-laki.

d. Girls School merupakan sekolah asrama khusus untuk siswa perempuan, yang

mana kurikulum pelajarannya hanya diperuntukan bagi siswa perempuan.

e. Pre-profesional art School merupakan sekolah asrama yang mengembangan

potensi peserta didik dibidang seni, sehingga sarana prasarana serta fasilitas di

sekolah tersebut disediakan untuk kegiatan seni para peserta didik.


44

f. Religius School merupakan sekolah asrama yang kurikulumnya mengacu pada

pembelajaran agama, dengan mempelajari berbagai jenis kompetensi agama dan

menerapkannya dikehidupan nyata di asrama dibawah bimbingan para guru.

g. Special-Needs Boarding School merupakan sekolah asrama bagi siswa yang

membutuhkan penanganan atau perhatian khusus, seperti difabelitas, yang

bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan membangun sosialisasi.

3. Sekolah berasrama menurut identitas sekolah


Sekolah asrama (Boarding School) juga dibedakan atas dasar kriteria dan identitas

sekolah. Banyak sekolah yang memiliki kekhususan sehingga menuntut kehadiran

peserta didik 24 jam di lingkungan sekolah untuk mendapatkan pelayan pendidikan

yang efektif sesuai dengan karateristik pendidikan yang dilayani. Jenis sekolah

demikian dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Sekolah asrama ketarunaan, siswa diasuh di asrama dengan pola militer atau semi

militer. Kegiatan keseharian dilakukan dengan kedisiplinan tinggi dengan pola

yang teratur dan terstruktur sepanjang har. Dalam pola ini, kehadiran peserta didik

di sekolah adalah mutlak, maka pola yang diterapkan adalah model boarding

penuh atau all boarding school.

b. Sekolah asrama keagamaan, kurikulum yang berlaku selain kurikulum yang

ditentukan pemerintah juga kurikulum yang lebih pada pendalaman agama tertentu.

Karena pembelajaran bukan hanya pada pemahan materi ajar, melainkan pada

kompetensi dan perilaku, maka kehadiran peserta didik di sekolah juga lebih

panjang. Model pondok pesantren adalah model pendidikan tradisional Indonesia

yang cukup luas diterapkan dalam pendidikan agama, yang lazimnya dilakukan

dengan model berasrama.


45

c. Sekolah asrama keolahragaan, sekolah yang mengkhususkan diri pada pencapaian

prestasi olah raga, peserta didik diasramakan karena pembinaan dilakukan

sepanjang hari sejak pagi hingga sore hari. Pembinaan keolahragaan mutlak

diasramakan karena bagian inti dalam pencapaian pretasi olah raga yang hendak

dicapai.

d. Sekolah asrama keilmuan, seperti hal nya sekolah keolahragaan, untuk pencapaian

prestasi d bidang keilmuan, peserta didik diasramakan untuk mencapai intensifikasi

pembelajaran, sehingga peserta didik dapat mencapai prestasi keilmuan yang

diharapkan. Sistem pembelajaran intensif dapat dilakukan manakala peserta didik

hadir sepanjang waktu.

4. Sekolah berasrama menurut pengelola


Berdasarkan kepemilikan dan pengelolaan sekolah, sekolah berasrama akan

dibedakan dalam beberapa jenis antara lain:

a. Dikelola Pemerintah / Pemerintah Daerah. Sekolah berasrama yang dikelola oleh

pemerintah adalah sekolah negeri yang diselenggarakan secara khusus, yang

berperan sebagai learning centre, yakni sebagai upaya ntuk menghadirkan layanan

pendidikan bermutu bagi anak-anak yang secara khusus direkrut oleh pemerintah

atau pemerintah daerah. Pada umumnya dikhususkan bagi peserta didik berprestasi,

sehingga pembiayaan biasanya dibebankan kepada pemerintah, dengan

diberikannya fasilitas sarana prasarana yang baik untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Model sekolah ini biasanya juga dilakukan dengan model ketarunaan,

keolahragaan dan keilmuan, sehingga umumnya peserta didik memiliki prestai

yang menonjol dibandingkan sekolah regular lain. Layanan sekolah berasrama

model ini memadukan pembelajaran di kelas dan asrama sebagi satu kesatuan.
46

b. Dikelola Masyarakat. Sekolah asrama yang dikelola oleh masyarakat sangatlah

beragam jenisnya. Ada sekolah berasrama yang menerapkan model ketarunaan,

keagamaan, atau asrama biasa. Model ketarunaan dapat dilihat dari kepemilikan

sekolah oleh lembaga penyelenggara yang memiliki berkaitan dengan militer.

Sedangkan model keagamaan umumnya diselenggrakan oleh masyarakat atas dasar

kebutuhan pendidikan agama yang dominan, seperti pondok pesantren, seminari,

dan sejenisnya. Selain kedua jenis sekolah berasrama tersebut, ada pula sekolah

swasta yang menyelenggarakan asrama semata untuk menampung peserta didik

yang bertempat tinggal jauh.

2.2.3 Karakteristik Sekolah Asrama (Boarding School)


Secara mandiri, sekolah asrama (boarding school) telah mengembangkan aspek-

aspek tertentu dari nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga

sekolah asrama (boarding school), sangat menekankan kepada moralitas dan

menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan, dan rendah hati.

Karakteristik sekolah asrama (boarding school) diantaranya adalah:

1. Dari segi sosial, sistem sekolah asrama (boarding school) mengisolasi perserta

didik dari lingkungan sosial heterogen yang memiliki lingkungan yang cenderung

buruk. Di lingkungan sekolah asrama diskemakan satu lingkungan sosial yang

relatif homogen, yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Tujuannya untuk

menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita, dan langkah awal untuk meraih

cita-cita.

2. Dari segi ekonomi, sekolah asrama (boarding school) memberikan layanan sarana

dan prasarana yang lumayan lengkap, sehingga memerlukan biaya yang cukup

tinggi. Oleh karena itu, peserta didik akan benar-benar terlayani dengan sangat baik
47

melalui berbagai layanan jasa dan fasilitas sarana prasana.

3. Dari segi semangat religius, sekolah asrama (boarding school) merumuskan

pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani, intelektual dan

spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang menjadi generasi penerus yang

tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi,serta siap secara iman dan

amal saleh.

2.2.4 Keunggulan dan Tantangan Sekolah Asrama (Boarding School)


1. Keunggulan Sekolah Berasrama (Boarding School)
Sekolah berasrama kini banyak menjadi pilihan keluarga dalam menyekolahkan

anaknya. Sejalan dengan perkembangan zaman, dunia dianggap sangat rawan terhadap

pergaulan negatif. Oleh karena itu, orang tua lebih merasa nyaman untuk

menyekolahkan anaknya di sekolah berasrama dengan harapan aktivitas anak selama 24

jam dapat terarah dan terawasi. SMA berasrama merupakan salah satu alternatif model

pendidikan Indonesia, yang mana peserta didik, para guru dan pengelola SMA tinggal

di asrama yang berbeda dalam lingkungan SMA pada kurun waktu tertentu. Salah satu

tujuan dari SMA berasrama adalah agar anak memperoleh pendidikan secara

berkesinambungan dengan mencontoh langsung praktik baik dari guru maupun dari

pembimbing.

Adanya SMA berasrama merupakan program pembinaan akademik dan multi

budaya dengan empat pilar pengembangan, yaitu mental spiritual, wawasan akademik,

minat dan bakat, dan sosial budaya yang diharapkan mampu menjawab kecemasan-

kecemasan yang ditimbulkan oleh keberagaman latar belakang budaya, agama, status

sosial ekonomi, asal daerah dan pengaruh negatif globaisasi. Dampak positif dari SMA

berasrama antara lain:


48

a. Membangun wawasan pendidikan keagamaan yang tidak hanya sampai pada


tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu maupun
belajar hidup.
b. Membangun wawasan nasional peserta didik sehingga terbiasa berinteraksi dengan
teman sebaya yang berasal dari berbagai latar belakang.
c. Melatih anak untuk menghargai pluralitas, memberikan jaminan keamanan dengan
tata tertib yang dibuat secara jelas.
d. Menguatkan nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik secara lebih intens.
e. Membiasakan penerapan karakter dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan
yang terarah.
f. Melatih anak untuk hidup mandiri.

2. Tantangan Sekolah Berasrama (Boarding School)


Telah banyak inisiatif pengembangan SMA berasrama, namun banyak pula

beberapa SMA berasrama tersebut yang tidak berjalan maksimal, beberapa diantaranya

dikarenakan minimnya informasi terkait mekanisme pengelolaan SMA berasrama. SMA

berasrama merupakan salah satu alternatif model pendidikan di Indonesia. Namun,

perhatian terhadpa SMA berasrama belumlah optimal. Saat ini, mayoritas SMA

berasrama adalah SMA yang mayoritas berstatus swasta dan mandiri dalam

pengelolaannya. Sumber dana SMA berasrama swasta juga dari peserta didik. Model

pembiayaan seperti ini memiliki kelemahan, yaitu banyak calon peserta didik yang

mempunyai tingkat kompetensi tinggi, tetapi berasal dari keluarga kurang mampu. Pada

akhirnya, paradigma yang muncul dimasyarakat SMA berasrama hanya untuk keluarga

dengan latar belakang mampu atau kaya. Keberadaan SMA berasrama milik pemerintah

saat ini tidak merata keberadaannya, dan minimnya anggaran yang disiapkan untuk

pembiayaan SMA berasrama. Secara langsung, ini berdampak besar pada

keberlangsungan SMA berasrama. Tantangan yang dihapi oleh SMA dengan

perndidikan Asrama baik bagi manajemen maupun peserta didiknya ada 2, yaitu:
49

a. Tantangan menghadapi globalisasi dan modernisasi.


Semakin besar perkembangan teknologi di era globalisasi membuat dunia semakin

tanpa batas-batas Negara. Perkembangan itu memungkinkan derasnya arus pertukaran

informasi melalui berbagai media seperti televisi dan internet dalam komputer atau

dalam smartphone. Data dan informasi dari berbagai penjuru dunia baik yang positif

maupun yang negatif semua dapat tersaji dengan segera.

Pada kenyataannya, arus informasi ini sulit untuk disaring, tidak semua semua

informasi yang masuk melalui media tersebut sesuai dengan nilai-nilai agama dan

norma-norma budaya Indonesia, dan bahkan tidak sedikit yang mengancam budaya dan

nilai kepribadian luhur bangsa. Ada fenomena-fenomena seperti demoralisasi,

materialisasi, konsumerisme dan hedonisme, yang dapat menyebabkan memlemahnya

tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial. Hal tersebut jelas bertentangan dengan

moral, etika, dan nilai-nilai budaya bangsa. Maka dari itu, perlu untuk diwasapadai.

SMA pendidikan asrama yang lebih banhyak mengembangakan pola pendidikan

karakter harusnya mampu menjadi penggerak pendidikan moral, dan membentuk arah

dalam pembuatan visi misi dan pelaksanaannya yang baik serta terukur.

b. Tantangan dalam penegakan peraturan disiplin dan tata tertib.


Penegakkan peraturan menjadi sulit ketika banyak kepentingan-kepentingan yang

berusaha masuk untuk mempengaruhi keputusan. Hal yang kadang dianggap sepele ini

memiliki pengaruh yang cukup besar. Tidak dapat disangkal, bahwa pada SMA tidak

semua peserta didik mampu mengikuti peraturan yang dibuat. Ketika terjadi

pelanggaran peraturan, moral atau etika antara peserta didik, SMA berasrama harus

menegakkan peraturan yang sah dan berlaku. Maka dari itu, SMA berasrama hendaknya

membuat kebijakan peraturan disiplin dan tata tertib yang disepakati bersama oleh

seluruh civitas. Begitupun dalam penerapannya, dituntut adanya transparansi terhadap


50

proses peserta didik bermasalah. Dengan adanya transparansi, kebijakan yang diambil

tidak berpengaruh negatif bagi proses pembentukan karakter peserta didik.

2.2.5 Indikator Penilaian Lingkungan Sekolah Asrama (Boarding School)


Menurut Sutrisno (dalam, Hendriyanti, 2014), ada beberapa keunggulan dari

sekolah asrama (boarding school), yang menjadi tolak ukur atau indikator penilaian:

1. Program Pendidikan Paripurna (Menyeluruh)


Sekolah berasrama (Boarding School) dapat merangcang program pendidikan yang

komprehensif holistik dari program keamanan, perkembangan akademik, keahlian

hidup sampai membawa wawasan global. Bahkan pembelajarannya tidak hanya

sebatas pada penyampaian teoritis, akan tetapi juga implementasi baik dalam

konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.

2. Fasilitas Sekolah yang Lengkap


Sekolah berasrama (Boarding School) mayoritas memiliki fasilitas atau sarana dan

prasana yang lengkap, mulai dari ruang belajar, ruang asrama untuk tempat tinggal,

ruang dapur dan ruang makan, hingga fasilitas non-akademik seperti lapangan olah

raga.

3. Guru Pamong yang Berkualitas


Sekolah berasrama (Boarding School) pada umumnya menentukan persyaratan

kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah regular. Kecerdasan

intelektual, social, spiritual dan kemampuan peadagogis sampai metodologis, serta

adanya jiwa kependidikan pada setiap guru. Ditambah dengan kemampuan

berbahasa asing seperti, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, bahasa Jepang, bahasa

Arab dan lainnya.

4. Lingkungan yang Kondusif


Dalam sekolah berasrama (Boarding School) semua elemen yang berada dalam satu
51

kompleks sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Begitu juga dalam membangun

social keagamaannya, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan

nilai agama secara baik.

5. Siswa yang Heterogen


Sekolah berasrama (Boarding School) mampu menampung siswa dari berbagai

latar belakang yang tingkat heterogenitasnya tinggi. Berasal dari berbagai daerah

dengan latas belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kemampuan akademik

yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan

nasional dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda

sehingga sangat baik untuk melatih kemampuan verbal siswa dan menghargai

pluralitas.

6. Jaminan Keamanan
Jaminan keamanan diberikan sekolah berasrama (Boarding School), yang berupa

kesehatan, tidak narkoba, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan kemanan

fisik (tawuran dan perpeloncoan), serta pengaruh kejahatan dunia maya.

7. Jaminan Kualitas Sekolah


Dalam sekolah berasrama (Boarding School), pintar atau tidak pintarnya siswa,

baik atau tidak baiknya siswa, sangat tergantung pada sekolah, karena 24 jam

penuh siswa berada dalam lingkungan asrama sekolah. Pihak sekolah dapat

melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat meningkatkan bakat

dan potensi individualnya.

2.3 Implementasi Pendidikan Karakter


2.3.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Tidak hanya pendidikan materi pembelajaran yang dibutuhkan peserta didik.

Pembentukan karakter yang baik dan sesuai dengan norma yang ada di lingkungan
52

masyarakat juga sangat diperlukan untuk membangun geneasi muda bangsa, dalam

agama Islam karakter itu merupakan akhlak dari seseorang. Pendidikan karakter

merupakan salah satu cara untuk membangun sikap yang sopan santun bagi peserta

didik.

Zakiah derajat, dalam buku karangannya yang berjudul Membina Nilai Moral

Indonesia menyatakan bahwa masalah akhlak adalah suatu masalah yang menjadi

perhatian orang di mana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun

masyarakat yang masih terbelakang (dalam Helmawati, 2017, Hal: 12). Hal ini

dikarenakan kerusakan akhlak seseorang yang mengganggu ketentraman yang lain. Jika

dalam suatu masyarakat banyak orang yang rusak akhlaknya, akan guncanglah keadaan

masyarakat itu. Oleh karena itu, pendidikan karakter berupa akhlak atau moral yang

baik perlu digalakkan kembali, apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini. Akhlak

yang dicontohkan Rosul, diantaranya adalah sopan santun, jujur, saling menghargai,

menghormati dan menyayangi sesame mahkluk ciptaan-Nya.

Lickona mengungkapkan bahwa karakter yang baik adalah kebaikan. Selanjutnya,

diuraikan bahwa ada 10 esensi kebajikan yang penting untuk membangun karakter yang

kuat, yaitu (Hal: 13-17):

1. Kebijaksanaan atau Wisdom adalah gurunya kebajikan. Kebijaksanaan adalah

penilaian yang baik. Karakter ini memungkinkan untuk membuat keputusan yang

beralasan dan baik bagi kita dan baik pula untuk orang lain. Kebijaksanaan

menyatakan kepada kita tebtabg kapan untuk bertindak, bagaimana harus bertindak,

dan bagaimana menyeimbangkan kebijakan yang berbeda saat kebajkan tersebut

bertentangan. Kebijaksanaan memungkinkan kita untuk melihat dengan benar,


53

untuk mengetahui apa saja yang benar-benar penting dalam hidup, dan untuk

menetapkan sakala prioritas.

2. Keadilan berarti menghormati hak-hak semua orang. Aturan yang mengarahkan

kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh

orang lain adalah prinsip keadilan, yang dapat ditemukan dalam budaya dan agama

di seluruh dunia.

3. Keberanian memungkinkan kita untuk melakukan apa yang benar dalam

menghadapi kesulitan. Walaupun terkadang keputusan yang teoat dalam hidup

sering sulit dilakukan. Menurut salah satu pengamat pendidikan, keberanian adalah

ketanguhan batin yang memungkinkan kita untuk mengatasi dan menahan

kesulitan, kekalahan, ketidaknyamannan, dan rasa sakit.

4. Pengendalian diri adalah kemampuan untuk mengatur diri sendiri. Hal ini

mengarahkan kepada pengendalian emosi. Pengendalian emosi berupa kekuatan

melawan godaan atau nafsu dalam mengejar kesenangan sementara. Ini berarti

pengendalian diri merupakan suatu kemampuan menunggu dan menunda

kesenangan demi tujuan yang lebih tinggi dan mulia.

5. Cinta adalah keinginan untuk mengorbankan diri demi kepentingan yang lain.

Dalam cinta muncul empati, kasih saying, kebaikan, kedermawanan, pelayanan,

loyalitas, prioritas, dan pemberian maaf. Cinta kasih sayang tanpa pamrih yang

tidak mengharapkan balasan adalah kekuatan yang paling hebat di alam semesta.

Dampaknya kepada kedua belah pihak (pemberi dan penerima) adalah tak

terhitung.

6. Sikap Positif menjadikan segala sesuatu menjadi lebih penuh harapan dan lebih

termotivasi. Kekuatan karakter tentang harapan , antusias, fleksibilitas, dan rasa


54

humor adalah bagian dari sikap positif. Dengan demikian, memiliki sikap positif

membantu kita menghadapi kehidupan menjadi lebih mudah. Sebaliknya, jika kita

memiliki sikap negative dalam diri, kita akan menjadi beban bagi diri sendiri dan

orang lain. Sikap dalah salah sesuatu dari yang kita pilih dan putuskan sendiri,

entah itu bahagia atau sedih.

7. Bekerja Keras, tidak akan sesuatu mencapai tujuan yang ditetapkan kecuali dengan

kerja keras. Kerja keras akan mendatangkan keuntungan-keuntungan kepada orang

yang melakukannya. Dalam kerja keras mancakup inisiatif, ketekunan, penetapan

tujuan, dan kecerdikan.

8. Integritas berarti mengikuti prinsip-prinsip moral yang setia pada kesadaran moral,

menjada kata-kata, dan berdiri pada apa yang kita percayai. Memiliki integritas

adalah menjadi “seluruhnya” sehingga apa yang kita katakana dan kita lakukan

dalam situasi apapun (yang berbeda) tetap konsisten.

9. Karakter bersyukur sering digambarkan sebagai rahasia orang untuk mencapai

hidup bahagia. Ajaran Islam mengajarkan bahwa orang yang bersyukur akan

semakin mendapatkan banyak keberkahan yang diberikan Allah SWT.

10. Kerendahan hati diperlukan untuk memperoleh kebajikan-kebajikan karena

membuat kita sadar akan ketidaksempurnaan dari dalam diri dan membuat kita

berusaha menjdai orang yang lebih baik. Tanpa kerendahan hati, kebaikan akan

tertutup oleh keangkuhan. Kerendahan hati memungkinkan kita untuk mengambil

tanggung jawab atas kesalahan dan kegagalan kita (bukan menyalahkan orang lain),

meminta maaf atas kesalahan dan berusaha menebus kesalahan tersebut. Louis

Tartaglia, yang merupakan seorang psikiater berpendapat bahwa selama lebih dua
55

puluh tahuns sebagai terapis dia telah menemukan cacat karakter yang paling

umum. Cacat karakter tersebut adalah “Kecanduan untuk menjadi benar”

2.3.2 Pendidikan Karakter dalam UUD 1945 dan Permendikbud RI


Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan secara implisit bahwa

penting memiliki karakter berjuang dan bersyukur atas upaya pencapaian kemerdekaan.

Dan dinyatakan bahwa keberhasilan atas suatu perjuangan semua adalah berkat rahmat

Allah SWT. Selain itu, pada alinia terakhir pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa

bangsa ini memiliki suatu pedoman untuk menjadi bangsa yang berkarakter melalui

rumusan Pancasila. Pedoman yang dapat membentuk karakter bangsa ini tertuang dalam

Pancasila. Lima sila ini, dimana sila pertama menjadi core atau inti dari sila-sila lainnya

dipercaya mampu membawa bangsa ini menuju peradaban tingggi dan menjadi bangsa

yang bermartabat. Karakter yang dituangkan ke dalam Pancasila yang menjadi pedoman

bagi pembentukan bangsa tersebut yaitu:

1. Karakter percaya dan meyakini adakan keesaan Tuhan;


2. Karater kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Karater persatuan;
4. Karater kebijaksanaan dan permusyawaratan;
5. Karakter adil bagi seluruh manusia (Helmawati, 2017).

Dalam Permendikbud Republik Indinonesia (RI) Nomor 20 tahun 2008 tentang

Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal, menjelaskan bahwa

penguatan pendidikan karakter (disingkat PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah

tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui

harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan kerja sama antara

satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Revolusi

Mental (GNRM). PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam


56

pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja

keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah

air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,

peduli social, dan bertanggung jawab. Nilai-nilai Pancasila tersebut merupakan

perwujudan dari lima nilai utama yang saling berkaitan, yaitu:

1. Religiusitas merupakan keimanan terhadp Tuhan Yang Maha Esa dan ajaran agama
yang dianutnya,
2. Nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat bela negara,
3. Kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk meraih harapan, mimpi dan
cita-cita,
4. Gotong royong merupakan tindakan menghargai kerja sama dan bahu membahu
dalam menyelesaikan masalah, serta menjalin komunikasi persahabatan,
5. Dan integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku dapat dipercayai dan dapat
diandalkan.

2.3.3 Pendidikan Karakter dalam Islam


Akhlak mulia merupakan inti dari pendidikan (Al-Abrasyi 1969). Mencapai akhlak

yang sempurna adalah tujuan dari pendidikan yang sebenarnya. Begitupun misi

diturunkannya Rosulullah SAW ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak

manusia.

Ajaran Islam merupakan media pendidikan akhlak bagi manusia. Untuk membantu

anak memiliki karakter, mereka perlu pendidikan. Hal yang paling utama adalah dengan

menumbuhkan kemampuan beragama yang benar pada anak. Ajaran Islam mengajarkan

bahwa pada setiap tindakan dalam berkehidupan semua berdasarkan pada penerapan

akhlak mulia, baik terhadap diri sendiri, Tuhan Yang Maha Esa, orang tua, keluarga,

maupun orang lain; baik tua maupun muda; semua interaksi adalah perwujudan akhlak

seseorang.
57

Sosok karakter yang dapat dijadikan contoh sepanjang masa adalah karakter

Rosulullah SAW, yang mana beliau memiliki sifat-sifat yang diajarkan oleh Allah

SWT. Sifat-sifat yang dapat diterapkan sebagai karakter manusia sebenarnya

merupakan sebagian kecil dari sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah SWT dalam “Asma’

Ul Husna”.

Dengan demikian mendidik anak merupakan pekerjaan yang bernilai tinggi dan

sangat penting. Wajiblah para pendidik mengajarkan, mencontohkan akhlak yang mulia

dan menjauhkan anak dari lingkungan dan teman sebayanya yang berakhlak buruk.

Pemilihan lingkungan dan teman yang bai menjadi suatu hal yang penting untuk

diperhatikan dalam rangka pendidikan karakter. (Helmawati, 2017).

2.3.4 Tujuan Pendidikan Karakter


Berdasarkan Permendikbud Republik Indinonesia (RI) Nomor 20 tahun 2008

tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal, tujuan dari

adanya pendidikan karakter adalah:

1. Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai


karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan.
2. Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika
perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21.
3. Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan pondasi pendidikan melalui
harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan
numerasi), dan olah raga (kinetetik).
4. Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah,
guru, siswa, pengawas dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan
impelementasi pendidikan karakter.
5. Membangun jejaring pelibatan masyarakat (public) sebagai sumber-sumber belajar
di dalam dan di luar sekolah.
6. Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM).
58

2.3.5 Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah


Berdasarkan Permendikbud Republik Indinonesia (RI) Nomor 20 tahun 2008

tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal, implementasi

pendidikan karakter dapat dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yaitu dengan:

1. Pendekatan berbasis kelas


a. Mengintregasikan nilai-bilai karakter dalam proses pembelajaran secara tematik

atau terintegrasi dalam mata pelajaran sesuai dengan isi kurikulum.

b. Merencanakan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran/pembimbingan sesuai

dengan karakter peserta didik.

c. Melakukan evaluasi pembelajaran/pembimbingan.

d. Mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.

2. Pendekatan berbasis budaya sekolah


a. Menekankan pada pembiasaan nilai-nilai utama dalam keseharian sekolah.

b. Memberikan keteladanan antar warga sekolah.

c. Melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di sekolah.

d. Membangun dan mematuhi norma, peraturan, dan tradisi sekolah.

e. Mengembangkan keunikan, keunggulan, dan daya saing sekolah sebagai ciri khas

sekolah.

f. Memberi ruang yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi

melalui kegiatan literasi.

g. Khusus bagi peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar atau

satuan pendidikan menengah diberikan ruang yang luas melalui kegiatan

ekstrakulikuler.
59

3. Pendekatan berbasis masyarakat


a. Memperkuat peranan orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan

dan komite sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang menjunjung tinggi

prinsip gotong royong.

b. Melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai sumber belajar seperti

keberadaan dan dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh masyarakat, alumni, dunia

usaha, dan dunia industri.

c. Mensinergikan implementasi penguatan pendidikan karakter dengan berbagai

program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya

masyarakat, dan lembaga informasi.

2.3.6 Indikator Penilaian Implementasi Pendidikan Karakter


Berdasarkan Permendikbud Republik Indinonesia (RI) Nomor 20 tahun 2008

tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal, terdapat 17

nilai dalam pengimplementasian pendidikan karakter:

1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk

agama lain, seperti:

a. Rajin dalam beribadah sesuai dengan agama yang dianut.

b. Bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala kenikmatan yang telah

diberikan.

c. Merasakan kekuasaan tuhan yang telah menciptakan berbagai keteraturan di alam


semesta.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
60

dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak

lain, berupa:

a. Menyebutkan secara tegas keunggulan dan kelemahan suatu pokok bahasan dalam

pembelajaran.

b. Berani mengungkapkan ketidakpahaman tentang suatu teori.

3. Toleransi
Sikap dan tindakan menghargai perbedaan agama, suku etnis, pendapat dan sikap

tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya, berupa:

a. Bersahabat dengan teman yang lain tanpa membedakan agama, suku, dan etnis.

b. Mau menerima pendapat yang berbeda dari teman sekelas, dan mencari solusi dari

perbedaan pendapat tersebut.

4. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai

hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya, seperti:

a. Menggunakan waktu secara efektif untuk menyelesaikan tugas-tugas di kelas dan

di luar kelas.

b. Selalu berusaha untuk mencari informasi tentang materi pelajaran dari berbagai

sumber.

5. Kreatif
Berfikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru dari telah

dimilikinya, seperti:

a. Mengajukan suatu pikiran baru tentang suatu pokok bahasan.

b. Menerapkan hukum/teori/prinsip yang sedang dipelajari dalam aspek kehidupan

sehari-hari.
61

6. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain diwaktu

menyelesaikan tugas-tugasnya, seperti:

a. Tidak bergantung dan tidak merepotkan orang lain saat menyelesaikan tugas.

b. Berusaha mendapatkan hasil terbaik dengan usaha sendiri.

7. Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama antara hak dan kewajiban

dirinya dan orang lain, seperti:

a. Membiasakan untuk bermusyawarah dengan teman-teman dalam menyelesaikan

masalah.

b. Memberikan kesempatan yang sama bagi teman sekelas untuk memberikan

pendapat dalam musyawarah.

c. Menghormati pendapat yang telah disampaikan teman sekelas dalam

musyawarah.

8. Rasa InginTahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan

meluas dari sesuatu yang dipelajari, seperti:

a. Bertanya atau membaca sumber diluar buku belajar, tentang materi terkait dengan

pelajaran.

b. Selalu mencari tahu berita terkini terkait keadaan alam, kondisi sosial dan budaya,

keadaan perekonomian, politik dan teknologi saat ini.

9. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa

dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompok, seperti:


62

a. Tidak melakukan tindakan provokatif yang dapat merusak ketentraman dan

kenyamannan orang lain.

b. Ikut serta dalam pelajaran bela Negara di sekolah, dan mengetahui sejarah Negara

Indonesia.

10. Cinta Tanah Air


Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial dan budaya, ekonomi

dan politik bangsa, yang hampir sama seperti rasa semangat kebangsaan, seperti:

a. Melakukan kegiatan galang dana jika terdapat musibah di daerah tertentu yang

sedang terkena bencana alam.

b. Selalu menggunakan bahasa persatuan yaitu bahsa Indonesia, tanpa harus

menghilangkan bahasa daerah.

11. Menghargai Prestasi


Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang akan

berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain, seperti:

a. Rajin belajar dan mempunyai ambisi yang tinggi untuk berprestasi dalam bidang

akademik maupun non-akademik.

b. Menghargai prestasi yang telah dicapai oleh teman sekolah dalam mengharumkan

nama sekolah.

c. Menghargai temuan-temuan yang telah dihasilkan dalam bidang ilmu, teknologi,

sosial, budaya dan seni.

12. Bersahabat/ Komunikatif


Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama

dengan orang lain, seperti:


63

a. Memberikan dan mendengarkan pendapat dalam kerja kelompok ataupun diskusi

di kelas.

b. Aktif dalam kegiatan organisasi di sekolah.

c. Aktif dalam kegiatan sosial dan budaya sekolah.

13. Cinta Damai


Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan

aman atas kehadiran dirinya, seperti:

a. Menyelesaikan masalah dengan teman menggunakan hati yang tenang dan pikiran

yang jernih.

b. Menghindari perdebatan yang tidak penting dan saling menghormati dan

menghargai antar sesama, agar tidak terjadi keributan.

14. Gemar Membaca


Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan

ilmu dan menambah kebajikan bagi dirinya, seperti:

a. Selalu ada waktu untuk membaca koran, majalah, tabloid atau ensiklopedia

tentang keilmuan, sastra, budaya, seni, teknologi ataupun hubungan antar

manusia.

b. Selalu ada kesempatan untuk membaca kitab suci dari agama yang dianut.

15. Peduli Lingkungan


Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan

alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki alam yang

sudah terjadi, seperti:

a. Merancang dan melaksanakan program daur ulang sampah yang masih layak

dipakai seperti bungkus plastik makanan.


64

b. Merancang dan melaksanakan tanam seribu pohon untuk penghijauan lingkungan

sekolah.

16. Peduli Sosial


Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan-

masyarakat yang sedang membutuhkan,seperti:

a. Membantu teman untuk belajar tentang materi belajar yang ia tidak kuasai.

b. Menjaga nama baik sekolah saat berada di luar lingkungan sekolah.

17. Tanggung Jawab


Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus

dilakukan terhadap diri sendiri, masyrakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),

Negara dan Tuhan yang Maha Esa, seperti:

a. Berani berbuat dalam suatu hal, maka harus berani menanggung resiko dari

perbuatan itu.

b. Bijak dalam mengambil atau membuat kebijakan dan peraturan.

2.4 Pengaruh Lingkungan Sekolah Asrama (Boarding School) dan Implementasi


Pendidikan Karakter terhadap Disiplin Belajar Siswa
Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, apalagi bagi

bangsa yang sedang berkembang, yang giat membangun negaranya.

Pembangunan hanya dapat dilakukan oleh manusia yang dipersiapkan untuk itu

melalui pendidikan. Dalam menuntut pendidikan juga harus memiliki rasa disiplin

tinggi untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sikap disiplin sangat dibutuhkan dalam

mengerjakan semua kegiatan. Bermula dari bangun tidur sampai kita tidur kembali.

Jadwal yang disusun secara rapi itu menandakan kita sudah mempunyai sikap disiplin

yang baik. Sikap disiplin juga merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki oleh

siswa sekolah. Karena, dengan disiplin siswa diajarkan untuk patuh dan taat kepada
65

norma atau aturan yang beralaku, sehingga menjadi siswa yang memiliki siswa yang

baik. Salah satu sikap disiplin yang harus dimiliki oleh siswa adalah sikap disiplin

belajar. Tanpa adanya disiplin belajar, siswa akan justru malas dalam kegiatan belajar

dan mengajar di sekolah. Jika siswa sudah mulai malas dalam menuntut ilmu atau

belajar, bisa berdampak pada menurunnya nilai belajar siswa. Berkaitan dengan

menumbuhkan dan membangun sikap disiplin belajar ini salah satunya dengan

memasukkan anak ke sekolah dengan sistem asrama dan pembentukan karakter melalui

pendidikan karakter di sekolah.

Salah satu tujuan dari pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sitem Pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuhkan

akhlak mulia pada peserta didik. Tidak hanya berfokus pada hasil belajar saja.

Pendidikan dapat diperoleh melalui proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Zaman

sekarang, sudah mulai dikembangkannya sekolah berasrama yang biasa disebut

boarding school. Sekolah asrama biasanya identik dengan yang namanya pesantren.

Yang mana lebih mengedepankan pelajaran agama. Seiring berkembangnya zaman,

sekolah berasrama tidak hanya terpaku pada pelajaran agama, akan tetapi sudah ada

kurikulum nasional seperti sekolah regular pada umumnya. Selain itu, sekolah

berasrama juga biasanya mempunyai kurikulum tambahan sebagai bentuk pembentukan

karakter dan sikap disiplin yang baik. Sistem sekolah berasrama diterapkan tidak hanya

terfokus lebih dari satu pelajaran, misalnya antara pendidikan umum dan pendidikan

agama. Contohnya seperti pesantren, atau yang sekarang biasa disebut pesantren

modern, seperti Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia, atau Sekolah Menengah Atas

Islam Terpadu (SMA-IT). Tidak hanya sekolah berasrama dengan pelajaran tentang

pendidikan umum dan pendidikan agama, ada juga sekolah berasrama yang juga
66

mendidik dengan menggunakan sistem militer, seperti SMA Taruna Nusantara

Magelang Yogyakarta, SMA Krida Nusantara Bandung, Jawa Barat, dan ada juga SMA

N Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti yang bertempat di Provinsi Jambi.

Padatnya jadwal dan materi yang ada di berikan sekolah berasrama dianggap paling

efektif dibandingkan jika menggunakan sistem sekolah regular (datang dan pulang).

Berbeda dengan sekolah regular yang sesuai jam pelajaran sekolah kita bisa langsung

pulang dan baru kembali ke sekolah keesokan harinya, di sekolah asrama mewajibkan

peserta didik nya untuk tinggal di lingkungan sekolah itu berada dan di asrama. Sekolah

berasrama juga memiliki peraturan sekolah yang lebih banyak dibandingkan dengan

sekolah regular. Ini merupakan hal yang wajar Karena peserta didik berada dalam

jangkauan pembimbingan guru selama 24 jam sejak tidur hingga tidur kembali.

Peraturan setiap sekolah asrama bisa berbeda sesuai dengan sekolah asrama lain,

berdasarkan jenis sekolah asramanya, letak geografis sekolah, dan lingkungan sekolah

berasrama. Peraturan tersebut dibuat agar peserta didik memiliki rasa disiplin tinggi,

sehingga tidak mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar.

Maka dari itu, sekolah asrama menjadi salah satu alternatif bagi orang tua untuk

menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Selain itu, membangun karakter yang baik

juga dapat menjadi salah satu cara untuk memumbuhkan rasa disiplin belajar siswa.

Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk sikap dan akhlak peserta didik menjadi

lebih baik lagi dan menjadi taat kepada peraturan atau norma yang berlaku. Bersikap

sopan dan santun, rendah hati, peduli terhadap sesama makhluk hidup juga merupakan

salah satu tujuan adanya pendidikan karakter.

Pendidikan karakter yang paling sederhana berada di lingkungan keluarga, yang

mana orang tua menanamkan rasa peduli dan sikap yang baik kepada anaknya selaku
67

peserta didik di sekolah. Dalam upaya pemerintah mengimplementasikan pendidikan

karakter, maka dibuatlah Permendikbud Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2018

tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal. Pendidikan

karakter di sekolah tidak hanya pembelajaran ilmu pengetahuan teori, lebih dari itu,

seperti menanamkan moral yang baik dan luhur, nilai-nilai etika dan estetika

bersosialisasi, akhlak yang mulia. Pendidikan karakter tidak hanya didapatkan di

lingkungan sekolah. Praktek dari hasil pendidikan karakter itu bisa didapatkan dan

langsung dipraktikan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Lingkungan

masyarakat juga dapat memengaruhi keberhasilan penanaman moral, nila-nilai etika dan

estetika, serta akhlak yang mulia. Budaya kebiasaan yang ada dalam lingkungan

masayarakat juga menjadi salah satu cara untuk membentuk karakter siswa sekolah.

Lingkungan siswa untuk sekolah dan implementasi pendidikan karakter

mempunyai kemungkinan untuk menumbuhkan rasa disiplin belajar siswa. Dengan

berada dalam lingkungan sekolah berasrama (boarding school), dengan ketatnya

peraturan sekolah dapat menumbuhkan rasa disiplin belajar siswa. Dan biasanya,

sekolah asrama terdapat kurikulum tersendiri tentang pendidikan karakter. Pendidikan

karakter di sekolah ini bertujuan agar peserta didik mampu secara mandiri

meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta

mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam

perilaku sehari hari.

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan


Dalam upaya memperkuat dasar penelitian ini, diperlukan beberapa penelitian

terdahulu yang relevan dan sesuai dengan bidang penelitian ini. Adapun penelitiannya

sebagai berikut:
68

1. Anisa Rizkiani (2016) Pengaruh Sistem Boarding School Terhadap Pembentukan

Karakter Peserta Didik di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kedua variable yaitu system

boarding school dan pembentukan karakter peserta didik, yang diduga terdapat

pengaruh antara kedua variable tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sistem boarding school di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut,

untuk mengetahui karakter peserta didik di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah

Daerah Garut dan untuk mengetahui pengaruh sistem boarding school terhadap

pembentukan karakter peserta didik di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah

Daerah Garut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif yaitu teknik pengumpulan data uji dan statistik, sedangkan teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan penyebaran angket.

Berdasarkan hasil penelitian sistem boarding school berada pada kategori baik,

dengan angka rata-rata sebesar 75,9% angka tersebut menunjukkan kualifikasi baik

karena berada pada interval 68%-83%. Begitu pula karakter peserta didik berada

pada kategori baik, dengan angka rata-rata 73% angka tersebut menunjukkan

kualifikasi baik karena berada pada interval 68%-83%. Realitas korelasi antara

sistem boarding school (variabel X) terhadap pembentukan karakter peserta didik

(variabel Y) sebesar 0,969 angka tersebut berada pada rentang 0,80-1,00

menunjukkan kategori sangat tinggi. Dari hasil uji signifikansi diperoleh thitung

sebesar 20,57>ttabel 2,048, ini berarti bahwa variabel X dengan variabel Y terdapat

hubungan yang signifikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 ditolak dan

menerima H1, Sedangkan kadar pengaruh sistem boarding school terhadap

pembentukan karakter peserta didik di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah


69

Daerah Garut mencapai 93,8%, hal ini menunjukan bahwa masih ada 6,2% faktor

lain yang mempengaruhi karakter peserta didik Ma’had Darul Arqam

Muhammadiyah Daerah Garut.

2. Feri Sulis Diana, Setyorini, Sapto Irawan (2019) Pengaruh Nilai Pendidikan

Karakter Terhadap Disiplin Siswa Kelas XI Islam Sudirman Tahun Ajaran

2018/2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan

antara nilai pendidikan karakter terhadap disiplin siswa. Subjek penelitian ini yaitu

kelas XI SMK Islam Sudirman yang berjumlah 117 peserta didik. Teknik

pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan teknik total

sampel, sampel yang ditetapkan adalah semua populasi kelas XI SMK Islam

Sudirman yang berjumlah 117 peserta didik. Jenis penelitian ini termasuk kedalam

penelitian inferensial. Teknik pengambilan data menggunakan skala nilai

pendidikan karakter berdasarkan 18 nilai-nilai pendidikan karakter dan skala

disiplin siswa berdasarkan teori Hurlock (2002). Teknik analisis data yang

digunakan yaitu regresi linier sederhana dengan bantuan SPSS for windows 21.0.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai dari R Squarenya adalah 0,082 yang

berarti 8,2 % memberikan pengaruh terhadap disiplin siswa. Berdasarkan data

Anova dapat diketahui hasil nilai Fhitung = 10,285 dengan tingkat probabilitas

signifikansi 0,002<0.05 maka dapat dikatakan juga bahwa terdapat pengaruh secara

simultan nilai pendidikan karakter terhadap disiplin siswa. Jadi dapat disimpulkan

bahwa hasil penelitian menyatakan ada pengaruh positif yang signifikan antara nilai

pendidikan karakter terhadap disiplin siswa kelas XI SMK Islam Sudirman tahun

ajaran 2018/2019.
70

2.6 Definisi Operasional Setiap Variabel


1. Disiplin Belajar (Variabel Y/Dependent)
Menurut Tu’u, disiplin itu mentaatti dan mengikuti peraturan yang berlaku, yang

muncul dari dalam diri sendiri, sebagi alat pendidik, serta memberikan penghargaan

bagi yang mentaatti dan menjalankannya, dan memberikan hukuman bagi yang

melanggarnya. Sehingga, dari pendapat Tu’u tersebut disiplin merupakan menjalankan

pertauran yang sudah ada, yang didasarkan pada kesadaran dari dalam diri, dan siap

merima hukuman apalabila tidak melaksanakan atau melanggar peraturan tersebut.

Fungsi dari disiplin yaitu dapat menata kehidupan, membangun kepribadian yang baik,

melatih kepribadian yang kuat, pemaksaan, hukuman, dan menciptakan lingkungan

yang kondusif, agar tidak terjadi keributan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur disiplin belajar yaitu: 1) Ketaaatan

terhadap tata tertib sekolah; 2) Ketaatan terhadap kegiatan belajar di sekolah; 3)

Ketataatan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah; dan 5) Ketataan dalam belajar di

asrama sekolah.

2. Lingkungan Sekolah Asrama (Boarding School) (Variabel X1/Independent)


Menurut Dalyono, lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor yang dapat

menjadi pengaruh bagi pertumbuhan dan kecerdasan seorang anak atau peserta didik.

Dan sekolah asrama (Boarding School) merupakan sekolah dengan sistem semua

keluarga sekolah, mulai dari siswa, guru pamong, perangkat sekolah, dan staff sekolah

tinggal disatu lingkungan yang sama. Sehingga para peserta didik dapat diawasi

aktivitasnya selama 24 jam. Jadi, sekolah asrama (Boarding School) termasuk dalam

lingkungan sekolah yang baik.

Indikator yang digunakan untuk mengukur lingkungan sekolah asrama (Boarding

School) yaitu, 1) Program pendidikan yang paripurna (menyeluruh); 2) Fasilitas sekolah


71

yang lengkap; 3) Guru pamong yang berkualitas; 4) Lingkungan yang kondusif; 5)

Siswa yang heterogen; 6) Jaminan keamanan; dan 7) Jaminan Kualitas sekolah.

3. Implementasi Pendidikan Karakter (Variabel X2/Independent)

Dalam Permendikbud Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2008, tentang

Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Nasional, pendidikan

dilakukan untuk memperkuat karakter peserta didik, melalui harmonisasi atau

kesinambungan antara olah piker, olah rasa, olah hati dan olah raga. Dan bertujuan

untuk mengembangkan platform pendidikan nasional, membangun dan membekali

generasi Emas Indonesia 2045, mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan

pondasi pendidikan, menghidupkan dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan,

membangun jejaring public, dan melestarikan kebudayaan sebagai jati diri bangsa

Indonesia.

Indikator yang digunakan untuk mengukur pengimplementasian pendidikan

karakter dalam Permendikbud RI Nomor 20 tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan

Karakter yaitu: 1) religious; 2) Jujur; 3) Toleransi; 4) Kerja keras; 5) Kreatif; 6)

Mandiri; 7) Demokratis; 8) Rasa ingin tahu; 9) Semangat kebangsaan;10) Cinta tanah

air; 11) Menghargai prestasi; 12) Bersahabat/komunikatif; 13) Cinta damai; 14) Gemar

membaca; 15) Peduli lingkungan; 16) Peduli social; dan 17) Tanggung jawab.

2.7 Kerangka Berpikir


Masalah kurangnya disiplin belajar siswa ini termasuk permasalahan yang umum

dikalangan siswa sekolah. Akan tetapi, jika hal ini terus berlanjut dan berkepanjangan,

akan menjadi masalah yang serius. Karena sikap kurang disiplin ini bisa menjadi

kebiasaan bagi siswa. Masalah disiplin juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat

tinggal atau linkungan tempat siswa itu sekolah. Menumbuhkan sikap disiplin bisa
72

dengan pendidikan karakter di sekolah. Yang mana, pendidikan karakter bertujuan

untuk menumbuhkan akhlak yang baik bagi para siswa , salah satu dari akhlak yang

baik itu adalah sikap disiplin belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, sikap disiplin belajar perlu diperhatikan dan perlu

ditangan bersama. Mulai dari orang tua siswa, guru di sekolah, kepala sekolah dan

pengelola sekolah itu sendiri. Maka dari itu, kerangka berpikir dari penelitian ini:

Gambar 2.2 Bagan Paradigma Penelitian

Keterangan :

1. Garis :

a) Pengaruh variabel Lingkungan Sekolah Asrama (Boarding Scool) (X1)

terhadap variabel Disiplin Belajar (Y) secara parsial (terpisah)

b) Pengaruh Variabel Implementasi Pendidikan Karakter (X2) terhadap

variabel Disiplin Belajar (Y) secara parsial (terpisah)

2. Garis :
Pengaruh variabel Lingkungan Sekolah Asrama (Boarding Scool) (X1) dan

Implementasi Pendidikan Karakter (X2) terhadap variabel Disiplin Belajar

(Y) secara simultan (bersama-sama).


73

2.8 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto ,2013:

110). Berikut adalah hipotesis yang berkemungkinan muncul dalam penelitian ini:

1. H01: Tidak terdapat pengaruh antara lingkungan sekolah asrama (boarding school)

terhadap disiplin belajar siswa

Ha1: terdapat pengaruh antara lingkungan sekolah asrama (boarding school)

terhadap disiplin belajar siswa

2. H02: Tidak terdapat pengaruh antara implementasi pendidikan karakter terhadap

disiplin belajar siswa

Ha2: Terdapat pengaruh antara implementasi pendidikan karakter terhadap disiplin

belajar siswa

3. H03: Tidak terdapat pengaruh antara lingkungan sekolah asrama (boarding school)

dan implementasi pendidikan karakter terhadap disiplin belajar siswa

Ha3: Terdapat pengaruh antara lingkungan sekolah asrama (boarding school) dan

implementasi pendidikan karakter terhadap disiplin belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai