Anda di halaman 1dari 30

PERAN ORANG TUA YANG MEMBERLAKUKAN DISIPLIN WAKTU

TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK

Laporan Penelitian
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan
Dosen Pembimbing Dr. Warsiman M.Pd. dan Machrus Abadi, M.Pd.
Oleh
Aan Indriyani

(155110700111007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
JUNI 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bahasa Indonesia istilah disiplin kerap kali terkait dan
menyatu dengan istilah tata tertib dan ketertiban. Dengan
demikian, kedisiplinan hal-hal yang berkaitan dengan ketaatan
atau kepatuhan seseorang terhadap peraturan atau tata tertib
yang berlaku. Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

keteraturan dan atau ketertiban (Prijodarminto 1994:23). Salah


satu unsur pokok disiplin adalah peraturan. Peraturan adalah
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata tingkah
laku seseorang dalam suatu kelompok, organisasi, institusi atau
komunitas. Tujuanya adalah membekali anak dengan pedoman
perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu (Hurlock, 1999: 85).
Contoh sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari antara lain
bangun pagi, berangkat sekolah sebelum bel masuk berbunyi,
belajar pada waktu malam hari, dan lain sebagainya. Dari
penerapan kedisiplinan maka akan membantu dalam
perkembangan karakter anak.
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan.
Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem
keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang
individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter
seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula
bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi
tertentu.
Pada zaman sekarang yang sering terjadi di kehidupan kita
adalah budaya terlambat, waktu akan menjadi mundur dari yang
sudah ditentukan. Budaya terlambat semakin hari semakin parah
saja.
Maka beberapa orangtua sudah menerapkan disiplin waktu
terhadap anak-anaknya sejak dini dengan harapan supaya
kedepannya anak-anaknya bisa berkembang menjadi anak yang
tepat waktu dan memiliki karakter yang baik dengan cara mereka
mengajarkan supaya kita menghargai betul dan benar-benar
memanfaatkan waktu walupun hanya satu detik.

Perlu diperhatikan yaitu bahwa disiplin dilakukan secara rela dan


bukan merupakan paksaan dari pihak manapun. Namun dengan

diberlakukannya disiplin waktu oleh orangtua terhadap anakanaknya, belum tentu anak merasa senang, karena dengan
diberikannya disiplin waktu oleh orangtua dalam melakukan
aktivitasnya bisa saja merasa dibatasi, karena setiap apa yang
dilakukannya diberi waktu, dari merasa dibatasi itupun lama
kelamaan dapat menimbulkan rasa tertekanan dan dapat
menimbulkan dampak-dampak negatif pada perkembangan
karakternya, namun ada juga anak yang merasa biasa saja
karena penerapan disiplin waktu sejak dini menjadi sebuah
kebiasaan terhadap jam aktivitas yang dijalaninya. Penelitian ini
ditujukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan karakter
seorang anak yang orangtuanya menerapkan disiplin waktu di
kehidupannya.

1.2 Rumusan Masalah :


1.

Apa pengertian kedisiplinan?

2.

Apa saja unsur-unsur disiplin?

3.

Bagaimana cara menanamkan disiplin?

4.

Apa manfaat dari disiplin?

5.

Apa pengertian karakter?

6.
Apa saja aspek-aspek penting dalam pendidikan karakter
anak?
7.
Bagaimana pola asuh orang tua dalam perkembangan
karakter anak?
8.

Bagaimana proses pembentukan karakter?

9.

Apa langkah mengubah karakter?

10. Bagaimana cara orang tua menerapkan disiplin waktu


terhadap anaknya?

11. Apa saja dampak yang muncul dari penerapan disiplin waktu
yang diberlakukan orang tua kepada anaknya?
12. Bagaimana solusi untuk mengatasi dampak yang muncul dari
penerapan disiplin waktu yang diberlakukan orang tua terhadap
anaknya?

1.3 Tujuan Penelitian :


1.

Untuk mengetahui pengertian kedisiplinan.

2.

Untuk mnegetahui unsur-unsur disiplin.

3.

Untuk mengetahui cara menanamkan disiplin.

4.

Untuk mnegetahui manfaat disiplin.

5.

Untuk mnegetahui pengertian karakter.

6.
Untuk mnegetahui aspek-aspek penting dalam pendidikan
karakter anak.
7.
Untuk mnegetahui pola asuh orangtua dalam
perkembangan karakter anak.
8.

Untuk mnegetahui proses pembentukan karakter.

9.

Untuk mengetahui langkah mengubah karakter.

10. Untuk mengetahui cara orangtua menerapkan disiplin waktu


terhadap anaknya.
11. Untuk mengetahui dampak yang muncul dari penerapan
disiplin waktu yang diberlakukan orangtua terhadap anaknya.

12. Untuk memberikan solusi dari dampak yang muncul dari


penerapan disiplin waktu yang diberlakukan orangtua terhadap
anaknya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.
Supaya para orangtua mengerti apa saja dampak yang
muncul dari pemberlakuan disiplin waktu terhadap anak
2.
Untuk memberikan solusi dalam mengatasi dampak yang
muncul dari penerapan disiplin waktu.
3.
Untuk membantu dalam memotivasi ego anak ke arah
pembentukan karakter dan moral yang baik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kedisiplinan


Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari
bahasa latin Disciplina yang menunjuk pada kegiatan belajar
dan mengajar. Sedangkan istilah bahasa inggrisnya yaitu
Discipline yang berarti: 1) tertib, taat atau mengendalikan
tingkah laku, penguasaan diri; 2) latihan membentuk, meluruskan
atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental
atau karakter moral; 3) hukuman yang diberikan untuk melatih
atau memperbaiki; 4) kumpulan atau sistem-sistem peraturanperaturan bagi tingkah laku (Mac Millan dalam Tuu, 2004:20).
Disiplin juga dapat berarti tata tertib, ketaatan, atau kepatuhan
kepada peraturan tata tertib (Depdikbud 1988:208). Dalam

bahasa Indonesia istilah disiplin kerap kali terkait dan menyatu


dengan istilah tata tertib dan ketertiban. Dengan demikian,
kedisiplinan hal-hal yang berkaitan dengan ketaatan atau
kepatuhan seseorang terhadap peraturan atau tata tertib yang
berlaku.
Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilainilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau
ketertiban (Prijodarminto 1994:23). Sedangkan, menurut
Amatembun (1974:6) kedisiplinan adalah keadaan tertib dimana
orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan
yang telah ada dengan senang hati.
Disiplin dalam arti sempit sering disamakan dengan hukuman,
menurut pendapat ini disiplin hanya digunakan bila anak
melanggar peraturan atau perintah yang diberikan orang tua,
guru atau orang dewasa yang mengatur kehidupan anak dalam
lingkungan tinggalnya. Pada prinsipnya disiplin adalah keharusan
anak untuk menaati peraturan-peraturan yang berlaku di
masyarakatnya. Dengan demikian, menanamkan disiplin pada
anak bukan hukuman (punishment) yang diperlukan, tetapi pujian
atau hadiah (reward) sangat besar peranannya. Oleh karena itu,
disiplin sebagai pembentukan perilaku moral anak yang disetujui

kelompok masyarakat tempat tinggalnya lebih tepat daripada


pengertian disiplin yang diartikan sebagai hukuman. (Daeng Sari :
1996).
Menurut Hurlock (1999:82) dalam bukunya Perkembangan Anak
mengartikan perilaku disiplin yakni perilaku seseorang yang
belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimipin.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
disiplin adalah kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses

dari serangkaian perilaku yang sering disamakan dengan


hukuman untuk membentuk perilaku tertib pada seseorang.

2.2 Unsur-Unsur Disiplin


Menurut Tulus Tuu (2004:33) menyebutkan unsurunsur disiplin
adalah sebagai berikut :
a.
Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang
berlaku.
b.
Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena
adanya kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut,
tekanan, paksaan dan dorongan dari luar dirinya.
c.
Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah,
membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang
ditentukan atau diajarkan.
d.
Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan
yang berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan
dan memperbaiki tingkah laku.
e.
Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan
ukuran perilaku.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1970:74) mengemukakan unsurunsur disiplin yang diharapkan mampu mendidik anak untuk
berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok
sosial mereka. Ia harus mempunyai empat unsur pokok, yaitu:
peraturan, hukuman, penghargaan, dan konsistensi.
1.

Peraturan

Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola


tersebut bisa ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman
bermain. Tujuannya adalah

membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam


situasi-situasi tertentu.
2.

Hukuman

Hukuman mempunyai peran antara lain menghalangi


pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat,
mendidik anak membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, serta memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang
tidak diterima masyarakat.
3.

Penghargaan

Penghargaan berarti tiap bentuk pemberian untuk suatu hasil


yang baik. Penghargaan mempunyai nilai mendidik, sebagai
motivasi untuk mengulang perilaku yang disetujui secara sosial,
memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial.
4.

Konsistensi

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Harus ada


konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman
perilaku, konsistensi dalam cara peraturan ini diajarkan dan
dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang
tidak menyesuaikan pada standar dan dalam penghargaan bagi
mereka yang menyesuaikan.

2.3 Cara Menanamkan Disiplin


Elizabeth B. Hurlock (1997:93) mengemukakan bahwa cara-cara
menanamkan disiplin dapat dibagi menjadi tiga cara, yaitu:

mendisiplinkan dengan otoriter, mendisiplinkan dengan permisif,


dan mendisiplinkan dengan demokratis.
1.

Mendisiplinkan dengan Otoriter

Peraturan dan pengaturan yang keras untuk memaksakan


perilaku yang diinginkan menandai semua jenis disiplin yang
otoriter. Tekniknya mencakup hukuman yang berat bila terjadi
kegagalan memenuhi standar dan sedikit, atau sama sekali tidak
adanya persetujuan, pujian atau tanda-tanda penghargaan
lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.
2.

Mendisiplinkan dengan Permisif

Disiplin permisif sebenarnya berarti sedikit disiplin atau tidak


disiplin. Biasanya disiplin permisif tidak membimbing ke pola
perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan
hukuman. Dalam hal ini tidak diberi batas-batas atau kendala
yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan, mereka diijinkan
untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak
mereka sendiri.
3.

Mendisiplinkan dengan Demokratis

Metode demokratis menggunakan menggunakan penjelasan,


diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa
perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek
edukatif dari disiplin daripada aspek hukuman. Disiplin
demokratis menggunkan hukuman dan penghargaan. Hukuman
tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan.

2.4 Manfaat Disiplin

Seperti dikatakan oleh Dirk Meyer, Gutkin dan Redh (Oteng


Sutisna) bahwa manfaat dari disiplin adalah :
1.
Disiplin memberi rasa aman dan memberitahukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan
2.
Dengan membantu anak menghindari perasaan bersalah,
rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti
mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang baik
terhadap disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar
yang disetujui oleh lingkungan sosialnya dan dengan demikian
memperoleh prsetujuan sosial.
3.
Dengan disiplin anak belajar bersikap menurut cara yang
akan mendatangkan pujian yang akan ditampilkan anak sebagai
tanda kasih sayang dan penerimaan hal ini esensial bagi
penyesuaian yang berhasil dan berakhir dengan kebahagiaan.
4.
Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi
sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai
apa yang diharapkan dirinya.

2.5 Pengertian Perkembangan


Herbart berpendapat bahwa terjadinya perkembangan adalah
oleh karena adanya unsur-unsur berasosiasi, sehingga sesuatu
yang semuanya bersifat simpel makin lama makin banyak dan
kompleks. Herbart berpendapat demikian karena teorinya, bahwa
nak baru lahir keadaan jiwanya masih bersih.
Menurut Teori Gestalt bahwa proses perkembangan bukan
berlangsung dari sesuatu yang simpel ke sesuatu yang kompleks,
melainkan berlangsung dari sesuatu yang bersifat global
(menyeluruh tapi samar-samar) ke makin lama makin dalam
keadaan jelas, tampak bagian-bagian dalam keseluruhan itu.

Teori sosialisasi (James Mark Baldwin) berpendapat bahwa proses


perkembangan itu adalah proses sosialisasi dari sifat individualis.
Dalam hal ini Baldwin terkenal dengan teori Circulair Reastion. Dia
berpendapat bahwa perkembangan sebagai proses sosoalisasi,
adalah dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi
dan seleksi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah terjadinya
perkembangan sebagai proses sosoalisasi berlangsung dari
sesuatu yang bersifat globalke makin lama makin dalam keadaan
jelas, tampak bagian-bagian dalam keseluruhan itu.dalam bentuk
imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi.

2.6 Pengertian Karakter


Karakter berasal dari bahasa Yunani karasso yang berarti to
mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.
Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral
disebut dengan berkarakter mulia. Menurut bahasa, karakter
adalah tabiat atau kebiasaan.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah
bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun
berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan
berwatak.
Definisi karakter menurut ahlinya, antara lain :

1.
Menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem
keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang
individu.
2.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral
(moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral
(moral behavior).
3.
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara.
4.
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda
atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan
mesin yang mendorong bagaimana seorang bertindak,
bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
5.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan
Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik
dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat.
6.
W.B. Saunders (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter
adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu,
sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
7.
Gulo W (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya
kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifatsifat yang relatif tetap.
8.
Kamisa (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan

seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya


mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
9.
Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai
penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benarsalah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter
berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian
dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian
(personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditujukan

kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun,


mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Setiap para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai
definisi karakter. Dari definisi-definisi diatas dapat kita simpulkan
bahwa karakter adalah watak, sifat, budi pekerti dan kepribadian
serta merupakan kualitas dan kuantitas moral seorang individu.
Karakter juga dapat mencerminkan cara berpikir dan berperilaku
seseorang dalam berinteraksi dan bekerja sama dengan orang
lain dalam kehidupan sehari-hari.

2.7 Aspek-Aspek Penting dalam Pendidikan Karakter Anak


Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat
mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut
Megawangi (2003), ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus
dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik
dan mental.
1.

Maternal Bonding (Kelekatan Psikologis dengan Ibunya)

Merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak


karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar

kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini


membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa
aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Menurut Erikson,
dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak
pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal
bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia
dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibuanak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada
anak.
2.

Kebutuhan akan Rasa Aman

Yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman.


Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena
lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan
perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga
akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak.
Menurut Bowlby (dalam Megawangi, 2003) normal bagi seorang
bayi untuk mencari kontak dengan hanya satu orang (biasanya
ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak
yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh

para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada


anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak
yang optimal.
3.

Kebutuhan akan Stimulasi Fisik dan Mental

Hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan
reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar
pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur
dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus,
menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya
yang berusia usia di bawah enam bulan akan mempengaruhi

sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias


mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang
kreatif.

2.8 Pola Asuh Orang Tua dalam Perkembangan Karakter Anak


Berikut empat tipe pola asuh yang dikembangkan pertama kali
oleh Diana Baumrind (1967) : pola asuh demokratis, pola suh
otoriter, pola asuh permisif atau pemanjaan, dan pola asuh
penelantara.
1.

Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan


kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.
Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan
anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan
kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan
pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2.

Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak


harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.
Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara.
Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah,
menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang
dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan
menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.
Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya
untuk mengerti mengenai anaknya.

3.

Pola Asuh Permisif Atau Pemanja

Pola asuh ini biasanya meberikan pengawasan yang sangat


longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila
anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang
diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat
hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.

Tipe Penelantar

Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya
yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak
digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan
juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka.
Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik
dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada
umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun
psikis pada anak-anaknya.

2.9 Proses Pembentukan Karakter


Karakter terbentuk setelah mengikuti proses sebagai berikut :
1)
Adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber,
mungkin agama, ideology, pendidikan, temuan sendiri atau
lainnya.
2)
Nilai membentuk pola fikir seseorang yang secara
keseluruhan keluar dalam bentuk rumusan visinya.
3)
Visi turun ke wilayah hati membentuk suasana jiwa yang
secara keseluruhan membentuk mentalitas.

4)
Mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan
tindakan yang secara keseluruhan disebut sikap.
5)
Sikap-sikap yang dominan dalam diri seseorang yang secara
keseluruhan mencitrai dirinya adalah apa yang disebut sebagai
kepribadian atau karakter.
Proses pembentukan mental tersebut menunjukan keterkaitan
antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari akal terbentuk pola
fikir, dari fisik terbentuk menjadi perilaku. Cara berfikir menjadi
visi, cara merasa menjadi mental dan cara berprilaku menjadi
karakter. Apabila hal ini terjadi terus menerus akan menjadi

sebuah kebiasaan. Akhlak atau karakter adalah suatu perbuatan


yang dilakukan oleh seseorang tanpa melalui proses pemikiran
(Imam Al-Ghozali).
Jadi, proses pembentukan karakter itu menunjukkan keterkaitan
yang erat antara fikiran, perasaan dan tindakan.

2.10

Langkah Mengubah Karakter

Dengan mengetahui tahapan, metoda dan proses pembentukan


karakter, maka bisa diketahui bahwa akar dari perilaku atau
karakter itu adalah cara berfikir dan cara merasa seseorang.
Sehingga untuk mengubah karakter seseorang, kita bisa
melakukan tiga langkah berikut :
a.
Langkah pertama adalah melakukan perbaikan dan
pengembangan cara berfikir yang kemudian disebut terapi
kognitif, dimana fikiran menjadi akar dari karakter seseorang.
b.
Langkah kedua adalah melakukan perbaikan dan
pengembangan cara merasa yang disebut dengan terapi mental,

karena mental adalah batang karakter yang menjadi sumber


tenaga jiwa seseorang.
c.
Langkah ketiga adalah melakukan perbaikan dan
pengembangan pada cara bertindak yang disebut dengan terapi
fisik, yang mendorong fisik menjadi pelaksana dari arahan akal
dan jiwa.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk
karakter:
1.

Pembiasaan tingkah laku sopan.

Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir.


Ukuran sopan santun terletak pada cara pandang suatu
masyarakat. Sopan santun pada anak tertanam melalui kebiasaan
sehari-hari di rumah. Apa yang diajarkan orang tua di rumah akan
melekat pada diri anak. Sopan santun pada remaja tertanam
disamping melalui kebisaan dalam rumah juga melalui proses
pergaulan teman sebaya, di sekolah atau melalui suatu tontonan.
Sedangkan sopan santun pada remaja disamping karena
perbekalan pada masa anak-anak dan remaja terbentuk melalui
perilalu para tokoh masyarakat, terutama tokoh yang dihormati
dan diidolakan

2.

Kebersihan, kerapian dan ketertiban

Pengetahuan tentang hubungan kebersihan dengan lingkungan


dibentuk melalui proses pendidikan, tetapi kepekaan terhadap
kebersihan dibangun melalui proses pembiasaan sejak kecil.
3.

Kejujuran

Jujur bukan berarti mengatakan semua yang diketahui apa


adanya, tetapi mengatakan apa yang diketahui sepanjang

mengandung kebaikan dan tidak menyebutnya jika diperkirakan


memabawa akibat buruk bagi dirinya dan orang lain.
4.

Disiplin.

Tingkah laku disiplin dilakukan karena mengikuti suatu komitmen.


Disiplin bisa berhubungan dengan kejujuran, bisa juga tidak.
Kejujuran juga diwariskan oleh genetika orang tuannya, terutama
ketika anak masih dalam kandungan, secara psikologis dapat
menetas pada anaknya. Keharmonisan orang tua didalam rumah
akan sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan
kepribadian anak-anak pada umur perkembangannya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


a. Metode penelitian :
Didalam penelitian ini menggunakan metodepenelitian kuantitatif,
kuisioner. Pada penenelitian metode kuantitatif ini hanya
mementingkan hasil dari peneltian. Hubungan-hubungan antarbagian terlihat jelas dalam proses yang menjadi objek dalam
penelitian.
Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan
secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono,

2012:7). Metode ini disebut metode kuantitatif karena data


penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan
statistik. Selain itu metode penelitian kuantitatif dikatakan
sebagai metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran
secara obyektif terhadap fenomena sosial. Tujuan utama dati
metodologi ini ialah menjelaskan suatu masalah tetapi
menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah suatu kenyataan
kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu
masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi
tertentu.
Kuesioner merupakan alat teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang
bisa diharapkan dari responden(Iskandar, 2008:77).

b.

Teknik Penelitian : Teknik Pengumpulan data

Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data


merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

c.

Populasi dan sampel :

Populasi

: Kabupaten Karanganyar dan Kota Malang

Sampel
: Beberapa warga dari Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah yang terdiri dari 7 anak dan 4orangtua,
beberapa mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia angkatan 2015, Universitas Brawijaya,Malang,
sebanyak 8 anak dan 2 orangtua dari orang

tuamahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


angkatan 2015, Universitas Brawijaya.
d. Lokasi dan waktu:
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah dan kota Malang dengan menyebarkan angket
di beberapa rumah dan di Fakuktas Ilmu Budaya, Universitas
Brawijaya, waktu dilakukan dalam1 minggu dimulai dari tanggal 6
Mei 2016- 12 Mei 2016.
e.

Analisis data :

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara


sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain
(Bogdan dalam Sugiyono, 2013:244).Para responden dengan
memberi tanda centang pada kolomantara 1-3 dengan keriteria
1= sering, 2= jarang-jarang, 3= tidak pernah. Para responden
diperuntukan untuk mengisi angket dengan pertanyaan sebagai
berikut.

a.

Untuk orang tua

NO

PERTANYAAN

Apakah anak Anda bangun


terlambat?

Apakah anak Anda pulang


terlambat?

Apakah anak Anda

ALTERNATIF JAWABAN
1

membantah perintah Anda?


4

Apakah anak Anda terbuka


terhadap Anda?

Apakah anak Anda


mengikuti organisasi /
ekstrakulikuler di sekolah?

Apakah Anda pernah


menemui anak Anda
berbohong terhadap Anda?

Apakah anak Anda


berperilaku baik terhadap
Anda, keluarga dan temantemannya?

Apakah anak Anda tiba-tiba


sering marah-marah
sendiri?

1.
Bagaimana langkah Anda supaya anak tidak melanggar
disiplin waktu?
2.
Apakah anda pernah berfikiran dengan menerapkan disiplin
waktu dapat membuat anak merasa tertekan ? Berikan alasan
Anda?

b.

NO

Untuk anak :

PERTANYAAN

ALTERNATIF JAWABAN
1

Apakah Anda bangun terlambat?

Apakah Anda sengaja pulang terlambat?

Apakah Anda terbuka terhadap orangtua?

Apakah Anda mengikuti organisasi/


ekstrakulikuler di sekolah?

Apakah Anda pernah berbohong terhadap


orangtua Anda?

Apakah Anda ingin memberontak terhadap


peraturan waktu yang diterapkan orangtua
Anda?

Apakah Anda merasa dibatasi oleh orangtua


Anda?

Apakah Anda merasa tertekan?

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan


a. Hasil angket untuk orang tua :
1.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden pada
keterlambatan bangun anaknya bahwa sebanyak 16,7% sering,
50% jarang-jarang dan 33,3% tidak pernah. Jadi, dengan
memberlakukan disiplin waktu maka anak akan memiliki
kesadaran diri untuk menaati peraturan dengan bukti mereka
lebih jarang-jarang bangun terlambat bahkan tidak pernah
bangun terlambat.

2.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden pada
keterlambatan pulang anaknya bahwa sebanyak 0 %sering,
33,3% jarang-jarang dan 66,7% tidak pernah. Jadi, dengan
memberlakukan disiplin waktu maka hasilnya anak akan tepat
waktu ketika pulang sekolah.
3.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang anak
membantah perintah orangtua bahwa sebanyak 0% sering, 66,7%
jarang-jarang dan 30,3% tidak pernah. Jadi, meskipun
diberlakukan disiplin waktu anak akan jarang-jarang bahkan tidak
pernah membantah perintah orang tua.
4.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang
keterbukaan anak terhadap orangtua bahwa sebanyak 66,7%
sering, 33,3% jarang-jarang dan 0% tidak pernah. Jadi, dengan
diberlakukannya disiplin waktu maka anak akan lebih terbuka
dengan orang tuanya.
5.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang
menemui anak berbohong bahwa sebanyak 0%sering, 50%
jarang-jarang dan 50% tidak pernah. Jadi, dengan
diberlakukannya didiplin waktu memiliki keseimbangan antara
pernah dan tidak penah anak berbohong terhadap orang tua.
6.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang anak
membantah perintah orangtua bahwa sebanyak 0% sering, 16,7%
jarang-jarang, dan 30,3% tidak pernah. Jadi, dengan
diterapkannya disiplin waktu anak akan jarang bahkan tidak
pernah membantah perintah orang tua.
7.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang anak
berperilaku baik terhadap orangtua, keluarga dan temantemannya bahwa sebanyak 100%

sering, 0% jarang-jarang dan 0 % tidak pernah tidak berperilaku


baik. Jadi, dengan diterapkannya disiplin waktu akan
menghasilkan anak yang berperilaku baik terhadap orang-orang
disekitarnya.
8.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang anak
yang tiba-tiba marah-marah sendiri bahwa sebanyak 16,7%
sering, 50% jarang-jarang dan 33,3% tidak pernah. Jadi, dengan
diterapkannya disiplin waktu maka akan menghasilkan anak yang
memiliki sikap suka marah-marah sendiri.
9.
Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang cara
mereka supaya anak tidak melanggar disiplin waktu adalah
dengan melatih anak dispilin waktu sejak dini, rajin menasehati
anak supaya disiplin waktu dan dengan memperingatkan jika
sering pulang terlambat.
10. Hasil penelitian dengan banyak 6 responden tentang apakah
mereka pernah berfikiran membuat anaknya merasa tertekan, 5
dari mereka berfikiran bahwa anak-anak mereka tidak merasa
tertekan terbukti dari sikap mereka yang semakin lama semakin
disiplin terhadap waktu karena dibisasakan semenjak kecil,
sedangkan 1 responden berfikiran bahwa anaknya mungkin
merasa tertekan karena sikap anaknya yang terkadang
memberontak dan berbicara dengan menggunakan nada tinggi.

b.

Hasil angket untuk anak :

1.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden pada
keterlambatan bangun bahwa sebanyak 13,3% sering, 60%
jarang-jarang dan 26,7% tidak pernah. Jadi, dengan
diterapkannya disiplin waktu maka akan membuat anak lebih
tertib dalam bangun dari tidurnya.
2.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden pada
kesengajaan pulang terlambat bahwa sebanyak 20% sering,

46,7% jarang-jarang dan 33,3% tidak pernah. Jadi, dengan


diterapkannya disiplin waktu maka akan menghasilkan anak yang
secara diam-diam sengaja pulang terlambat dari sekolah.
3.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden dalam
keterbukaan terhadap orang tua bahwa sebanyak 46,7% sering,
53,7% jarang-jarang dan 0% tidak pernah tidak terbuka. Jadi,
dengan diterpkannya disiplin waktu maka akan menghasilkan
anak yang bersikap terbuka terhadap orang tua.

4.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden dalam
mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler di sekolah bahwa
sebanyak 46,7% sering, 40% jarang-jarang dan 13,3% tidak
pernah. Jadi, meskipun orangtua menerapkan disiplin waktu
namun kebanyakan anak-anak mereka tetap mengikuti kegiatan
organisasi atau ekstrakulikuler disekolah.
5.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden dalam
berbohong terhadap orangtua bahwa sebanyak 6,7% sering, 80%
jarang-jarang dan 13,3% tidak pernah berbohong. Jadi, dengan
diterapkannya disiplin waktu maka akan menghasilkan anak-anak
yang suka berbohong terhadap orangtuanya.
6.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden dalam
keinginan memberontak terhadap peraturan waktu yang
diterapkan oleh orangtua bahwa sebanyak 6,7% sering, 40%
jarang-jarang dan 53,3% tidak pernah. Jadi, dengan
diterapkannya disiplin waktu anak terkadang merasa ingin
memberontak peraturan tersebut.
7.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden tentang
merasa dibatasi oleh orangtua bahwa sebanyak 6,7% sering, 40%
jarang-jarang dan 50,3% tidak pernah. Jadi, dengan

diterapkannya disiplin waktu anak terkadang merasa dibatasi oleh


orangtuanya.
8.
Hasil penelitian dengan banyak 15 responden tentang
merasa tertekan bahwa sebanyak 20% sering, 20% jarang-jarang
dan 60% tidak pernah. Jadi, dengan diterapkannya disiplin waktu
dapat membuat anak merasa tertekan.
Dari penerapan disiplin waktu yang diberlakukan orangtua oleh
anak dampak positifnya anak akan lebih tertib dalam
menggunakan waktu, anak menjadi penurut terbukti dari jarangjarangnya bahkan tidak pernah membantah perintah orang tua
dan anak menjadi lebih terbuka terhadap orang tua, berperilaku
baik terhadap orangtua, kelarga dan rekan-rekannya karena
orangtua selalu menasehati.
Selain dampak positif juga ada beberapa dampak negatif yaitu
anak tidak jujur, terbukti terkadang berbohong kepada orangtua
dan sengaja terlambat pulang sekolah, hal tersebut bisa
dikarenakan karena mereka terkadang merasa dibatasi waktunya,
dan anak tiba-tiba menjadi marah-marah sendiri hal tersebut bisa

dikarenakan anak terkadang merasa tertekan akan disiplin waktu


yang diterapkan oleh orang tuanya.
Cara untuk mengatasi supaya anak tidak melanggar disiplin
waktu maka hal yang biasanya dilakukan orang tua adalah
dengan melatih anak dispilin waktu sejak dini, rajin menasehati
anak supaya disiplin waktu dan dengan memperingatkan jika
sering pulang terlambat.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari penerapan disiplin waktu yang diberlakukan orangtua kepada
anak maka dampak positif dari perkembangan karakter anak
adalah:
1.

Anak akan lebih tertib dalam menggunakan waktu,

2.

Anak menjadi penurut,

3.

Anak menjadi lebih terbuka terhadap orangtua,

4. Berperilaku baik terhadap orangtua, kelarga dan rekanrekannya karena orangtua selalu menasehati.
Selain dampak positif juga ada beberapa dampak negatif dalam
perkebangan karakter anak, yaitu:
1.

Anak tidak jujur,

2.

Anak tiba-tiba menjadi marah-marah sendiri.

Cara untuk mengatasi supaya anak tidak melanggar disiplin


waktu maka hal yang dapat dilakukan orang tua adalah:
1.

Melatih anak dispilin waktu sejak dini,

2.

Rajin menasehati anak supaya disiplin terhadap waktu, dan

3.

Memperingatkan jika sering pulang terlambat.

5.2 Saran
Terlaksananya proses penelitian ini, yang didalamnya perlu
adanya sinegritas dan integrtitas yang mampu membangun unsur
dari kesalahan dalam pembuatan penelitian ini. Maka dari itu

makalah ini perlu saran agardapat membangun pihak peneliti


apabila terjadi kesalahan, supaya dapat menjadi kaca
pembanding dalam pembuatan penelitian selanjutnya. Dalam
penelitian ini tidak sepenuhnya benar, karena itu peneliti
meminta saran tentang kekurangan yang ada dalam hasil
penelitian ini supaya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono.2008.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &


D. Bandung: Alfabeta
Rahman, Hendri A. 18 Nopember 2009.Konsep, Proposisi dan
Teori. (Bloghendry@gmail.com, diakses 14 Juni 2016)
Rimm, Sylvia.(2003.Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak
Prasekolah. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Shochib, Moh.2000.Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri.Jakarta:Rineka Cipta.
Slamet Suyanto. (1998).Beberapa Prinsip pada Pendidikan Anak
Usia Dini (Makalah).Yogyakarta.
Darmuin.2003.Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman KanakKanak.Semarang:Pustaka Zaman.
Soejanto, Agus.Psikologi Perkembangan.2005.Jakarta:Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai