Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MANAJEMEN KELAS

Tentang

“PEMBINAAN DISIPLIN DAN PERILAKU ANAK”

DISUSUN OLEH :

NOVRY RAMADHANI (21101773)

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. DARYUSTI, M.Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

STKIP NASIONAL

2023
PEMBAHASAN

A. Pengertian Disiplin
Kata disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang menunjuk kepada belajar dan
mengajar. Kata ini  berasosiasi sangat dekat dengan istilah “disiple” yang berarti mengikuti
orang belajar dibawah pengawasan seorang pemimpin. Di dalam pembicaraan disiplin dikenal
dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi terbentuknya satu sama lain merupakan
urutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah
siasat dan ketertiban. Di antara kedua istilah tersebut terlebih dahulu terbentuk  pengertian
ketertiban, baru kemudian pengertian disiplin (Suharsimi, 1993: 114)
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang
terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin merupakan sikap mental. Disiplin pada hakekatnya
adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa
ketaatan , kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban
dalam rangka pencapaian tujuan.
Inti dari disiplin ialah untuk mengajar, atau seseorang yang mengikuti ajaran. Bagi
anak tujuan jangka  pendek dari disiplin ialah membuat anak supaya terlatih dan terkontrol,
dengan mengajarkan mereka bentuk- bentuk tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas
atau yang masih asing bagi mereka. Sedangkan tujuan  jangka panjang dari disiplin adalah
untuk perkembangan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri sendiri (self control and
self direction) yaitu dalam hal mana anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan
pengendalian luar. Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri dengan
berpedoman norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi
milik sendiri. Karena itu di sekolah guru haruslah secara aktif dan terus menerus berusaha,
untuk memainkan peranan yang makin kecil dari  pekerjaan pendisiplinan itu, dengan secara
bertahap melakukan pengembangan dan pengendalian disiplin pada anak sehingga anak
mampu melakukan pengarahan diri sendiri kelak.
Disiplin kelas merupakan hal yang esensial terhadap terciptanya perilaku tidak
menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin
hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan  prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan
dan demokrasi berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi  para guru dala mengambil
kebijakan yang berhubungan dengan disiplin. Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang
dilakukan oleh guru harus :
1. Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan
2. Mengembangkan dan membentuk profesionalisme personel dan sosial lulusan
3. Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik
4. Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan peserta
didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan
5. Menghindari perasaan beban berat an rasa terpaksa dikalangan para peserta didik.

Para peserta didik, dengan disiplin diharapkan bersedia untuk tunduk dan mengikuti
peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu pula. Terciptanya kesediaan semacam ini
harus dipelajari dan harus secara sadar diterima. Itu semua adalah dalam rangka memelihara
kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas-tugas sekolah.
Satu keuntungan lain dari adanya disiplin adalah para peserta didik belajar hidup dengan
pembiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannnya. Lebih lanjut
dengan adanya pembiasaan tersebut maka akan tumbuh jiwa tentram dalam diri dan
masyarakat sekitar.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan
siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar
kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa
terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami
frustasi dan kecemasan. Di sekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku
siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal.

B. Pentingnnya Pembinaan Disiplin Dan Perilaku Anak 


  Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, merupakan modal
dasar yang sangat  penting bagi kehidupan yang sukses di masa depan. Berkaitan dengan hal
ini, peran guru membantu anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga anak
merasa bahagia dan mampu menerima dirinya.
Pembiasaan disiplin pada diri anak penting karena dengan berdisiplin dapat
memantapkan peran sosial anak. Rua (2003) mengemukakan bahwa rahasia keberhasilan
adalah kedisiplinan. Orang yang terlatih disiplin akan lebih besar kemungkinannya meraih
keberhasilan ketimbang orang yang tidak disiplin. Tujuan dari disiplin adalah membentuk
perilaku anak, yang sesuai dengan peran yang ditentukan lingkungan atau kelompok
sosialnya. Untuk itu dalam penanaman disiplin ini perlu peran orang tua di rumah maupun
guru di sekolah.
Di rumah orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan model yang ditiru anak
dalam pembentukan disiplin diri. Begitu pula halnya di sekolah, seluruh personil sekolah
adalah model bagi anak, sedangkan arahan dan bimbingan serta aturan-aturan di sekolah
umumnya dan aturan guru dalam kelas khususnya dapat membentuk perilaku anak dan
mantapnya pembentukan perannya dalam lingkungannya.
C. Teknik Pembinaan dan Penerapan Disiplin Kelas
 Ada tiga macam teknik yang sudah dikenal dalam pembinaan disiplin yaitu teknik
otoriter, permisif, dan demokratis. Teknik ini dibedakan berdasar-kan bagaimana aturan
diterapkan pada anak :
1. Teknik otoriter
Dalam teknik ini, disiplin ditegakkan secara kaku. Penerapan hukuman pada
anak bertujuan untuk memperkuat kepatuhan anak akan aturan-aturan yang telah
ditetapkan. Bila anak melakukan pelanggaran terhadap aturan tesebut, maka anak
akan dihukum. Dalam penerapan tehnik ini hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama
sekali penguatan positif seperti senyuman, pujian, bila anak bertingkah laku sesuai
dengan aturan.
Pengekangan pada anak sangat menonjol sekali terlihat dalam penerapan
disiplin dengan teknik otoriter ini. Pengekangan terkesan kaku sekali, tapi kadang
kala bisa juga terkesan tidak terlalu kaku. Dalam  pengekangan yang kaku, anak harus
berperilaku sesuai dengan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, dan anak tidak
diperbolehkan membuat membuat keputusan sendiri. Guru punya otoritas yang sangat
tinggi dalam menetapkan perilaku yang harus ditampilkan, walaupun anak sering
tidak paham mengapa harus  berperilaku seperti itu. Dalam hal ini anak tidak
diberikan kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka
sendiri.
Untuk itu guru harus bersikap tegas dan punya  banyak pengalaman dan
pengetahuan tentang apa-apa yang harus dilakukan anak sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangannya.
2. Teknik permisif
Teknik permisif ini merupakan lawan dari teknik otoriter. Pada teknik ini
guru memberikan kebebasan kepada anak dalam mengembangkan perilakunya.
Dalam hal ini campur tangan guru yang berlebihan dianggap suatu hambatan bagi
anak dalam menentukan segala tindakannya dalam berperilaku.
Teknik ini tidak mengarahkan anak untuk berperilaku yang sesuai dengan
aturan dan kebiasaan yang ada dalam kelompoknya. Anak diperbolehkan untuk
melakukan apa saja. Pola pengasuhan yang serba membolehkan ini dapat
menimbulkan kesulitan bagi anak untuk memutuskan sesuatu karena tidak ada
patokan sama sekali dalam berperilaku. Pemahaman anakyang masih rendah dan
minimnya pengalaman dan  pengetahuan mereka membuat mereka bingung untuk
berperilaku yang pantas. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya rasa cemas, dan takut
yang berlebihan.
3. Teknik Demokratis
Penerapan teknik disiplin demokratis menekankan pada pemberian
kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Dasar pemikiran
dari teknik ini adalah mengembangkan kendali tingkah laku sehingga anak mampu
melakukan hal yang benar tanpa harus diawasi dengan ketat. Dalam penerapan teknik
ini anak berhak untuk mengeluarkan pendapat, usul, dan inisitif, namun dalam
penentuan keputusan anak akan dibantu oleh guru. Untuk itu guru sering memberikan
menggunakan penjelasan, diskusi dan mengemukakan alasan-alasan dalam
mengajarkan anak berperilaku.
Teknik disiplin demokratis dapat mengembangan kendali diri pada anak, sehingga
membuat anak merasa  puas. Anak biasanya menjadi seorang yang dapat
diajakbekerja sama, mandiri, percaya diri, kreatif, dan ramah.
Dalam penerapan teknik disiplin ini guru bisa saja berpindah dari satu teknik
ke teknik yang lain. Di sinilah letak kearifan guru dalam menanamkan disiplin.
Ketiga teknik di atas mempunyai kelebihan dan kekurangannya, jadi tidak
ada teknik mana yang lebih  baik dibandingkan dengan teknik lainnya.
Namun demikian banyak orang cenderung berpendapat bahwa dalam
menanamkan disiplin pada anak pendekatan demokratis yang paling baik.
Alasannya adalah :
1) Karena anak diajak berbincang-bincang, bertukar pikiran dan beradu
argumentasi
2) Norma kedisipinan dapat dikaji ulang
3) Tidak ada hukuman
4) Dapat membina penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, dan
5) Mengajarkan orang untuk bekerjasama, mengendalikan diri dengan
tenang dan bersikap ra-mah pada orang lain
6) Guru atau orang tua mempunyai hubungan dengan anak yang hangat
dan bersahabat, sehingga menjalin kerjasama
7) Dapat memuaskan anak, terutama yang usia pubertas, mulai dewasa,
sebab anak merasa diberi kepercayaan dan peluang untuk meng-atur
tingkah lakunya (Santoso, 2002)

D. Pemeliharaan dan Peningkatan Perilaku Disiplin Anak


Guru di dalam kelas setelah menerapkan berbagai teknik dalam membina
kedisiplinan peserta didik, langkah selanjutnya adalah guru dituntut untuk dapat memelihara
dan meningkatkan disiplin pada peserta didik. Menurut LouAnnne Johnson 2009: 178
memberikan sepuluh langkah yang dapat ditempuh oleh guru sebagai manajer kelas dalam
memelihara dan meningkatkan disiplin peserta didik. Kesepuluh langkah tersebut sebagai
berikut :
1) Abaikan si pelanggar Peserta didik
Sering kali berperilaku buruk untuk mendapatkan perhatian dari guru atau bahkan
untuk menguji reaksi atau sikap guru. Jika guru mudah marah, terganggu maupun
terpancing, peserta didik akan mengambil keuntungan dari sikap guru tersebut.
2) Kirimkan pesan-pesan non verbal
Kita semua dapat dengan mudah merespons pesan-pesan nonverbal atau istilah
bahasa tubuh. Guru dapat menggunakan kontak mata, melakukan perubahan-perubahan
dalam suara dan gerak tubuh ketika peserta didik berperilaku seperti yang tidak
diekspektasikan guru. Misalnya, menatap dengan tajam peserta didik yang berbuat gaduh,
menggeleng-gelengkan kepala terhadap perilaku peserta didik yang mengganggu
temannya belajar, mendekati peserta didik yang berbuat onar, atau dapat bergerak
mengelilingi kelas agar peserta didik tetap tertib dalam mengikuti kegiatan belajar-
mengajar.
3) Memberikan kartu perilaku
Guru dapat membuat kartu perilaku yang berwarna-warni yang berisi pesan pengajar
kepada peserta didik yang tidak disipln atau berperilaku buruk. Jika seorang peserta didik
mulai menganggu kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, guru dapat berjalan ke
arahnya dan memberikan kartu tersebut di atas mejanya.
4) Ajak berbicara cepat
Apabila kartu perilaku gagal digunakan oleh pengajar dalam mengatasi kedisiplinan
peserta didik di dalam kelas, pengajar dapat mengajaknya keluar kelas.
5) Ambil waktu istirahat
Apabila menemukan ada peserta didik yang tidak disiplin di dalam kelas dan guru
sudah mencoba mendisiplinkannya, tetapi perilakunya tidak berubah, guru dapat pergi
sejenak menjauhi semua peserta didik dengan berdiri atau duduk-duduk di depan kelas.
Hal itu akan membuat semua peserta didik berfikir mengapa guru bersikap demikian
kemudian mereka saling intropeksi diri untuk memperbaiki perilakunya jika memang
perilakunya tersebut dianggap buruk menurut hati nuraninnya.
6) Telepon orangtua si perilaku
Apabila suatu saat guru menemukan ada peserta didik yang indisipliner meskipun
pengajar sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki perilakunnya, guru
dapat mencoba untuk menelfon orangtuanya untuk memberitahukan perilaku anaknya di
kelas. Kemudian, meminta kepada orangtuannya untuk memperingatkan dengan keras
kepada si anak agar tidak mengulanginya lagi.
7) Tanda tangani kontrak
Seperti kartu perilaku yang berperan sebagai peringatan visual yang efektif bagi
peserta didik yang mudah lupa pada perintah-perintah verbal, kontrak peserta didik juga
dapat berperan sebagai pengingat tertulis yang efektif bagi peserta didik yang telah
berjanji untuk bekerja sama dalam menegakkan tata tertib kelas.
8) Meminta penguatan-penguatan
Apabila langkah pertama hingga yang ketujuh gagal, dapat dikatakan bahwa masalah
atau perilaku buruk yang dilakukan oleh peserta didik tersebut bukan sekedar masalah
pribadi yang sederhana, melainkan pula merupakan masalah pribadi yang rumit sehingga
perlu kiranya guru meminta penguatan-penguatan kepada guru konseling ataupun kepada
kepala sekolah. Guru bersama dengan guru konseling atau kepala sekolah dapat bekerja
sama dalam memecahkan masalah kepribadian peserta didik tersebut. Jika ternyata
hasilnya masih sama saja nihil, pihak sekolah dapat melakukan kerja sama yang lebih
intensif lagi dengan orangtua peserta didik untuk menangani masalah ini.
9) Meminta perpindahan
Apabila langkah kedelapan masih mengalami kegagalan, langkah selanjutnya adalah
memindahkan peserta didik yang indisipliner ke kelas yang lain. Hal itu sangat mungkin
dilakukan di sekolah yang besar, guru kelas yang lain mau bekerja sama untuk
menampung peserta didik tersebut, kepala sekolah dan orangtua peserta didik menyetujui,
dan kondisi kelas yang akan ditempati mendukung untuk perbaikan perilaku si peserta
didik

10) Pindahkan perilaku


Apabila kesembilan upaya di atas masih saja mengalami kegagalan, baik karena
kekurangan dukungan rekan sejawat maupun pimpinan, pengaruh orangtua yang
berlebihan dalam komunitas sekolah, serta peraturan-peraturan dewan sekolah yang tidak
fleksibel, guru harus memindahkan si peserta didik dari kelas secara tidak resmi agar
peserta didik yang lain tidak terganggu bahkan terpengaruh oleh perilaku buruknya.
Tempat lain yang dapat digunakan untuk memindahkannya seperti ruang konseling atau
perpustakaan.

E. Penerapan Hukuman dan Hadiah


1. Pengertian Hukuman
Hukuman merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk
menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak diharapkan, sehingga hukuman
dapat pula diartikan suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak baik sanksi fisik
maupun psikis apabila anak melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang
sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan.
2. Fungsi Hukuman
Pada dasarnya ada tiga fungsi penting dari hukuman yang berperan besar bagi
perkembangan moral anak, yaitu fungsi reskriptif, pendidikan dan motivasi.
a) Fungsi restriktif Hukuman dapat menghalangi terulangnya kembali perilaku
yang tidak diinginkan pada anak. Jika seorang anak pernah mendapat hukuman
karena ia telah melakukan satu kesalahan atau pelanggaran, maka ia akan
berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa di masa datang.
b) Fungsi pendidikan Hukuman yang diterima anak merupakan pengalaman bagi
anakyang dapat dijadikan  pelajaranyangberharga. Anakbisa bisa belajar
tentang salah dan benar melalui hukuman yang telah diberikan kepadanya. Hal
ini menyadarkan anak akan adanya suatu aturan yang haras dipahami dan
dipatuhi.
c) Fungsi motivasi Hukuman dapat memperkuat motivasi anak untuk
menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diinginkan. Dari pengalaman
hukuman yang pernah diterima anak, maka anakmerasakanbahwa menerima
hukuman merupakan suatu pengalaman yang kurang menyenangkan.
3. Bentuk-bentuk hukuman dan penerapannya pada anak
Dalam memberikan hukuman kepada anak guru perlu memperhatikan syarat-
syaratnya. Berikut ini dikemukakan syarat-syarat hukuman bagi anak yang dapat menjadi
rambu-rambu bagi guru dalam  penerapannya.
Bertujuan mengembangkan hati nurani Hukuman yang diberikan ada anak hendaknya
dapat mengembangkan hati nurani anak, sehingga suatu saat anak dapat mengembangkan
kontrol dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian makin bertambah umur anak, makin
matang ia bertindak sehingga batasan-batasan yang ditentukan makin berkurang karena
makin meningkatnya kontrol dari dalam diri anak. ·
Jelas dan disertai alasan Supaya tidak terjadi salah pengertian oleh anak tentang
mengapa ia dihukum, guru harus mengemukakan tiga hal, yaitu; sebutkan nama
kelakukan yang salah, nyatakan aturan atau prinsip yang dilanggar oleh perbuatan salah
itu, dan terangkan hukuman atau konsekwensi yang tidak enak yang akan diterima anak
karena pelanggaran itu.
4. Pengertian Hadiah
Hadiah atau ganjaran adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap
suatu prestasi. Santoso (2002) menyatakan sebaiknya hadiah tesebut tidak berbentuk uang
tetapi alat atau benda yang bermanfaat  bagi keperluan sekolah, misalnya tas, sepatu,
baju, atau alat tulis.
Fungsi Hadiah Ada tiga fungsi penting dari hadiah, yaitu:
a) Memiliki nilai pendidikan
Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang membuat anak
segera tahu bahwa tingkah lakunya itu  baik. Sama halnya dengan hukuman
yang menyadarkan anak bahwa tingkah lakunya tidak dapat diterima
lingkungannya.
b) Memotivasi anak
Untuk mengulangi tingkah laku yang diterima. Anak umumnya akan
bereaksi positif terhadap penerimaan lingkungan yang diekspresikan lewat
hadiah. Hal ini mendorong mereka bertingkah laku baik agar mendapat
hadiah lebih banyak.
c) Memperkuat tingkah laku yang dapat diterima lingkungan
Apabila anak mendapat penghargaan atas tingkah lakunya maka ia
mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang
membuat anak termotivasi untuk terus mengulangi. Sementara anak yang
miskin hadiah tidak tahu persis apakah yang dilakukan itu berarti atau tidak.
Akibatnya, perilaku yang sebenarnya baik tidak diulanginya lagi

5. Bentuk Hadiah dan Penerapannya


Apapun bentuk hadiah, ia harus sesuai dengan kebutuhan anak. Bila hadiah yang
diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan anak, efektivitas pemberian hadiah akan hilang.
Oleh karena itu diperlukan kepekaan guru dalam memberikan hadiah kepada anak.
Schaefer (1996) mengemukakan bahwa hadiah dapat digolongkan kepada hadiah
primer, yang berupa makanan, uang, alat-alat dan benda-benda nyata, sedangkan yang
bersifat sekunder yang bersifat pujian dan perhatian. Atas dasar sifat hadiah tersebut,
maka penerapan hadiah oleh guru untuk anak MI di sekolah dapat berbentuk:
a) komunikasi non verbal
b) bentuk pengakuan
c) benda nyata atau kado
d) perlakuan istimewa
Penerapan hukuman dan pemberian hadiah yang tepat dan benar pada anak
merupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk anak menjadi makhluk
sosial yang sehat dan bertanggung jawab dalam hidupnya. Untuk itu pemberian
hadiah dan penerapan hukuman haruslah pula memperhatikan aspek  perkembangan
anak.
DAFTAR PUSTAKA

Danim, S. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Yusuf, Syamsu. 2014. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Karso, dkk (Ed). 1982. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Pusat Perkembangan


Penataran Guru Tertulis, Depdikbud.

Strenberg, Robert. (2008). Psikologi Kognitif. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai