Anda di halaman 1dari 14

2.

TEORI PENUNJANG

2.1 Persepsi Konsumen


Persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membantu suatu gambaran yang mendunia
(Kotler & Amstrong, 2001). Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang
memilih, mengatur dan menginterpretasikan rangsangan yang diterima menjadi
suatu gambaran keadaan dunianya yang penuh arti dan saling terkait (Schiffman
& Kanuk, 2007).
Sedangkan menurut Baalbaki (2012), persepsi konsumen adalah kesan
pertama yang menarik sehingga membuat seseorang dapat memutuskan mana
yang harus dipilih dan dapat mengaplikasikan informasi tersebut kedalam suatu
gambaran dunia. Persepsi seseorang terhadap sesuatu objek tidak berdiri sendiri
akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar
dirinya (Zamroni, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen
diantaranya adalah:
1. Motif (Tujuan)
Merupakan faktor internal yang dapat merangsang perhatian. Adanya
motif (tujuan) dapat menyebabkan munculnya keinginan individu
melakukan sesuatu atau sebaliknya.
2. Kesediaan dan Harapan
Dalam menentukan mana yang akan dipilih untuk diterima selanjutnya,
bagaimana pesan yang dipilih itu akan ditata dan diinterprestasi.
3. Intensitas Rangsangan
Kuat lemahnya rangsangan yang diterima akan sangat berpengaruh bagi
tiap individu.
4. Pengulangan
Suatu rangsangan yang muncul atau terjadi secara berulang-ulang akan
menarik perhatian sebelum mencapai titik jenuh.

7
Universitas Kristen Petra
Proses dasar dalam pembentukan persepsi konsumen meliputi (Schiffman &
Kanuk, 2007):
1. Customer Perceptual Selection
Konsumen mengambil dan memilih rangsangan yang diterima (yang
dianggap sesuai dengan keperibadiannya). Dalam proses pengambilan
keputusan, konsumen akan sangat selektif dalam memilih informasi, yaitu
yang akan membantu konsumen dalam mengevaluasi merek yang akan
memenuhi kebutuhan dan memenuhi atau cocok dengan kepercayaan
konsumen.
2. Customer Perceptual Organization
Konsumen tidak memisahkan rangsangan-rangsangan yang sudah dipilih
dari lingkungan. Konsumen mengelompokkan informasi-informasi yang
diterima dari berbagai sumber dan menyusunnya secara utuh yang
memiliki arti khusus sehingga konsumen dapat mengambil keputusan
berdasarkan hal tersebut.
3. Customer Perceptual Interpretation
Konsumen biasanya menghubungkan rangsangan yang diterima pada
faktor-faktor yang paling disukai dan sesuai dengan diri konsumen.
Pengalaman masa lalu dan interaksi sosial membantu terbentuknya
harapan, yang kemudian memberikan pilihan-pilihan yang nantinya
digunakan untuk menginterpretasikan rangsangan.
Konsumen bertindak dan bereaksi berdasarkan persepsi dari konsumen itu
sendiri, tidak berdasarkan realitas yang objektif. Jadi bagi pengusaha, persepsi
konsumen jauh lebih penting daripada pengetahuan pengusaha mengenai realitas
yang objektif. Karena jika konsumen berpikir mengenai realitas, hal tersebut
bukanlah realitas yang sebenarnya tetapi apa yang dipikirkan konsumen sebagai
realitas yang akan mempengaruhi tindakan konsumen, kebiasaan membeli
konsumen, kebiasaan bersantai konsumen, dan sebagainya (Schiffman & Kanuk,
2007, p. 136).
Sedangkan menururt Kotler (2003, p. 173), persepsi konsumen adalah
suatu proses di mana seseorang menyeleksi, mengorganisir, dan menginterprestasi
stimulus ke dalam suatu gambaran yang menyeluruh dan memiliki arti. Stimulus

8
Universitas Kristen Petra
adalah rangsangan berupa audio visual yang disampaikan melalui komunikasi
verbal maupun komunikasi nonverbal yang dapat mempengaruhi respon
seseorang. Persepsi yang melekat di benak konsumen untuk waktu lama akan
membentuk suatu citra atau image (Kotler, 2003, p. 174).

2.2 Komunikasi
Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa sosial, melainkan
dalam konteks atau situasi tertentu. Secara luas konteks disini berarti semua faktor
di luar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari pertama, aspek bersifat
fisik seperti iklim, cuaca, suhu udara, dan alat yang tersedia untuk menyampaikan
pesan; kedua, aspek psikologis, seperti sikap, kecenderungan, prasangka, dan
emosi para peserta komunikasi; ketiga, aspek sosial, seperti norma, nilai sosial,
dan karakteristik budaya; dan keempat, aspek waktu, yakni kapan berkomunikasi.
(Mulyana, 2012, pp. 77, para 1).
Komunikasi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik secara verbal ataupun nonverbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung
jawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang
berkomunikasi akan tercermin pada pesan-pesan nonverbal yang dihasilkan,
seperti gerakan tubuh, sentuhan seperti berjabat tangan, dan tatapan mata yang
ekspresif. Komunikasi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih
mempunyai emosi. Komunikasi membuat manusia merasa lebih akrab dengan
sesamanya (Mulyana, 2012, p. 81). Komunikasi sendiri terbagi kedalam dua
bagian antara lain komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.

2.2.1 Komunikasi Verbal


Komunikasi verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran,
perasaan, dan maksud dari manusia. Komunikasi verbal terdiri dari simbol atau
pesan verbal yang semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Hampir semua rangsangan bicara yang disadari termasuk kedalam kategori pesan
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
berhubungan dengan orang lain secara lisan.

9
Universitas Kristen Petra
Sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai
seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol
tertentu, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal
menggunakan bahasa yang dimana kata-kata yang merepresentasikan berbagai
aspek realitas individual manusia (Mulyana, 2012, pp. 260-261).

2.2.2 Komunikasi Nonverbal


Menurut Mulyana (2012, p. 343) komunikasi nonverbal adalah mencakup
semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu pengaturan
komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh
individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.
Definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian
dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, manusia mengirim banyak pesan
nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan nonverbal tersebut bermakna bagi
orang lain.
Terdapat dua karakteristik penting dari komunikasi nonverbal, pertama
pesan nonverbal umumnya memiliki berbagai makna dan kedua penafsiran
komunikasi nonverbal tergantung pada pesan nonverbal itu sendiri dan juga
keadaan pengamat (Ruben & Stewart, 2014, p. 171). Proses-proses nonverbal
dapat menjadi suatu pengganti dari proses-proses verbal yang dimana merupakan
alat utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan. Pesan-pesan nonverbal terdiri
atas gerakan wajah, pandangan mata, gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, suara, dan
lain sebagainya.
Beberapa contoh komunikasi nonverbal yang terjadi di Indonesia yaitu jika
seseorang memegang bahu teman ketika berjalan bersama, perilaku tersebut lebih
menandakan keakraban kekerabatan. Selain itu mengacungkan jempol juga
menandakan arti bagus, oke, atau beres. Untuk menunjukkan sesuatu yang
istimewa terkadang orang Indonesia mempertemukan ujung jempol dan telunjuk
(membentuk lingkaran) dan membiarkan ketiga jari lainnya berdiri, isyarat ini
untuk menunjukkan bahwa segala sesuatunya sudah beres (Mulyana, 2005). 
Contoh lainnya yaitu menunjukkan sesuatu dengan jari telunjuk
merupakan sesuatu yang tidak sopan, orang Indonesia menggunakan ibu jari
menghadap ke atas dengan arah menunjukkan tempat atau benda tersebut. Orang

10
Universitas Kristen Petra
Indonesia juga meletakkan jempol ke lubang telinga, membiarkan kelingking
berdiri dan menekuk ketiga jari lainnya, isyarat seperti ini maknanya ialah
percakapan dilanjutkan melalui telepon, ditambah dengan tangan digerak-
gerakkan (Mulyana, 2005). Dalam komunikasi nonverbal terdapat berbagai
macam unsur yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
paralanguage, facial movement yang terdiri atas facial expression dan eye
contact, body motion, dan physical appearance.

2.2.2.1 Paralanguage (Intonasi Suara)


Menurut Mulyana (2012) paralanguage atau vokalika merupakan aspek-
aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya, intensitas suara,
intonasi, kualitas vokal, warna suara, seperti suara serak, suara sengau, suara
terputus-putus, suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, tangis, gumaman,
desahan. Setiap karakteristik suara mengkomunikasikan emosi dan pikiran. Suara
yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu
cepat menandakan ketegangan, kemarahan, atau ketakutan.
Pendengar mempersepsikan kepribadian komunikator lewat suara, sebagai
contoh wanita dengan suara yang lembut dipersepsikan lebih feminim dan lebih
cantik daripada wanita dengan suara yang kasar. Sedangkan pria dengan suara
yang berat dipersepsikan lebih masukulin daripada pria dengan suara yang pelan
dan halus. Paralanguage memiliki dampak hingga 38% pada saat melakukan
komunikasi. Variasi suara sebagai aspek paralanguage dianggap memiliki
maksud atau makna tertentu, akan tetapi setiap budaya memaknai aspek-aspek
paralanguage secara berbeda (Mulyana, 2012).
Sedangkan menurut Ruben & Stewart (2014), salah satu fokus
pembahasan mengenai paralanguage adalah tentang hal-hal yang terkait dengan
suara (vocalics) seperti pendengaran, pesan selain dari kata-kata, yang diciptakan
dalam proses pembicaraan. Vocalics meliputi tinggi rendah suara, kecepatan
berbicara, irama, tertawa yang merupakan sumber-sumber pesan yang sangat
penting dalam komunikasi. Isyarat paralanguage seperti besar kecilnya volume
suara, kecepatan bicara, nada, kata seru, variasi tinggi suara, dan penggunaan jeda,
dapat memiliki pengaruh besar kepada apa dan bagaimana orang bereaksi
terhadap individu lainnya.

11
Universitas Kristen Petra
Contoh dalam paralanguage, tinggi suara, misalnya seseorang individu
dapat menentukan apakah suatu ucapan tertentu adalah suatu pernyataan atau
pertanyaan, komentar serius, atau sindiran kasar. Kecepatan bicara dan aksen tiap-
tiap individu juga berbeda tergantung dari kebangsaan, wilayah negara dimana
individu tersebut dibesarkan, dan karakteristik lain yang terkait dengan tempat
tinggal individu. Nada, kecepatan, dan volume berbicara juga dapat memberikan
petunjuk mengenai kondisi emosional individu (Ruben & Stewart, 2014).
Contoh lainnya ialah orang Batak dipandang sebagai orang yang kasar
karena nada bicara yang tinggi dan terkesan selalu berteriak pada saat berbicara,
sedangkan pada kenyataannya orang Batak tidak lah bermaksud kasar, akan tetapi
hal itu adalah warisan budaya yang didapat dari nenek moyang orang Batak.
Tepatnya intensitas suara orang Batak dipengaruhi oleh lingkungan karena tinggal
di daerah pegunungan yang memiliki jarak yang jauh antara rumah yang satu
dengan yang lain dan mengharuskan orang Batak berteriak pada saat
berkomunikasi, hal ini menjadikan orang batak terbiasa dengan nada yang tinggi
dan berkesan berteriak pada saat berbicara. Berbeda dengan orang Jawa yang
lembut dan terkesan sangat santun pada saat berbicara (Mulyana, 2012).

2.2.2.2 Facial Movement (Gerakan Wajah)


Menurut Mulyana (2012), secara umum dapat dikatakan bahwa gerakan
wajah tidaklah universal melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Sehingga
gerakan wajah merupakan perilaku nonverbal yang paling banyak menyampaikan
makna pada saat berkomunikasi dengan orang lain. Gerakan wajah atau facial
movement terdiri atas:
1. Facial Expression (Ekspresi Wajah)
Ekspresi wajah bisa menjadi sumber pesan diri sendiri,
menyediakan informasi terbaik tentang kondisi emosi individu seperti
kegembiraan, ketakutan, terkejut, kesedihan, marah, jijik, merendahkan,
dan ketertarikan. Peran ekspresi wajah dalam kaitannya dengan emosi atau
perasaan berlaku umum pada seluruh manusia (Ruben & Stewart, 2014).
Teori neurocultural tentang ekspresi wajah adalah “Hal universal
mengenai emosi melalui ekspresi pada raut wajah adalah gerakan otot
wajah tertentu ketika emosi yang diberikan muncul” (Ruben & Stewart,

12
Universitas Kristen Petra
2014, p. 179). Teori tersebut menjelaskan bahwa kondisi atau peristiwa
tertentu memicu emosi yang bervariasi baik secara individual. Adat
istiadat serta aturan dalam emosi juga dapat berbeda antara satu orang ke
orang lain (Ruben & Stewart, 2014).
Sebagai contoh orang Jepang memiliki wajah yang pasif, senyum
orang Jepang penuh dengan teka-teki yang sulit diartikan apakah orang
Jepang marah, senang, setuju atau menantang. Dalam budaya Korea,
terlalu banyak tersenyum sering diartikan berpikiran dangkal sedangkan
kurang senyum sering diartikan sebagai tanda permusuhan. Orang
Amerika tidak menunjukan emosi melalui ekspresi wajah, orang Amerika
dianjurkan dapat menekan emosi karena emosi dianggap sebagai sesuatu
yang buruk. Berbeda dengan orang Amerika, orang Arab lebih bebas
mengekspresikan emosi dengan bebas (Mulyana, 2012).
Sedangkan orang Indonesia khususnya orang Jawa dan orang
Sunda tersenyum ketika bahagia, memuji, mengkritik, malu, dan
membutuhkan sesuatu dari orang lain. Contohnya lainnya yaitu pria dan
wanita memiliki cara yang berbeda dalam tersenyum. Wanita cenderung
lebih banyak senyum daripada pria, tetapi senyuman wanita sulit diartikan
karena memiliki lebih banyak arti jika dibandingkan dengan senyuman
pria yang memiliki arti senyuman yang bersifat positif dalam artian
menghargai orang lain atau senang terhadap orang lain (Mulyana, 2012).
2. Eye Contact (Kontak Mata)
Bagian wajah yang paling berpengaruh dalam komunikasi adalah
mata, “Berbeda dari banyak perilaku nonverbal yang masing-masing
hanya memiliki sebuah isyarat potensial yang nilainya jarang disadari,
seperti gerakan kaki, atau perubahan secara halus wajah dan postur,
tatapan mata langsung memiliki peluang yang tinggi untuk ditanggapi.
Untuk perilaku yang melibatkan sedikit gerakan dan tanpa gangguan,
tatapan mata memiliki kapasitas luar biasa untuk menarik perhatian meski
dibatasi oleh jarak” (Ruben & Stewart, 2014, p. 180).
Fungsi utama terjadi atau tidak terjadinya kontak mata adalah
untuk mengatur interaksi. Kontak mata menyediakan sejenis sinyal

13
Universitas Kristen Petra
kesiapan untuk berinteraksi, sedangkan ketiadaan kontak mata bisa
mengurangi kemungkinan interaksi, sengaja maupun tidak sengaja. Secara
umum akan terjadi lebih banyak kontak mata ketika topik yang dibahas
bersifat tidak pribadi dan ketika ada minat yang tinggi dari reaksi orang
lain. Pada suatu budaya tertentu, kontak mata pada percakapan umumnya
bermakna keramah tamahan, berusaha terlibat, mendengarkan daripada
bicara, atau ketika seseorang bergantung pada yang lain. Kontak mata juga
merupakan komunikasi nonverbal yang didalamnya terdapat banyak
perbedaan budaya (Ruben & Stewart, 2014).
Menurut Mulyana (2012), kontak mata memiliki dua fungsi dalam
berkomunikasi, fungsi pertama yaitu sebagai pengatur untuk menunjukan
ketertarikan pada seseorang. Contohnya kontak mata dapat diartikan
sebagai ketertarikan pada saat berkomunikasi sedangkan mengalihkan
kontak mata berarti ketidaktarikan pada saat berkomunikasi. Fungsi yang
kedua adalah fungsi ekspresif, yaitu menunjukan perasaan pada saat
berkomunikasi. Contohnya pria lebih banyak menggunakan kontak mata
kepada wanita yang disukai. Berbeda dengan wanita, wanita lebih jarang
menggunakan kontak mata karena wanita lebih cenderung pemalu. Kontak
mata ini sangatlah penting, karena kontak mata dapat mengakibatkan antar
pria dapat bertengkar akibat melakukan kontak mata.
Pria yang saling tidak mengenal juga dianggap sebagai
homoseksual ketika melakukan kontak mata dalam waktu yang lama
sehingga kontak mata memiliki pengaruh yang besar dalam komunikasi
nonverbal. Dalam keadaan normal, melakukan kontak mata dengan orang
lain sekilas, hanya satu sampai dua detik. Bila kontak mata dilakukan lebih
lama, reaksi orang akan berubah dan cenderung lebih emosional. Bisa jadi
kontak mata tersebut dapat mengubah kesan mengenai suatu hubungan
menjadi lebih khusus (Mulyana, 2012).
Contoh lainnya yaitu suami istri melakukan kontak mata lebih lama
dibandingkan orang yang tidak saling mengenal. Semakin dekat hubungan
seseorang maka semakin lama meraka melakukan kontak mata, hubungan
yang dianggap intim mampu menyampaikan banyak makna melalui

14
Universitas Kristen Petra
kontak mata tanpa harus berbicara. Sedangkan menurut orang Amerika
melakukan kontak mata dengan orang lain menunjukan niat baik. Menurut
orang Jepang melakukan kontak mata secara langsung dianggap tidak
sopan, dan di Indonesia khususnya orang Jawa memiliki perilaku yang
sama dengan orang Jepang (Mulyana, 2012).

2.2.2.3 Body Motion (Gerakan Tubuh)


Gerakan badan, kepala, lengan, atau kaki secara teknis disebut body
motion. Gerakan tubuh merupakan suatu peran penting dalam komunikasi
manusia. Gerakan dapat berfungsi sebagai pesan yang punya tujuan, pesan yang
dimaksudkan disini adalah untuk meraih tujuan tertentu maupun secara kebetulan
dan atau tidak disengaja. Gerakan dapat digunakan sebagai pelengkap untuk
bahasa, contohnya ketika manusia menggoyangkan kepala ke kanan dan ke kiri
sambil berkata tidak ketika sedang menjawab pertanyaan (Ruben & Stewart,
2014). Bagian-bagian tubuh yang langsung berhubungan dengan gerakan tubuh
yaitu:
1. Kepala (Head)
Bagian tubuh ini biasa digunakan untuk menegaskan seperti
gerakan mengangguk atau menolak seperti gerakan menggeleng informasi
yang diberikan. Pola-pola gerakan kepala tertentu juga biasa digunakan
untuk menunjukkan minat atau ketertarikan pada apa yang sedang
dibicarakan orang lain (Buckley, 2008). Contohnya di beberapa negara
anggukan kepala memiliki arti tidak seperti di India dan Bulgaria,
sementara isyarat untuk ya di negara itu adalah menggelengkan kepala.
Sama seperti orang Indonesia, orang Inggris menggangukan kepala untuk
menyatakan bahwa orang Inggris mendengar. Sebagian orang Arab dan
Italia mengatakan tidak dengan cara mengangkat dagu, tetapi bagi orang
Maori di Selandia Baru mengangkat dagu berarti ya (Mulyana, 2012).
2. Pundak (Shoulders)
Bagian tubuh ini biasa digunakan untuk menunjukkan
ketidaktertarikan seseorang pada pembicaraan rekannya seperti gerakan
mengangkat bahu atau memiringkan bahu ke arah samping (Buckley,
2008).

15
Universitas Kristen Petra
3. Lengan (Arms)
Bagian tubuh ini biasa digunakan untuk mengekspresikan emosi,
juga biasa digunakan untuk membuat seseorang terlihat lebih berkuasa
seperti bertolak pinggang. Menyilangkan lengan umumnya digunakan
untuk menunjukkan ketidaksenangan sementara merenggangkan lengan
mengekspresikan emosi yang kuat, baik emosi yang positif maupun
negatif (Buckley, 2008).
4. Tangan (Hands)
Bagian tubuh ini sering digunakan dengan berbagai tujuan yaitu
untuk mengekspresikan emosi, untuk menunjukkan persahabatan seperti
berjabat tangan, dan untuk menunjukkan ketidaksenangan seperti
menyentuh bagian tertentu dari tubuh sendiri seperti bertolak dagu atau
melipat tangan (Buckley, 2008). Contohnya orang Perancis, Italia,
Spanyol, Meksiko, dan Arab termasuk orang-orang yang sangat aktif
dibandingkan dengan orang Indonesia, Inggris dan Amerika dalam
menggunakan tangan untuk berkomunikasi. Di Jepang isyarat untuk
menunjuk diri sendiri dengan menunjuk pada bagian hidung berbeda
dengan orang Kenya, Korea Selatan, dan Indonesia yang menunjuk diri
sendiri dengan menunjuk pada dada dengan telapak tangan atau telunjuk
(Mulyana, 2012).
Menggunakan tanda “V” (telunjuk dan jari tengah) adalah tanda
sebagai perdamaian, kemenangan di beberapa negara termasuk Indonesia
tetapi di beberapa negara tanda itu juga dapat bermakna buruk contohnya
di Inggris tanda “V” sebagai penghinaan. Menggunakan acungan jempol
juga dapat berarti yang berbeda-beda di berbagai negara, contohnya di
Amerika acungan jempol dengan arah kesamping berarti tanda untuk
menumpang kendaraan secara gratis. Berbeda dengan Italia yang
menganggap isyarat tersebut sebagai isyarat cabul. Di Indonesia dan
Malaysia acungan jempol memiliki makna oke, bagus, atau setuju. Di
Sunda acungan jempol digunakan untuk mengarahkan ke tempat yang di
maksud (Mulyana, 2012).

16
Universitas Kristen Petra
5. Kaki (Feet)
Arah kaki penting untuk menilai sikap seseorang terhadap lawan
bicara. Mengarahkan kaki kepada lawan bicara menunjukkan minat pada
apa yang sedang dibicarakan. Posisi kaki juga dapat menunjukkan
kekuasaan dari individu sepert mengangkangkan kaki atau menunjukkan
kekuatan dari orang yang bersangkutan seperti berdiri dengan kaki
merapat (Buckley, 2008).
Bagian-bagian tubuh memiliki bahasa tubuh sendiri dalam berkomunikasi.
Bagian tubuh tersebut mengikuti apa yang dikomunikasikan dengan lawan bicara
dan sangat sering digunakan dalam berkomunikasi sehingga tanpa diungkapkan
sudah dapat terbaca melalui gerakan tubuh yang dikeluarkan (Buckley, 2008).

2.2.2.4 Physical Appearance (Penampilan Fisik)


Pakaian memenuhi sejumlah fungsi bagi manusia, termasuk dekorasi,
perlindungan fisik dan psikologis, daya tarik seksual, pernyataan diri,
penyangkalan diri, penyembunyian, identifikasi kelompok, dan menampilkan
status atau peran. Pakaian yang didukung oleh grooming, misalnya rambut tersisir
rapi dan menggunakan perhiasan atau aksesoris merupakan penampilan fisik
umum yang seringkali menjadi dasar dari kesan pertama dan relatif berkelanjutan
(Ruben & Stewart, 2014).
“Identitas sosial dan citra didefinisikan, dilanjutkan, dan dimodifikasi
secara positif atau negatif oleh komunikasi penampilan” (Ruben & Stewart, 2014,
p. 185). Pakaian juga merupakan lencana dari berbagai jenis informasi mengenai
identitas seseorang, status, atau afliasi yang berfungsi sebagai lencana penanda
pekerjaan. Pakaian yang dipakai seseorang individu dirancang dengan standar dan
digunakan untuk memudahkan mengenali pekerjaan individu tersebut (Ruben &
Stewart, 2014).
Sedangkan menurut Mulyana (2012), pakaian dapat mencerminkan
kepribadian seseorang apakah orang tersebut servatif, religius, modern, atau
berjiwa muda. Pemakai busana menginginkan citra pada dirinya terpancar dari
pakaian yang telah dipakai. Orang-orang pada jabatan tertentu sangatlah
mementingkan penampilan karena penampilan bukan hanya untuk menutupi
tubuh tetapi untuk menunjukan kesan yang positif pada orang lain.

17
Universitas Kristen Petra
Contohnya pria eksekutif sangat teliti dalam memilih dasi, sapu tangan,
tas, sepatu, dompet, dan buku agenda yang digunakan. Sedangkan wanita
eksekutif lebih teliti terhadap riasan wajah yang akan digunakan, model rambut,
pakaian, tas, dan sepatu. Hal ini terbukti bahwa penjualan dalam sebuah usaha
meningkat ketika pegawai perusahaan mengenakan pakaian yang lebih rapi.
Untuk menjadi komunikator yang baik harus memperhatikan aspek busana karena
ketika berpakaian dengan rapi maka akan timbul persepsi yang positif dari orang
lain (Mulyana, 2012).

2.3 Resepsionis
Resepsionis juga dikenal sebagai the first and the impression of the guest.
Artinya bagian inilah yang pertama dan yang terakhir dari konsumen. Jadi sudah
sewajarnya bila kesan yang mendalam akan tercipta di resepsionis. Resepsionis
juga merupakan pusat informasi, hampir segala kegiatan konsumen seperti
penerimaan dan pengiriman surat, pengurusan barang, pembayaran rekening hotel,
lost and found barang konsumen, menampung keluhan-keluhan konsumen, dan
juga tempat memberikan segala macam informasi baik di dalam hotel maupun di
luar hotel (Bagyono, 2012).
Tugas utama resepsionis ialah menyambut kedatangan konsumen yang
akan check-in atau check-out dan memprosesnya dengan efesien, tepat, cepat,
ramah tamah dan santun sehingga konsumen memperoleh kesan baik. Tugas dan
tanggung jawab resepsionis ialah sebagai berikut (Soenarno, 2006):
1. Menyambut, memberi salam, dan melayani konsumen yang akan check-in
atau check-out.
2. Memeriksa reservasi konsumen dan mencarikan kamar sesuai pesanan.
3. Membantu konsumen dalam mengisi registrasi.
4. Menanyakan sistem pembayaran konsumen pada saat check-in atau check-
out dan memprosesnya.
5. Memberikan guest card, welcome drink, dan kunci kamar konsumen pada
saat check-in.
6. Menjaga kebersihan counter front office dan mengecek semua
kelengkapan peralatan dan formulir-formulirnya.

18
Universitas Kristen Petra
7. Memberikan kunci cadangan bagi konsumen yang kunci tertinggal atau
hilang.
8. Menyelesaikan masalah perpindahan kamar.
9. Membuat pesan-pesan dalam log book atau flag, bila jam kerja habis.
10. Memberitahukan kepada housekeeping department tentang kamar-kamar.
11. Memeriksa reservasi, baik VIP, FIT (Free Individual Traveller), maupun
yang grup/rombongan.
12. Mengecek room rack dan membuat agar house count selalu akurat.
13. Mempersiapkan kamar untuk VIP, grup maupun individu setelah
kamarnya diblokir oleh supervisor.
14. Melakukan pengecekan terhadap room discrepancy (perbedaan status
kamar) antara front office dengan housekeeping.
15. Memasukkan data registrasi ke dalam komputer, agar semua bagian dapat
memanfaatkannya untuk transaksi bill.
Syarat-syarat yang harus dimiliki seorang resepsionis adalah sebagai berikut
(Soenarno, 2006):
1. Memiliki kebiasaan untuk berpenampilan baik dan rapi diamanapun
resepsionis berada.
2. Personal higiene yaitu menyangkut kepada perawatan diri.
3. Memiliki rasa percaya diri (self confidance).
4. Mampu berkomunikasi dengan baik.
5. Kemampuan untuk mengingat wajah dan nama para konsumen.
6. Good manner (memiliki tata cara dan etika yang baik).
7. Ready and smile (selalu dalam keadaan siap dan senyum).
8. Kesegaran jasmani.
9. Mampu membuat keputusan dengan cepat dan tepat.
Peran resepsionis bagi hotel antara lain (Bagyono, 2012):
1. Kesan pertama dan sekaligus kesan terakhir bagi konsumen yang
menginap di hotel.
2. Sebagai pusat syaraf dari hotel.
3. Sebagai pusat komunikasi.
4. Menjaga hubungan dengan konsumen hotel.

19
Universitas Kristen Petra
5. Urat nadi utama sebuah hotel.
6. Jantung dan sumbu dari hotel.
7. Pusat koordinasi pelayanan hotel.
8. Counter informasi bagi konsumen.
9. Sumber informasi potensial bagi penjualan dan pemasaran hotel.

2.4 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

20
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai