Anda di halaman 1dari 6

SMART AND GREEN SCHOOL DENGAN NILAI-NILAI HUMANISME

UNTUK MENCIPTAKAN SEKOLAH DASAR RAMAH ANAK


PENCETAK GENERASI EMAS INDONESIA ERA 5.0

Kasni Astutik, S.Pd., M.Pd.


Email: kasniastuti27@gmail.com
SD Negeri Sambiroto 02 Semarang

Abstrak
Sekolah menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Untuk itu,
kedudukannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain
memberikan kenyamanan, sekolah juga harus mampu memberikan
gambaran masa depan untuk mempersiapkan generasi-generasi
terbaik di zamannya. Kini, anak-anak tengah dihadapkan pada
persiapan era revolusi industri 5.0. Untuk itu, pendekatan
pembelajaran, penanaman nilai-nilai kehidupan, dan tata kelola
sekolah yang visioner sangat diperlukan. Konsep smart and green
school dengan nilai-nilai humanisme diyakini dapat menjadi
pendekatan terbaik dalam menciptakan sekolah yang ramah anak.
Dengan desain sekolah yang berlingkungan nyaman, berteknologi
mutakhir, dan bernuansa “memanusiakan manusia”, generasi emas
Indonesia era 5.0 dapat terlahir. Dengan demikian, masa depan
Indonesia yang dititipkan melalui sekolah-sekolah dasar terawat
dengan baik dan bijaksana.
Kata Kunci: smart, green school, humanisme, era 5.0

Pendahuluan
Revolusi industri tidak lagi pada poin 4.0 yang bertumpu pada kecerdasan buatan. Kini,
manusia dihadapkan pada era yang menuntut persiapan menuju masa revolusi industry 5.0. Pada
era revolusi industri 5.0, teknologi bukan satu-satunya solusi atas segala permasalahan hajat
hidup manusia. Akan tetapi, teknologi seyogyanya menjadi bagian dari kehidupan manusia. Arah
dari paradigma ini ialah memanusiakan manusia dengan teknologi.
Sekolah dasar sebagai tempat pertama masa depan bangsa Indonesia dititipkan memiliki
peran sentral. Ia harus memiliki visi yang tidak hanya futuristik, tetapi juga arif dan bijaksana. Hal
inilah yang menjadi amanat era revolusi industri 5.0. Pada era ini, teknologi bukan menjadi poin
yang paling didewakan. Akan tetapi, ada rumusan integrasi antara teknologi dengan nilai-nilai
kemanusiaan (humanisme). Untuk itu, sekolah harus siap menjawab tantangan pasar untuk
mempersiapkan generasi yang melek teknologi, tanggap keadaan lingkungan, dan santun dalam
berinteraksi dengan sesama manusia. Ketiga hal ini dapat diraih dengan proses pengembangan
berkelanjutan di sekolah (sustainable development goals).
Siswa menjadi insan yang akan eksis di masa depan. Untuk itu, sekolah harus menjadi tempat
yang mampu meneropong masa depan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang
strategis bagi masa depan bangsa. Kualitas generasi bangsa di masa mendatang sangat
ditentukan oleh kualitas sekolah saat ini, terutama sekolah dasar. Handoyo (2002) mengutip
pendapat Nawawi menyatakan peran sekolah sebagai berikut membantu anak memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, bahkan keahlian yang diperlukan untuk mencari nafkah hidup
masing-masing kelak setelah dewasa; membantu anak mempelajari cara penyele- saian masalah-
masalah kehidupan, baik sebagai masalah individu maupun masalah masyarakat; membantu
anak mengembangkan sosialitas masing-masing agar mampu menyesuaikan diri dalam
kehidupan bersama dan masyarakat yang dinamis sebagai warga negara suatu bangsa; dan
memperbaiki mutu dan kualitas kehidupan manusia.
Di sisi lain, penanaman pondasi lingkungan sejak dini menjadi solusi utama yang harus
dilakukan, agar generasi muda memiliki pemahan tentang lingkungan hidup dengan baik dan
benar. Pendidikan lingkungan hidup diharapkan mampu menjembatani dan mendidik anak
agar bersikap dan berperilaku bijaksana serta arif terhadap lingkungannya. Oleh sebab itu
pendidikan lingkungan harus dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan. Dengan
memasukkan materi pendidikan lingkungan hidup ke dalam mata pelajaran tertentu secara
integratif, misalnya ke dalam pelajaran geografi, biologi, kimia, PPKN, kertakes dan yang lain
atau pendidikan lingkungan yang berdiri sendiri secara monolitik, memberikan dimensi baru
untuk meningkatkan pemahan, sikap dan perilaku siswa terhadap lingkungannya.
Pendidikan lingkungan hidup merupakan usaha untuk melestarikan lingkungan yang
dilakukakan dari generasi sekarang ke generasi yang akan datang. Secara eksplisit
menunjukkan bahwa perjuangan manusia untuk melestarikan dan menyelamatkan ling- kungan
hidupnya, supaya tidak terjadi kepunahan dan tetap terjaga daya dukung lingkungan harus di-
lakukan secara berkesinambungan, dengan jaminan estafet antargenerasi.
Anak sebagai generasi penerus bangsa harus disiapkan tanggap perkembangan baik
teknologi, seni, dan akhlak. Kondisi lingkungan hidup kini dalam fase yang
mengkhawatirkan. Untuk itu, tidak bijak rasanya jika perkembangan teknologi justru
merusak ekosistem lingkungan. Perlu tercipta keseimbangan antara perkembangan
teknologi, pelestarian lingkungan, dan peradaban dengan nilai-nilai kemanusiaan agar
kehidupan dapat aman, nyaman, dan sejahtera. Paradigma ini perlu ditanamkan pada diri
setiap siswa agar masa depan bangsa Indonesia menyingsingkan mentari yang cerah dan
paripurna. Smart and green school dengan nilai-nilai humanisme menjadi salah satu
tawaran solusi menciptakan sekolah dasar ramah anak pencetak generasi emas Indonesia
yang siap menghadapi era revolusi industri 5.0.

Konsep Sekolah Hijau


Sekolah hijau merupakan sekolah yang memiliki kebijakan positif dalam pendidikan
lingkungan hidup. Artinya dalam segala aspek kegiatannya mempertimbangkan aspek
lingkungan (Susilo, 2001). Selain itu, sekolah hijau memiliki komitmen dan secara sistematis
mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke
dalam seluruh aktifitas sekolah. Program sekolah hijau dikembangkan melalui lima kegiatan
utama yaitu (1) pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan, (2) peningkatan kualitas
kawasan sekolah dan lingkungan sekitarnya, (3) pengembangan pendidikan berbasis
komunitas, (4) pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan dan (5) pengembangan
manajemen sekolah berwawasan lingkungan.
Menurut Handoyo (2002) secara konseptual greening school dapat diartikan sebagai
program pendidikan yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan sikap dan perilaku
konstruktif pada diri siswa, guru dan kepala sekolah terhadap permasalahan lingkungan hidup
yang ada di sekolah dan sekitarnya. Senada dengan hal tersebut, Turcotte (2003)
mengutarakan petunjuk praktis dalam melaksanakan sekolah hijau yang komprehensif
meliputi hal-hal berikut ini.
Indoor Air Quality merupakan kegiatan yang menciptakan kondisi udara dalam ruangan
yang alami dengan ventilasi yang cukup atau menggunakan pendingin dan penghangat
ruangan yang terpelihara. Problem Pest merupakan kegiatan untuk menciptakan kondisi yang
bebas dari racun pestisida. Waste Management Program melakukan kegiatan recycling and
composting yang melibatkan partisipasi siswa untuk melakukannya sekaligus mendapatkan
manfaat lingkungan dan keuntungan ekonomi. Energy Efficient melakukan efisiensi energi
terutama energi air dan energi listrik. Environmental Management System membuat sistem
pengelolaan sekolah yang berwawasan lingkungan, jadi semua kebijakan yang dibuat sekolah
harus berwawasan lingkungan. Building Material and Product Usage menggunakan material
untuk membangun bangunan sekolah yang sehat dan aman. Curriculum memasukkan materi
pembelajaran yang bertujuan untuk membekali siswa dalam pelestarian lingkungan ke dalam
kurikulum. Water Concervation and reuse melakukan pengolahan limbah cair, pembuatan
sumur resapan dan kegiatan lain yang berkaitan dengan manajemen sumber daya air. Toxic
Chemical menjaga sekolah supaya terbebas dari bahan-bahan berupa racun dari bahan kimia.
Landscaping pengelolaan halaman sekolah untuk penataan taman dengan fungsi-fungsi tertentu
sesuai yang direncanakan. Environmental, Health and Safety menciptakan lingkungan yang baik,
sehat dan aman bagi murid dan pekerja yang ada di sekolah. Dust menjaga kebersihan dari
debu.
Kegiatan sekolah hijau dilakukan untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan,
sekaligus mempraktikkannya di sekolah. Kegiatan sekolah hijau antara lain bertema tentang
sampah. Harapannya adalah semakin banyak sekolah menyadari masalah lingkungan dan
mengelola sampah di sekolah masing-masing maka masalah sampah akan bisa dikurangi.
Dalam kegiatan sekolah hijau para siswa diberi pengetahuan tentang sampah, jenis sampah,
bahaya sampah serta cara mengelola sampah. Pengetahuan ini digunakan sebagai dasar bagi
siswa untuk melakukan praktik mengelola sampah. Kegiatan yang dilakukan siswa bisa dalam
bentuk bermain, menggambar, membuat prakarya dari bahan bekas, melakukan daur ulang
kertas serta membuat kompos sehingga pembelajaran benar-benar menyenangkan, bermakna
dan berada pada konteks lingkungan sekolah sendiri, tetapi manfaatnya dapat mencakup
konteks yang luas.
Strategi untuk menyampaikan pendidikan lingkungan dapat ditempuh melalui dua
alternatif yaitu (1) pendekatan monolitik, ialah pendekatan yang didasarkan pada pemikiran
bahwa setiap mata pelajaran merupakan sebuah komponen yang berdiri sendiri dan
mempunyai tujuan tertentu dalam satu kesatuan sistem; dan (2) Pendekatan integratif, ialah
memadukan atau menyatukan materi pendidikan lingkungan ke dalam bidang studi lain atau
memadukan dengan pelajaran tertentu misalnya pelajaran geografi, biologi, kimia, ekonomi,
PPKN dan sebagainya (Sarwono, 1997 & 2002).
Pemanfaatan Teknologi bagi Peserta Didik SD (Pengembangan Smart School)
Teknologi merupakan suatu keniscayaan. Generasi muda saat ini tentu saja berdekatan
dengan teknologi. Oleh karena itu, mereka tidak dapat dijauhkan dari teknologi. Jalan satu-satunya
ialah memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran dan interaksi di sekolah. Dengan pendekatan
ini mereka akan mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Hal ini disebabkan teknologi telah menjadi bagian penting dalam hidup generasi muda saat ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi sekolah harus merespon dengan tanggap. Segala
hal yang berhubungan dengan aktivitas belajar mengajar dan interaksi di sekolah dapat
dikombinasikan dengan pemanfaatan teknologi. Teknologi merupakan dua mata pisau. Artinya,
teknologi dapat dimanfaatkan menjadi hal yang penting dalam kehidupan manusia tetapi juga
dapat membahayakan apabila tidak dikelola dengan baik. Dalam konteks pembelajaran di sekolah,
guru dapat mengarahkan siswa untuk memanfaatkan teknologi dengan baik agar generasi muda
tidak terjerumus dalam pemanfaatan teknologi yang tidak tepat.
Ada beberapa sektor di dalam pembelajaran dan interaksi di sekolah yang dapat
diintegrasikan dengan pemanfaatan teknologi.
1) Proses pembelajaran daring di sekolah dalam proses pembelajaran ini sekolah dapat
memanfaatkan teknologi untuk mempermudah proses pembelajaran secara daring
pertama dalam kondisi pandemi seperti ini. Selain interaksi dalam proses pembelajaran
teknologi juga dapat merekam setiap aktivitas pembelajaran sehingga dapat
terdokumentasi dengan baik. Hal ini dapat diterapkan pula pada desain pembelajaran
blended learning.
2) Rekaman hasil evaluasi siswa (kontrol siswa) juga dapat didokumentasikan melalui
sebuah aplikasi yang memanfaatkan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi
informasi ini dapat mempermudah akses orang tua dalam memantau perkembangan
anak-anaknya selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah. dengan cara ini
sekolah juga telah menerapkan nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan pendidikan di sekolah dasar.
3) Peningkatan kualitas website dan sosial media sekolah sebagai salah satu cara exposure
sekolah juga penting menggunakan pemanfaatan teknologi. Kini, masyarakat telah hidup
dan melekat dengan sosial media. Untuk itu, salah satu memperkenalkan program-
program sekolah juga dapat dilaksanakan melalui website dan sosial media sekolah.
Pemanfaatan teknologi informasi ini dapat meningkatkan reputasi sekolah di mata
masyarakat.

Selain tiga hal utama diatas, ada sektor-sektor lain yang terus dikembangkan kaitanya
dengan pemanfaatan teknologi di sekolah. Pemanfaatan teknologi informasi ini menjadi salah satu
indikator penting dalam menciptakan smart school yang ramah anak untuk mempersiapkan
generasi emas indonesia pada era revolusi industri 5.0.

Nilai-nilai Humanisme (Kesantunan)


Humanisme adalah sebuah aliran yang baik yang sesuai dengan kemanusiaannya. Dalam
tindakan konkret tentulah manusia konkret pula yang menjadi ukuran, sehingga pikiran, rasa,
situasi seluruhnya akan ikut menentukan baik buruknya tindakan konkret (Poedjawiyatana
2003:98). Kemudian menurut Depdiknas (2008:512) humanisme adalah aliran yang bertujuan
menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik.
Kemanusiaan berarti sifat-sifat manusia, secara manusia sebagai manusia, perasaan manusia kita
senantiasa mencegah kita melakukan tindakan terkutuk itu (Depdiknas 2008:877). Adanya
humanisme maka kehidupan manusia akan semakin baik, karena manusia akan bertindak sesuai
dengan hati nuraninya yang baik.
Humanisme merupakan pandangan yang melihat semua manusia sebagai satu untuk
tunggal, terlepas dari kelas, kebangsaan kebudayaan, agama yang dianut oleh rasnya serta
humanisme menolak setiap bentuk diskriminasi (Muthahhari 2002:253). Sementara itu, menurut
Hardiman (2012:7) humanisme adalah suatu paham yang menitikberatkan pada manusia.
Semangat dasar humanisme tampak ada pada keyakinan bahwa martabat manusia harus terlihat
sebagai individu yang memiliki otonominya sendiri. Menurut pendapat Suseno (1992: 95)
mengemukakan bahwa “martabat” berarti “derajat” atau pangkat, jadi martabat manusia
mengungkapkan apa yang merupakan keluruhan manusia yang membedakannya dari makhluk-
makhluk lain yang ada di bumi.
Humanisme merupakan sikap hidup yang berpusat pada nilai-nilai kemanusiaan, terutama
yang menegaskan martabat dan harkat manusia serta kemampuannya mencapai perwujudan
dirinya lewat nalar yang berkembang. Pengakuan terhadap martabat manusia akhirnya
merupakan hal keyakinan dan keterlibatan dasar. Sama halnya dengan pengakuan bahwa
manusia mempunyai hati nurani dan wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Humanisme telah melindungi martabat manusia dari segala bentuk manipulasi, penjajahan, dan
kewenangan sistem-sistem kekuasaan.
Menurut Hardiman (2012 :7-36), nilai humanisme ada enam yaitu 1) menghargai pendapat
orang lain, 2) kerja sama, 3) rela berkorban, 4) peduli terhadap orang lain, 5) tolong menolong,
dan 6) solidaritas. Keenam nilai humanisme ini penting dimiliki seseorang dalam bermasyarakat.
Nilai-nilai inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dalam konteks revolusi
industri, salah satu hal yang tidak dapat diciptakan melalui kecerdasan buatan yaitu nilai-nilai
humanisme atau kemanusiaan. Nilai-nilai ini melekat dengan manusia. Oleh sebab itu, jika ada
manusia yang tidak mengamalkan nilai-nilai tersebut, dapat dikatakan status kemanusiaannya
telah hilang.
Sekolah memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai humanisme pada
siswa-siswinya. Selaras dengan perkembangan teknologi kadang setiap orang lupa nilai
kemanusiaan. Semua orang tersilaukan dengan gemerlapnya perkembangan teknologi informasi.
Mereka kemudian melupakan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan di dalam hidup ini. Mereka
menganggap bahwa teknologi adalah solusi satu-satunya di dalam hidup. Anggapan bahwa
teknologi dapat menyelesaikan segala masalah di muka bumi ini tentu kurang bijaksana. Nilai-nilai
kemanusiaan atau humanisme justru menjadi indikator yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja.
Penanaman nilai-nilai kemanusiaan ini justru menjadi tantangan paling sulit di sekolah.
Peningkatan pemanfaatan teknologi sangat mudah untuk diraih. Akan tetapi, menanamkan nilai-
nilai kemanusiaan perlu pendekatan yang lebih manusiawi dan kesadaran serta kesabaran yang
tinggi dari seorang guru.

Penutup
Sekolah dasar menjadi tempat pertama masa depan bangsa dititipkan. Oleh sebab itu, aset-
aset bangsa di masa depan terlahir di sini. Desain sekolah dasar yang baik dan visioner menjadi
bagian penting dalam perencanaan jangka panjang atau sustainable development goals. Dengan
smart and green school bernilai humanisme, generasi muda yang akan menghadapi era 5.0 dapat
disiapkan dengan baik. Tidak hanya kemampuan mengelola teknologi, siswa juga perlu diberikan
kesadaran menjaga lingkungannya yang kini kian mengkhawatirkan. Kesadaran tersebut dapat
lahir jika mereka mengenal nilai-nilai kemanusiaan. Selaras dengan kunci dari era revolusi industri
5.0 yang mengintegrasikan kecerdasan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Daftar Pustaka
Gough, N. 1992. Blueprint for Greening School: Princi- ples, Policies and Practice for
Environmental Edu- cation in Australian Secondary School. Victoria. Gould League of
Victoria Inc.
Handoyo, B. 2002. Model Sekolah Hijau Berbasis Sekolah Setempat di Sekolah Dasar Sekitar Sungai
Bango Sawojajar Malang. Laporan penelitian tidak diter- bitkan. Malang: Lemlit
Universitas Negeri Malang.
Hardiman, Budi. 2012. Filsafat Moderen: dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kementrian Sumber Asli dan Alam Sekitar. 2004. Anuge- rah Sekolah Rakan Alam Sekitar
(SERASI), Ming- gu Alam Sekitar Malaysia/MASM. Kinabalu: Unit Pendidikan dan
Sebaran Maklumat.
Muthahhari, Murtadha. 2002. Falsafah Akhlak. Bandung: Pustaka Hidayah.
PEMDA DKI Jakarta. 1979. Kewajiban Para Pelajar Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan untuk
Mem- biakkan Tanaman dan Menghijaukan Lingkungan Sekolah. Jakarta: Kantor
Pemerintah Daerah Khu- sus Ibu Kota Jakarta.
Poedjawijatna. 2003. Etika Filsafat Tigkah Laku. Jakarta: PT Rinek Cipta.
Sarwono. 1997. Pengintegrasian Materi Pelestarian Lingkungan Hidup Ke Dalam Bidang Studi
Bio- logi, PPKN, Ekonomi, dan Geografi di SMP Ma- lang. Malang: Lemlit IKIP Malang.
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar – Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius.
Susilo, H. 2001. Menggalakkan Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar ”Sekolah Hijau”.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Suwarmo, T. 2002. Implementasi Kurikulum Materi PKLH di Perguruan Tinggi dalam
Pelaksanaan Pembelajaran di SMU. Malang: Lembaga Pene- litian Universitas Negeri
Malang.
Turcotte, D. & Villareal, J. 2003. Research on Develop- ing Model for a Pilot ”Green” School in the
City Lowell. New York: Center for Family, Work, & Community.

Anda mungkin juga menyukai