Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH SYAIKH IBRAHIM ASMARAKANDI ,

TOKOH PENYEBAR ISLAM PRA WALI SONGO


DARI WISATA RELIGI HINGGA TEMPAT
WISATA YANG MEMPESONA

NAMA : NGAMPUNI S.Pd


SEKOLAH : SMK NEGERI PALANG
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah Syaikh Ibrahim Asmarakandi, Tokoh Penyebar Islam Pra Wali Songo

Syaikh Ibrahim Asmarakandi atau Syaikh Ibrahim Samarakandi, yang dikenal sebagai
ayahanda Raden Ali Rahmatullah Sunan Ampel, makamnya terletak di Desa Gisikharo,
Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Untuk mencapai makam itu, peziarah bisa
menggunakan kendaraan pribadi maupun umum melalui jalan utama yang membentang
di pantai utara-Jalan Raya Daendels-dari arah Tuban ke timur jurusan Paciran-Sedayu-
Gresik. Makam kuno yang banyak diziarahi umat Islam itu tidak jauh letaknya, di
selatan jalan raya, sekitar 200 meter.

 Silsilah Syaikh Ibrahim Asmarakandi

Syaikh Ibrahim as-Samarkandi diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada


paruh kedua abad ke-14. Babad Tanah Jawi menyebut namanya dengan sebutan
Makdum Brahim Asmara atau Maulana Ibrahim Asmara. Sebutan itu mengikuti
pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan as-Samarkandy, yang kemudian berubah
menjadi Asmarakandi. Menurut Babad Cerbon, Syaikh Ibrahim Asmarakandi adalah
putera Syaikh Karnen dan berasal dari negeri Tulen. Jika sumber data Babad Cerbon
ini otentik, berarti Syaikh Ibrahim Asmarakandi bukan penduduk asli Samarkand,
melainkan seorang migran yang orang tuanya pindah ke Samarkand, karena negeri
Tulen yang dimaksud menunjuk pada nama wilayah Tyulen, kepulauan kecil yang
terletak di tepi timur Laut Kaspia yang masuk wilayah Kazakhtan, tepatnya di arah
Barat Laut Samarkand. Dalam sejumlah kajian historiografi Jawa, tokoh Syaikh
Ibrahim Asmarakandi acapkali disamakan dengan Syaikh Maulana Malik Ibrahim
sehingga menimbulkan kerumitan dalam menelaah kisah hidup dan asal usul beserta
silsilah keluarganya, yang sering pada penafian keberadaan Syaikh Ibrahim
Asmarakandi sebagai tokoh sejarah. Padahal, situs makam dan gapura serta mihrab
masjid yang berada dalam lindungan dinas purbakala menunjuk lokasi dan era yang
beda dengan situs makam Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Ngampeldenta,
Syaikh Ibrahim Asmarakandi yang dikenal dnegan sebutan Syaikh Molana adalah
penyebar Islam di Negeri Champa, tepatnya di Gunung Sukasari. Syaikh Ibrahim
Asmarakandi dikisahkan berhasil mengislamkan Raa Champa dan diambil menantu.
Dari isteri puteri Raa Champa tersebut, Syaikh Ibrahim Asmarakandi memiliki putera
bernama Raden Rahmat.Di dalam Babad Risakipun Majapahit dan Serat Walisana
Babadipun Parawali, Syaikh Ibrahim Asmorokondi dikisahkan datang ke Champa
untuk berdakwah dan berhasil mengislamkan raja serta menikahi puteri raja tersebut.

 Silsilah Syaikh Ibrahim Asmarakandi

Syaikh Ibrahim Asmarakandi juga dikisahkan merupakan ayah dari Raden Rahmat
Sunan Ampel. Di dalam naskah Nagarakretabhumi sarga IV, Syaikh Ibrahim
Asmarakandi disebut dengan nama Molana Ibrahim Akbar yang bergelar Syaikh
Jatiswara. Seperti dalam sumber historiografi lain, dalam naskah Nagarakretabhumi,
tokoh Molana Ibrahim Akbar disebut sebagai ayah dari Ali Musada (Ali Murtadho)
dan Ali Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan sebutan Raja
Pandhita dan Sunan Ampel. Babad Tanah Jawi, Babad Risaking Majapahit, dan
Babad Cirebon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim Asmara tinggal di Gunung
Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk Champa murka dan
memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmara beserta semua orang yang sudah
memeluk Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena ia keburu meninggal sebelum
berhasil menumpas Ibrahim Asmara dan orang-orang Champa yang memeluk Islam.
Raja yang menggantikan raja lama, diajak memeluk Islam dan ternyata berkenan.
Bahkan, Ibrahim Asmara kemudian menikahi Dewi Candrawulan, puteri Raja Champa
tersebut. Dari pernikahan itulah lahir Ali Murtolo (Ali Murtahdo) dan Ali Rahmatullah
yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan Ampel.

 Awal Mula Kedatangan Syaikh Ibrahim Asmarakandi

Menurut urutan kronologi waktu, Syaikh Ibrahim as-Samarakandi diperkirakan datang


ke Jawa pada sekitar tahun 1362 J/ 1440 M, bersama dua orang putra dan seorang
kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang
menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Ibrahim
as-Samarakand singgah dulu di Palembang untuk memperkenalkan agama Islam
kepada Adipati Palembang, Arya Damar. Setelah berhasil meng-Islam-kan Adipati
Palembang, Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdillah) dan
keluarganya, Syaikh Ibrahim as-Smarakand beserta putera dan kemenakannya
melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur bandar
Tuban yang disebut Gisik (sekarang desa Gisikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten
Tuban). Mihrab Masjid Maulana Ibrahim As-Samarakandi yang masih asli, terletak
tepat di bara masjid baru dan di timur Makan Syaikh Ibrahim As-Samarakandi

Pendaratan Syaikh Ibrahim as-Samarakand di Gisik dewasa itu dapat dipahami sebagai
suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam. Mengingat Bandar Tuban
saat itu adalah bandar pelabuhan utama Majapahit. Itu sebabnya Syaikh Ibraim as-
Samarakandi beserta rombongan tinggal agak jauh di sebelah timur pelabuhan Tuban,
yaitu di Gisik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran Islam kepada penduduk
sekitar. Sebuah kitab tulisan tangan yang dikenal di kalangan pesantren dengan nama
Usul Nem Bis, sejilid kitab berisi enam kitab dengan enam bismillahirrahmanirrahim
ditulis atas nama Syaikh Ibrahim Samarakandi. Itu berarti, sambil berdakwah
menyiarkan Agama Islam, Syaikh Ibrahim as-Samarakandi juga menyusun sebuah
kitab.

 Makam Syaikh Ibrahim Asmarakandi

Makam Syaikh Ibrahim Asmarakandi atau Syaikh Ibrahim Asmoroqondi di Desa Desa
Gisikharo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban . Menurut cerita tutur yang
berkembang di masyarakat, Syaikh Ibrahim as-Samarakandi dikisahkan tidak lama
berdakwah di Gisik. Sebelum tujuannya ke ibukota Majapahit terwujud, Syaikh
Ibrahim Asmarakandi dikabarkan meninggal dunia. Beliau dimakamkan di Gisik tak
jauh dari pantai. Karena dianggap penyebar Islam pertama di Gisik dan juga ayah dari
tokoh Sunan Ampel, makam Syaikh Ibrahim as-Samarakandi dikeramatkan
masyarakat dan dikenal dengan sebutan makam Sunan Gagesik atau Sunan Gesik.
Dikisahkan bahwa sepeninggal Syaikh Ibrahim as-Samarakandi, putra-putranya, yaitu
Ali Murtadho dan Ali Rahmatullah beserta kemenakannya, Raden Burereh (Abu
Hurairah) beserta beberapa kerabat asal Champa lainnya, melanjutkan perjalanan ke
ibukota Majapahit untuk menemui bibi mereka Dewi Darawati yang menikah dengan
Raja Majapahit. Perjalanan ke ibukota Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan
darat dari Pelabuhan Tuban ke kutaraja Majapahit.

Sejarah Tempat wisata

Sejarah desa atau daerah pasti memiliki latar belakang masing-masing dan seringkali
tertuang dalam dongeng yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut,
sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta. Demikian juga dengan sejarah Desa
Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban yang tak lepas dari kisah Syekh
Maulana Ibrahim Asmoroqondi yang merupakan ayah dari Sunan Ampel atau Raden Ali
Rahmatullah.

Desa yang dipimpin oleh Sukarnoto, Kepala Desa Gesikharjo selama 2 periode ini secara
geografi merupakan desa yang berada di tepi laut atau biasa disebut dengan Pantura (pantai
utara) yang terletak sekitar 7 km dari pusat kota Tuban. Terdiri dari 3 dusun yaitu Dusun
Gemulung, Dusun Rembes, dan Dusun Gesik. Sutarmuhari (53 tahun) selaku Kasun
Gemulung Desa Gesikharjo menceritakan bahwa pada abad ke-14, datanglah seorang
musafir dari Negeri Samarkand yang saat ini dikenal dengan Syekh Maulana Ibrahim
Asmoroqondi, Selasa (04/04/2023).

Dulu daerah Gesikharjo tekenal dengan hamparan yang sangat rendah baik kultur tanahnya
dan lain sebagainya. Kemudian Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi menemui Mbah
Mojo karena ingin mendirikan Pondok. Akhirnya Mbah Mojo mengarahkan untuk
membuat pondok di tempat di mana tanah tersebut tenyata rembes dan terdapat airnya.

“Nah, karena tanah di sana rembes banyak airnya. Kemudian daerah tersebut dinamakan
Dusun Rembes yang merupkan salah satu Dusun Desa Gesikharjo,” ujar Kasun Gemulung
saat diwawancarai.Tak lama kemudian, karena tanahnya rembes air, maka Mbah Mojo
mengarahkan untuk pindah ke arah barat dan kemudian Syekh Maulana Ibrahim
Asmoroqondi menemukan tempat yang tanahnya Gesik. Akhirnya pondok yang awalnya
berada di tanah rembes akhirnya dipindahkan di daerah yang tanahnya gesik tersebut.“Ya
karena tanahnya di daerah pondok tersebut gesik. Akhirnya daerah tersebut dinamakan
Dusun Gesik dan lama kelamaan jadilah Desa ini menjadi Desa Gesikharjo,” imbuhnya.Di
sisi lain, menurut Ahmad Rizal Pamungkas (42 tahun) selaku Sekretaris Desa Gesikharjo
mengatakan bahwa penamaan Dusun Rembes berawal dari waktu disaat pemakaman
Syekh Asmoroqondi ternyata tanahnya rembes. Kemudian daerah tersebut dinamakan
Dusun Rembes dan akhirnya tempat pemakamanya di pindah.

“Pada waktu pemakaman itu tanahnya rembes, ada airnya. Jadi makamnya dipindah karena
tanahnya rembes air dan kemudian daerah tersebut dinamakan Dusun Rembes,” sambung
Sekdes Gesikharjo.

“Kemudian struktur tanah yang bagus untuk pemakaman Syekh Asmoroqondi adalah di
wilayah barat. Makanya kemudian diberi nama Gesik atau terkenal dengan tanahnya yang
gesik atau gesek tidak berair,” katanya.
Desa Gesikharjo juga memiliki peninggalan bersejarah yaitu Makam Syekh Ibrahim
Asmoroqondi, Gapura Makam Syekh Asmoroqondi, Mimbar bekas syiar Syekh Ibrahim
Asmoroqondi, Bedug, dan yang tak kalah penting juga terdapat beberapa titik sumur
peninggalan Syekh Asmoroqondi yang tersebar di 2 dusun yaitu Dusun Rembes dan Dusun
Gesik.

“Untuk peninggalan ada makam Syekh Asmoroqondi, kemudian gapura atau maduraksa
menuju makam yang memiliki 3 titik dan ada mimbar yang dulu digunakan syiar Syekh
Asmorondi dan detik ini masih terjaga dan dirawat di museum yayasan Masjid Asmoroqondi
dan juga bedug yang digunakan untuk memberi aba-aba jama’ah kepada santri dan penduduk
sekitar dan juga ada beberapa titik sumur yang saat ini masih digunakan,” tutupnya.

Adapun potensi Desa Gesikharjo cukup banyak. Pasalnya, jika dilihat dari letak geografi di
sebelah utara terletak di perbatasan laut sehingga sebagian warga nelayan, sedangkan di
wilayah selatan juga terdapat beberapa hektar pertanian sehingga selain dari sektor perikanan
juga terdapat sektor pertanian.
Di mana tanah di Desa Gesikharjo merupakan tanah yang cukup produktif dengan kegiatan
pertanian 3 kali 1 tahun. Selain itu yang cukup berdampak bagi perekonomian khususnya di
wilayah barat Desa Gesikharjo adalah dengan adanya Makam Ibrahim Asmoroqondi yang
saat ini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Tuban.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah Syaikh Ibrahim Asmarakandi?


2. Apa hubungan Asmarakandi dengan dakwah islam didaerah tuban khususnya?
3. Potensi religi dan wisata apa yang didapat dari tempat makam syaikh Ibrahim
Asmarakandi?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menggali informasi tentang sejarah Syaikh Ibrahim asmarakandi
2. Untuk mengetahui hubungan Syaikh Asmarakandi dengan dakwah Islam didaerah
Tuban khususnya
3. Mengetahui potensi religi dan potensi wisata tempat makam Syaikh Ibrahim
Asmarakandi

D. Kerangka Berpikir
1. Sejarah Syaikh Ibrahim asmarakandi
2. Silssilah Syaikh Ibrahim asmarakandi
3. Dakwah Syaikh Ibrahim asmarakandi
4. Makam , religi dan wisata yang mempesona

E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan melakukan studi literatur dari
berbagai sumber penelitian yang telah dilaksanakan dan relevan dengan penelitian ini.

F. Tinjauan Pustaka
- https://www.jatengpost.com/sejarah/pr-3562416386/ringkasan-sejarah-wali-songo-
terlengkap-dari-asal-usul-dan-metode-dakwahnya.
-TribunJatim.com dengan judul Syekh Ibrahim Asmoroqondi: Penyebar Ajaran Islam di
Tuban, Ayah Sunan Ampel Cikal Bakal Wali
Songo, https://jatim.tribunnews.com/2023/03/29/syekh-ibrahim-asmoroqondi-penyebar-
ajaran-islam-di-tuban-ayah-sunan-ampel-cikal-bakal-wali-songo.
Penulis: M Sudarsono | Editor: Taufiqur Rohman
-https://jatim.tribunnews.com/2023/03/29/syekh-ibrahim-asmoroqondi-penyebar-
ajaran-islam-di-tuban-ayah-sunan-ampel-cikal-bakal-wali-songo
BAB II
ISI

Di dalam naskah Nagarakretabhumi, Syekh Ibrahim Asmoroqondi disebut dengan nama


Molana Ibrahim Akbar yang bergelar Syekh Jatiswara. Seperti dalam sumber historiografi
lain, dalam naskah Nagarakretabhumi, tokoh Molana Ibrahim Akbar disebut sebagai ayah dari
Ali Musada (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan
sebutan Raja Pandhita dan Sunan Ampel.Babad Tanah Jawi, Babad Risakipun Majapahit, dan
Babad Cerbon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa
belum memeluk Islam. Ibrahim Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama
Islam kepada penduduk Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh
Ibrahim Asmoro beserta semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja
itu gagal, karena ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan
orang-orang Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian
menikahi Dewi Candrawulan, puteri Raja Champa tersebut. Dari pernikahan itulah lahir Ali
Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan
Ampel Babad Tanah Jawi, Babad Risakipun Majapahit, dan Babad Cerbon menuturkan
bahwa sewaktu Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam.
Ibrahim Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk
Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmara beserta
semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena ia
keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang Champa
yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi
Candrawulan, puteri Raja Champa tersebut.Dari pernikahan itulah lahir Ali Murtolo (Ali
Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Menurut urutan kronologi waktu, Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan datang ke
Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang putera dan seorang
kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang
menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syekh Ibrahim
Asmoroqondi singgah dulu ke Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada
Adipati Palembang, Arya Damar.Setelah berhasil mengislamkan Adipati Palembang, Arya
Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan keluarganya.Syekh Ibrahim
Asmoroqondi beserta putera dan kemenakannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa.
Rombongan mendarat di sebelah timur bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa
Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban).Pendaratan Syekh Ibrahim Asmoroqondi
di Gesik dewasa itu dapat dipahami sebagai suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar
dakwah Islam. Mengingat Bandar Tuban saat itu adalah bandar pelabuhan utama
Majapahit.Itu sebabnya Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta rombongan tinggal agak jauh di
sebelah timur pelabuhan Tuban, yaitu di Gesik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran
Islam kepada penduduk sekitar. Sebuah kitab tulisan tangan yang dikenal di kalangan
pesantren dengan namaUsui Nem Bis, yaitu sejilid kitab berisi enam kitab dengan enam
bismillahirrahmanirrahim, ditulis atas nama Syekh Ibrahim Asmoroqondi. Itu berarti, sambil
berdakwah menyiarkan agama Islam, Syekh Ibrahim Asmoroqondi juga menyusun sebuah
kitab.

Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, Syekh Ibrahim Asmoroqondi


dikisahkan tidak lama berdakwah di Gesik. Sebelum tujuannya ke ibukota Majapahit
terwujud, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikabarkan meninggal dunia. Beliau dimakamkan di
Gesik tak jauh dari pantai. Karena dianggap penyebar Islam pertama di Gesik dan juga ayah
dari tokoh Sunan Ampel, makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikeramatkan masyarakat dan
dikenal dengan sebutan makam Sunan Gagesik atau Sunan Gesik. Dikisahkan bahwa
sepeninggal Syekh Ibrahim Asmoroqondi, putera-puteranya Ali Murtadho dan Ali
Rahmatullah beserta kemenakannya, Raden Burereh (Abu Hurairah) beserta beberapa kerabat
asal Champa lainnya, melanjutkan perjalanan ke ibukota Majapahit untuk menemui bibi
mereka Dewi Darawati yang menikah dengan Raja Majapahit. Perjalanan ke ibukota
Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan darat dari Pelabuhan Tuban ke Kutaraja
Majapahit.

Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi merupakan ayah dari Sunan Ampel sekaligus
wali tertua di Pulau Jawa. Beliau berasal dari Samarkand, Timur Tengah. Sebutan Samarkand
berubah menjadi Asmoroqondi dikarenakan orang Jawa sulit melafalkannya. Sekitar tahun
1362 Saka/1440 Masehi Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan datang ke Jawa untuk
menyiarkan Agama Islam.Kompleks Makam Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi terletak
di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palan, Kabupaten Tuban. Bukti-bukti peninggalan beliau
masih tersimpan rapi di kompleks makam tersebut.

Bukti-bukti tersebut di antaranya tiga gapura paduraksa dengan pintu gapura yang
terbuat dari pecahan perahu milik Syekh Asmoroqondi, mimbar untuk penyiaran agama islam,
dan beduk yang terbuat dari kulit lembu. Selain itu, juga terdapat sebuah sumur yang diyakini
mampu menyembuhkan penyakit dan mihrab lama yang masih terjaga keasliannya.
Sementara hubungan Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan dakwah di Tuban sangat
memberikan pengaruh yang besar khususnya didaerah Tuban. Menurut cerita semasa
hidupnya, Wali Allah tersebut merupakan penyebar ajaran Islam, khususnya di Tuban.
"Semasa hidupnya Mbah Sunan Asmoroqondi menyebarkan ajaran agama Islam," kata Ketua
Yayasan Masjid Asmoroqondi, Sukardi, Rabu (29/3/2023).
Pria yang juga sebagai perangkat desa itu menjelaskan, jika sosok Asmoroqondi ini sangat
lekat dengan Wali Songo.
Sebab, ia merupakan ayah dari Ali Rahmatullah atau Raden Rahmad yang tak lain
adalah Sunan Ampel, Surabaya.
Lalu diurut lagi merupakan Mbah atau kakek dari Raden Maulana Makdum Ibrahim Sunan
Bonang Tuban dan Raden Qasim Sunan Drajat Lamongan.
Ingin menjalankan syi‟ar Islam ke manca negara termasuk tanah Jawa. Menurut prof. Hasanu Simon
Ibrahim Asmoroqondi datang keJawa bersama Raden Rahmat (Sunan Ampel), Sayid Ali Murtadlo dan
Abu Hurairah. Rombongan mendarat di Bandar Tuban, kemudian tinggal dan berdakwah di sana
beberapa waktu. Selama tinggal di Tuban, Ibrahim Asmoroqondi jatuh sakit dan akhirnya meninggal
dunia. Jenazahnya
dimakamkan di desa Gesik Harjo, Palang Tuban.

Banyak wisatawan yang berkunjung ke makam Asmoroqondi sehingga sangat berdampak


terhadap perekonomian warga sekitar.
Selain ke makan asmoroqondi juga bisa berwisata ke pantai dekat parkiran asoroqondi jadi
kabupaten Tuban memiliki pesona pantai yang tak kalah indah dari daerah lain. Setidaknya
ada beberapa pantai yang sudah dikelola oleh masyarakat setempat dan dijadikan tempat
berwisata di Tuban.Seperti Pantai Kelapa, Pantai Surindah, Pantai Remen, Pantai Cemara,
Pantai Boom, dan masih banyak lagi pantai-pantai lainnya.Ketika kalian berkunjung ke
Tuban, kalian akan melihat keindahan pantai yang menjulur disepanjang jalan.Pantai yang
terletak di depan makam Asmoroqondi ini misalnya, keindahan lautnya bisa dinikmati secara
gratis setiap hari dengan suasana yang tak kalah menarik.
BAB III
KESIMPULAN

Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi merupakan ayah dari Sunan Ampel sekaligus
wali tertua di Pulau Jawa. Beliau berasal dari Samarkand, Timur Tengah. Sebutan Samarkand
berubah menjadi Asmoroqondi dikarenakan orang Jawa sulit melafalkannya.
Hubungan Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan dakwah di Tuban sangat
memberikan pengaruh yang besar khususnya didaerah Tuban , kegiatan religi masyarakat
sekitar semakin besar.
Adanya makam Syaik Maulanan Ibrahim juga menjadi wisata religi dan wisata alam
(laut) yang mempesona bagi warga sekitar bahkan wisata nasional sehingga dengan adanya
makam asmoroqondi didaerah Gresik Harjo Palang semakin meningkatkan perekonomian
warga sekitar dan pendapatan wisata daerah.

Anda mungkin juga menyukai