Anda di halaman 1dari 197

PROSES SOSIALISASI ANAK USIA REMAJA

DALAM KELUARGA PERNIKAHAN DINI


(Studi Kasus di Desa Kirig Kecamatan Mejobo
Kabupaten Kudus)

SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I
untuk mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Nama : Lin Eviyanti

NIM : 1201403024

Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2007

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul ”Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga

Pernikahan Dini (Studi Kasus di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten

Kudus)” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Liliek Desmawati, M.Pd Dra. Tri Suminar, M.Pd


NIP. 131413202 NIP. 132137919

Mengetahui:

Ketua Jurusan PLS

Drs. Sawa Suryana, M.Si


NIP. 131413203

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan


Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari :
Tanggal :

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Dr. Agus Salim, M.S Dra. Liliek Desmawati, M.Pd


NIP. 131127082 NIP. 131413202

Pembimbing I Penguji I

Dra. Liliek Desmawati, M.Pd Drs. Amin Yusuf, M.Si


NIP. 131413202 NIP. 131967648

Pembimbing II Penguji II

Dra. Tri Suminar, M.Pd Dra. Liliek Desmawati, M.Pd


NIP. 132137919 NIP. 131413202

Penguji III

Dra. Tri Suminar, M.Pd


NIP. 132137919

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Proses


Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini (Studi Kasus
di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus) dan seluruh isinya
adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan tindakan yang
tidak sesuai dengan etika keilmuan. Saya siap menanggung sanksi/ resiko yang
dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan pelanggaran terhadap
etika keilmuan atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian skripsi saya ini.

Semarang, 2007

Lin Eviyanti
NIM: 1201403024

iv
ABSTRAK

Lin Eviyanti, 2007. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam


Keluarga Pernikahan Dini (Studi Kasus di Desa Kirig Kecamatan Mejobo
Kabupaten Kudus). Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Liliek Desmawati, M.Pd.
Pembimbing II: Dra. Tri Suminar, M.Pd.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk
bersosialisasi. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan
utama. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka
orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.
Permasalahan penelitian yaitu: (1) Bagaimana proses sosialisasi anak usia remaja
dalam keluarga pernikahan dini, (2) Apa saja permasalahan anak usia remaja
dalam keluarga pernikahan dini, (3) Bagaimana upaya orangtua dalam mengatasi
permasalahan anak usia remaja, (4) Apa saja kendala proses sosialisasi anak usia
remaja dalam keluarga pernikahan dini, (5) Apa saja pendukung proses sosialisasi
anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini. Tujuan Penelitian ini adalah: (1)
Mendeskripsikan proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan
dini, (2) Mendeskripsikan permasalahan anak usia remaja dalam keluarga
pernikahan dini, (3) Mendeskripsikan upaya orangtua dari keluarga pernikahan
dini dalam mengatasi permasalahan anak usia remaja, (4) Mendeskripsikan
kendala proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini, (5)
Mendeskripsikan pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga
pernikahan dini.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten
Kudus. Fokus penelitian yaitu: Proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga
pernikahan dini, permasalahan anak usia remaja, upaya orangtua dari keluarga
pernikahan dini dalam mengatasi permasalahan anak usia remaja, kendala dan
pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini.
Subjek penelitian adalah lima keluarga pernikahan dini yang terdiri dari tiga
keluarga yang perempuannya menikah dini dan dua keluarga yang laki-lakinya
menikah dini. Informan dalam satu keluarga tersebut meliputi ayah, ibu, dan satu
anak usia remaja. Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
pengamatan, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan
menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses sosialisasi yang dilakukan oleh
orangtua keluarga pernikahan dini dari lima keluarga informan, tiga keluarga
melakukan dengan membimbing anak bermasyarakat, satu keluarga (AR dan Sh)
melakukan dengan memberikan contoh-contoh perilaku yang baik, dan satu
keluarga lainnya (Sr dan As) menyatakan anak dibiarkan saja tapi dengan
memantaunya jika sudah patuh dengan orangtua dibiarkan saja. Proses sosialisasi
yang dilakukan oleh orangtua dan anak dari keluarga pernikahan dini dalam
keluarga berjalan kurang baik. Hal tersebut terbukti dari komunikasi yang terjalin
kurang baik antara orangtua dengan anak, yaitu sikap anak yang kurang terbuka

v
dengan orangtua, kurangnya perhatian orangtua pada anak, dan anak kurang
bersosialisasi di masyarakat.
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan hasil penelitian di Desa Kirig
Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
Proses sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini di Desa Kirig berjalan
kurang baik, (2) Permasalahan anak usia remaja meliputi perubahan fisik dan
psikis, (3) Upaya orangtua dari keluarga pernikahan dini dalam mengatasi
permasalahan anak yaitu dengan cara preventif dan represif, (4) Kendala proses
sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini menurut anak yaitu perbedaan
pendapat dengan masyarakat sekitar, sifat individu yang pendiam, dan emosi
remaja yang tinggi dan belum stabil. Sedangkan kendala dari orangtua yaitu pola
pendidikan otoriter yang diterapkan orangtua, (5) Pendukung proses sosialisasi
anak dalam keluarga pernikahan dini yaitu sikap anak yang patuh terhadap
orangtua dan norma-norma, menghormati orangtua, dan sikap anak yang mau
belajar dari orang lain di sekitarnya.
Saran yang dapat disampaikan peneliti yaitu orangtua sebaiknya
memberikan motivasi pada anak untuk dapat bersosialisasi di masyarakat dengan
cara memberikan pengertian pada anak, berkomunikasi dengan teman dan
gurunya. Mahasiswa yang menekuni bidang Pendidikan Luar Sekolah diharapkan
melakukan penelitian di bidang sosialisasi anak dalam keluarga, sehingga dapat
menambah hasil penelitian yang bermakna bagi peneliti-peneliti berikutnya.

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:
¾ Keberhasilan akan tercapai dengan ketekunan, kesabaran, dan doa.
¾ Barang siapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya
(pahala) yang lebih baik dari pada kebaikannya itu; dan barang siapa yang
dengan membawa kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada
orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang)
dengan apa yang dahulu mereka kerjakan (Al Qashash:84)

PERSEMBAHAN:
1. Ibu dan Ayahku tercinta, yang
selalu memberiku dukungan serta
mengiringi setiap langkahku
dengan doa dan cinta.
2. Kakak dan Adikku yang selalu
memberikan dukungan.
3. Tunanganku yang selalu setia
memberikan dukungan dan
semangat.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini (Studi Kasus di Desa Kirig Kecamatan
Mejobo Kabupaten Kudus)”.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini
bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata, namun juga berkat
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang mendalam kepada terhormat:
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Agus Salim, M.S, Dekan FIP UNNES yang telah memberikan ijin
penelitian.
3. Drs. Sawa Suryana, Ketua Jurusan PLS FIP UNNES yang telah memberikan
kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi.
4. Dra. Liliek Desmawati, M.Pd, pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dra. Tri Suminar, M.Pd, pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kepala Desa Kirig yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
7. Para Perangkat Desa Kirig yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bantuan informasi.
8. Kepala KUA Kecamatan Mejobo yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bantuan informasi.
9. Para informan di Desa Kirig yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan informasi.
10. Sahabatku Suci, Erna, Sari, Anida, Pipit, dan Mumus yang memberi dukungan
atas penulisan skripsi ini.
11. Teman-teman PLS ’03 yang memberikan dukungan atas penulisan skripsi ini.

viii
12. Teman-teman kos Pak Bin yang memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis.
13. Rekan-rekan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan dan dukungan baik material maupun spiritual
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Semarang, 2007

Penulis

ix
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iii
PERNYATAAN............................................................................................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN...............................................................vii
KATA PENGANTAR.................................................................................viii
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Permasalahan ................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
E. Penegasan Istilah............................................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 9
A. Sosialisasi....................................................................................... 9
1. Pengertian Sosialisasi............................................................ 9
2. Proses Sosialisasi ................................................................ 10
3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi................... 15
4. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi ........................ 16
B. Remaja dan Permasalahannya...................................................... 18
1. Ciri-ciri Remaja................................................................... 18
2. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ................................... 21
3. Permasalahan Remaja ......................................................... 23
C. Keluarga .................................................................................... 25
1. Fungsi-fungsi Pokok Keluarga............................................ 25
2. Keluarga Sebagai Pembentuk Kepribadian......................... 29

x
D. Proses Sosialisasi Anak dalam Keluarga .................................. 32
1. Peranan Keluarga dalam Proses Sosialisasi Anak .............. 32
2. Tujuan Sosialisasi dalam Keluarga ..................................... 35
3. Perubahan Fungsi Keluarga dalam Proses Sosialisasi ........ 36
4. Perubahan Struktur Keluarga dalam Proses Sosialisasi ...... 38
5. Etika dalam Keluarga Jawa................................................. 39
E. Pernikahan Dini......................................................................... 43
1. Pengertian Pernikahan......................................................... 43
2. Tujuan Pernikahan .............................................................. 44
3. Batas Umur untuk Menikah ................................................ 46
4. Pernikahan Dini................................................................... 47
5. Kerugian dan Keuntungan Pernikahan Dini ....................... 49
F. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga
Pernikahan Dini......................................................................... 52
G. Kerangka Berfikir ..................................................................... 55
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 56
A. Pendekatan Penelitian ............................................................... 56
B. Lokasi Penelitian....................................................................... 57
C. Fokus Penelitian ........................................................................ 57
D. Subjek Penelitian dan Sumber Penelitian ................................. 58
E. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 59
F. Keabsahan Data......................................................................... 62
G. Teknik Analisis Data................................................................. 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 65
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 65
1. Gambaran Lokasi Penelitian ............................................... 65
2. Gambaran Subjek Penelitian ............................................... 74
3. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini ....................................... 80
4. Permasalahan Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini ....................................... 85

xi
5. Upaya Orangtua Keluarga Pernikahan Dini
dalam Mengatasi Permasalahan Anak Usia Remaja........... 88
6. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi
Anak Usia Remaja Dalam Keluarga Pernikahan Dini ........ 90
B. Pembahasan............................................................................... 95
1. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini ....................................... 96
2. Permasalahan Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini ..................................... 100
3. Upaya Orangtua Keluarga Pernikahan Dini
dalam Mengatasi Permasalahan Anak Usia Remaja......... 101
4. Kendala Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini ...................................... 102
5. Pendukung Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja
dalam Keluarga Pernikahan Dini ...................................... 102
BAB V PENUTUP...................................................................................... 105
A. Simpulan ................................................................................. 105
B. Saran........................................................................................ 106
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 108
LAMPIRAN................................................................................................ 110

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Sosialisasi dan Perkembangan Anak...................................................... 34
2. Jumlah Penduduk Desa Kirig Berdasarkan Jenis Kelamin ................... 66
3. Jumlah Penduduk Desa Kirig Berdasarkan Umur ................................ 66
4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Kirig .......................................... 67
5. Fasilitas Pendidikan di Desa Kirig......................................................... 68
6. Susunan Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan......................................... 68
7. Identitas Informan (Orangtua) Menurut Umur, Pendidikan,
dan Pekerjaan ......................................................................................... 74
8. Alasan menikah dini............................................................................... 75
9. Identitas Informan (Anak) Berdasarkan Umur dan Pendidikan............. 79
10. Identitas Informan Pendukung Berdasarkan Pendidikan
dan Jabatannya dalam masyarakat. ........................................................ 80
11. Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini .......... 81
12. Permasalahan Anak Usia Remaja dan Upaya dalam Mengatasinya ..... 89
13. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi ........................................... 95
14. Fokus dan Sub Fokus Instrumen Proses Sosialisasi Anak
Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini.................................... 111

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Pedoman Wawancara ............................................................................. 112
2. Hasil Wawancara ................................................................................... 119
3. Catatan Lapangan................................................................................... 172
4. Foto-foto Informan................................................................................. 177
5. Peta Desa Kirig ...................................................................................... 183

xiv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk sosial,

manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Kehidupan sosial dimulai

dari seseorang itu lahir di dunia, dia membutuhkan orang lain untuk

memenuhi kebutuhannya dan dia juga mulai berinteraksi dengan orang lain

terutama dengan orangtua khususnya ibu. Manusia sebagai makhluk sosial

dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan-kebutuhan, baik berupa material

maupun spiritual.

Interaksi sosial memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan sosial

dan proses sosialisasi, karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada

kehidupan sosial. Interaksi sosial menyangkut pemenuhan berbagai aspek

kebutuhan sosial yang antara lain, segi ekonomi (makanan, papan, pakaian),

politik (wewenang dan kekuasaan), dan hukum (norma-norma, undang-

undang). Setiap aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.

Sosialisasi adalah soal belajar, dalam proses ini anak akan belajar segala

sesuatu yang ada di sekitarnya. Seorang anak akan bersosialisasi dengan

kehidupan di sekitarnya agar dapat memiliki dan mengikuti kebudayaan

setempat. Tujuan proses sosialisasi anak adalah agar anak dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Khairuddin (2002:70) menyatakan

bahwa tujuan sosialisasi anak dalam keluarga yaitu adanya penguasaan diri,
2

pengenalan nilai-nilai, dan mempelajari peranan-peranan sosial dalam

masyarakat.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk

bersosialisasi. Keluarga juga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama

dan utama. Hal itu karena pendidikan yang diperoleh seseorang pertama kali

sejak lahir adalah keluarga. Selain itu dalam lingkungan keluarga sebagian

potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan berkembang. Keluarga lebih

banyak mengembangkan kepribadian anak. Soekanto (2004:23)

mengungkapkan bahwa keluarga memiliki peranan penting bagi

perkembangan kepribadian seseorang.

Pendidikan keluarga dapat dipilah menjadi dua yaitu pendidikan

prenatal dan postnatal. Pendidikan prenatal adalah pendidikan anak sebelum

lahir, misalnya mitoni (acara selamatan tujuh bulanan bagi orang hamil), dan

doa-doa untuk si janin. Sedangkan postnatal adalah pendidikan setelah lahir

termasuk proses sosialisasi anak dalam keluarga.

Keluarga memiliki peranan penting dalam proses sosialisasi anak,

karena sebagian besar waktu yang dimiliki anak dihabiskan dalam keluarga.

Menurut Ahmadi (2004:175), keluarga merupakan kelompok kecil yang

anggota-anggotanya berinteraksi face to face secara tetap. Oleh karena itu,

perkembangan anak dapat diikuti oleh orangtua dan hubungan sosial di

dalamnya mudah terjadi.

Hubungan antar individu dalam lingkungan sangat mempengaruhi

kejiwaan anak, dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia menginjak
3

dewasa. Suasana yang kondusif, penuh kasih sayang, dan perhatian dalam

keluarga akan membuat anak mampu beradaptasi dengan keluarganya dan

masyarakat sekitar.

Salah satu kewajiban penting orangtua adalah mendidik anak dalam

keluarga. Dalam keluarga anak mendapat berbagai materi pendidikan, agama,

budi pekerti, sikap, dan berbagai keterampilan yang berguna bagi

kehidupannya mendatang. Materi pendidikan tersebut diperoleh anak melalui

proses sosialisasi.

Mengingat pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak,

maka orangtua hendaknya memiliki pengetahuan tentang pendidikan dalam

keluarga. Masalah yang dialami saat ini adalah adanya pernikahan dini.

Umumnya mereka belum siap menjadi orangtua, dan hal ini dapat

mempengaruhi perkembangan anak.

Usia pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun,

sementara laki-laki 25-28 tahun (Jalu, 2004). Karena di usia tersebut organ

reproduksi perempuan secara fisiologis sudah berkembang dengan baik dan

kuat serta siap untuk melahirkan keturunan. Secara psikis pun mulai matang.

Sementara laki-laki, pada saat itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat,

hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara

psikis emosional, ekonomi, dan sosial.

Kasus-kasus pernikahan dini tidak hanya terjadi pada perempuan tetapi

juga pada laki-laki. Dewasa ini pernikahan dini banyak terjadi pada

perempuan. Akan tetapi tidak hanya didominasi oleh anak-anak perempuan

dari kalangan ekonomi menengah ke bawah tetapi juga di kalangan atas.


4

Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat pedesaan biasanya terjadi karena

tingkat ekonomi yang rendah. Hal tersebut merupakan bentuk solusi

pembagian tanggung jawab dari keluarga. Dengan menikahkan anaknya,

lepaslah tanggung jawab orangtua untuk menafkahi anaknya.

Di Indonesia pernikahan dini 15-20% dilakukan oleh pasangan baru.

Biasanya pernikahan dini dilakukan pada pasangan muda yang rata-rata

umurnya 18, 19, dan 20 tahun. Secara nasional, pernikahan dini dengan usia

pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,9% (Jalu, 2004).

Orang yang menikah pada usia muda belum dewasa secara psikis dan

secara ekonomis juga belum memiliki persiapan kerja, jadi belum siap

menjadi orangtua. Padahal dalam keluarga, orangtua memiliki fungsi-fungsi

yang harus dijalankan. Menurut Oqbum (Ahmadi, 2004:108), menyatakan

bahwa fungsi keluarga meliputi fungsi kasih sayang, fungsi ekonomi, fungsi

pendidikan, fungsi perlindungan/penjagaan, fungsi rekreasi, fungsi status

keluarga, dan fungsi agama. Salah satu fungsi keluarga tersebut adalah fungsi

pendidikan. Bagi perempuan yang tidak berpendidikan dan tidak siap

menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, dia tidak dapat mendidik

anaknya dengan baik. Padahal keluarga memegang peranan penting dalam

proses sosialisasi anak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang proses sosialisasi anak. Dalam

penelitian ini anak dibatasi pada usia remaja. Oleh karena itu penulis

mengambil judul “Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga

Pernikahan Dini“.
5

B. Permasalahan

Keluarga memiliki peranan penting dalam proses sosialisasi anak.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

adalah:

1. Bagaimana proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan

dini?

2. Apa saja permasalahan anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini?

3. Bagaimana upaya orangtua keluarga pernikahan dini dalam mengatasi

permasalahan anak usia remaja?

4. Apa saja kendala proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini?

5. Apa saja pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah:

1. Untuk mendeskripsikan proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini.

2. Untuk mendeskripsikan permasalahan anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini.

3. Untuk mendeskripsikan upaya orangtua keluarga pernikahan dini dalam

mengatasi permasalahan anak usia remaja.

4. Untuk mendeskripsikan kendala proses sosialisasi anak usia remaja dalam

keluarga pernikahan dini.


6

5. Untuk mendeskripsikan pendukung proses sosialisasi anak usia remaja

dalam keluarga pernikahan dini.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan tambahan pengetahuan tentang proses sosialisasi anak

usia remaja dalam keluarga pernikahan dini.

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang mempunyai minat

untuk meneliti masalah-masalah yang berkaitan dengan proses

sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini.

c. Memberikan gambaran tentang proses sosialisasi anak usia remaja

dalam keluarga pernikahan dini.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan gambaran bagi keluarga pernikahan dini tentang

permasalahan sosialisasi anak remaja dan beberapa alternatif

pemecahannya.

b. Dapat menjadi masukan bagi instansi KUA (Kantor Urusan Agama)

dan organisasi masyarakat (PKK) dalam memberikan pengarahan

kepada masyarakat tentang kekurangan dan kelebihan pernikahan dini.

c. Memberikan wacana kepada pembaca tentang proses sosialisasi anak

usia remaja dalam keluarga pernikahan dini.


7

E. Penegasan Istilah

1. Proses Sosialisasi

Proses sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang (anak)

dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan norma atau adat istiadat yang

berlaku di lingkungan sosialnya (Markum, 1983:59). Proses sosialisasi

berlangsung dalam interaksi individu dengan lingkungannya.

Proses sosialisasi dalam penelitian ini yaitu proses membimbing yang

dilakukan orangtua kepada individu (anak) dalam mempelajari keperluan-

keperluan sosial dan kultural di sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial.

2. Remaja

Usia remaja merupakan masa dimana anak mencari identitasnya atau

jati diri. Usia remaja juga merupakan masa peralihan dari masa kanak-

kanak kemasa dewasa. Menurut Hurlock (Hariyadi, 2003:45), masa puber

atau pra remaja dimulai umur 10/12 sampai 13/14 tahun, dan masa remaja

umur 13/14 sampai 18 tahun. Sedangkan menurut Konopka (Yusuf,

2004:184), masa remaja meliputi remaja awal: 12–15 tahun, remaja

madya: 15–18 tahun, dan remaja akhir: 19–22 tahun.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka usia remaja dalam

penelitian ini dibatasi umur 12 sampai 19 tahun. Pada usia tersebut tingkat

pendidikan anak antara SMP sampai SMA.

3. Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri

atas ayah, ibu, dan anak (Ahmadi, 2004:167). Yang dimaksud keluarga
8

dalam penelitian ini yaitu susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan

pernikahan, darah, dan adopsi.

4. Pernikahan Dini

Mufid (2002:43) menyatakan bahwa munakahat atau pernikahan

yaitu akad antara calon pengantin pria dengan pihak calon pengantin

wanita yang bukan muhrimnya. Dan Sudarsono (2005:41) menyatakan

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas)

tahun”. Akan tetapi biasanya pernikahan dini di Indonesia dilakukan pada

pasangan muda yang rata-rata umurnya 18, 19, dan 20 tahun (Jalu, 2004).

Pernikahan dini yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi untuk

perempuan sampai umur 19 tahun. Sedangkan untuk laki-laki dibatasi

sampai umur 20 tahun.

5. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini

Proses Sosialisasi Anak dalam Keluarga Pernikahan Dini yaitu suatu

proses anak usia remaja dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan

norma atau adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosialnya dalam

kehidupan keluarga pernikahan dini untuk perkembangan kepribadiannya.


9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sosialisasi

1. Pengertian Sosialisasi

Pengertian sosialisasi banyak disampaikan oleh para ahli antara lain

yaitu Nasution (1999:126) menyatakan bahwa proses sosialisasi adalah

proses membimbing individu ke dalam dunia sosial. Menurut pandangan

Kimball Young (Gunawan, 2000:33), sosialisasi ialah hubungan interaktif

yang dengannya seseorang mempelajari keperluan-keperluan sosial dan

kultural yang menjadikan seseorang sebagai anggota masyarakat. Pendapat

dua ahli tersebut sama-sama menyatakan bahwa sosialisasi merupakan

proses individu menjadi anggota masyarakat.

Pendapat tentang pengertian sosialisasi juga disampaikan oleh

Gunawan (2000:33) yang menyatakan bahwa sosialisasi dalam arti sempit

merupakan proses bayi atau anak menempatkan dirinya dalam cara atau

ragam budaya masyarakatnya (tuntutan-tuntutan sosiokultural keluarga

dan kelompok-kelompok lainnya). Sedangkan Soekanto (1985:71)

menyatakan bahwa sosialisasi mencakup proses yang berkaitan dengan

kegiatan individu-individu untuk mempelajari tertib sosial lingkungannya,

dan menyerasikan pola interaksi yang terwujud dalam konformitas,

nonkonformitas, penghindaran diri, dan konflik. Dari pendapat tersebut

dapat dikatakan bahwa dalam sosialisasi individu belajar menyesuaikan

diri dengan lingkungannya.


10

Susanto (1983:12) menyatakan bahwa sosialisasi ialah proses yang

membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara

hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan

berfungsi dalam kelompoknya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

sosialisasi adalah proses individu dalam mempelajari keperluan-keperluan

sosial dan kultural di sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial.

2. Proses Sosialisasi

Sueann Robinson Ambron (Yusuf, 2004:123) menyatakan bahwa

sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah

perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota

masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Perkembangan sosial

anak sangat dipengaruhi proses perlakuan dan bimbingan orangtua

terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau

norma-norma kehidupan bermasyarakat. Proses membimbing yang

dilakukan oleh orangtua tersebut disebut proses sosialisasi.

Khairuddin (2002:65) mengungkapkan bahwa dalam proses

sosialisasi, kegiatan-kegiatan yang dicakup adalah:

a. Belajar (learning)

Menurut Morgan C.T (Khairuddin, 2002:65), belajar adalah suatu

perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari

pengalaman yang lalu. Proses belajar individu berlangsung sepanjang

hayat, yaitu belajar dari individu itu lahir sampai ke liang lahat.
11

Ahmadi (2004:154) mengungkapkan bahwa dalam proses

sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, idea-idea, pola-pola

dan tingkah laku dalam masyarakat di mana dia hidup. Sosialisasi

adalah masalah belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar

tentang kebudayaan dan keterampilan sosial seperti bahasa, cara

berpakaian, cara makan, dan sebagainya. Segala sesuatu yang

dipelajari individu mula-mula dipelajari dari orang lain di sekitarnya

terutama anggota keluarga. Individu belajar secara sadar dan tak sadar.

Secara sadar individu menerima apa yang diajarkan oleh orang di

sekitarnya, misal seorang ibu mengajarkan anaknya berbahasa dan

bagaimana cara makan yang benar. Secara tidak sadar, individu belajar

dari mendapatkan informasi dalam berbagai situasi dengan

memperhatikan tingkah laku orang lain, menonton televisi, mendengar

percakapan orang lain, dan sebagainya.

b. Penyesuaian diri dengan lingkungan

Penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengubah diri

sesuai dengan lingkungannya, atau sebaliknya mengubah lingkungan

sesuai dengan keadaan dirinya. Penyesuaian diri individu terbagi dua

yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik yang sering disebut

dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial

yang disebut adjustment (Khairuddin, 2002:67). Adaptasi merupakan

usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya

yang lebih bersifat fisik. Sedangkan adjusment merupakan


12

penyesuaian tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya, di mana

dalam lingkungan tersebut terdapat aturan-aturan atau norma-norma

yang mengatur tingkah laku dalam lingkungan sosial tersebut.

Khairuddin (2002:68) menyebutkan bahwa untuk menilai berhasil

atau tidaknya proses penyesuaian diri, ada empat kriteria yang harus

digunakan yaitu:

1) Kepuasan psikis

Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan

psikis, sedangkan yang gagal akan menimbulkan rasa tidak puas.

2) Efisiensi kerja

Penyesuaian diri yang berhasil akan nampak dalam kerja/kegiatan

yang efisien, sedangkan yang gagal akan nampak dalam

kerja/kegiatan yang tidak efisien. Misal, murid yang gagal dalam

pelajaran di sekolah.

3) Gejala-gejala fisik

Penyesuaian diri yang gagal akan nampak dalam gejala-gejala fisik

seperti: pusing kepala, sakit perut, dan gangguan pencernaan.

4) Penerimaan sosial

Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju

dari masyarakat, sedangkan yang gagal akan mendapatkan reaksi

tidak setuju masyarakat.

Proses penyesuaian diri individu khususnya remaja dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal (Hariyadi, 2003:143). Faktor internal

yaitu meliputi:
13

1) Motif-motif sosial, motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat

dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (Rustiana,

2003:134).

2) Konsep diri, yaitu cara seseorang memandang dirinya sendiri, baik

mencakup aspek fisik, psikologis, sosial maupun kepribadian.

3) Persepsi, yaitu pengamatan dan penilaian seseorang terhadap

obyek, peristiwa dan realitas kehidupan, baik itu melalui proses

kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang obyek

tersebut.

4) Sikap remaja, yaitu kecenderungan seseorang untuk beraksi kearah

hal-hal yang positif atau negatif.

5) Intelegensi dan minat.

6) Kepribadian.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi proses

penyesuaian diri remaja yaitu:

1) Keluarga dan pola asuh, meliputi pola demokratis, permisive

(kebebasan), dan otoriter.

2) Kondisi sekolah, yaitu antara kondisi yang sehat dan tidak sehat.

3) Kelompok sebaya, yaitu merupakan teman sepermainan.

4) Prasangka sosial, yaitu adanya kecenderungan sebagian masyarakat

yang menaruh prasangka terhadap kehidupan remaja.

5) Faktor hukum dan norma sosial, yang dimaksudkan di sini adalah

pelaksanaan tegaknya hukum dan norma-norma dalam masyarakat.


14

Faktor internal dan eksternal tersebut saling mempengaruhi satu

sama lain. Penyesuaian diri dilakukan melalui proses belajar sehingga

terjadi kebiasaan.

c. Pengalaman mental

Pengalaman seseorang akan membentuk suatu sikap pada diri

seseorang dimana didahului oleh sikap terbentuknya suatu kebiasaan

yang menimbulkan reaksi yang sama terhadap masalah yang sama

(Khairuddin, 2002:69). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa dengan

bantuan orang lain untuk setiap pekerjaan yang harusnya dapat

dikerjakan sendiri, setelah dewasa nanti dia akan tergantung dengan

orang lain.

Perkembangan diri individu dimulai dengan proses sosialisasi, dan

proses ini berlangsung terus selama hidup. Proses sosialisasi terbagi

menjadi dua periode, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.

Robinson (1986:58) mengungkapkan bahwa lazimnya ahli-ahli ilmu

pegetahuan sosial menamakan periode sosialisasi yang pertama ketika

seorang anak untuk pertama kali memperoleh identitasnya sebagai pribadi

(person) yang disebut dengan sosialisasi primer (primary socialization).

Sedangkan sosialisasi sekunder (secondary socialization) berlangsung

sesudah sosialisasi primer, yaitu dimana anak menjadi anggota masyarakat

yang luas.

Nasution (1999:126) menyatakan bahwa seluruh proses sosialisasi

berlangsung dalam interaksi individu dengan lingkungannya. Sosialisasi


15

tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Hal

tersebut juga disampaikan oleh Susanto (1983:17) bahwa komunikasi

merupakan dasar dari proses sosial. Dalam interaksi sosial individu

memperoleh “self concept” atau sesuatu konsep tentang dirinya (Nasution,

1999:127). Individu akan lebih mengenal dirinya dalam lingkungan

sosialnya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi

Individu akan berkembang menjadi makhluk sosial melalui proses

sosialisasi. Dalam proses ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi.

Menurut F.G. Robbins (Ahmadi, 2004:158), ada lima faktor yaitu:

a. Sifat dasar, yaitu merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi

oleh seseorang dari ayah dan ibunya.

b. Lingkungan prenatal, yaitu lingkungan dalam kandungan ibu. Dalam

periode ini individu mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung

dari ibu, misal beberapa jenis penyakit (diabetes, kanker, siphilis)

berpengaruh secara tidak langsung terhadap pertumbuhan mental,

penglihatan, pendengaran anak dalam kandungan.

c. Perbedaan individual, meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk

badan, warna kulit, warna mata, dan lain-lain), ciri-ciri fisiologis

(berfungsinya sistem endokrin), ciri-ciri mental dan emosional, ciri

personal dan sosial.

d. Lingkungan, meliputi lingkungan alam (keadaan tanah, iklim, flora

dan fauna), kebudayaan, manusia lain dan masyarakat di sekitar

individu.
16

e. Motivasi, yaitu kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang

menggerakkan individu untuk berbuat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi tersebut berasal

dari luar dan dalam diri individu. Faktor yang berasal dari dalam diri

individu yaitu sifat dasar, perbedaan individual, dan motivasi. Sedangkan

faktor yang berasal dari luar individu yaitu lingkungan prenatal, dan

lingkungan sekitar.

4. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi

Nasution (1999:127-128) menyebutkan bahwa dalam proses

sosialisasi tidak selalu berjalan lancar karena adanya sejumlah kendala,

yaitu:

a. Kesulitan komunikasi.

Komunikasi merupakan suatu proses interaksi dengan suatu

stimulus (rangsangan) yang memperoleh suatu arti tertentu dijawab

oleh orang lain (respon) secara lisan, tertulis maupun dengan aba-aba

(Susanto, 1983:15). Kesulitan komunikasi dalam proses sosialisasi

yaitu terjadi bila anak tidak mengerti apa yang diharapkan darinya atau

tidak tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat atau tuntutan

kebudayaan tentang kelakuannya.

b. Adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan.

c. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat

modernisasi, industrialisasi, dan urbanisasi.


17

Menurut Gunawan (2000:48), dalam proses sosialisasi bisa terjadi

kendala atau hambatan, hal ini karena:

a. Terjadinya kesulitan komunikasi.

Kesulitan komunikasi terjadi karena yang berkomunikasi adalah

manusia dengan segala perbedaannya. Djamarah (2004:63)

menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

dalam keluarga yaitu: citra diri dan citra orang lain, suasana psikologis,

lingkungan fisik, kepemimpinan, bahasa, dan perbedaan usia. Citra diri

yaitu ketika orang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain,

dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Suasana psikologis

mempengaruhi komunikasi, komunikasi sulit berlangsung jika

seseorang dalam keadaan marah, kecewa, bingung, diliputi prasangka,

dan suasana psikologis lainnya. Lingkungan fisik juga mempengaruhi

komunikasi, karena komunikasi dapat berlangsung di mana saja dan

kapan saja dengan gaya dan cara yang berbeda. Selain itu cara

kepemimpinan (otoriter, demokratis, laissez faire), penggunaan

bahasa, dan perbedaan usia juga mempengaruhi proses komunikasi.

b. Adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau bertentangan.

Pola kelakuan berbeda-beda atau bertentangan yang diperoleh anak

dapat mempengaruhi proses sosialisasi. Anak akan merasa bingung

dengan perbedaan tersebut.

Pendapat para ahli di atas pada dasarnya sama, yaitu menyatakan

bahwa kendala dalam proses sosialisasi meliputi adanya kesulitan


18

komunikasi, pola kelakuan yang berbeda, dan akibat perubahan dalam

masyarakat.

Proses sosialisasi selain memiliki kendala juga memiliki pendukung.

Gunawan (2000:49) menyatakan bahwa sosialisasi yang sukses bila

disertai dengan toleransi yang tulus, disiplin dan patuh terhadap norma-

norma masyarakat, hormat-menghormati, dan harga-menghargai. Dengan

pendukung tersebut, proses sosialisasi dapat berjalan dengan baik.

B. Remaja dan Permasalahannya

1. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa. Usia remaja untuk perempuan adalah 13 sampai 17 tahun, dan

untuk laki-laki berusia dari 14 sampai 17 tahun (Soekanto, 2004:51).

Menurut Konopka (Yusuf, 2004:184), masa remaja meliputi remaja awal:

12–15 tahun, remaja madya: 15–18 tahun, dan remaja akhir: 19–22 tahun.

Sedangkan menurut Hurlock (Hariyadi, 2003:45), masa puber atau pra

remaja dimulai umur 10/12 sampai 13/14 tahun, dan masa remaja umur

13/14 sampai 18 tahun. Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa usia remaja yaitu 12 sampai 19 tahun.

Remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat

penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual)

sehingga mampu bereproduksi. Pada masa remaja, anak masih mencari

identitasnya atau biasa disebut jati diri. Pada masa ini mulai tumbuh dalam
19

diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang

dapat memahami, mendorong, turut merasakan suka dan dukanya.

Remaja memiliki berbagai ciri tertentu, baik yang bersifat spiritual

maupun badaniah. Soekanto (2004:51) menyebutkan beberapa ciri remaja,

yaitu:

a. Perkembangan fisik yang pesat, misal pada perempuan buah dada dan

pinggul bertambah besar, sedangkan pada laki-laki terjadi perubahan

suara dan tumbuh kumis.

b. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan

kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang

pribadinya.

c. Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan

dewasa, walaupun masalah tanggung jawab relatif belum matang.

d. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial,

ekonomis, maupun politis.

e. Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk mendapatkan

identitas diri.

f. Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan

atau keinginannya yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan

nilai yang dianut oleh orang dewasa.

Ciri-ciri remaja juga disampaikan oleh Hariyadi, dkk (2003:52) yang

menyatakan bahwa ciri-ciri masa remaja yaitu:


20

a. Periode yang penting, yaitu periode yang berakibat langsung terhadap

sikap, perilaku, dan berakibat jangka panjang.

b. Periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa.

c. Periode perubahan, yaitu perubahan sikap dan perilaku yang sejajar

dengan perubahan fisik.

d. Usia bermasalah.

e. Mencari identitas diri.

f. Usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan bahwa

remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, dan

cenderung berperilaku merusak.

g. Masa yang tidak realistik, yaitu melihat dirinya sendiri dan orang lain

sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya.

h. Ambang masa dewasa, yaitu remaja mulai bertindak dan berperilaku

seperti orang dewasa.

Usia remaja memiliki ciri-ciri secara fisik dan psikis. Secara fisik

pada masa remaja anak akan mengalami beberapa perubahan, misal untuk

perempuan payudara semakin membesar, dan untuk laki-laki akan tumbuh

kumis dan jakun. Sedangkan secara psikis pada masa remaja anak

memiliki emosi yang tinggi dan belum stabil. Yusuf (2004:196)

menyatakan bahwa masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu

perkembangan emosi yang tinggi.


21

2. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (Hariyadi, dkk, 2003:126), terdapat sejumlah

tugas perkembangan remaja, yaitu:

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik

pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita, yaitu dengan mempelajari

peran sosial sebagai pria atau wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif, yaitu

menjadi bangga atau sekurang-kurangnya toleran dengan tubuh

sendiri, menjaga, melindungi, dan menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang

dewasa lainnya.

e. Mencapai jaminan kebebasan harmonis, yaitu merasakan kemampuan

membangun kehidupan sendiri.

f. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan.

g. Persiapan untuk memasuki pekerjaan dan kehidupan berkeluarga.

h. Mengembangkan ketrampilan intelektual dan konsep yang penting

untuk kompetensi kewarganegaraan, yaitu mengembangkan konsep

tentang hukum politik ekonomi, dan kemasyarakatan yang penting

untuk kehidupan bermasyarakat.

i. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung

jawab, yaitu berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung

jawab dalam kehidupan masyarakat dan bangsa, memperhitungkan

nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.


22

j. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai

pedoman tingkah laku.

k. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Selain pendapat di atas, William Kay (Yusuf, 2004:72)

mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang

mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar

bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual

maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuan sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar

skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

kekanak-kanakan.

Tugas-tugas perkembangan remaja di atas memiliki tujuan. Luella

Cole (Yusuf, 2004:73) mengemukakan bahwa tujuan tugas perkembangan

remaja dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan kategori, yaitu:

kematangan emosional, pemantapan minat-minat heteroseksual,

kematangan sosial, emansipasi dari kontrol keluarga, kematangan


23

intelektual, memilih pekerjaan, menggunakan waktu senggang secara

tepat, memilih filsafat hidup, dan identitas diri.

Tugas-tugas perkembangan tersebut dapat dilaksanakan oleh remaja

melalui proses sosialisasi. Tugas-tugas tersebut akan mengantarkan remaja

menjadi orang dewasa.

3. Permasalahan Remaja

Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang ke

arah kematangan atau kemandirian. Proses perkembangan tersebut tidak

selalu berjalan lurus, karena banyak faktor yang menghambatnya. Faktor

penghambat ini bersifat internal dan eksternal. Faktor internal berasal

dalam diri remaja. Sedangkan faktor penghambat yang bersifat eksternal

berasal dari lingkungan yang tidak kondusif. Iklim lingkungan yang tidak

kondusif tersebut misalnya, perceraian orangtua, sikap dan perlakuan

orangtua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang, dan

pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun

masyarakat (Yusuf, 2004:209).

Yusuf (2004:210) mengungkapkan bahwa dalam kondisi lingkungan

yang tidak sehat, banyak remaja yang merespon dengan sikap dan perilaku

yang kurang wajar bahkan amoral. Perilaku tersebut misalnya,

kriminalitas, minum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang,

tawuran, dan pergaulan bebas.

Secara umum permasalahan yang dihadapi remaja berhubungan

dengan masalah pribadi. Soekanto (2004:50) mengungkapkan bahwa


24

masalah pribadi remaja antara lain:

a. Persoalan yang dihadapi di rumah, misalnya masalah disiplin dan

hubungan dengan anggota-anggota keluarga lainnya.

b. Masalah yang dihadapi di sekolah, misalnya hubungan dengan para

guru, nilai-nilai, dan dengan teman sekolah.

c. Masalah kondisi fisik, misalnya kesehatan yaitu masalah obesitas, diet,

penyalahgunaan narkoba, dan merokok.

d. Masalah penampilan, misalnya ketampanan, kecantikan, dan pola

berpakaian.

e. Masalah perasaan, misalnya sikap murung, mudah marah.

f. Masalah penyerasian sosial, misalnya pergaulan dengan teman sebaya.

g. Masalah nilai-nilai.

h. Masalah rasa khawatir.

Usia remaja juga disebut usia yang bermasalah. Hariyadi, dkk

(2003:160) menyatakan bahwa pada usia ini ada beberapa bentuk

kenakalan remaja yaitu: bohong, kabur dari rumah, keluyuran, bersenjata

tajam, pergaulan buruk, berpesta pora hura-hura, membaca pornografi,

melacurkan diri, merusak diri (mentato tubuhnya, minum-minuman keras,

pecandu narkoba, dan sebagainya).

Masalah kenakalan remaja dapat ditanggulangi melalui tiga bentuk

kegiatan yaitu, preventif, represif, dan kuratif. Preventif yaitu dengan

mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan. Represif yaitu dengan


25

memberikan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Sedangkan

kuratif yaitu dengan memberikan pendidikan atau pembinaan lagi terhadap

remaja, atau dengan rehabilitasi.

C. Keluarga

Keluarga dapat didefinisikan sebagai kelompok sosial kecil yang

umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak (Ahmadi, 2004:167). Menurut

Murdock (Robinson, 1986:85), “Keluarga merupakan suatu kelompok sosial

yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi, dan

reproduksi”. Dalam keluarga, hidup bersama pasangan suami istri secara sah

karena pernikahan.

Keluarga dapat dibedakan menjadi dua yaitu keluarga inti (nucleus family

terdiri dari ayah, ibu, dan anak) dan keluarga yang diperluas (extended family

terdiri dari keluarga inti, kakek/nenek, adik/ipar, dan lain-lain). Meskipun ibu

yang mula-mula paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan

anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berinteraksi dengan

anak. Hal ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak

dipengaruhi oleh seluruh situasi dan kondisi keluarganya.

1. Fungsi-fungsi Pokok Keluarga

Keluarga bukan hanya tempat bertemu dan berkumpulnya anggota

keluarga. Akan tetapi keluarga juga memiliki fungsi reproduksi, religius,

edukatif, sosial, dan protektif (Fuaduddin, 1999:6). Sebagai fungsi

reproduksi setiap keluarga mengharapkan akan memperoleh anak yang


26

saleh dan berkualitas. Sebagai fungsi religius, keluarga berperan dalam

mengenalkan nilai-nilai moral agama kepada anak. Sebagai fungsi

rekreatif, keluarga membantu anak untuk mengembangkan kreativitasnya.

Sebagai fungsi edukatif, keluarga berperan dalam mengasuh dan mendidik

anak. Sebagai fungsi sosial, keluarga menjadi tempat pertama bagi anak

berinteraksi dan bersosialisasi. Dan sebagai fungsi protektif, keluarga

berperan dalam melindungi anak dari berbagai hal.

Menurut Yusuf (2004:39), dari sudut pandang sosiologis fungsi

keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut:

a. Fungsi biologis, yaitu keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang

memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para

anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya.

b. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai

kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak).

c. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga merupakan lingkungan pendidikan

pertama dan utama bagi anak.

d. Fungsi sosialisasi, yaitu keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat

yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam

masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.

e. Fungsi perlindungan, yaitu keluarga sebagai pelindung bagi para

anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang

menimbulkan ketidaknyamanan (fisik-psikologis) para anggotanya.

f. Fungsi rekreasi, untuk melaksanakan fungsi ini keluarga harus


27

diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan,

keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya.

g. Fungsi agama, yaitu keluarga berfungsi sebagai penanam nilai-nilai

agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar.

Ahmadi (2004:171) mengungkapkan bahwa fungsi hakiki keluarga

ialah fungsi biologik, afeksi, dan sosialisasi.

a. Fungsi biologik merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat.

Khairuddin (2002:48) menyatakan bahwa fungsi biologik orangtua ialah

melahirkan anak.

b. Fungsi afeksi, hubungan afeksi tumbuh sebagai akibat hubungan cinta

kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih ini

lahirlah hubungan persaudaraan, pesahabatan, kebiasaan, identifikasi,

persamaan pandangan mengenai nilai-nilai.

c. Fungsi sosialisasi, fungsi ini menunjuk peranan keluarga dalam

membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga,

anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita,

dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan

kepribadiannya.

Pendapat tentang fungsi keluarga juga disampaikan oleh Oqbum

(Ahmadi, 2004:108) yang menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah:

a. Fungsi kasih sayang, yaitu antar anggota keluarga hidup dengan saling

menyayangi.

b. Fungsi ekonomi, yaitu seorang ayah berkewajiban menafkahi anggota

keluarga (istri dan anak).


28

c. Fungsi pendidikan, keluarga merupakan tempat pertama bagi anak

dalam memperoleh pendidikan (pendidikan informal).

d. Fungsi perlindungan atau penjagaan, keluarga berfungsi memberikan

perlindungan, baik fisik maupun sosial kepada para anggotanya.

e. Fungsi rekreasi, keluarga menjadi tempat rekreasi bagi anggota keluarga

setelah beraktivitas sehari-hari.

f. Fungsi status keluarga, keluarga memberikan status pada seseorang

sebagai suami, istri, anak, kakak, adik, dan sebagainya.

g. Fungsi agama, dalam keluarga anak diperkenalkan dengan agama oleh

orangtuanya. Orangtua memiliki peranan yang strategis dalam

mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat

ditanamkan ke dalam jiwa anak (Djamarah, 2004:19).

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki

pengaruh sangat besar terhadap anak. Soekanto (2004:85) menyatakan

bahwa keluarga memiliki fungsi-fungsi pokok, yaitu:

a. Sebagai wadah berlangsung sosialisasi primer, yakni di mana anak-anak

dididik untuk memahami dan menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai

yang berlaku dalam masyarakat.

b. Sebagai unit yang mengatur hubungan seksual yang seyogya.

c. Sebagai unit sosial-ekonomis yang membentuk dasar kehidupan sosial-

ekonomis bagi anak-anak.

d. Sebagai wadah tempat berlindung agar kehidupan berlangsung secara

tertib dan tenteram, sehingga manusia hidup dalam kedamaian.


29

Secara garis besar, fungsi pokok atau utama keluarga adalah fungsi

biologik, afeksi, dan sosialisasi. Sedangkan fungsi-fungsi yang lain dapat

mengalami perubahan.

Keluarga yang normal yaitu keluarga yang mampu melaksanakan

fungsinya sebagaimana yang sudah disebutkan di atas. Yusuf (2004:43)

menyatakan bahwa apabila dalam suatu keluarga tidak mampu

menerapkan atau melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, maka keluarga

akan mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang dapat

merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya

perkembangan kepribadian anak).

2. Keluarga Sebagai Pembentuk Kepribadian Anak

Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama

memiliki peranan yang penting dalam membentuk kepribadian anak.

Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan nilai-nilai

kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya

merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi

pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2004:37).

Ahmadi dan Munawar (2005:166) menyatakan “Kepribadian

tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia, terutama sejak lahir

hingga masa remaja yang selalu berada di lingkungan keluarga”. Sebagian

besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga. Di sini anak diasuh oleh

orangtua dan bergaul dengan anggota keluarga lainnya. Hal tersebut

memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk pribadi anak.


30

Pembentukan pribadi anak harus dilakukan dengan kontinu dan diadakan

pemeliharaan sehingga menjadi matang.

Gordon W. Allport (Ahmadi dan Munawar, 2005:201)

mendefinisikan “Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri

individu yang terdiri dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan cara

penyesuaian diri yang unik (khusus) dari individu tersebut terhadap

lingkungan”. Sedangkan menurut Abin Syamsuddin Makmum (yusuf,

2004:127), kepribadian dapat diartikan sebagai kualitas perilaku individu

yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan

secara unik. Seseorang akan lebih dihargai jika ia memiliki kepribadian

yang baik.

Ny. Yoesoef Noesyirwan (Ahmadi dan Munawar, 2005:170)

menganalisis kepribadian ke dalam 4 aspek, yaitu:

a. Vitalitas

Vitalitas sebagai konstanta dari semangat hidup pribadi. Ahmadi

dan Munawar (2005:171) mendefinisikan bahwa vitalitas adalah pusat

tenaga, semangat hidup seseorang yang relatif konstan atau menetap.

Vitalis merupakan unsur penting yang ikut menentukan kemampuan

berprestasi dan sikap hidup. Semangat dalam vitalitas itu dapat

mendorong seseorang untuk berprestasi tinggi. Kepribadian yang ideal

adalah yang mempunyai vitalitas kuat dan berfungsi secara lancar.

b. Temperamen

Temperamen adalah konstanta dari warna dan corak pengalaman


31

pribadi serta cara bereaksi dan bergerak (Ahmadi dan Munawar,

2005:173). Temperamen merupakan faktor pembawaan yang sulit untuk

diubah.

c. Watak

Replein (Ahmadi dan Munawar, 2005:176) mengutarakan bahwa

watak merupakan konstanta dari hasrat, perasaan, dan kehendak pribadi

mengenai nilai-nilai. Watak terbentuk dan berkembang di bawah

pengaruh faktor lingkungan, yaitu hubungan dengan ibu, ayah, guru,

dan masyarakat, terutama pengaruh belajar dan pendidikan. Selain itu

pengalaman juga mempengaruhi pembentukan watak seseorang.

d. Kecerdasan, bakat, daya nalar sebagai konstanta kemampuan pribadi.

Berbeda dengan pendapat di atas, Yusuf (2004:127) menyebutkan

bahwa aspek-aspek kepribadian meliputi hal-hal sebagai berikut: karakter,

temperamen, sikap, stabilitas emosional, responsibilitas, dan sosiobilitas.

Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,

konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

Temperamen yaitu cepat atau lambatnya seseorang bereaksi terhadap

rangsangan yang datang dari lingkungan. Sikap yaitu sambutan terhadap

objek yang bersifat positif, negatif, atau ambivalen (ragu-ragu). Stabilitas

emosional yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan

dari lingkungan. Responsibilitas (tanggung jawab) yaitu kesiapan untuk

menerima risiko dari perbuatan yang dilakukan. Sedangkan sosiobilitas

yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.


32

Keluarga merupakan unsur yang sangat menentukan dalam

pembentukan kepribadian dan kemampuan anak (Fuaduddin, 1999:5).

Secara teoretis anak yang hidup dalam keluarga yang baik akan tumbuh

dan berkembang dengan baik.

Pendidikan informal dalam keluarga akan banyak membantu dalam

meletakkan dasar pembentukan kepribadian anak (Gunawan, 2000:57).

Keluarga memberikan pendidikan informal bagi anak berupa pembentukan

kebiasaan-kebiasaan, seperti cara makan, tidur, bangun pagi, gosok gigi,

mandi, berpakaian, tata krama, religi, dan sebagainya.

D. Proses Sosialisasi Anak dalam Keluarga

1. Peranan Keluarga dalam Proses Sosialisasi Anak

Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi

dengan mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya

dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya (Khairuddin,

2002:63). Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan,

sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku dalam masyarakat di mana

ia hidup. Markum (1983:59) juga mengungkapkan bahwa proses

sosialisasi adalah suatu proses di mana seseorang (anak) dituntut untuk

bertingkah laku sesuai dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di

lingkungan sosialnya.

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalkan

kepada anak. Dalam keluarga, orangtua mengenalkan nilai-nilai


33

kebudayaan kepada anak dan di sinilah dialami interaksi dan disiplin

pertama yang dikenalkan kepadanya dalam kehidupan sosial. Adanya

interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain

menyebabkan seorang anak menyadari dirinya sebagai individu dan

sebagai makhluk sosial.

Sebagai makhluk sosial, dalam keluarga anak akan menyesuaikan diri

dengan kehidupan bersama, yaitu saling tolong menolong dan mempelajari

adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Hal tersebut akan

diperkenalkan oleh orangtua yang akhirnya dimiliki oleh anak.

Perkembangan seorang anak di dalam keluarga sangat ditentukan oleh

kondisi situasi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki

orangtuanya (Ahmadi, 2004:91). Oleh karena itu keluarga merupakan

institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi

manusia.

Ahmadi (2004:175) menyebutkan bahwa kondisi-kondisi yang

menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak,

yaitu:

a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya

berinteraksi face to face secara tetap.

b. Orangtua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena

anak merupakan buah cinta kasih hubungan suami istri.

c. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka

orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses

sosialisasi anak.
34

Sosialisasi dari orangtua sangatlah penting bagi anak, karena anak

masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing

perkembangannya sendiri ke arah kematangan. J. Clausen (Yusuf,

2004:123) mendiskripsikan tentang upaya yang dilakukan orangtua dalam

rangka sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, yaitu

sebagai berikut:

Tabel 1. Sosialisasi dan Perkembangan Anak

Kegiatan Orangtua Pencapaian Perkembangan Perilaku


Anak

1. Memberikan makanan dan 1. Mengembangkan sikap percaya


memelihara kesehatan fisik anak terhadap orang lain (development
of trust).
2. Melatih dan menyalurkan kebutuhan 2. Membantu mengendalikan
fisiologis: toilet training (melatih dorongan biologis dan belajar
membuang air besar/kecil), untuk menyalurkannya pada
menyapih dan memberikan makanan tempat yang diterima masyarakat.
padat.
3. Mengajar dan melatih keterampilan 3. Belajar mengenal objek-objek,
berbahasa, persepsi, fisik, merawat belajar berbahasa, berjalan,
diri dan keamanan diri. mengatasi hambatan, berpakaian,
dan makan.
4. Mengenalkan lingkungan kepada 4. Mengembangkan pemahaman
anak: keluarga, sanak keluarga, tentang tingkah laku sosial,
tetangga dan masyarakat sekitar. belajar menyesuaikan perilaku
dengan tuntutan lingkungan.
5. Mengajarkan tentang budaya, nilai- 5. Mengembangkan pemahaman
nilai (agama) dan mendorong anak tentang bauk-buruk, merumuskan
untuk menerimanya sebagai bagian tujuan dan kriteria pilihan dan
dirinya. berperilaku yang baik.
6. Mengembangkan keterampilan 6. Belajar memahami perspektif
interpersonal, motif, perasaan, dan (pandangan) orang lain dan
perilaku dalam berhubungan dengan merespons harapan/ pendapat
orang lain. mereka secara selektif.
7. Membimbing, mengoreksi, dan 7. Memiliki pemahaman untuk
membantu anak untuk merumuskan mengatur diri dan memahami
tujuan dan merencanakan kriteria untuk menilai
aktivitasnya. penampilan/ perilaku sendiri.
35

Cara-cara dan sikap-sikap dalam keluarga juga memegang peranan

penting dalam perkembangan sosial anak (Ahmadi, 2004:92). Jika

orangtua selalu bersikap otoriter, maka anak akan berkembang menjadi

manusia pasif, tak berinisiatif, dan kurang percaya diri. Sedangkan jika

orangtua dalam keluarga bertindak demokratis, maka anak berkembang

menjadi tidak takut, penuh dengan inisiatif, memiliki rasa tanggung jawab,

dan percaya diri.

Hariyadi, dkk (2003:144) menyatakan bahwa pola asuh demokratis

dengan suasana yang diliputi keterbukaan lebih memberikan peluang bagi

remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif

dibandingkan dengan pola asuh otoriter maupun pola asuh yang penuh

kebebasan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap dan

kebiasaan-kebiasaan orangtua dalam keluarga menjadi sikap dan kebiasaan

yang dimiliki anak.

2. Tujuan Sosialisasi dalam Keluarga

Khairuddin (2002:70) mengungkapkan bahwa dalam lingkungan

keluarga ada tiga tujuan sosialisasi, yaitu:

a. Penguasaan diri.

Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya.

Anak harus belajar menahan kemarahannya terhadap orang lain.

b. Nilai-nilai.

Bersamaan dengan latihan penguasaan diri, anak diajarkan nilai-nilai.


36

c. Peranan-peranan sosial.

Mempelajari peranan-peranan sosial ini terjadi melalui interaksi sosial

dalam keluarga.

Berdasarkan tujuan tersebut keluarga membantu proses sosialisasi

anak. Selain itu memang sudah menjadi tugas keluarga sebagai wadah

proses sosialisasi bagi anak.

3. Perubahan Fungsi Keluarga dalam Proses Sosialisasi

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat telah mempengaruhi

perubahan fungsi-fungsi sosial keluarga. Ahmadi (2004:170-171)

mengungkapkan bahwa fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan

yaitu:

a. Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan keluarga telah mengalami banyak perubahan.

Secara informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting,

namun secara formal fungsi pendidikan itu telah diambil alih oleh

sekolah (Ahmadi, 2004:170). Dahulu fungsi sekolah terbatas pada

pendidikan intelek, namun pendidikan sekolah sekarang cenderung

diarahkan kepada anak sebagai pribadi. Khairuddin (2002:52)

menyatakan bahwa pendidikan moral bagi anak-anak sudah lebih

banyak diserahkan kepada sekolah-sekolah, pesantren, pengajian,

sekolah minggu atau pun gereja.

b. Fungsi rekreasi

Sebelumnya rekreasi sebagian besar dipusatkan di dalam rumah,

sedangkan sekarang hal ini berkembang di luar rumah (Khairuddin,


37

2002:53). Pusat-pusat rekreasi di luar keluarga seperti kebun binatang,

gedung bioskop, taman-taman menjadi lebih menarik.

c. Fungsi keagamaan

Dahulu keluarga merupakan pusat pendidikan upacara, dan

ibadah agama bagi para anggotaya di samping peranan yang dilakukan

oleh institusi agama (Ahmadi, 2004:171).

d. Fungsi perlindungan (proteksi)

Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik

maupun sosial kepada para anggotanya. Sekarang banyak fungsi

perlindungan dan perawatan ini diambil oleh badan-badan sosial

(Ahmadi, 2004:171). Badan-badan sosial tersebut seperti tempat

perawatan bagi anak-anak cacat tubuh dan mental, anak-anak nakal.

Perlindungan juga diberikan oleh polisi, perusahaan asuransi. Jadi

dapat dikatakan bahwa perubahan fungsi proteksi keluarga telah

banyak beralih ke badan-badan lainnya atau pemerintah.

e. Fungsi ekonomi

Perubahan juga terjadi pada fungsi ekonomi keluarga. Dahulu

pembuatan barang-barang dan produksi serta konsumsi makanan

dilakukan semuanya di dalam keluarga. Sekarang fungsi tersebut telah

berubah, Ahmadi (2004:170) menyatakan bahwa fungsi produksi

hilang, keluarga menjadi kesatuan konsumsi semata-mata.

Sekarang ini dalam keluarga tidak hanya laki-laki (suami) yang

bekerja tetapi perempuan (istri) juga bekerja di luar rumah. Abdullah


38

(2003:13) menegaskan bahwa gejala keterlibatan perempuan di luar rumah

menandakan bahwa perempuan telah berusaha mengonstruksi sejarah

hidupnya, dengan membangun identitas baru bagi dirinya, tidak hanya

sebagai ibu atau istri tetapi juga sebagai pekerja atau wanita karier. Peran

perempuan bekerja di luar rumah juga membantu dalam memenuhi

kebutuhan dalam keluarga.

4. Perubahan Struktur Keluarga dalam Proses Sosialisasi

Seiring berjalannya waktu dalam masyarakat telah terjadi perubahan

sosial, dan perubahan juga terjadi pada struktur keluarga. Khairuddin

(2002:84-85) menyatakan bahwa terdapat tiga perubahan yang satu sama

lain saling berhubungan, yaitu:

a. Berkurangnya kontrol terhadap ikatan perkawinan

Ikatan perkawinan sekarang adalah lebih bersifat ekonomi di antara

pria maupun wanita. Orang-orang tidak begitu ketat lagi dikontrol oleh

orangtuanya dan bentuk-bentuk lainnya dari tekanan-tekanan sosial

apabila mereka akan menikah.

b. Perubahan peranan ekonomi wanita

Suatu faktor yang penting dari ciri-ciri baru ikatan perkawinan

adalah meningkatnya kadar kebebasan ekonomi yang diperoleh oleh

wanita. Wanita tidak lagi hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi mereka

juga bekerja di luar rumah.

c. Berkurangnya pengawasan terhadap bidang agama (relligius)

Perkawinan pada dewasa ini pada pokoknya telah menjadi suatu


39

perjanjian umum, walaupun hal ini sering diatur dan diurus oleh pejabat

agama.

Keseluruhan proses dari peradaban modern telah mengarah pada

pemberian posisi-posisi baru bagi wanita dalam masyarakat dan khususnya

dalam hubungan mereka dengan laki-laki. Telah terjadi pengurangan

tugas-tugas di rumah dan banyak waktu untuk beraktifitas di luar rumah,

sehingga perhatian terhadap rumah tangga berkurang.

5. Etika dalam Keluarga Jawa

Sikap hidup orang Jawa yang mengerti etika dan taat pada adat-

istiadat warisan nenek moyang, selalu mengutamakan kepentingan umum

dari pada dirinya sendiri. Masyarakat Jawa memiliki watak dan tingkah

laku terpuji yang disebut Panca-Sila, yaitu: rila atau rela, narima atau

menerima nasib yang diterimanya, temen atau setia pada janji, sabar atau

lapang dada, dan budi luhur atau memiliki budi yang baik (Herusatoto,

2005:72).

Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia ini

sudah diatur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit mereka yang

bersikap narima, yaitu menyerahkan diri kepada takdir. Mereka hidup apa

adanya dengan mensyukuri nikmat dari Tuhan.

Agama Islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat

orang Jawa (Koentjaraningrat, 1983:339). Oleh karena itu, etika

masyarakat Jawa muslim juga dipengaruhi oleh Agama Islam. Islam

memberikan aturan moral yang didasarkan pada waktu suatu sistem nilai
40

yang berisi norma-norma yang sama dengan sinar tuntunan untuk

pencarian religius, yaitu: ketakwaan, penyerahan diri, kebenaran, keadilan,

kasih sayang, hikmah, dan keindahan (Departemen Agama RI, 1997:51).

Etika dalam masyarakat misalnya etika terhadap tetangga sebagai

makhluk sosial, dan etika terhadap orangtua.

1. Etika terhadap tetangga

El-jazairi (1993:118) menyebutkan bahwa etika seorang muslim

terhadap tetangga yaitu:

a. Dilarang menyakiti tetangga, baik dengan ungkapan maupun dengan

perbuatan.

b. Berbuat baik kepada tetangga.

c. Menghormatinya dengan berbuat ma’ruf dan bajik kepadanya.

d. Menghormati dan menghargainya.

Hidup bertetangga dalam masyarakat Jawa juga terdapat gotong

royong, yaitu saling membantu antar anggota masyarakat yang

membutuhkan.

2. Etika terhadap orangtua

Seorang muslim berkeyakinan terhadap adanya hak dan

kewajiban menghormati, menaati, dan berbuat baik terhadap kedua

orangtua. Hal tersebut bukan hanya karena keduanya merupakan faktor

penyebab keberadaannya atau karena keduanya telah terlebih dahulu

berbuat kebaikan kepadanya sehingga anak wajib membalas budi,

tetapi karena Allah sendiri mewajibkan untuk menaati keduanya. Salim


41

(2006:107) mengungkapkan bahwa orang Jawa memperlakukan

orangtua cukup tinggi, di kalangan keluarga Jawa tidak pernah ada

yang mau menempatkan orangtua mereka di panti jompo. Orangtua

selalu dibawa di tengah-tengah keluarga.

El-jazairi (1993:94) menyatakan bahwa seorang anak bertindak

sopan santun kepada kedua orangtua dengan etika sebagai berikut:

a. Menaati keduanya dalam segala perintah dan larangannya dalam hal

yang tidak merupakan maksiat kepada Allah dan dalam hal yang

bertentangan dengan syariat-Nya.

b. Menjunjung dan menghormati keduanya.

c. Berbuat baik kepada kedua orangtua semampunya, seperti memberi

makan, pakaian, pengobatan, dan sebagainya.

d. Mendoakan dan memohon ampunan dengan keduanya, memenuhi

janjinya, dan menghormati sahabatnya.

Hubungan antara orangtua dengan anak tidak pernah terputus. Dalam

masyarakat Jawa, tidak terjadi perubahan dalam pola dasar hubungan

kekeluargaan sejalan dengan pendewasaan anak. Anak tetap bergantung

kepada orangtuanya atau orangtua pengganti, biasanya sampai pernikahan

(Geertz, 1985:123). Akan tetapi anak perempuan lebih banyak bergantung

kepada ibu dan ayahnya walaupun sudah menikah, bahkan sepanjang

hidupnya. Geertz (1985:125) menyatakan bahwa ibu siap membantu anak

perempuannya setiap saat, pada waktu melahirkan atau waktu krisis

lainnya dengan memberikan nasihat apa saja dari soal penyakit anak-
42

anaknya sampai masalah keuangan. Anak mendapat bantuan dan nasihat

sangat banyak dalam menghadapi persoalan dari orangtua.

Magnis-Suseno (2001:38) mengungkapkan bahwa ada dua kaidah

yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa, yaitu

prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Kedua prinsip tersebut merupakan

kerangka normatif yang menentukan bentuk-bentuk konkret semua

interaksi. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat

dalam keadaan yang harmonis. Sedangkan prinsip hormat mengatakan

bahwa setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus

menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain sesuai dengan derajat dan

kedudukannya.

Sikap hormat telah dikembangkan oleh orang Jawa sejak kecil

melalui pendidikan dalam kekuarga. Hildred Geertz (Magnis-Suseno,

2001:63) mengungkapkan bahwa pendidikan tersebut tercapai melalui tiga

perasaan yang dipelajari oleh anak Jawa dalam situasi-situasi yang

menuntut sikap hormat, yaitu wedi, isin, dan sungkan. Wedi berarti takut,

baik sebagai reaksi terhadap ancaman fisik maupun sebagai akibat

terhadap kurang enak suatu tindakan. Isin berarti malu, dalam arti malu-

malu, merasa bersalah, dan sebagainya. Sungkan merupakan perasaan

yang dekat dengan rasa isin, tetapi berarti malu dalam arti yang lebih

positif. Tiga perasaan tersebut merupakan suatu kesinambungan perasaan-

perasaan yang mempunyai fungsi sosial untuk memberi dukungan


43

psikologis terhadap tuntutan-tuntutan prinsip hormat. Contoh salah satu

sikap yang menunjukkan rasa hormat yaitu penggunaan bahasa Jawa.

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada prinsipnya ada

dua macam yaitu, bahasa Jawa Ngoko dan Krama (Koentjaraningrat,

1983:322). Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk orang yang sudah dikenal

akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah

derajat atau status sosialnya. Sedangkan bahasa Jawa Krama dipergunakan

untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab tetapi sebaya dalam

umur maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur

serta status sosialnya

E. Pernikahan Dini

1. Pengertian Pernikahan

Beberapa pengertian pernikahan menurut para ahli yaitu: Mufid

(2002:43) menyatakan bahwa munakahat atau pernikahan yaitu akad

antara calon pengantin pria dengan pihak calon pengantin wanita yang

bukan muhrimnya. Sedangkan Imam Syafi’i (Ramulyo, 2004:2)

menyatakan bahwa pengertian nikah ialah suatu akad yang dengannya

menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita. Ramli, dkk

(2003:163) menyimpulkan “Pada hakekatnya pernikahan merupakan suatu

bentuk perjanjian (aqad) untuk mengikatkan diri antara laki-laki dan

perempuan dengan suka rela untuk mewujudkan kebahagiaan hidup

dengan cara yang diridhoi Allah dalam suatu rumah tangga”.


44

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (pasal 1),

perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

(Ramulyo, 2004:2).

Berdasarkan pengertian pernikahan dari beberapa ahli di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah akad antara laki-laki dan

perempuan yang bukan muhrimnya untuk membentuk rumah tangga.

2. Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal (Sudarsono, 2005:7). Untuk itu perlu adanya kerja sama atau saling

melengkapi antara suami dan istri. Dalam agama islam, tujuan pernikahan

adalah membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dengan arti

memperoleh ketenteraman batin, persatuan dan kasih sayang (Mufid,

2002:44).

Tujuan perkawinan juga tercantum dalam Al-Quran surat Ar-Rum

ayat 21 yang artinya “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri; supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram padanya, dan dijadikan-Nya di antaramu

rasa kasih sayang. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Solih, 1986:18).

Menurut Ramli, dkk (2003:165), tujuan pernikahan antara lain

adalah:
45

a. Untuk memperoleh keturunan yang syah.

b. Untuk memenuhi hasrat naluriah secara syah.

c. Menjaga manusia dari kerusakan dan kejahatan.

d. Menumbuhkan keluarga dan menumbuhkan semangat berusaha untuk

memperoleh rezeki.

Rumusan tujuan perkawinan menurut Ramulyo (2004:27), dapat

diperinci sebagai berikut:

a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat

tabiat kemanusiaan.

b. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih.

c. Memperoleh keturunan yang sah.

Selain pendapat para ahli di atas, filosof islam Imam Ghazali

(Ramulyo, 2004:27) juga membagi tujuan dan faedah perkawinan menjadi

lima hal, yaitu:

a. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan

serta memperkembangkan suku-suku bangsa Indonesia.

b. Memenuhi tuntutan naluriah dari kejahatan dan kerusakan.

c. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.

d. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama

dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.

e. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan

yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab.

Pendapat para ahli di atas pada dasarnya sama. Semua mengatakan

bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga,


46

menghalalkan hubungan biologis antara suami istri, dan memperoleh

keturunan.

3. Batas Umur untuk Menikah

a. Batas umur dalam perundangan

Batas umur untuk menikah di Indonesia telah diatur dalam

undang-undang perkawinan. Hadikusuma (1990:50) menyatakan

bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum

mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orangtua (pas.

6 [2] no.1-1974). Dengan kata lain bagi pria atau wanita yang telah

mencapai umur 21 tahun tidak perlu ada izin dari orangtua untuk

menikah. Hal ini juga diperjelas dengan pasal 7 yang menyatakan

bahwa yang perlu memakai izin orangtua untuk melakukan

perkawinan ialah pria yang telah mencapai umur 19 tahun dan bagi

wanita yang telah mencapai umur 16 tahun (Hadikusuma, 1990:51).

b. Batas umur dalam hukum adat

Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas umur

seseorang untuk melaksanakan perkawinan. Hadikusuma (1990:53)

menyatakan bahwa kedewasaan seseorang di dalam hukum adat diukur

dengan tanda-tanda tubuh. Bagi anak wanita dikatakan sudah dewasa

apabila sudah haid (datang bulan), dan buah dada sudah menonjol.

Bagi anak pria ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun

tubuh, sudah mengeluarkan air mani atau sudah mempunyai nafsu

seks.
47

c. Batas umur dalam hukum agama

Batas umur untuk perkawinan dalam hukum agama berbeda-beda

satu dengan yang lain. Hukum Islam tidak terdapat kaidah-kaidah yang

sifatnya menentukan batas umur untuk melaksanakan perkawinan.

Hadikusuma (1990:55) mengungkapkan bahwa menurut hukum Gereja

Katolik batas umur perkawinan adalah telah berumur 16 tahun bagi

pria dan 14 tahun bagi wanita. Sedangkan menurut Hukum Gereja

Kristen Batak batas umur perkawinan telah mengikuti UU no.1 1974

yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita (Hadikusuma,

1990:55). Menurut Agama Hindu juga tidak ada ketentuan batas umur

perkawinan yang pasti. Sedangkan menurut hukum Agama Budha di

Indonesia batas umur perkawinan ialah mencapai umur 20 tahun bagi

pria dan 17 tahun bagi wanita (Hadikusuma, 1990:55).

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Agama Katolik

dan Budha memiliki ketentuan batasan umur perkawinan, sedangkan

Agama Islam dan Hindu tidak ada ketentuan batas umur perkawinan

yang pasti. Jadi secara umum batas umur dalam hukum setiap agama

dapat menyesuaikan dengan undang-undang perkawinan di Indonesia.

4. Pernikahan Dini

Orang yang akan menikah, menurut hukum di Indonesia harus

memenuhi batas umur minimal. Seorang calon mempelai yang akan

melangsungkan pernikahan dan belum mencapai umur 21 tahun harus

mendapat izin orangtua. Sudarsono (2005:41) menyatakan “Perkawinan


48

hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)

tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun”.

Di Indonesia pernikahan dini 15-20% dilakukan oleh pasangan baru.

Biasanya pernikahan dini dilakukan pada pasangan muda yang rata-rata

umurnya 18, 19, dan 20 tahun. Secara nasional, pernikahan dini dengan

usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,9% (Jalu, 2004).

Geertz (1985:59) mengungkapkan tentang perkawinan keluarga

tradisional sebagai berikut:

Kebanyakan gadis jawa telah kawin, setidaknya untuk waktu yang


singkat pada saat kira-kira berumur 16 atau 17 tahun. Adapun anak
laki-laki biasanya tidak menikah sampai sesudah benar-benar
dewasa dan dapat menyangga keluarga dengan layak. Umur
beraneka rupa, tetapi biasanya antara 18 dan 30 tahun.

Umur perkawinan di daerah pedesaan lebih muda dari pada di

perkotaan (Dellyana, 1988:174). Pernikahan dini yang terjadi di desa

biasanya disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah. Sedangkan

sebab yang lain adalah terjadi hamil di luar nikah atau biasa disebut

“kecelakaan”. Kasus hamil di luar nikah lebih banyak terjadi di perkotaan

dari pada di desa. Hal ini karena pergaulan bebas antara laki-laki dan

perempuan di kota.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan

dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan yang berumur di

bawah 19 tahun, dan laki-laki yang berumur di bawah 20 tahun.


49

Pasangan muda pernikahan dini harus diberikan pembekalan yang

memadai tentang norma-norma berkeluarga, adat istiadat, perilaku dan

budaya malu, rasa hormat, dan pemahaman agama. Selain itu harus

ditunjukkan tentang luhurnya sebuah pernikahan. Pemahaman tersebut

menurut Djuariah Utja (Jalu, 2004), berupa:

a. Dari aspek syariah agama, pernikahan akan menjauhkan setiap insan

manusia dari perbuatan dan tindakan yang diharamkan agama.

b. Pernikahan bisa menghindarkan diri serta tidak terjerumus dalam

perbuatan hina dan nista.

c. Dari aspek sosial, pernikahan akan memberikan ketenteraman hidup.

Bisa terhindar dari pergunjingan, fitnah maupun sanksi sosial

masyarakat.

d. Dari segi kesehatan, lewat pernikahan akan terhindar dari pergaulan

bebas yang menyesatkan serta dapat menyalurkan kebutuhan

biologisnya secara sehat.

e. Dari segi hukum, jika pernikahan tersebut membuahkan keturunan

maka secara hukum akan melindungi hak-haknya.

5. Kerugian dan Keuntungan Pernikahan Dini

Pernikahan dini memberikan pendapat yang berbeda-beda kepada

orang lain, ada yang setuju dan ada yang tidak. Dalam agama islam,

pernikahan dini tidak dilarang, karena hal ini dapat mencegah perzinaan.

Pernikahan dini memiliki kerugian dan keuntungan.


50

a. Kerugian Pernikahan Dini

Kerugian pernikahan dini akan lebih dirasakan oleh wanita. Moh.

Jusuf Hanafiah (Dellyana, 1988:174-175) menyatakan bahwa dalam

hubungannya dengan UUP yang menetapkan batas umur kawin 16

tahun untuk wanita, dapat menimbulkan kerugian sebagai berikut:

1) Pada usia 16 tahun seorang wanita sedang mengalami masa

pubertas, yaitu masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa.

Pada usia ini seorang wanita belum siap fisik dan mentalnya

menjadi ibu rumah tangga.

2) Kawin pada usia muda (16 tahun) berarti wanita tersebut paling

tinggi baru memperoleh pendidikan 9 tahun (tamat SMP).

Pendidikan pada wanita mempengaruhi beberapa hal, diantaranya

pendidikan anak-anak dan keberhasilan program keluarga

berencana serta kependudukan.

3) Kawin usia muda berarti memberi peluang kepada wanita belasan

tahun untuk hamil dengan risiko tinggi.

4) Kawin pada usia muda berarti memperpanjang kesempatan

reproduksi.

5) Kawin pada usia muda merupakan faktor predis posisi untuk KLR

(Kanker Leher Rahim).

Selain pendapat di atas, masih ada kerugian dalam pernikahan

dini yaitu adanya ketidakmatangan emosi. Dr. R. Ruban (Shappiro,

2000:13) menyatakan bahwa orang-orang yang neurotik adalah seperti

kanak-kanak. Mereka seharusnya tidak kawin sampai emosi dan


51

pandangan mereka tumbuh dan matang. Setiap perkawinan dimana

salah satu pihak tidak dewasa adalah berisiko. Mereka cenderung

belum dapat menerima tanggung jawab yang perlu untuk suatu

perkawinan yang bahagia.

Kerugian juga terjadi dalam keuangan. Shappiro (2000:19)

mengungkapkan sebagai berikut:

Jika perkawinan dilakukan terlalu dini dalam umur belasan


tahun, biasanya keibuan (melahirkan anak) datangnya lebih
cepat juga, dan timbullah komplikasi. Kesukaran-kesukaran
keuangan mengakibatkan kejengkelan pada kedua pihak, dan
kemudian kedinginan seksual.

b. Keuntungan Pernikahan Dini

Pernikahan dini tidak hanya memberikan kerugian-kerugian tetapi

juga keuntungan. Zain dan Vincent (1984:92) menyatakan bahwa ada

beberapa keuntungan yang bisa ditarik dan diambil manfaatnya dari

pernikahan dini, yaitu:

1) Adanya perkawinan tersebut si anak sudah semakin tinggi nilai

martabat dirinya sebab sudah berani mengarungi samudra yang

lebih luas.

2) Dengan punya anak di masa muda belia itu, ada jaminan bahwa

sebelum usia surut terbenam, anak sudah selesai pendidikannya.

Minimal anak sudah sanggup mencari kerja, sehingga beban yang

dipikul orangtua sudah kurang.

3) Dengan perkawinan usia remaja, beban penderitaan orangtua yang

dirasa menjerat lehernya sudah lepas.


52

4) Orangtua sudah menunjukkan perhatian sepenuhnya akan tanggung

jawabnya sebagai warga negara yang baik dengan mengurangi

pergaulan bebas yang free sex.

Segala sesuatu hendaknya jangan dilihat dari satu sisi saja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tentang pernikahan dini

hendaknya jangan dilihat dengan kacamata sebelah saja. Selain melihat

kerugiannya, pernikahan dini juga memiliki keuntungan.

F. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini

Perkembangan sosial anak merupakan pencapaian kematangan dalam

hubungan sosial. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar

tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini

diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan

orang-orang di lingkungannya, baik orangtua, saudara, teman sebaya, atau

orang dewasa lainnya (Yusuf, 2004:122).

Perkembangan sosial anak diperoleh melalui proses sosialisasi. Dalam

proses ini orangtua membimbing anak dalam mengenalkan berbagai aspek

kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat. Orangtua juga

memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Markum (1983:59) mendefinisikan bahwa proses sosialisasi adalah suatu

proses di mana seseorang (anak) dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan

norma atau adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosialnya. Dalam keluarga
53

anak belajar menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama, yaitu saling tolong

menolong dan mempelajari adat istiadat yang berlaku dalam masyarakatnya.

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam proses sosialisasi yaitu: belajar,

penyesuaian diri dengan lingkungan, dan pengalaman mental. Dalam proses

sosialisasi, individu belajar tentang kebudayaan dan keterampilan sosial

seperti bahasa, cara berpakaian, cara makan, dan sebagainya. Penyesuaian diri

merupakan kemampuan untuk mengubah diri sesuai dengan lingkungannya,

atau sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya.

Sedangkan pengalaman mental merupakan pengalaman yang akan membentuk

suatu sikap pada diri seseorang.

Remaja sebagai harapan bangsa dan pemimpin di masa depan sangat

diharapkan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia

memiliki penyesuaian sosial yang tepat. Yusuf (2004:199) menyebutkan

bahwa karakteristik penyesuaian remaja di lingkungan keluarga, yaitu:

1. Menjalin hubungan baik dengan para anggota keluarga.

2. Menerima otoritas orangtua (mau menaati peraturan yang ditetapkan

orangtua).

3. Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga.

4. Berusaha untuk membantu anggota keluarga sebagai individu maupun

kelompok dalam mencapai tujuannya.

Masa remaja dalam masyarakat Jawa, bagi perempuan diawali dengan

menstruasi pertama, sedangkan bagi laki-laki dengan upacara khitanan. Pada

umumnya upacara khitanan masyarakat Jawa berlangsung ketika mereka


54

berumur antara 10 dan 14 tahun (Geertz, 1985:124). Orangtua biasanya

menunggu sampai anak laki-lakinya meminta sendiri untuk dikhitan, dan ini

berarti anak tersebut merasa telah menjadi dewasa.

Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak dalam bersosialisasi, dan

keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam proses sosialisasi anak.

Perkembangan seorang anak di dalam keluarga sangat ditentukan oleh kondisi

situasi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki orangtuanya

(Ahmadi, 2004:91).

Kehadiran keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil memiliki arti

penting dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Oleh

karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di atas dasar

sistem interaksi yang kondusif.

Pendidikan dasar yang baik harus diberikan kepada anggota keluarga

sedini mungkin, khususnya keluarga yang menikah dini dalam upaya

memerankan fungsinya. Salah satu fungsi tersebut adalah fungsi sosialisasi,

fungsi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak.

Keluarga juga sebagai wahana menumbuh kembangkan potensi anak untuk

mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses sosialisasi

anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini adalah suatu proses dimana

anak usia remaja dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan norma atau adat

istiadat yang berlaku di lingkungan sosialnya dalam kehidupan keluarga

pernikahan dini untuk perkembangan kepribadiannya.


55

G. Kerangka Berfikir

Faktor ekonomi

Latar belakang Faktor pendidikan

pernikahan dini Faktor sosial budaya

Positif (keuntungan)

Pernikahan dini Dampak

Negatif (kerugian)

Fungsi biologis

Fungsi pendidikan

Fungsi keluarga Fungsi ekonomis

Fungsi perlindungan

Fungsi rekreasi

Fungsi agama

Belajar

Fungsi sosialisasi Penyesuaian diri melalui fungsi

Pengalaman mental pendidikan

Faktor pendukung Faktor penghambat

Kemampuan anak

menyesuaikan diri dengan masyarakat


56

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif lebih mampu dibanding penelitian

kuantitatif dalam menghadapi ketidakleluasaan dunia sosial dalam kehidupan

sehari-hari (Salim, 2001:13). Oleh karena itu sangat tepat apabila penelitian

yang akan digunakan untuk mengungkapkan fenomena proses sosialisasi anak

dalam keluarga pernikahan dini ini menggunakan pendekatan kualitatif. Salim

(2001:11) juga menjelaskan bahwa penelitian kualitatif menekankan sifat

realita yang dibangun secara sosial, hubungan yang intim antara peneliti

dengan yang dipelajari dan kendala situasional yang membentuk penyelidikan.

Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah studi

kasus. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan,

atau menginterpretasi suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural

tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim, 2001:93).

Yin (Salim, 2001:92) menyatakan bahwa kasus berlaku apabila suatu

petanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why) diajukan mengenai

seperangkat peristiwa masa kini yang tidak dapat atau hampir tidak dapat

dijangkau oleh pengendalian peneliti. Yang jelas sebuah kasus harus

memenuhi dua hal, yaitu spesifik dan mempunyai batasan (bounded system)

(Salim, 2001:93).
57

Salim (2001:100) dalam bukunya Teori dan Paradigma Penelitian Sosial

menjelaskan bahwa kasus memiliki batas, lingkup kajian dan pola pikir

tersendiri, sehingga dapat mengungkap realitas sosial atau fisik yang unik,

spesifik serta menantang. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui dan

memahami tentang proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini yang membutuhkan suatu metode pengumpulan data secara

mendalam, terbuka, dan terstruktur yang dapat dicapai sesuai dengan kegiatan

penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana kegiatan penelitian dilakukan.

Penentuan lokasi dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas objek

yang menjadi sasaran penelitian. Penentuan lokasi juga dibutuhkan untuk

membatasi objek penelitian.

Penelitian tentang proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini ini mengambil kasus pada beberapa keluarga di masyarakat,

yakni Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Lokasi tersebut

dipilih karena di desa ini terdapat banyak realita usia penikahan dini. Selain

itu, desa tersebut mudah dijangkau dengan transportasi umum maupun

pribadi, sehingga memudahkan proses pengumpulan data dengan tingkat

ketekunan yang tinggi.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian berisi pokok kajian dan yang menjadi pusat perhatian.

Fokus penelitian yang dilaksanakan di Desa Kirig Kecamatan Mejobo


58

Kabupaten Kudus ini yaitu:

1. Proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini. Dalam

proses sosialisasi terdapat tiga kegiatan yaitu, belajar (misal belajar

tentang nilai budaya dan nilai agama), penyesuaian diri, dan pengalaman

mental.

2. Permasalahan anak usia remaja, yaitu meliputi masalah yang berkaitan

dengan fisik, psikis, dan sosial. Permasalahan remaja tersebut terjadi baik

di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

3. Upaya orangtua keluarga pernikahan dini dalam mengatasi permasalahan

anak usia remaja. Upaya tersebut yaitu preventif (pencegahan), represif

(hukuman), dan kuratif (pembinaan).

4. Kendala proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan

dini, yaitu kesulitan komunikasi, pola kelakuan yang berbeda, dan

perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kendala tersebut dapat berasal

dari orangtua, anak, lingkungan, dan teman sebaya.

5. Pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan

dini, yaitu adanya toleransi, disiplin, patuh terhadap norma-norma yang

ada dalam masyarakat, hormat-menghormati, dan saling menghargai.

Seperti halnya dengan kendala proses sosialisasi, pendukung juga dapat

berasal dari orangtua, anak, lingkungan, dan teman sebaya.

D. Subjek Penelitian dan Sumber Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah lima keluarga pernikahan dini di

Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Lima keluarga tersebut


59

terdiri dari tiga keluarga yang perempuannya menikah dini dan dua

keluarga yang laki-lakinya menikah dini. Informan dalam satu keluarga

tersebut meliputi ayah, ibu, dan satu anak usia remaja. Dalam penelitian

ini juga dibutuhkan informan pendukung, yaitu tokoh masyarakat Desa

Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Data yang ingin didapatkan

dari informan pendukung yaitu opini tentang keluarga pernikahan dini,

data kependudukan yang meliputi komposisi penduduk menurut umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis mata pencaharian masyarakat

di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara informan.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan pustaka yaitu

dengan menelaah buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, misalnya buku-buku

tentang sosialisasi dan pernikahan dini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Lincoln dan

Guba (Moleong, 2002:135) menyatakan bahwa maksud pengadaan

wawancara antara lain: mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain


60

kebulatan. Jenis wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis wawancara terbuka. Wawancara ini dianggap lebih sesuai

dengan penelitian kualitatif. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh

Moleong (2002:137), bahwa dalam penelitian kualitatif sebaiknya

digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka

sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu.

Alasan menggunakan wawancara terbuka yaitu dengan mengetahui

maksud dari wawancara, informan akan memberikan informasi yang

dibutuhkan peneliti dan wawancara akan lebih terfokus.

Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan

data tentang proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan

dini. Hal tersebut meliputi permasalahan remaja, upaya orangtua dari

keluarga pernikahan dini dalam mengatasi permasalahan remaja, kendala

dan pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga

pernikahan dini.

2. Pengamatan

Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif,

pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Lincoln dan Guba (Moleong,

2002:125) mengemukakan bahwa pengamatan memungkinkan peneliti

mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan

proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dan untuk

melihat fenomena kehidupan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, hal

yang diamati yaitu sikap anak usia remaja terhadap orangtua, dan proses
61

sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini. Hal tersebut karena sesuai

dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan metode mencari data mengenai hal-

hal atau variabel baik yang berupa catatan ataupun film, dan sebagainya.

Moleong (2002:160) membagi dokumen menjadi dua, yaitu dokumen

pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau

karangan seseorang secara tertulis. Sedangkan dokumen resmi merupakan

dokumen yang diperoleh dari suatu lembaga. Dokumentasi digunakan

dalam penelitian karena merupakan sumber data yang stabil, kaya, dan

mendorong (Moleong, 2002:161). Dokumen dalam penelitian ini yaitu

data kependudukan yang meliputi komposisi penduduk menurut umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis mata pencaharian masyarakat

di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Alasannya untuk

melengkapi data yang diperoleh di lapangan.

Guba dan Lincoln (Moleong, 2002:161) menyatakan bahwa

dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian karena alasan-

alasan yang dapat dipertanggungjawabkan antara lain seperti berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang

stabil, kaya, dan mendorong.

b. Berguna sebagai ‘bukti’ untuk suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena

sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam

konteks.
62

d. Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus

dicari dan ditemukan.

e. Keduanya tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik

kajian isi.

f. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih

memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Istilah record yang dimaksud di atas adalah setiap pernyataan tertulis

yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian

suatu peristiwa atau menyajikan akunting (Moleong, 2002:161).

F. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan untuk membuktikan

temuan hasil penelitian dengan kenyataan yang diteliti di lapangan. Teknik

pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas kriteria tertentu, seperti yang

yang dikemukakan oleh Moleong (2002:173) bahwa ada empat kriteria yang

dapat digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan

(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian

(confirmability).

Kriteria derajat kepercayaan memiliki tujuh macan teknik pemeriksaan

keabsahan data. Teknik tersebut meliputi perpanjangan keikutsertaan,

ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan

referensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota (Moleong, 2002:

175).
63

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu triangulasi. Moleong( 2002:178) menyatakan bahwa triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Teknik triangulasi akan digunakan dalam penelitian ini

dengan pertimbangan bahwa untuk memperoleh data dan keterangan dari para

informan perlu diadakan cross cek antara satu informan dengan informan yang

lain. Dengan itu akan diperoleh data keterangan yang benar-benar valid atau

obyektif.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton (Moleong, 2002:103) adalah proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,

dan satuan uraian dasar. Tahap sangat penting dalam suatu penelitian adalah

analisis data. Dari sini peneliti akan memperoleh hasil penelitian. Proses

analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, yaitu dari informan, hasil pengamatan yang tercatat dalam

berkas di lapangan, dan dokumentasi (Moleong, 2002: 190).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berlangsung dengan

proses pengumpulan data. Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi

secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/

verifikasi (Rohidi, 1992:16). Langkah-langkah yang ditempuh yaitu:

1. Pengumpulan data, pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dari hasil
64

pengamatan, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

2. Reduksi, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Rohidi, 1992:16).

3. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

(Rohidi, 1992:17). Penyajian data dilaksanakan dengan cara deskriptif

yang didasarkan pada aspek yang diteliti.

4. Simpulan/ verifikasi, yaitu sebagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang

utuh (Rohidi, 1992:19). Kesimpulan ini dibuat berdasarkan pada

pemahaman terhadap data yang telah disajikan.

Langkah kegiatan pengumpulan data tersebut merupakan proses siklus dan

interaktif.

Pengumpulan Penyajian Data


Data

Reduksi Data Simpulan/


Verifikasi

Gambar 1: Komponen-komponen Data Model Interaktif

(Rohidi, 1992:20)
65

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Desa Kirig merupakan salah satu desa yang terletak di

Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Propinsi Jawa Tengah. Dilihat

dari letak geografisnya, desa Kirig berjarak 3 km dari kecamatan dan

15 km dari pusat pemerintahan. Desa Kirig berada di pinggiran kota

dan dikelilingi persawahan. Pembangunan Desa Kirig mendapatkan

perhatian yang cukup dari pemerintah. Ini dibuktikan dari bangunan

pemerintahan desa yang layak, jalan yang sudah beraspal, adanya

penerangan listrik dan jaringan komunikasi, serta adanya bangunan

pendidikan SD/ MI dan SMP.

Adapun batas-batas Desa Kirig bila dilihat dari letak

geografisnya adalah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara : Desa Mejobo

2) Sebelah Selatan : Desa Bancak dan Kabupaten Pati

3) Sebelah Barat : Desa Jepang dan Desa Payaman

4) Sebelah Timur : Desa Temulus

b. Jumlah Penduduk

Data statistik Desa Kirig tahun 2007 mencatat, penduduk Desa

Kirig berjumlah 4147 jiwa. Dalam tabel di bawah ini disajikan data

mengenai jumlah penduduk Desa Kirig berdasarkan jenis kelamin:


66

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Kirig Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase


Laki-laki 2051 49,46%
Perempuan 2096 50,54%
Jumlah 4147 100%

Sumber: Data Monografi Desa Kirig Tahun 2007

Dari tabel di atas terlihat bahwa penduduk perempuan di Desa

Kirig lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Akan tetapi perbedaan

yang ada tidak terlalu besar yaitu selisih 1,08%.

Untuk mengetahui jumlah penduduk di Desa Kirig, di bawah ini

akan disajikan tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Kirig Berdasarkan Umur

No. Kelompok Umur Jumlah Jiwa


1 0-1 bulan 11
2 1-12 bulan 45
3 1-5 tahun 316
4 5-12 tahun 490
5 12-18 tahun 509
6 18-55 tahun 2441
7 > 55-65 tahun 222
8 > 65 tahun 113
Jumlah 4147

Sumber: Data Monografi Desa Kirig Tahun 2007

Berdasarkan data monografi Desa Kirig tahun 2007, jumlah penduduk

berdasarkan PUS (Pasangan Usia Subur) yaitu 731 jiwa (17,63% dari

jumlah penduduk keseluruhan).

c. Tingkat Pendidikan

Sedikitnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor formal tidak

lepas dari rendahnya tingkat pendidikan. Sebagian besar penduduk di


67

Desa Kirig yang bekerja sebagai buruh (40,02%) adalah perempuan

yang berpendidikan SD sampai SMP, mereka bekerja di pabrik rokok

Djarum.

Berdasarkan data monografi pendidikan di Desa Kirig dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Table 4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Kirig

No. Tingkat Pendidikan Jumlah %


1 Tidak Lulus SD 246 10,07%
2 Lulus SD 1151 47,11%
3 Lulus SMP 590 24,15%
4 Lulus SMA 391 16,00%
5 Perguruan Tinggi 65 2,66%
Jumlah 2443 100%

Sumber: Data Monografi Desa Kirig Tahun 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa tingkat

pendidikan penduduk Desa Kirig tergolong masih rendah, karena

prosentase tertinggi 47,11% berpendidikan SD, 24,15% berpendidikan

SMP, 16,00% berpendidikan SMA, 10,07% tidak lulus SD, dan 2,66%

berpendidikan perguruan tinggi. Meskipun tergolong tingkat

pendidikan yang rendah tetapi di sana tidak terdapat pendidikan

kesetaraan (Kejar Paket A, B, dan C) dan Keaksaraan Fungsional.


68

Fasilitas pendidikan yang tersedia di Desa Kirig, yaitu:

Tabel 5. Fasilitas Pendidikan di Desa Kirig

No. Nama Sekolah Jumlah


1 SMP 1
2 SD/ MI 4
4 TK/ RA 2
5 Pesantren 1
6 TPQ 1
7 Madrasah Diniyah 1

Sumber: Catatan lapangan bulan April 2007

d. Tingkat Ekonomi

Di bidang ekonomi, khususnya ekonomi keluarga pernikahan

dini pada masyarakat Desa Kirig rata-rata kecukupan. Hal ini terbukti

mereka memiliki rumah sendiri, memiliki sepeda motor, dan ini semua

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pendidikan yang rendah

mereka mampu meningkatkan taraf ekonomi mereka dengan

berwiraswasta.

Sebagian masyarakat Desa Kirig bekerja sebagai penjual beras

(wiraswasta), mereka membeli gabah dari petani dan mengolahnya

menjadi beras kemudian menjualnya ke pasar. Berikut tabel penduduk

dilihat berdasarkan jenis pekerjaannya:

Tabel 6. Susunan Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

No. Pekerjaan Banyaknya penduduk Prosentase


1 Buruh 796 40,02%
2 Wiraswasta 584 29,36%
3 Petani 303 15,23%
4 Swasta 278 13,98%
5 Pegawai negeri 28 1,41%
1989 100%

Sumber: Data Monografi Desa Kirig 2007


69

Penduduk Desa Kirig dilihat dari jenis pekerjaan yang bekerja

sebagai buruh lebih banyak yaitu 40,02%, kemudian wiraswasta

29,36%, petani 15,23%, swasta 13,98 %, dan terakhir sebagai pegawai

negeri 1,41%.

Berdasarkan tabel tingkat pendidikan di atas prosentase tertinggi

adalah pendidikan SD 47,11%, dan prosentase jenis pekerjaan tertinggi

adalah buruh 40,02%. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat

pendidikan yang rendah memiliki implikasi pada jenis pekerjaan

masyarakat. Mereka yang tingkat pendidikannya rendah bekerja

sebagai buruh (sebagian besar perempuan) dan sebagai wiraswasta.

Akan tetapi dari pekerjaan tersebut mereka mampu memenuhi

kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder dalam kehidupan sehari-

hari. Hal tersebut karena sebagian besar suami istri dalam sebuah

keluarga sama-sama bekerja sehingga hasil yang diperoleh juga lebih

banyak dibandingkan jika hanya salah satu yang bekerja. Jika istri

bekerja sebagai buruh pabrik, suami bekerja sebagai pedagang

sehingga kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi.

Secara keseluruhan tingkat ekonomi masyarakat di Desa Kirig

tergolong cukup baik. Hal ini dapat dilihat bahwa di Desa Kirig sudah

tidak ada lagi rumah yang berlantai tanah, dan hampir setiap rumah

memiliki sepeda motor. Masyarakatnya juga masih memiliki rasa

kekeluargaan yang tinggi, mereka saling membantu jika ada anggota

masyarakat yang membutuhkan.


70

e. Agama

Penduduk Desa Kirig 100% menganut Agama Islam. Masyarakat

di Desa Kirig dalam menganut agama yang telah diyakini berdasarkan

hak asasi tanpa paksaan dari semua pihak sebagai makhluk ciptaan

Tuhan YME. Di desa Kirig terdapat lembaga pendidikan agama yaitu

Madrasah Diniyah dan TPQ. Terlepas dari semua itu masih ada

masyarakat yang belum melaksanakan ajaran agama dengan baik,

karena masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami

pengetahuan agama yang diyakininya secara mendalam atau karena

pengaruh pergaulan di luar Desa Kirig. Sebagai buktinya yaitu pada

bulan puasa ada yang tidak melaksanakan ibadah puasa, ada orangtua

yang membiarkan anaknya tidak melaksanakan ibadah sholat dan

mengaji.

Fasilitas-fasilitas sosial yang berhubungan dengan Agama Islam

di Desa Kirig yaitu tempat peribadatan seperti Masjid dan Mushola.

Di sana juga terdapat sarana pendidikan yang bernuansakan Islam

yaitu sebuah pondok pesantren, Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)

dan Madrasah Diniyyah.

Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan masyarakat Desa Kirig

diantaranya yaitu setiap seminggu sekali terdapat kumpulan pengajian

seperti kumpulan remaja (IPNU dan IPPNU), kumpulan jamaah Yasin

ibi-ibu, dan kumpulan Tahlil yang anggotanya bapak-bapak (tiap RT

ada). Partisipasi masyarakat terhadap kegiatan tersebut cukup baik,

misal dalam kumpulan Tahlil tiap RT anggotanya selalu berusaha


71

hadir, tapi jika tidak dapat hadir mereka akan mewakilkan pada anak

laki-lakinya.

f. Adat Istiadat

Masyarakat Desa Kirig memiliki adat yang sifatnya turun

temurun sejak nenek moyang sampai generasi penerusnya. Masyarakat

memiliki kebiasaan adat yang diwarnai oleh kepercayaan kepada

Tuhan YME seperti:

1) Upacara perkawinan

Kebiasaan yang dilakukan masyarakat Desa Kirig dalam hal

perkawinan yaitu setelah diadakan persetujuan antara kedua

orangtua maka diadakan lamaran (biasanya harus ada gemblong

yaitu makanan yang terbuat dari ketan yang dihaluskan)

dilanjutkan dengan pernikahan dan upacara peresmian. Setelah

upacara perkawinan, malam harinya diadakan acara sholawatan.

Seminggu kemudian acara besanan yaitu dari pihak pengantin

perempuan berkunjung ke rumah pihak pengantin laki-laki. Semua

acara tersebut tidak lain untuk memohon agar kedua mempelai

diberi keselarasan sampai tua, mempererat hubungan dengan sanak

saudara dan mendapatkan keturunan baik yang diridhoi oleh Allah

SWT.

2) Upacara kematian

Bila seseorang meninggal dunia biasanya diadakan selamatan

yang bertujuan mendoakan agar yang meninggal tersebut dapat


72

diterima di sisi-Nya. Adapun kebiasaan-kebiasaan masyarakat

Desa Kirig dalam mengadakan selamatan yaitu dilakukan beberapa

kali antara lain: pada waktu meninggal dunia sampai tujuh harinya,

empat puluh hari setelah kematian, seratus hari setelah

kematiannya, dan seribu hari setelah kematiannya.

Selain dua upacara tersebut masih ada pranata budaya dalam

masyarakat, yaitu:

1) Nilai budaya

Masyarakat Desa Kirig semuanya memeluk Agama Islam

sehingga kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat

bernuansakan Islami.

2) Nilai kekerabatan

Nilai kekerabatan masyarakat di Desa Kirig cukup tinggi. Di

sana masih terdapat budaya gotong royong dan saling membantu

antar tetangga. Di sana juga terdapat arisan ibu-ibu, hal tersebut

dapat mempererat kekerabatan diantara anggotanya.

3) Nilai pendidikan/ pengetahuan

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Kirig tergolong rendah

yaitu prosentase tertinggi tingkat SD 47,11%. Akan tetapi

kesadaran akan pentingnya pendidikan sekarang kini mulai tumbuh

di masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan lebih tingginya tingkat

pendidikan anak dari pada pendidikan orangtua. Meskipun

demikian motivasi terhadap pendidikan non formal masih kurang


73

Di Desa Kirig tidak terdapat pendidikan non formal seperti

keaksaraan fungsional maupun pendidikan kesetaraan (Kejar Paket

A, B, C).

4) Nilai pemanfaatan waktu luang

Masyarakat Desa Kirig cenderung kurang memanfaatkan

waktu luang. Jika ada waktu luang biasanya ibu-ibu dan bapak-

bapak menghabiskan waktu tersebut dengan ngobrol atau ngerumpi

dengan tetangga. Hal lain yang dilakukan selain ngrumpi yaitu

menonton TV. Jika dulu sampai jam 20.00 WIB masih banyak

masyarakat yang berada di luar rumah (ngobrol dengan tetangga),

sekarang mulai jam 18.00 WIB sudah mulai jarang dijumpai orang

yang ada di luar rumah karena masing-masing rumah sudah

memiliki TV sehingga mereka menghabiskan waktu dengan

menonton TV. Akan tetapi pemanfaatan waktu luang biasa

dilakukan oleh anak laki-laki. Jika sore hari mereka bermain sepak

bola bersama-sama.

5) Nilai Perekonomian

Nilai perekonomian yang ada di Desa Kirig tergolong

kecukupan. Hal tersebut dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan

dasar yang baik dan mereka dapat membeli pakaian yang layak

pakai. Mata pencaharian masyarakat Desa Kirig bersifat heterogen,

yaitu sebagai buruh, wiraswasta, petani, swasta, dan pegawai

negeri. Berdasarkan tabel 6 di atas tentang jenis pekerjaan


74

masyarakat, prosentase tertinggi adalah buruh yaitu 40,02%,

kemudian wiraswasta 29,36%, petani 15,23%, swasta 13,98 %, dan

terakhir sebagai pegawai negeri 1,41%.

2. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu lima keluarga yang terdiri dari dua

keluarga yang suami istrinya menikah dini, dan tiga keluarga yang

perempuannya (istri) menikah dini. Dalam penelitian ini subjek penelitian

terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama adalah orangtua yang dulu

menikah dini dan kelompok kedua adalah informan anak (usia remaja) dari

keluarga pernikahan dini. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam

tabel identitas informan pertama berdasarkan umur, pendidikan dan

pekerjaan:

Tabel 7. Identitas Informan (Orangtua) Menurut Umur, Pendidikan, dan


Pekerjaan

No. Nama (Kode) Umur Umur Saat Pekerjaan Pendi


Sekarang Menikah dikan
1 Abdul Rochman 44 Tahun 25 Tahun Pedagang SD
(AR) dan
Shofiah (Sh) 35 Tahun 16 Tahun Pedagang SD
2 Nor Said (NS) dan 37 Tahun 23 Tahun Karyawan SD
Munzaro’ah (Mn) 30 Tahun 16 Tahun Wiraswasta SD
3 Suyatno (Sy) dan 39 Tahun 21 Tahun Karyawan SD
Murtiyah (Mr) 38 Tahun 19 Tahun Karyawati SD
Pabrik
4 Suaib Sukardi (SS) 35 Tahun 19 Tahun Buruh SD
dan Kasriah (Ks) 32 Tahun 16 Tahun Karyawati SD
Pabrik
5 Suroto (Sr) dan 40 Tahun 20 Tahun Supir SD
Asminah (As) 36 Tahun 16 Tahun Ibu rumah SD
tangga

Sumber: Wawancara Bulan April 2007


75

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa selisih umur antara

suami istri di atas paling tinggi AR dan Sh yaitu 9 tahun, kemudian NS

dan Mn 7 tahun, Sr dan As 4 tahun, SS dan Ks 3 tahun, dan terendah Sy

dan Mr 1 tahun. Dari lima keluarga empat keluarga semuanya bekerja dan

satu keluarga Sr dan As istrinya tidak bekerja. Dan berdasarkan tingkat

pendidikannya semuanya berpendidikan SD, hal ini tergolong tingkat

pendidikan yang rendah.

Informan keluarga pernikahan dini dilihat dari latar belakang alasan

menikah dini dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 8. Alasan menikah dini

No Orangtua Alasan menikah dini


1 AR dan Sh Dijodohkan orangtua, dan pendidikan yang
rendah
2 NS dan Mn Suka sama suka, pendidikan yang rendah
3 Sy dan Mr Budaya di masyarakat, dan pendidikan yang
rendah
4 SS dan Ks Budaya di masyarakat, dan pendidikan yang
rendah
5 Sr dan As Pendidikan yang rendah, dan masalah ekonomi

Sumber: Wawancara bulan April 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari lima keluarga

semuanya mengatakan bahwa salah satu alasan menikah dini adalah

pendidikan yang rendah. Sedangkan alasan yang lain yaitu AR dan Sh

karena dijodohkan orangtua, NS dan Mn karena merasa suka sama suka,

Sy dan Mr serta SS dan Ks sama-sama karena budaya di masyarakat,

kemudian Sr dan As karena masalah ekonomi.

Pernikahan yang bahagia tidak hanya cukup berdasarkan cinta tapi

juga didukung oleh faktor-faktor lain. Salah satunya adalah usia saat
76

pernikahan karena pernikahan dini selain memiliki keuntungan juga

memiliki kerugian yang perlu dipertimbangkan. Dalam kehidupan

masyarakat pedesaan usia saat menikah tidak begitu diperhatikan,

sehingga sering terjadi pernikahan dini. Pernikahan di bawah umur 21

tahun tergolong pernikahan dini. Hal tersebut sesuai UU Perkawinan No. 1

Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan seseorang yang belum

mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orangtua. Bapak

Sururi selaku Kepala KUA Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus

mengungkapkan:

“…menurut saya sesuai UU No.1 tahun 1974 bahwa bagi


mempelai putra maupun putrid yang belum berumur 21 tahun
harus ada ijin orangtua. Jadi pernikahan dini itu pernikahan calon
suami istri yang belum mencapai umur 21 tahun” (wawancara
tanggal 19 Mei 2007)

Berikut laporan hasil wawancara tentang pernikahan dini di Desa

Krig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Alasan atau faktor yang

mendorong terjadinya pernikahan dini menurut bapak Suyatno (informan

orangtua) yaitu:

“Alasan saya kawin muda karena orang desa itu umumnya begitu
jadi dari pada nanti jadi enggak baik lebih baik menikah, karena
saya umurnya sudah 20 tahun jadi lebih baik menikah” (wawancara
tanggal 19 Mei 2007).

Ungkapan tersebut berarti bahwa pernikahan dini terjadi karena

faktor budaya masyarakat yang kurang memperhatikan usia saat menikah.

Masyarakat menganggap bahwa jika seseorang sudah beranjak besar sudah

pantas untuk menikah.


77

Faktor pendidikan dan ekonomi juga berpengaruh terhadap

terjadinya pernikahan dini. Berikut ini ungkapan dari ibu Asminah

(informan orangtua):

“Aku kan gak iso nglanjutno sekolah tinggi dadine karena ekonomi
luwih becik aku nikah” (saya tidak bisa melanjutkan sekolah tinggi
karena ekonomi lebih baik saya nikah) (wawancara tanggal 18 Mei
2007).

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan terjadinya pernikahan

dini. Pendidikan yang rendah tersebut juga diakibatkan karena tingkat

ekonomi yang rendah pula.

Pernikahan dini memiliki keuntungan dan kerugian. Beberapa

informan mengungkapkan keuntungan dan kerugian yang mereka alami

karena menikah dini. Ungkapan bapak Abdul Rochman (AR):

“Keuntungannya nanti kalau sudah tua anak-anak kan masih muda


bisa melanjutkan sekolah tinggi terus meraih cita-cita. Kalau
kerugiannya dijodohkan orangtua tidak bisa pacaran lama terus
tidak bisa menikmati masa muda” (wawancara tanggal 05 Mei
2007).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Nor Said (NS) dalam

wawancara yaitu “Keuntungannya itu bisa mendampingi anak sekolah

sampai tinggi” (wawancara tanggal 29 April 2007). Keuntungan

pernikahan dini yaitu terkait dengan pendidikan formal anak, jadi sebelum

usia surut terbenam anak sudah selesai pendidikannya. Dengan kata lain

ketika anak menginjak pendidikan yang lebih tinggi, maka orangtua masih

kuat bekerja dan bisa membiayai pendidikan anak. Hal tersebut dipertegas

dengan pendapat dari Bapak Sururi selaku Kepala KUA Kecamatan

Mejobo Kabupaten Kudus:


78

“Dampak positifnya bagi anak ketika keluarga itu betul-betul


sakinah justru menurut saya lebih positif. Artinya ketika orang
punya anak lebih dini, maka masa anak di bawah tanggungan
orangtua akan lebih lama juga. Ketika anak sudah beranjak dewasa,
orangtua masih bisa membiayai pendidikannya. Kondisi seperti itu
lebih terasa di kalangan PNS, ketika orangtua sudah pensiun anak
sudah bisa berdiri sendiri. Tetapi semua itu sangat tergantung
keberhasilan ekonomi orangtua” (wawancara tanggal 19 Mei
2007).

Kerugian pernikahan dini tidak banyak dirasakan oleh informan.

Dari lima keluarga, empat pasangan yang menikah dini hanya merasakan

kerugian karena tidak bisa menikmati masa muda lebih lama. Sedangkan

satu keluarga yaitu bapak Suroto lebih merasakan kerugian dari

pernikahan dini, karena dalam keluarga ini terjadi poligami. Istri pertama

bapak Suroto (Sr) yaitu Ibu Asminah (As) menyatakan:

“Rumangsaku gak ono keuntungane, rugine yo masalah ekonomi


kurang terus aku kan duwe putra dadine aku repot belum siap
punya anak” (menurut saya tidak ada keuntungannya, ruginya ya
masalah ekonomi kurang lalu saya kan punya anak jadi saya repot
belum siap punya anak) (wawancara tanggal 18 Mei 2007).

Kerugian pernikahan dini yang dialami keluarga bapak Suroto yaitu

kurangnya ekonomi dan mengalami kerepotan mengasuh anak karena

merasa belum siap punya anak. Saat ini di keluarga tersebut memiliki dua

anak balita dari istri pertama (informan/ ibu Asminah) dan satu anak balita

dari istri keduanya. Kondisi seperti ini memiliki arti bahwa pernikahan

dini memiliki kerugian di belakang hari jika pasangan tersebut tidak bisa

memegang komitmen bersama, karena mereka menikah di usia remaja

yang pada dasarnya masih labil. Bapak Sururi selaku Kepala KUA

Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus mengungkapkan:

“Dampak negatifnya kalau kesehatan tidak dominan, tapi biasanya


orang menikah dini itu kadang-kadang nanti kalau keluarga sudah
79

berjalan 5-10 tahun biasanya ada gangguan” (wawancara tanggal


19 Mei 2007).

Berdasarkan pernyataan para informan dapat disampaikan bahwa

keuntungan pernikahan dini yag mereka rasakan lebih dominan pada

kemampuan untuk mendampingi anak melanjutkan pendidikan sampai

batas kemampuannya. Hal tersebut sangat tergantung pada tingkat

ekonomi keluarga. Sedangkan kerugian pernikahan dini antara lain kurang

menikmati masa muda, bagi pihak perempuan cenderung belum siap

memiliki anak, kurangnya pengetahuan dalam mendidik anak, dan

kesulitan ekonomi.

Setelah memaparkan tentang identitas informan orangtua dan latar

belakang mereka menikah dini, maka berikut disampaikan identitas

informan anak. Kelompok informan kedua adalah informan anak (usia

remaja) dari keluarga pernikahan dini. Kelompok ini untuk melengkapi

data dari kelompok pertama. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 9. Identitas Informan (Anak) Berdasarkan Umur dan Pendidikan

No. Nama (Kode) Orangtua Umur Pendidikan


1 Ulin Noor Hidayah AR dan Sh 18 tahun SMA
2 Laila Mudlikhah NS dan Mn 13 tahun SMP
3 Sisca Aprilianti Sy dan Mr 17 tahun SMP
4 Khusnul Khotimah SS dan Ks 15 tahun SMP
5 Riyan Andreyanto Sr dan As 19 tahun SMA

Sumber: Wawancara Bulan April 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan

informan anak lebih tinggi dari orangtua. Hal tersebut menunjukkan

bahwa aspirasi pendidikan dari orangtua terhadap anak sudah tinggi.


80

Setiap orangtua menginginkan masa depan anaknya akan lebih baik dari

orangtuanya.

Selain informan utama, dalam penelitian ini terdapat informan

pendukung yang sangat berguna untuk kepentingan triangulasi data.

Informan tersebut yaitu tokoh masyarakat yang terdiri dari kepala KUA

Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dan Kaur Kesra. Identitas informan

tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 10. Identitas Informan Pendukung Berdasarkan Pendidikan dan


Jabatannya dalam masyarakat.

No Nama Pendidikan Jabatan


1 Drs. H. Sururi S1 Kepala KUA
2 Subhan SD Kaur Kesra

Sumber: Wawancara bulan Mei 2007.

3. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan


Dini

Berikut ini disajikan data setelah dilakukan proses pengumpulan data

dan pemilihan data melalui reduksi. Setelah data terkumpul dan direduksi,

berikut ditampilkan data yang disusun dalam bentuk tabel sebagai berikut:
81

Tabel 11. Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini

No Informan Proses sosialisasi Sosialisasi dengan Sistem sosial


oleh orangtua lingkungan anak
sekitar oleh anak
1 AR dan Sh Memberikan Mempelajari Anak lebih
(orangtua) contoh perilaku lingkungan sekitar, sering di
Ulin (anak) pada anak; memba komunikasi dengan dalam rumah
tasi pergaulan anak; orangtua baik, dan dari pada
mengajarkan sopan sering curhat bermasyara
santun, sholat, pen dengan ibu. kat,hubungan
didikan agama, orangtua
kedisiplinan dan dengan anak
pekerjaan rumah; dekat.
mendidik berdasar
kan agama islam
dengan cara otokra
tik demokratik
2 NS dan Mn Membimbing anak Beinteraksi dengan Anak lebih
(orangtua) bergaul di masyara lingkungan sekitar sering di
Laila kat; tidak membata tapi lebih banyak di dalam rumah
(anak) si pergaulan anak; rumah, komunikasi dari pada ber
mengajarkan sopan dengan orangtua masyarakat,
santun, pekerjaan kurang baik hanya anak lebih
rumah tangga, disip cerita masalah dekat dengan
lin, dan pendidikan pelajaran. ibu, anak me
agama diserahakan miliki watak
pada sekolah aga yang keras,
ma; dididik secara disiplin.
otoriter.
3 Sy dan Mr Membimbing anak Diajarkan orangtua Anak sangat
(orangtua) bergaul di masyara cara bermasyarakat, pendiam,
Sisca kat dengan memba cenderung pendiam jarang berma
(anak) tasi pergaulannya; baik di rumah atau syarakat, dan
mengajarkan sopan di masyarakat, anak lebih
santun, masalah tidak pernah curhat dekat dengan
agama, jangan som dengan orangtua. ibu.
bong, jujur, dan
baik dengan orang
lain; dididik secara
otoriter.
4 SS dan Ks Menyuruh anak ber Mengikuti tingkah Anak sering
(orangtua) gaul dengan orang laku orangtua yang berkumpul de
Khusnul yang baik; memba baik, sering kumpul ngan tetang
(anak) tasi pergaulan anak dengan tetangga, ga, anak
terhadap anak laki- komunikasi dengan lebih dekat
laki; mengajari so orangtua kurang dengan ibu,
pan santun, masak, baik, dan curhat kurang
pekerjan rumah dengan ibu. disiplin.
tangga, sholat, dan
pendidikan agama
diserahkan pada
sekolah agama; didi
dik secara otoriter.
5 Sr dan As Anak dibiarkan saja Adaptasi dengan Anak banyak
(orangtua) asal patuh dengan lingkungan dan bermasyaraka
Andre orangtua; tidak kebiasaan yang ada t, anak lebih
(anak) membatasi pergau di sana, bermasya dekat dengan
lan anak; menga rakat, kamunikasi ibu.
jarkan sopan santun dengan orangtua
pekerjaan rumah kurang baik, curhat
tangga, dan masa dengan ibu.
lah agama diserah
kan pada sekolah
agama; dididik
secara demokrasi
mendekati permisif

Sumber: Wawancara bulan April-Mei 2007


82

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa proses sosialisasi

yang dilakukan oleh orangtua (keluarga pernikahan dini) dari lima

keluarga, tiga keluarga melakukan dengan membimbing anak

bermasyarakat, satu keluarga (AR dan Sh) melakukan dengan memberikan

contoh-contoh perilaku yang baik, dan satu keluarga lainnya (Sr dan As)

menyatakan anak dibiarkan saja tapi dengan memantaunya jika sudah

patuh dengan orangtua dibiarkan saja. Berikut uraian yang dapat

disampaikan berdasarkan tabel di atas:

Hasil wawancara tentang proses sosialisasi anak dalam keluarga dari

tabel 11 di atas dapat disampaikan bahwa menurut orangtua hubungannya

dengan anak berjalan baik karena anak lebih banyak menghabiskan waktu

di rumah, tetapi komunikasi yang terjalin antara orangtua dan anak dari

lima keluarga informan bervariasi yaitu ada yang baik dan ada yang

kurang baik. Menurut anak, dalam proses belajar menyesuaikan diri

dengan lingkungannya anak belajar dengan mencontoh orangtuanya.

Pola pendidikan dalam keluarga yang digunakan oleh keluarga

pernikahan dini (informan) lebih banyak ke arah otoriter. Pendekatan

otoriter adalah cara mendidik yang bersifat keras atau tegas dan harus

dilakukan oleh anak setelah diperintahkan. Pola ini dapat menghambat

anak dalam berkreasi karena dibatasi dalam berpendapat. Berikut

penuturan dari informan yang peneliti wawancarai Bapak Nor Said dan

istrinya Munzaro’ah (NS dan Mn) yaitu “Orangtua memantau anak dan

anak harus patuh sama orangtua” (wawancara tanggal 29 April 2007).


83

Sedangkan menurut Laila (anak NS dan Mn), “Saya harus menuruti apa

kata orangtua, tapi kalau masalah pendidikan diberi kesempatan

berpendapat” (wawancara tanggal 29 April 2007). Dalam keluarga ini (NS

dan Mn), pola pendidikan yang di gunakan lebih cenderung otoriter, jadi

anak harus patuh pada orangtua. Tetapi dalam keluarga tersebut anak

masih bisa berpendapat dalam pendidikan karena orangtua memiliki

tingkat pendidikan yang rendah sehingga kurang mengetahui tentang

pendidikan.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh bapak Suyatno (Sy) “

Kalau cara mendidik anak itu menurut saya harus disiplin dan tegas untuk

memberi pengertian pada anak”. Dan Sisca (anak Sy) mempertegas

dengan menyatakan “Dididik harus patuh tapi kalau tentang sekolah boleh

berpendapat” (wawancara 19 Mei 2007). Jadi dalam keluarga ini

menggunakan pola pendidikan otoriter, tetapi dalam bidang pendidikan

anak bisa berpendapat.

Sikap otoriter yang diterapkan oleh orangtua akan membuat anak

menjadi manusia yang pasif. Hal tersebut terbukti dari keluarga

pernikahan dini yang menerapkan pola otoriter membuat anak menjadi

pendiam dan kurang bergaul di masyarakat.

Anak diberi kesempatan berpendapat dalam hal pendidikan. Hal

tersebut karena tingkat pendidikan orangtua yang rendah sehingga kurang

memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang dunia pendidikan. Seperti

yang diungkapkan oleh Laila:


84

“Saya harus menuruti apa kata orangtua, tapi kalau masalah


pendidikan diberi kesempatan berpendapat” (wawancara tanggal
29 April 2007).

Semua informan anak menyatakan bahwa mereka diberi kesempatan

berpendapat dalam bidang pendidikan.

Kegitan dalam proses sosialisasi yaitu belajar, penyesuaian diri, dan

pengalaman mental. Pengalam mental merupakan pengalaman seseorang

yang akan membentuk suatu sikap pada diri seseorang dimana didahului

oleh sikap terbentuknya suatu kebiasaan yang menimbulkan reaksi yang

sama terhadap masalah yang sama. Anak belajar tentang nilai-nilai

(agama), sopan santun, dan tata krama dalam keluarga. Ada anak yang

belajar dari orangtua dan ada anak yang belajar sendiri melalui

penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekitarnya. Seperti yang dikatakan

oleh Ulin (wawancara 05 Mei 2007), yaitu:

“Dalam keluarga, orangtua mengajarkan masalah agama, tata


krama, dan pergaulan. Saya berusaha mempelajari lingkungan
sekitar” .

Pernyataan Ulin tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan

orangtuanya (AR dan Sh) sebagai berikut:

“Kalau menurut ibu diajari sholat, bantu orangtua, nyapu, ngepel,


nyuci, terus diajari tata krama supaya anak manut sama orangtua”
(wawancara 05 Mei 2007).

Pernyataan dari Andre juga tidak jauh berbeda dengan pernyataan

Ulin, yaitu:

“Dalam keluarga belajar banyak, mulai dari segi moral, religi, dan
sosialisasi di masyarakat juga diajarkan oleh orangtua saya”
(wawancara 18 Mei 2007).
85

Pernyataan Andre tersebut sesuai dengan pernyataan orangtuanya (Sr dan

As) sebagai berikut:

“Yo diajari masalah toto krama, sopan santun, nyapu, ngepel, lan
masalah agama neng omah tak bimbing neng ngajinan dibimbing
gurune (ya diajari masalah tata krama, sopan santun, nyapu,
ngepel, dan masalah agama di rumah saya bimbing kalau di
ngajinan/ tempat ngaji dibimbing gurunya)” (wawancara 18 Mei
2007).

Sosialisasi merupakan proses belajar yang membimbing anak ke arah

perkembangan kepribadian sosial. Perkembangan sosial anak sangat

dipengaruhi perlakuan dan bimbingan orangtua terhadap anak. Orangtua

yang menikah dini (informan) mendidik anak sebisa mereka sesuai

kemampuan yang dimiliki.

Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa sosialisasi yang

dilakukan oleh anak dari keluarga pernikahan dini dalam keluarga berjalan

kurang baik. Hal tersebut terbukti dari lima keluarga informan, empat

keluarga menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin antara orangtua

dan anak kurang baik, karena anak tidak banyak diberi kesempatan untuk

berpendapat dan sosialisasi anak di masyarakat juga kurang karena anak

lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

4. Permasalahan Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini

Remaja sebagai individu sedang mengalami perkembangan ke arah

kematangan atau kemandirian. Pada masa ini anak mengalami perubahan

baik secara fisik maupun psikis. Perubahan tersebut dapat menimbulkan

masalah bagi diri anak jika dia tidak mampu menyesuaikan diri terhadap

perubahan tersebut.
86

Usia remaja membutuhkan perhatian lebih dari orangtua dalam

membimbing anaknya. Anak hendaknya bersikap terbuka terhadap

orangtua, dan orangtua hendaknya dapat menjadi teman bagi anaknya.

Akan tetapi dari lima keluarga yang peneliti teliti hanya ada satu keluarga

yang bersifat terbuka antara anak dan orangtua yaitu keluarga Bapak

Abdul Rochman (AR). Sedangkan keluarga lainnya tidak tahu masalah

yang dihadapi anak. Mereka hanya memperhatikan masalah akademik.

Berikut ungkapan dari Sh (istri AR):

“Cerita sama ibu masalah di sekolah sama teman-temannya”


(wawancara tanggal 05 Mei 2007).

Ulin (anak AR) mengungkapkan tentang masalahnya “Iya sering cerita

sama ibu masalah sekolah, masalah dengan teman-teman” (wawancara

tanggal 05 Mei 2007). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa

dalam keluarga AR anak lebih dekat dengan ibu, karena anak lebih sering

cerita dengan ibu dari pada ayah.

Keluarga yang lain menyatakan bahwa mereka tidak banyak tahu

tentang masalah anak kecuali masalah akademik. Seperti yang

diungkapkan bapak Suyatno (Sy) yaitu:

“Permasalahan anak saya kurang mengetahui, terus terang anak


saya itu pendiam tapi kalau masalah di sekolah itu masalah
nilainya yang jelek yaitu Bahasa Inggris” (wawancara tanggal 19
Mei 2007).

Pernyataan tersebut juga ditanggapi oleh Sisca (anak Sy) “Iya cerita

masalah pelajaran” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).


87

Pernyatan di atas telah mewakili pernyataan dari informan lainnya,

karena hampir semuanya menyatakan tidak mengetahui masalah anak

kecuali tentang pelajaran.

Sebenarnya bukan kesalahan orangtua sepenuhnya jika mereka tidak

mengetahui permasalahan anak, karena anak sendiri tidak mau cerita

kepada orangtua. Ada beberapa alasan yang mereka sampaikan antara lain

karena malu, canggung dan karena tidak terbiasa cerita dengan orangtua.

Seperti pernyatan dari Sisca (anak Sy) “Saya tidak pernah curhat dengan

orangtua” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).

Beberapa informan anak (Ulin, Laila, Sisca, dn Khusnul)

menyatakan bahwa mereka tidak memiliki masalah besar. Yang mereka

alami hanya masalah kecil, seperti masalah pelajaran, bertengkar dengan

adik, dan masalah dengan teman. Dan masalah tersebut dapat diselesaikan

dengan baik.

Masalah perubahan fisik dapat informan atasi dengan baik, akan

tetapi perubahan psikis yaitu emosi yang tinggi benar-benar butuh

pengendalian. Bagi informan yang masih duduk di bangku SMP belum

begitu merasakan perubahan emosi yang tinggi. Akan tetapi bagi informan

yang duduk di bangku SMA benar-benar merasakannya. Berikut

pernyataan dari Andre:

“Sebagai remaja saya belum punya kesabaran yang cukup jadi


untuk memecahkan masalah di masyarakat itu emosi saya masih
meledak-ledak jadi sulit sekali untuk memecahkan masalah di
masyarakat” (wawancara tanggal 18 Mei 2007).
88

Orangtua Andre (ibu Asminah) menanggapi masalah anaknya tersebut

dengan memberian teguran dan nasihat, berikut pernyataannya “Misale

duwe masalah tak seneni yo tak nasihati (Misalnya punya masalah

dimarahi dan dinasihati)” (wawancara tanggal 18 Mei 2007). Pernyataan

tersebut menunjukkan bahwa pada usia remaja terjadi emosi yang tinggi

dan belum stabil, jadi anak membutuhkan bimbingan orangtua.

5. Upaya Orangtua Keluarga Pernikahan Dini dalam Mengatasi


Permasalahan Anak Usia Remaja

Orangtua dalam membantu mengatasi masalah remaja ada tiga cara

yaitu, preventif, represif, dan kuratif. Preventif merupakan bentuk

pengarahan kepada anak. Represif merupakan pemberian hukuman kepada

anak. Sedangkan kuratif merupakan pembinaan atau rehabilitasi jika upaya

preventif dan represif tidak dapat digunakan.

Upaya yag digunakan oleh orangtua keluarga pernikahan dini yaitu

dari lima keluarga ada tiga keluarga yang menggunakan preventif dan

kuratif. Sedangkan dua keluarga lainnya menggunakan upaya preventif

saja. Upaya kuratif tidak mereka lakukan karena sejauh ini anak mereka

masih patuh terhadap orangtua dan masih dapat dinasihati. Seperti yang

diungkapkan oleh bapak Suyatno (Sy):

“Selama ini anak saya tidak punya masalah, tapi kalau punya
masalah saya kasih saran dan jalan keluar yang lebih baik”
(wawancara tanggal 19 Mei 2007).

Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Sisca (anak Sy)

“Orangtua saya memberi nasihat” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).


89

Ungkapan tersebut menunjukkan bentuk kasih sayang dan

perhatian orangtua terhadap anak. Meskipun anak tidak cerita kepada

orangtua tentang masalahnya tapi orangtua selalu memberikan nasihat-

nasihat dengan harapan agar anak menjadi orang yang baik.

Berdasarkan uraian tentang permasalahan anak usia remaja dalam

keluarga pernikahan dini dan upaya orangtua dalam mengatasi

permasalahan tersebut di atas, maka dapat ditampilkan dalam bentuk tabel

sebagai berikut:

Tabel 12. Permasalahan Anak Usia Remaja dan Upaya dalam


Mengatasinya

No Informan Permasalahan anak Upaya orangtua dalam


usia remaja mengatasi masalah anak
1 AR dan Sh Masalah pelajaran, Preventif dan represif
(orangtua) masalah dengan teman
Ulin (anak)
2 NS dan Mn Iri dengan adik, Preventif
(orangtua) masalah pelajaran,
Laila (anak) bertengkar dengan
teman sekolah
3 Sy dan Mr Masalah di rumah Preventif dan represif
(orangtua) sudah mulai berani
Sisca (anak) membantah orangtua,
tertutup (pendiam),
masalah pelajaran
4 SS dan Ks Kadang bertengkar Preventif dan represif
(orangtua) dengan tante, mulai
Khusnul (anak) berani membantah,
masalah dengan teman
masalah pelajaran
5 Sr dan As Mulai berani memban Preventif
(orangtua) tah, emosi tinggi,
Andre (anak) masalah biaya sekolah
yang kurang

Sumber: Wawancara bulan April-Mei 2007


90

6. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam


Keluarga Pernikahan Dini

Proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancar karena adanya sejumlah

kendala yang dihadapi anak. Akan tetapi jika anak tidak merasakan

kendala berarti anak tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik

terhadap lingkungan sekitarnya. Berikut pernyataan dari Ulin tentang

kendala yang dihadapi selama proses sosialisasi:

“Kendala yang dihadapi kadang ada, misalnya masalah


perbedaan pendapat dengan tetangga” (wawancara tanggal 05
Mei 2007).

Usia remaja membuat anak mulai berani berekspresi, mereka juga

mulai merasakan lingkungan sekitarnya apakah sesuai dengan dirinya atau

tidak. Jika Ulin merasa bahwa perbedaan pendapat dengan masyarakat

menjadi kendala, lain halnya dengan Sisca. Dia merasa bahwa kendala

yang dihadapi dalam proses sosialisasi yaitu sifatnya yang pendiam.

Dalam wawancara dia menyebutkan bahwa dia ingin memperbaiki diri tapi

merasa malu. Berikut pernyataan Sisca:

“Saya sulit bergaul dengan tetangga karena saya pendiam. Saya


ingin memperbaiki diri tapi saya malu” (wawancara tanggal 19
Mei 2007).

Pernyataan tersebut dipertegas dengan pernyataan bapak Suyatno

(orangtua Sisca) tentang kendala sosialisasi yang dihadapi anaknya “Ada,

dia itu pendiam jadi wawasannya kurang” (wawancara tanggal 19 Mei

2007).
91

Berbeda dengan pernyataan dua informan (anak) di atas, Andre

merasa bahwa yang menjadi kendala dalam proses sosialisasi adalah

emosinya yang tinggi. Pada usia remaja, anak memang akan merasa

emosinya tinggi dan belum stabil. Seperti yang diungkapkan Andre, yaitu:

“Kendalanya banyak, tapi saya tidak bisa menyebutkan satu


persatu karena saya baru remaja ini masuk di masyarakat secara
utuh, contohnya sebagai remaja saya belum punya kesabaran
yang cukup jadi untuk memecahkan masalah di masyarakat itu
emosi saya masih meledak-ledak jadi sulit untuk memecahkan
masalah di masyarakat. (wawancara tanggal 18 Mei 2007).

Dari pernyataan Andre dapat diketahui bahwa dia mengalami kendala

dalam bersosialisasi di masyarakat. Akan tetapi ibu Asminah (orangtua

Andre) menyatakan “Ora ngerti (tidak tahu)” (wawancara tanggal 18 Mei

2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam keluarga ini orangtua

kurang memperhatikan anak dalam bergaul di masyarakat. Perhatian

orangtua pada anak kurang karena pekerjaan Sr (ayah Andre) sebagai supir

antar kota dan pulau menyita banyak waktu sehingga perhatian pada anak

berkurang.

Pernyataan yang disampaikan informan yang lain Laila yaitu:


“Kalau dengan tetangga jarang kumpul, saya lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah” (wawancara tanggal 29 April
2007).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi Laila

yaitu sikapnya yang tidak mau berkumpul dengan masyarakat. Hal

tersebut diperkuat dengan pernyataan NS (ayah Laila) “Anaknya keras”

(wawancara tanggal 29 April 2007).


92

Berbeda dengan Liala, Khusnul sering bergaul dengan masyarakat

di sekitarnya dan dia tidak merasakan kendala karena komunikasi dengan

masyarakat terjalin baik. Hal tersebut diungkapkan Khusnul “Tidak ada

kendala, komunikasinya baik” (wawancara tanggal 29 April 2007).

Berdasarkan pernyataan para informan (anak) di atas dapat

disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi yaitu perbedaan pendapat

dengan masyarakat sekitar, sifat individu yang pendiam, dan emosi remaja

yang tinggi dan belum stabil. Kendala tersebut belum dapat mereka atasi

dan karena itu mereka memilih untuk lebih banyak di rumah. Orangtua

mereka juga tidak mengetahui kendala yang dihadapi anak dalam

bersosialisasi di masyarakat. Dari lima keluarga, empat orangtua

menyatakan tidak ada kendala dan ada yang menyatakan tidak tahu. Hal

tersebut karena komunikasi antara orangtua dan anak kurang baik sehingga

orangtua tidak tahu kendala yang dihadapi anak dalam bersosialisasi di

masyarakat. Sedangkan satu keluarga lainnya yaitu bapak Suyatno

menyatakan tentang kendala sosialisasi anaknya (Sisca) yaitu “Ada, dia itu

pendiam jadi wawasannya kurang” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).

Bapak suyatno mengatakan seperti itu karena dia tahu bahwa sifat anaknya

pendiam sehingga sulit bergaul di masyarakat. Hal tersebut dipertegas oleh

pernyataan Sisca “Saya sulit bergaul dengan tetangga karena saya

pendiam” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).

Selain masalah kendala, dalam proses sosialisasi juga terdapat hal-

hal yang mendukung sehingga mempermudah anak dalam menyesuaikan


93

diri terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga. Menurut

informan (orangtua), pendukung dalam proses sosialisasi anak lebih

cenderung kesifat anak. Seperti yang diungkapkan bapak Abdul Rochman

tentang anaknya (Ulin) “Dia selalu patuh sama saya dan menghormati

orangtua” (wawancara tanggal 05 Mei 2007). Sedangkan menurut Ulin hal

yang mendukung dalam proses sosialisasi yaitu “Saya mematuhi norma-

norma yang ada di masyarakat” (wawancara tanggal 05 Mei 2007).

Hal yang sama juga disampaikan oleh bapak Suyatno tentang

anaknya (Sisca) “Selama ini anak saya patuh dan saya beri wawasan

supaya baik dengan lingkungannya” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).

Dan Sisca sendiri menyatakan “Saya mematuhi saja norma-norma di

masyarakat ini” (wawancara tanggal 19 Mei 2007).

Jika dua keluarga di atas menyatakan bahwa hal yang mendukung

dalam proses sosialisasi anak adalah sikap yang patuh, maka bapak Suaib

(SS) menyatakan “Hal yang mendukung sosialisasi anak itu tingkah laku

anak yang baik” (wawancara 29 April 2007). Sedangkan Khusnul (anak

SS) menyatakan hal yang mendukung sosialisasi adalah “Norma yang ada

di masyarakat mudah dipatuhi” (wawancara 29 April 2007). Berdasarkan

pernyatan tersebut dapat diketahui bahwa tingkah laku anak yang baik dan

norma yang mudah dipatuhi juga mendukung dalam proses sosialisasi.

Pendukung proses sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini

yang disampaikan oleh para informan (anak) juga tidak jauh berbeda

dengan yang disampaikan oleh orangtua yaitu sikap mereka yang patuh
94

terhadap orangtua dan norma-norma yang ada di masyarakat. Seperti yang

disampaikan oleh Laila, yaitu:

“Ada, dukungan dari teman-teman, norma di masyarakat mudah


dipatuhi, dan saya menyerap sendiri norma di masyarakat”
(wawancara tanggal 29 April 2007).

Sedangkan orangtua Laila (NS dan Mn) menyatakan “Anak saya selalu

disiplin” (wawancara tanggal 29 April 2007).

Selain sikap yang patuh, dari pernyataan di atas juga dapat

disampaikan bahwa anak belajar sendiri dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Berikut pernyataan dari Andre:

“Kalau hal yang mendukung untuk proses sosialisasi di


masyarakat itu saya lakukan secara alamiah, jadi masyarakat
melakukan apa saya reflek untuk melakukan itu juga dan saya
mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat” (wawancara tanggal
18 Mei 2007).

Pendukung proses sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini

yang disampaikan oleh para informan yaitu sikap anak yang patuh

terhadap orangtua dan norma-norma, menghormati orangtua, disiplin, dan

sikap anak yang mau belajar dari orang lain di sekitarnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditampilkan tabel sebagai

berikut:
95

Tabel 13. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi

No Informan Menurut orangtua Menurut anak


1 AR dan Sh Tidak ada kendala, Kendalanya masalah
pendukungnya anak perbedaan pendapat
patuh dan menghormati dengan orang di
orangtua. sekitar, dan
pendukungnya
mematuhi norma-
norma yang ada di
masyarakat.
2 NS dan Mn Sifat anak yang keras Dukungan dari
menjadi kendala, dan teman-teman, norma
pendukungnya anak di masyarakat mudah
disiplin. dipatuhi.
3 Sy dan Mr Sifat anak yang Kendalanya sulit
pendiam menjadi bergaul (pendiam),
kendala, dan dan pendukung
pendukungnya anak nya patuh terhadap
patuh. norma.
4 SS dan Ks Tidak ada kendala, Tidak ada kendala,
pendukungnya tingkah dan pendukungnya
laku anak baik. patuh terhadap
norma.
5 Sr dan As Tidak ada kendala, Kendalanya emosi
pendukungnya anak tinggi, dan pendukung
patuh dengan orangtua. nya mudah beradaptasi
dengan lingkungan.

Sumber: Wawancara bulan April-Mei 2007

B. Pembahasan

Pengasuhan orangtua pada hakekatnya adalah proses sosialisasi antara

orangtua dengan anak-anaknya dan proses sosialisasi keluarga dalam

lingkungan masyarakat. Dalam bersosialisasi terdapat kegiatan penyesuaian

diri terhadap lingkungan sekitar. Untuk menyesuaikan diri tersebut perlu

adanya kontak sosial yang berupa komunikasi dan saling berinteraksi. Jika hal

tersebut telah dilakukan, maka telah terjadi proses sosialisasi dalam keluarga.
96

Kemudian secara bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan proses

sosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Susanto (1983:12) yang menyatakan bahwa sosialisasi ialah proses

yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana

cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan

berfungsi dalam kelompoknya.

Keluarga sebagai lembaga yang pertama dan utama dalam mendidik dan

mengasuh anak agar memiliki sikap-sikap dan kepribadian yang menjadi

harapan orangtua seharusnya dimulai sejak anak masih kecil sampai dewasa

baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendidikan secara langsung

yaitu jika anak mendapatkan bimbingan dan pengarahan positif dari orangtua.

Sedangkan pendidikan tidak langsung yaitu jika anak ditempatkan untuk

menilai dari kesalahan orang lain baik kesalahan dari anggota keluarga

maupun kesalahan dari masyarakat, jadi anak lebih cenderung belajar sendiri

dengan melihat tingkah laku orang di sekitarnya.

1. Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan


Dini

J. Clausen (Yusuf, 2004:123) mendiskripsikan tentang upaya yang

dilakukan orangtua dalam rangka sosialisasi, yaitu:

a. Memberikan makanan dan memelihara kesehatan fisik anak

b. Melatih dan menyalurkan kebutuhan fisiologis: toilet training (melatih

membuang air besar/kecil), menyapih dan memberikan makanan padat.

c. Mengajar dan melatih keterampilan berbahasa, persepsi, fisik, merawat


97

diri dan keamanan diri.

d. Mengenalkan lingkungan kepada anak: keluarga, sanak keluarga,

tetangga dan masyarakat sekitar.

e. Mengajarkan tentang budaya, nilai-nilai (agama) dan mendorong anak

untuk menerimanya sebagai bagian dirinya.

f. Mengembangkan keterampilan interpersonal, motif, perasaan, dan

perilaku dalam berhubungan dengan orang lain.

g. Membimbing, mengoreksi, dan membantu anak untuk merumuskan

tujuan dan merencanakan aktivitasnya.

Upaya yang dilakukan orangtua dalam proses sosialisasi di atas

dilakukan sejak anak masih kecil sampai dewasa. Proses sosialisasi yang

dilakukan oleh orangtua (keluarga pernikahan dini) dari lima keluarga

informan, tiga keluarga melakukan dengan membimbing anak

bermasyarakat, satu keluarga (AR dan Sh) melakukan dengan memberikan

contoh-contoh perilaku yang baik, dan satu keluarga lainnya (Sr dan As)

menyatakan anak dibiarkan saja tapi dengan memantaunya jika sudah

patuh dengan orangtua dibiarkan saja.

Setiap keluarga menganut agama sehingga anak akan dididik dan

dibina sesuai dengan ajaran agama dalam keluarga. Agama Islam

umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat orang Jawa

(Koentjaraningrat, 1983:339). Pada penelitian ini semua informan

beragama islam sehingga anak dibiasakan dan diajarkan untuk

melaksanakan sholat lima waktu, mengaji dan melaksanakan kegiatan


98

agama lainnya. Dalam agama Islam menurut El-jazairi (1993:94), bahwa

seorang anak bertindak sopan santun kepada kedua orangtua dengan etika

sebagai berikut:

a. Menaati keduanya dalam segala perintah dan larangannya dalam hal

yang tidak merupakan maksiat kepada Allah dan dalam hal yang

bertentangan dengan syariat-Nya.

b. Menjunjung dan menghormati keduanya.

c. Berbuat baik kepada kedua orangtua semampunya, seperti memberi

makan, pakaian, pengobatan, dan sebagainya.

d. Mendoakan dan memohon ampunan dengan keduanya, memenuhi

janjinya, dan menghormati sahabatnya.

Selain etika di atas, dalam masyarakat Jawa bahasa Jawa Krama

dipergunakan untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab tetapi

sebaya dalam umur maupun derajat dan juga terhadap orang yang lebih

tinggi umur serta status sosialnya (Koentjaraningrat, 1983:323). Namun

dari wawancara dan observasi yang penulis lakukan diketahui bahwa etika

tersebut masih kurang dipatuhi. Hal tersebut terbukti saat waktu sholat tiba

anak-anak masih nonton TV padahal orangtua sudah mengingatkan, dan

semua anak (informan) tidak ada yang menggunakan bahasa Jawa Krama

pada orangtuanya. Dalam sehari-hari mereka menggunakan bahasa Jawa

Ngoko untuk berbicara dengan orangtuanya.

Rendahnya tingkat pendidikan orangtua mempengaruhi dalam

mendidik anak. Hal tersebut seperti pendapat Moh. Jusuf Hanafiah


99

(dellyana, 1988:174) yang menyatakan bahwa kawin pada usia muda

berarti wanita tersebut paling tinggi baru memperoleh pendidikan 9 tahun,

pendidikan pada wanita mempengaruhi beberapa hal diantaranya

pendidikan anak-anak. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, dari

lima keluarga informan semua orangtua berpendidikan SD. Orangtua

mendidik anak didasarkan pada pengalaman yang diperoleh dari

orangtuanya. Sebagian besar informan anak menyatakan bahwa mereka

lebih banyak dididik secara tidak langsung, jadi mereka belajar dengan

melihat atau mencontoh apa yang mereka lihat di sekitarnya. Sedangkan

orangtua mengawasi mereka, jika mereka melakukan hal yang salah atau

melanggar norma-norma di masyarakat, maka orangtua akan menegur dan

menasihati.

Budi pekerti anak merupakan bentuk tingkah laku atau watak

seseorang yang berkaitan dengan baik atau buruk, terpuji dan tercelanya

tingkah laku seseorang. Budi pekerti anak tercermin dari sikap dan

pergaulannya sehari-hari, sikap terhadap orangtua, guru, teman, saudara,

masyarakat maupun sikap terhadap alam. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Replein (Ahmadi dan Munawar, 2005:176) yang mengutarakan

bahwa watak terbentuk dan berkembang di bawah pengaruh faktor

lingkungan, yaitu hubungan dengan ibu, ayah, guru, dan masyarakat,

terutama pengaruh belajar dan pendidikan. Selain itu pengalaman juga

mempengaruhi pembentukan watak seseorang. Sikap tersebut tidak hanya


100

terbatas pada tingkah lakunya namun juga bagaimana mereka berbahasa

terhadap orang-orang di sekitarnya.

Proses sosialisasi yang dilakukan oleh orangtua dan anak dari

keluarga pernikahan dini dalam keluarga berjalan kurang baik. Hal

tersebut terbukti dari komunikasi yang terjalin kurang baik antara orangtua

dengan anak, yaitu sikap anak yang kurang terbuka dengan orangtua, dan

kurangnya perhatian orangtua pada anak.

2. Permasalahan Anak Usia Remaja dalam Keluarga Pernikahan Dini

Permasalahan anak usia remaja yang diketahui dari lima informan

anak yaitu masalah fisik, kurang bersosialisasi dengan masyarakat

setempat (pendiam), dan masalah emosi yang tinggi. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Soekanto (2004:50) yang mengungkapkan bahwa dari

delapan masalah anak usia remaja diantaranya yaitu masalah perasaan dan

penyerasian sosial. Berkaitan dengan kurangnya bersosialisasi, dari lima

informan anak tiga anak menyatakan bahwa mereka jarang bergaul

dengan tetangga di sekitarnya. Hal tersebut karena di lingkungan sekitar

mereka hampir tidak ada anak yang seusia mereka, jadi mereka lebih

banyak menghabiskan waktu di rumah. Sikap anak yang pendiam karena

kurang bersosialisasi dengan masyarakat tersebut merupakan suatu

masalah. Orangtua mereka menganggap hal tersebut baik untuk anak

karena tingkah laku anak dalam keluarga baik. Akan tetapi bagi

masyarakat di lingkungan sekitarnya menganggap bahwa anak tersebut


101

adalah anak yang pendiam dan tidak berani berkumpul dengan orang

banyak.

Sikap anak yang kurang bersosialisasi dengan masyarakat tersebut

dapat berdampak pada psikis anak. Anak akan menjadi orang yang minder

dan takut menghadapi orang lain di luar anggota keluarganya. Mereka juga

akan merasa kepercayaan diri mereka kurang. Hal tersebut dapat

menghambat kemajuan anak ke arah yang positif. Misal anak akan malu

jika disuruh tampil di depan kelas, dan anak akan takut untuk

mengeluarkan pendapat di dalam kelas. Oleh karena itu perlu adanya

motivasi dari diri anak dan dari orangtua untuk mengubah sikap tersebut.

3. Upaya Orangtua Keluarga Pernikahan Dini dalam Mengatasi


Permasalahan Anak Usia Remaja

Upaya yang digunakan oleh orangtua keluarga pernikahan dini yaitu

dari lima keluarga ada tiga keluarga yang menggunakan preventif dan

kuratif. Sedangkan dua keluarga lainnya menggunakan upaya preventif

saja. Upaya kuratif tidak mereka lakukan karena sejauh ini anak mereka

masih patuh terhadap orangtua dan masih dapat dinasihati.

Upaya yang dilakukan oleh informan (orangtua) dalam mengatasi

masalah anaknya yaitu menasihati anaknya untuk bergaul dengan

masyarakat di sekitarnya agar wawasannya berkembang. Hal tersebut

merupakan jenis upaya preventif.


102

4. Kendala Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga


Pernikahan Dini

Proses sosialisasi tidak selalu berjalan mulus tetapi ada kendala yang

dihadapi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kendala

yang dihadapi anak dalam bersosialisasi yaitu perbedaan pendapat dengan

masyarakat sekitar, sifat individu yang pendiam, dan emosi remaja yang

tinggi dan belum stabil. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nasution

(1999:127) yang menyatakan bahwa dalam proses sosialisasi tidak selalu

berjalan lancar karena adanya sejumlah kendala yaitu kesulitan

komunikasi, adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang

bertentangan, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat

(modernisasi, industrialisasi, dan urbanisasi). Perbedaan pendapat dengan

masyarakat sekitar merupakan pola kelakuan yang berbeda atau yang

bertentangan dengan masyarakat. Sedangkan sifat individu yang pendiam

dan emosi remaja yang tinggi merupakan kendala dalam proses sosialisasi

yang berupa kesulitan komunikasi. Selain kendala yang dihadapi anak juga

terdapat kendala dari orangtua yaitu pola pendidikan yang diterapkan

orangtua cenderung otoriter, dan pekerjaan orangtua yang menyita banyak

waktu sehingga perhatian pada anak berkurang.

5. Pendukung Proses Sosialisasi Anak Usia Remaja dalam Keluarga


Pernikahan Dini

Selain kendala dalam proses sosialisasi juga terdapat hal-hal yang

mendukung. Gunawan (2000:49) menyatakan bahwa sosialisasi yang


103

sukses bila disertai dengan toleransi yang tulus, disiplin dan patuh

terhadap norma-norma masyarakat, saling hormat-menghormati, dan

harga-menghargai. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari para

informan dapat diketahui bahwa hal yang mendukung dalam proses

sosialisasi adalah sikap anak yang patuh terhadap orangtua dan norma-

norma, menghormati orangtua, disiplin, dan sikap anak yang mau belajar

dari orang lain di sekitarnya.

Sosialisasi anak dalam keluarga menempatkan orangtua sebagai subjek

asuh (pengasuh) dan anak sebagai objek asuh. Dalam proses sosialisasi

keluarga yang di dalamnya terkandung makna pengasuhan dan pendidikan,

maka bentuk interaksi interaktif dan persuasif adalah yang paling tepat untuk

mencapai sasaran atau tujuan dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak

dalam keluarga. Dengan demikian keberhasilan suatu pengasuhan dan

pendidikan anak dalam keluarga sangat ditentukan oleh peran orangtua dalam

proses sosialisasi.

Dari kenyataan ini dapat ditarik suatu asumsi bahwa orang yang menikah

dini tidak selalu gagal dalam mengasuh dan mendidik anak terutama dalam

pendidikan formal. Hal tersebut terbukti bahwa ada anak dari keluarga

pernikahan dini (anak NS) yang mendapatkan prestasi di sekolah. Dia selalu

mendapatkan rangking lima besar di kelasnya, bahkan tidak jarang dia

mendapat rangking satu. Akan tetapi dalam hal proses sosialisasi

menunjukkan bahwa dari lima keluarga pernikahan dini (informan) belum


104

berhasil karena anak belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitarnya.

F.G. Robbins (Ahmadi, 2004:154) mengungkapkan bahwa ada lima

lima faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi yaitu sifat dasar, lingkungan

prenatal, perbedaan individu, dan lingkungan. Peran lingkungan pada proses

sosialisasi anak berpengaruh besar. Secara logika dapat dikatakan bahwa anak

yang dibesarkan dalam lingkungan pencuri dan suka berkelahi, maka anak

akan bertingkah laku sama seperti apa yang ada di dalam lingkungannya.

Dalam hal ini perhatian dan pembekalan pendidikan keluarga seharusnya

berdominan dalam membentuk perkembangan dan kepribadian anak.


105

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan hasil penelitian di Desa Kirig

Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Proses sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini di Desa Kirig

berjalan kurang baik, karena anak belum bisa menyesuaikan diri di

masyarakat. Anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktu di rumah

dan jarang bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Komunikasi

antara orangtua dan anak dalam keluarga pernikahan dini bervariasi.

Komunikasi yang kurang baik terjadi karena pola pendidikan otoriter yang

diterapkan orangtua sehingga anak kurang terbuka dengan orangtua, dan

kurangnya perhatian orangtua pada anak.

2. Permasalahan yang dihadapi anak usia remaja yaitu perubahan fisik dan

psikis. Masalah psikis yaitu belum bisa bersosialisasi dengan baik di

masyarakat, dan perubahan emosi yang tinggi serta belum stabil. Orangtua

kurang mengetahui masalah yang dihadapi anak, mereka hanya

mengetahui masalah anak di rumah dan memperhatikan masalah akademik

saja, sedangkan masalah bersosialisasi di masyarakat kurang diperhatikan.

3. Upaya orangtua keluarga pernikahan dini dalam mengatasi permasalahan

anak yaitu dengan cara preventif dan represif. Jika anak memiliki masalah,

maka orangtua menegur, menasihati, dan memberikan hukuman.

Hukuman yang diberikan orangtua merupakan bentuk teguran, dan


106

hukuman tersebut hanya hukuman kecil seperti dijewer dan diberi pukulan

kecil.

4. Kendala proses sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini menurut

anak yaitu perbedaan pendapat dengan masyarakat sekitar, sifat individu

yang pendiam, dan emosi remaja yang tinggi dan belum stabil. Sedangkan

kendala dari orangtua yaitu pola pendidikan otoriter yang diterapkan

orangtua menjadikan jarak dalam komunikasi dengan anak, dan perhatian

pada anak kurang.

5. Pendukung proses sosialisasi anak dalam keluarga pernikahan dini yaitu

sikap anak yang patuh terhadap orangtua dan norma-norma, menghormati

orangtua, dan sikap anak yang mau belajar dari orang lain di sekitarnya.

Sedangkan pendukung dari orangtua yaitu faktor ekonomi.

B. Saran

Berkaitan dengan simpulan hasil penelitian di atas, maka peneliti

mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Orangtua sebaiknya memberikan motivasi pada anak untuk dapat

bersosialisasi di masyarakat dengan cara memberikan pengertian pada

anak, berkomunikasi dengan teman dan gurunya. Orangtua hendaknya

juga lebih memberikan kesempatan pada anak untuk berpendapat agar

komunikasi yang terjalin antara orangtua dan anak berjalan baik.

2. Pembaca jika menjadi orangtua sebaiknya memberikan perhatian yang

cukup pada anak dengan cara memberikan motivasi untuk percaya diri

karena perubahan fisik yang dialami, dan menjadi sahabat bagi anak agar
107

anak dapat merasa nyaman untuk bercerita tentang dirinya dan

permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan begitu orangtua dapat

memberikan nasihat-nasihat pada anak jika mengalami suatu masalah yang

tidak dapat diselesaikan sendiri.

3. Mahasiswa yang menekuni bidang Pendidikan Luar Sekolah diharapkan

melakukan penelitian di bidang sosialisasi anak dalam keluarga, sehingga

dapat menambah hasil penelitian yang bermakna bagi peneliti-peneliti

berikutnya.

4. Instansi terkait seperti KUA hendaknya memberikan pengarahan kepada

masyarakat tentang kekurangan dan kelebihan pernikahan dini.


108

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2003. Sangkan Peran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

__________ . dan Munawar, S. 2005. Psikolagi Perkembangan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Dellyana, Shanty. 1988.Wanita dan Anak di Mata Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Departemen Agama RI. 1997. Islam untuk Disiplin Ilmu Sosiologi. Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orangtua & Anak dalam
Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

El-jazairi, Abu Bakar Jabir. 1993. Pola Hidup Muslim. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Fuaduddin, T. M. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam. Jakarta: The Asia


Foundation.

Geertz, Hildred. 1985. Keluarga Jawa. Jakarta: PT Grafiti Pers.

Gunawan, Ary H. 2000. Sosiolosi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar


Maju.

Hariyadi, Sugeng. Dkk. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT UNNES


Press.

Herusatoto, Budiono. 2005. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:


Hanindita.

Jalu. 2004. Banyak Cara Menyiapkan Anak Menjadi Dewasa. (Online).


http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/08/hikmah/lainnya04.htm.
(21 Januari 2007).

Khairuddin. 2002. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty.

Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:


Djambatan.

Magnis-Suseno, Franz. 2001. Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


109

Markum, Enoch. 1983. Anak, Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Mufid, A. S. 2002. Agama Islam. Jakarta: Yudhistira.

Moleong, Lexy, J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Nasution. 1999. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.

Ramli, dkk. 2003. Memakami Konsep Dasar Islam. Semarang: UPT MKU
UNNES.

Ramulyo, M. I. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Robinson, Philip. 1986. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Rohidi, Tjetjep Rohendi. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia (UI-Press).

Rustiana, Eunike R. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Semarang.

Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana.

__________ . 2006. Stratifikasi Etnik Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis


Jawa dan Cina. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Shappiro. F. 2000. Mencegah Perkawinan yang Tidak Bahagia. Jakarta: Restu


Agung.

Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi Ruang Lingkup dan Aplikasinya. Bandung:


Remadja Karya.

__________ . 2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Solih, Ishak. 1986. Manajemen Rumah Tangga. Bandung: Angkasa.

Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Susanto, Phil Astrid S. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina
Cipta.

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosda Karya.

Zain, Umar Nur dan Vincent Djuhari. 1984. Perkawinan Remaja. Jakarta: Sinar
Harapan.
110

LAMPIRAN-LAMPIRAN
111

FOKUS DAN SUB FOKUS INSTRUMEN


PROSES SOSIALISASI ANAK USIA REMAJA DALAM
KELUARGA PERNIKAHAN DINI
FOKUS SUB FOKUS INDIKATOR
1. Keluarga 1. Fungsi keluarga 1. Fungsi biologik, ekonomi,
pernikahan dini pendidikan, sosialisasi,
perlindungan, rekreasi, dan
agama.
2. Kerugian pernikahan 2. Kesehatan perempuan,
dini memperpanjang kesempatan
reproduksi, pendidikan
relatif rendah.
3. Keuntungan pernikahan 3. Martabatnya semakin tinggi,
dini sebelum usia surut terbenam
anak sudah selesai
pendidikannya, mengurangi
beban orangtua, dan bukti
tanggung jawab orangtua
pada anak.
2. Proses 1. Kegiatan dalam proses 1. Belajar, penyesuaian diri,
sosialisasi sosialisasi dan pengalaman mental.
dalam keluarga 2. Faktor-faktor yang 2. Faktor intern (sikap dasar,
mempengaruhi proses perbedaan individu, dan
sosialisasi motivasi), dan faktor ekstern
(lingkungan prenatal dan
lingkungan sekitar).
3. Permasalahan 1. Masalah di lingkungan 1. Masalah dengan guru, nilai,
anak usia sekolah dan teman sekolah.
remaja
2. Masalah di lingkungan 2. Hubungan dengan anggota
rumah keluarga lainnya.

3. Masalah pribadi 3. Kondisi fisik, perasaan,


penyerasian sosial.
4. Masalah di lingkungan 4. Hubungan dengan teman
masyarakat sebaya, dan orang lain di
sekitarnya.
4. Upaya orangtua 1. Preventif 1. Pengarahan
dalam 2. Represif 2. Hukuman
mengatasi 3. Kuratif 3. Pembinaan atau dengan
permasalahan rehabilitasi
remaja
5. Kendala dan 1. Kendala dalam proses 1. kesulitan komunikasi, pola
pendukung sosialisasi kelakuan yang berbeda, dan
proses perubahan yang terjadi
sosialisasi dalam masyarakat.
2. Pendukung dalam 2. Toleransi, disiplin, patuh
proses sosialisasi terhadap norma-norma,
hormat-menghormati, dan
menghargai.
112

PEDOMAN WAWANCARA

I. Informan Keluarga Pernikahan Dini (Orangtua)

A. Identitas Subjek

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Alamat :

4. Tempat / tgl lahir :

5. Umur :

6. Tanggal Menikah :

7. Pendidikan terakhir :

B. Keluarga Pernikahan Dini

1. Umur berapa Anda menikah?

2. Apa alasan Anda menikah dini?

3. Apa Anda mengetahui kerugian dan keuntungan pernikahan dini?

4. Apa Anda menginginkan anak Anda menikah dini?

5. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga sebagai pendidik

anak?

6. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pendidik

anak?

7. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai

pendidik anak?
113

8. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi

keluarga sebagai pendidik anak?

9. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga yang membimbing

anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?

10. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pembimbing

anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?

11. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai

pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?

12. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi

keluarga sebagai pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan

masyarakat?

C. Proses Sosialisasi dalam Keluarga

1. Apa pendapat Anda tentang keluarga sebagai pembentuk kepribadian

anak?

2. Apa yang Anda ajarkan pada anak dalam keluarga?

3. Apa yang Anda lakukan dalam membantu penyesuaian diri anak

terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga?

4. Kebiasaan apa saja yang Anda tanamkan dalam keluarga pada diri

anak?

5. Apa ada hal-hal yang mempengaruhi proses belajar anak menjadi

anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?

6. Apa dampak dari hal-hal tersebut pada diri anak?

7. Bagaimana peran Anda sebagai orangtua dalam mengatasinya?


114

8. Bagaimana cara Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai

norma atau adat istiadat dalam masyarakat?

9. Apa tujuan Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai norma

atau adat istiadat dalam masyarakat?

D. Permasalahan Anak Usia Remaja

1. Apa Anda mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang

dihadapi anak Anda?

2. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di rumah?

3. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di sekolah?

4. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di masyarakat?

5. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma

agama dalam masyarakat?

6. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma adat

atau kebiasaan dalam masyarakat?

7. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma

susila dalam masyarakat?

8. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma

kesopanan dalam masyarakat?

9. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab tigkah laku anak Anda yang

menyimpang tersebut?

10. Apakah Anda membatasi pergaulan anak dengan teman-temannya?


115

E. Upaya Orangtua dalam Mengatasi Permasalahan Remaja

1. Apa yang Anda lakukan untuk membantu anak dalam mengatasi

permasalahannya?

2. Apa yang ibu lakukan jika anak melakukan kesalahan?apa menegur,

menasehati, atau memberikan hukuman?

3. Hukuman apa yang biasa Anda berikan pada anak yang melakukan

kesalahan?

4. Apa yang Anda lakukan jika upaya hukuman sudah tidak dapat

membantu merubah anak ke arah yang lebih baik?

F. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi

1. Apa ada hal-hal yang mendukung anak dalam bertingkah laku sesuai

dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?

2. Apa ada kendala yang dihadapi anak dalam bertingkah laku sesuai

dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?

3. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

4. Perbaikan-perbaikan apa yang Anda lakukan agar kendala tersebut

tidak terulang lagi?


116

PEDOMAN WAWANCARA

II. Informan Anak

A. Identitas Subjek

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Nama orangtua :

4. Alamat :

5. Tempat / tgl lahir :

6. Umur :

7. Pendidikan :

B. Instrumen

1. Apa Saudara mengetahui bahwa orangtua Saudara menikah dini?

2. Apa Saudara ingin mengikuti orangtua Saudara untuk menikah dini?

3. Apa saja yang diajarkan orangtua kepada Saudara dalam keluarga?

4. Bagaimana cara Saudara menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar

khususnya keluarga?

5. Bagaimana cara orangtua mendidik Saudara?

6. Bagaimana komunikasi Saudara dengan orangtua?

7. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada Saudara untuk

mengeluarkan pendapat?

8. Apa Saudara memiliki masalah di rumah?

9. Apa Saudara memiliki masalah di sekolah?


117

10. Apa Saudara memiliki masalah di masyarakat?

11. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi masalah yang Saudara

hadapi?

12. Apakah Saudara selalu menceritakan masalah yang Saudara hadapi

kepada orangtua?

13. Bagaimana sikap orangtua Saudara mendengar masalah-masalah yang

Saudara hadapi?

14. Bagaimana sikap orangtua Saudara menghadapi tingkah laku Saudara

yang bermasalah?

15. Apakah orangtua Saudara memberikan hukuman jika Saudara

melakukan kesalahan?

16. Apa bentuk hukuman yang diberikan orangtua jika Saudara

melakukan kesalahan?

17. Apa ada hal-hal yang mendukung Saudara selama proses belajar

menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?

18. Apakah Saudara mengalami kendala selama proses belajar menjadi

anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?

19. Bagaimana sikap Saudara dalam mengatasi kendala tersebut?

III. Informan Tokoh Masyarakat

1. Bagaimana tanggapan Saudara terhadap pernikahan dini?

2. Bagaimana sikap orang yang menikah dini dalam masyarakat?


118

3. Bagaimana pendapat Saudara tentang keluarga pernikahan dini dalam

mendidik anaknya (remaja)?

4. Bagaimana pendapat Saudara tentang proses belajar anak (remaja)

menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga

pernikahan dini?

5. Apa saja dampak positif bagi pasangan suami istri yang menikah dini?

6. Apa saja dampak negatif bagi pasangan suami istri yang menikah dini?

7. Apa saja dampak positif bagi anak dari keluarga pernikahan dini?

8. Apa saja dampak negatif bagi anak dari keluarga pernikahan dini?
119

HASIL WAWANCARA

I. Informan Orangtua
A. Identitas Subjek
1. Nama Suami : Abdul Rochman (AR)
2. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 31 Desember 1963
3. Umur : 44 Tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD
5. Nama Istri : Shofiah (Sh)
6. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 21 Januari 1972
7. Umur : 35 Tahun
8. Pendidikan Terakhir : SD
9. Tanggal Menikah : 11 Agustus 1988
10. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 04/ 03 Mejobo Kudus
11. Tanggal wawancara : 05 Mei 2007
B. Keluarga Pernikahan Dini
1. Umur berapa Anda menikah?
Jawab:
AR : “Umur 25 tahun”.
Sh : “Kalau saya umur 16 tahun tapi waktu menikah dituakan 20 tahun
supaya bisa nikah”.
2. Apa alasan Anda menikah dini?
Jawab:
Sh : “Dijodohkan orangtua”.
3. Apa Anda mengetahui kerugian dan keuntungan pernikahan dini?
Jawab:
AR : “Keuntungannya nanti kalau sudah tua anak-anak kan masih
muda bisa melanjutkan sekolah tinggi terus bisa meraih cita-cita.
Kalau kerugiannya dijodohkan orangtua tidak bisa pacaran lama
terus tidak bisa menikmati masa muda”.
Sh : “Sama”.
120

4. Apa Anda menginginkan anak Anda menikah dini?


Jawab:
AR : “Kalau bisa tidak, nanti kalau menikah dini bisa berabe misalnya
kalau nikah keluarganya bisa berantakan”.
5. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
AR : “Saya didik sedikit-sedikit tidak bisa terlalu banyak soalnya saya
tidak bisa melanjutkan sekolah ke atas, saya SD tidak lulus”.
S h : “Saya lulus MI”.
6. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
AR : “Anak dididik di keluarga yang ke dua diserahkan bapak dan ibu
guru. Dalam keluarga anak ya harus mengeluarkan pendapat
sama orangtua dan orangtua apa anak itu benar atau tidak, kalau
tidak benar harus disalahkan dan harus dididik sebenar-
benarnya”.
7. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pendidik anak?
Jawab:
AR : “Tidak ada kesulitan, masalah ekonomi cukup dan anak patuh
sama orangtua”.
8. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pendidik anak?
Jawab:
AR : “Kalau kita mengatasi ya tidak bisa langsung kita sendiri, ya kita
serahkan sama pak guru dan bu guru”.
Sh : “Kalau di rumah dididik ibu supaya patuh sama orangtua”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga yang membimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
121

Jawab:
AR : “Membimbing anak ya supaya anak diterima masyarakat banyak
dan supaya manut sama orangtua”.
10. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pembimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
AR : “Membimbing anak itu ya kita kan tidak punya pendidikan tinggi
jadi ya saya didik sebisa-bisanya saya”.
Sh : “Ya memberikan contoh pada anak-anak supaya bisa mengikuti
sama teman-teman”.
11. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
AR : “Tidak mempunyai kesulitan soalnya anak manut sama kita , ya
kalo tidak manut saya jewer”.
12. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan
masyarakat?
Jawab:
AR : “Mengatasinya ya saya didik semampu saya”.
C. Proses Sosialisasi dalam Keluarga
1. Apa pendapat Anda tentang keluarga sebagai pembentuk kepribadian
anak?
Jawab:
AR : “Ya membentuk anak supaya baik sama orangtua, kita didik
supaya dia manut. Hubungan dengan anak itu dekat terlalu dekat
soalnya dia itu tidak ke mana-mana, pergi sekolah pulang
sekolah terus pulang”.
Sh : “Hubungan dengan ibu juga baik”.
2. Apa yang Anda ajarkan pada anak dalam keluarga?
Jawab:
122

AR : “Diajari menurut Agama Islam, diajari tata krama mulai umur 5


tahun”.
Sh : “Kalau menurut ibu diajari sholat, bantu orangtua, nyapu, ngepel,
nyuci, terus diajari tata krama supaya anak manut sama
orangtua”.
3. Apa yang Anda lakukan dalam membantu penyesuaian diri anak
terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga?
Jawab:
AR : “Pokonya boleh mengikuti zaman sekarang tapi jangan sampe
keterlaluan”.
4. Kebiasaan apa saja yang Anda tanamkan dalam keluarga pada diri
anak?
Jawab:
AR : “Sehari-hari ya diajarkan supaya dia manut waktu sholat ya
sholat, bangun pagi, mandi langsung pergi sekolah, kalau makan
bersama jarang, masalah agama saya didik sendiri dan saya
serahkan ustadz”.
Sh : “Membiasakan bangun pagi, sholat subuh, mandi, cuci piring,
pergi sekolah”.
5. Apa ada hal-hal yang mempengaruhi proses belajar anak menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab:
AR : “Anak saya batasi tidak bisa keluar, ya bisa keluar tapi kadang-
kadang, di sini tidak ada anak muda”.
6. Apa dampak dari hal-hal tersebut pada diri anak?
Jawab:
AR : “Tidak mempengaruhi soalnya dia itu jarang keluar”.
7. Bagaimana peran Anda sebagai orangtua dalam mengatasinya?
Jawab:
AR : “Ya bisa kumpul sama tetangga tapi jarang, soalnya tetangga
jarang di rumah”.
123

8. Bagaimana cara Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai


norma atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
AR : “Memberi pengarahan jangan sampai terlalu bebas”.
9. Apa tujuan Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai norma
atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
AR : “Supaya anak diterima di masyarakat dan patuh sama orangtua”.
D. Permasalahan Anak Usia Remaja
1. Apa Anda mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi anak Anda?
Jawab:
AR : “Ya kalau punya masalah tidak terlalu tahu, kalau yang di rumah
ya saya tahu”.
Sh : “Pernah cerita sama ibu masalah di sekolah sama teman-
temannya”.
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di rumah?
Jawab:
AR : “Tidak ada permasalahan, ya cek cok sama adik”.
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di sekolah?
Jawab:
AR : “Tidak pernah”.
Sh : “Dia cerita sama ibu masalah di sekolah nilainya yang tidak bagus
supaya ibu nuturi yang baik”.
4. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di masyarakat?
Jawab:
AR : “Kalau di masyarakat tidak ada begini begitu”.
5. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
agama dalam masyarakat?
Jawab:
AR : “Tidak ada”.
6. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma adat
atau kebiasaan dalam masyarakat?
124

Jawab:
AR : “Pokoknya kalau di rumah dia baik tapi kalau di luar saya tidak
tahu”.
7. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
susila dalam masyarakat?
Jawab:
AR : “Tidak ada”.
8. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
kesopanan dalam masyarakat?
Jawab:
AR : “Tidak ada”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab tigkah laku anak Anda yang
menyimpang tersebut?
Jawab:
AR : “Tidak ada”.
10. Apakah Anda membatasi pergaulan anak dengan teman-temannya?
Jawab:
AR : “Ya saya batasi khususnya teman laki-laki, zaman sekarang kalau
tidak dibatasi bisa bahaya”.
Sh : “Saya batasi jangan berlebih-lebihan sama teman-teman”.
E. Upaya Orangtua dalam Mengatasi Permasalahan Remaja
1. Apa yang Anda lakukan untuk membantu anak dalam mengatasi
permasalahannya?
Jawab:
AR : “Saya kan tidak terlalu punya pendidikan tinggi ya semampu
saya, saya nasihati sedikit-sedikit”.
Sh : “Kalau dalam mengatasi permasalahannya itu dia kan nilai
matematikanya jelek jadi saya leskan”.
2. Apa yang Anda lakukan jika anak melakukan kesalahan?apa menegur,
menasihati, atau memberikan hukuman?
Jawab:
125

AR : “Ya saya tanyakan sama ibu dan gurunya, saya didik semampu
saya”.
3. Hukuman apa yang biasa Anda berikan pada anak yang melakukan
kesalahan?
Jawab:
AR : “Ya kalau anak nakal harus dijewer”.
Sh : “Kalau ibu dipukul sama dijewer”.
4. Apa yang Anda lakukan jika upaya hukuman sudah tidak dapat
membantu merubah anak ke arah yang lebih baik?
Jawab:
AR : “Kalau seperti itu ya saya kurung di kamar”.
F. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi
1. Apa ada hal-hal yang mendukung anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
AR : “Dia selalu patuh sama saya dan menghormati orangtua”.
Sh : “Kalau menurut ibu dia disiplin, patuh sama orangtua, trus norma-
norma itu harus dihormati”.
2. Apa ada kendala yang dihadapi anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
AR : “Tidak ada”.
3. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?
Jawab:
AR : “Ya saya didik semampu saya”.
4. Perbaikan-perbaikan apa yang Anda lakukan agar kendala tersebut
tidak terulang lagi?
Jawab:
AR : “Belajar dari pengalaman saya dan dia”.
126

HASIL WAWANCARA

II. Informan Orangtua


A. Identitas Subjek
1. Nama Suami : Nor Said (NS)
2. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 15 Agustus 1970
3. Umur : 37 Tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD
5. Nama Istri : Munzaro’ah (Mn)
6. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 20 Agustus 1977
7. Umur : 30 Tahun
8. Pendidikan Terakhir : SD
9. Tanggal Menikah : 25 Mei 1993
10. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 03/ 04 Mejobo Kudus
11. Tanggal wawancara : 29 April 2007
B. Keluarga Pernikahan Dini
1. Umur berapa Anda menikah?
Jawab:
NS : “Umur 23 tahun”.
Mn : “Umur 16 tahun tapi waktu nikah dituakan 19 tahun”.
2. Apa alasan Anda menikah dini?
Jawab:
NS : “Seneng Mbak”.
Mn : “Suka sama suka”.
3. Apa Anda mengetahui kerugian dan keuntungan pernikahan dini?
Jawab:
NS : “Tidak”.
Mn : “Keuntungannya itu bisa mendampingi anak sekolah sampai
tinggi”.
4. Apa Anda menginginkan anak Anda menikah dini?
Jawab:
127

NS : “Pinginnya anak menikah umur 22-23 tahun”.


Mn : “Tidak, pinginnya anak sekolah sampai kemampuannya”.
5. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
NS : “Ya supaya anak pintar”.
Mn : “Bocah dikankan-kandani (anak dinasihati)”.
6. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
NS : “Orangtua memantau anak dan anak harus patuh sama orangtua”.
Mn : “Anak diberi kesempatan berpendapat”.
7. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pendidik anak?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
Mn : “Tidak ada”.
8. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pendidik anak?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga yang membimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
NS : “Membimbing anak biar jadi orang yang baik”.
Mn : “Membimbing anak bergaul di masyarakat”.
10. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pembimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
128

NS : “Memberitahu anak supaya nurut orangtua, waktu belajar ya


belajar, kumpul tetangga, dan ikut jam’iyah (kumpulan
pengajian)”.
Mn : “Saya biarkan saja tapi kalau jelek ya saya tegur”.
11. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada kesulitan”.
Mn : “Tidak ada”.
12. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan
masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada Mbak”.
C. Proses Sosialisasi dalam Keluarga
1. Apa pendapat Anda tentang keluarga sebagai pembentuk kepribadian
anak?
Jawab:
NS : “Keluarga itu membimbing anak”.
Mn : “Tidak tahu, tapi kalau watak anak saya itu keras, cepat emosi,
dan kalau pingin sesuatu harus dituruti”.
2. Apa yang Anda ajarkan pada anak dalam keluarga?
Jawab:
NS : “Sopan santun, mendidik, menasihati anak”.
Mn : “Sopan santun, tidak boleh emosi, diajari nyapu, dan masalah
agama saya serahkan di Madrasah (sekolah agama)”.
3. Apa yang Anda lakukan dalam membantu penyesuaian diri anak
terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga?
Jawab:
NS : “Saya sekolahkan biar pintar”.
Mn : “Saya biarkan saja”.
129

4. Kebiasaan apa saja yang Anda tanamkan dalam keluarga pada diri
anak?
Jawab:
NS : “Sholat lima waktu, dan kadang-kadang disuruh bersih-bersih”.
Mn : “Dibiasakan bangun pagi terus menata tempat tidur”.
5. Apa ada hal-hal yang mempengaruhi proses belajar anak menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab:
NS : “Lingkungan di sini itu baik untuk anak”.
6. Apa dampak dari hal-hal tersebut pada diri anak?
Jawab:
NS : “Anak jadi orang yang baik”.
7. Bagaimana peran Anda sebagai orangtua dalam mengatasinya?
Jawab:
NS : “Tidak tahu”.
Mn : “Ya memperhatikan anak”.
8. Bagaimana cara Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai
norma atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
NS : “Saya biarkan saja anaknya sudah ngerti sendiri”.
9. Apa tujuan Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai norma
atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
NS : “Supaya anak pintar dan bertanggung jawab pada diri sendiri”.
Mn : “Biar anak mandiri”.
D. Permasalahan Anak Usia Remaja
1. Apa Anda mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi anak Anda?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
Mn : “Tidak tahu”.
130

2. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di rumah?


Jawab:
NS : “Bertengkar sama adiknya”.
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di sekolah?
Jawab:
NS : “Tidak ada, Dia itu selalu rangking satu sejak kelas lima dan
kalau enggak selalu tiga besar”.
4. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
5. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
agama dalam masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
6. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma adat
atau kebiasaan dalam masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
7. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
susila dalam masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
8. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
kesopanan dalam masyarakat?
Jawab:
NS : “Tidak ada Mbak”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab tigkah laku anak Anda yang
menyimpang tersebut?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
131

10. Apakah Anda membatasi pergaulan anak dengan teman-temannya?


Jawab:
NS : “Tidak dibatasi”.
E. Upaya Orangtua dalam Mengatasi Permasalahan Remaja
1. Apa yang Anda lakukan untuk membantu anak dalam mengatasi
permasalahannya?
Jawab:
Mn : “Tidak pernah”.
2. Apa yang Anda lakukan jika anak melakukan kesalahan?apa menegur,
menasihati, atau memberikan hukuman?
Jawab:
NS : “Ya dinasihati”.
3. Hukuman apa yang biasa Anda berikan pada anak yang melakukan
kesalahan?
Jawab:
NS : “Tidak pernah memberi hukuman”.
Mn : “Tidak pernah”.
4. Apa yang Anda lakukan jika upaya hukuman sudah tidak dapat
membantu merubah anak ke arah yang lebih baik?
Jawab:
NS : “Tidak tahu”.
F. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi
1. Apa ada hal-hal yang mendukung anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
NS : “Anaknya itu ramah dengan temannya”.
Mn : “Anak saya selalu disiplin”.
2. Apa ada kendala yang dihadapi anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
NS : “Anaknya keras”.
132

3. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?


Jawab:
NS : “Saya nasihati”.
4. Perbaikan-perbaikan apa yang Anda lakukan agar kendala tersebut
tidak terulang lagi?
Jawab:
NS : “Tidak ada”.
133

HASIL WAWANCARA

III. Informan Orangtua


A. Identitas Subjek
1. Nama Suami : Suyatno (Sy)
2. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 2 Januari 1968
3. Umur : 39 Tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD
5. Nama Istri : Murtiyah (Mr)
6. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 01 April 1970
7. Umur : 38 Tahun
8. Pendidikan Terakhir : SD
9. Tanggal Menikah : 13 Juli 1989
10. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 04/ 04 Mejobo Kudus
11. Tanggal wawancara : 19 Mei 2007
B. Keluarga Pernikahan Dini
1. Umur berapa Anda menikah?
Jawab:
Sy : “Umur 20 tahun”.
Mr : “Saya menikah umur 19 tahun”.
2. Apa alasan Anda menikah dini?
Jawab:
Sy : “Alasan saya kawin muda karena orang desa itu umumnya begitu
jadi dari pada nanti jadi enggak baik lebih baik menikah, karena
saya umurnya sudah 20 tahun jadi lebih baik menikah”.
3. Apa Anda mengetahui kerugian dan keuntungan pernikahan dini?
Jawab:
Sy : “Masalah keuntungan kalau kita kawin lebih muda dalam
merawat anak itu kita tidak terlalu tua. Misalnya anak sudah kelas
6 kita masih muda, anak sudah SMA kita juga masih muda. Jadi
masalah membiayai sekolah anak tidak keberatan, kalau terlalu tua
134

anak SMA kita sudah loyo. Kalau kerugiannya kita belum puas
merasakan masa muda”.
4. Apa Anda menginginkan anak Anda menikah dini?
Jawab:
Sy : “Kalau saya tidak menginginkan seperti itu. Memang kebodohan
sudah saya lakukan jadi besok anak saya kawinkan kalau umurnya
standar. Kalau anak masih bisa sekolah ya saya sekolahkan terus,
dan kalau masalah biayakurang ya apa boleh buat”.
5. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
Sy : “Memang keluarga itu mempunyai kewajiban mendidik anak
supaya pintar. Mendidik masalah ilmu pengetahuan dan agama itu
harus. Jadi keluarga harus mendidik anak dengan disiplin dan lebih
baik”.
6. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
Sy : “Kalau cara mendidik anak itu menurut saya harus disiplin dan
tegas untuk memberi pengertian kepada anak, tapi orangtua juga
menerima usulan-usulan anak yang benar. Jadi tidak terlalu saya
tekan, kalau ada pendapat yang lebih baik saya anjurkan lebih baik,
tapi masalah tata tertib saya disiplin dalam mendidik anak”.
7. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pendidik anak?
Jawab:
Sy : “Dalam mendidik anak memang sedikit banyak punya kesulitan,
soalnya pemikiran anak kadang lancar kadang tidak tapi lebih
banyak menurut. Kesulitannya itu misalnya anak disuruh belajar
tapi kadang lebih mementingkan nonton TV dan masalah itu dapat
teratasi”.
135

8. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi


keluarga sebagai pendidik anak?
Jawab:
Sy : “Kita sebagai orangtua dalam mendidik anak seperti ibu mendidik
anaknya enggak seperti bapak mendidik anak terlalu keras,
orangtua harus sabar”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga yang membimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
Sy : “Tentang membimbing anak untuk bermasyarakat itu saya
anjurkan, tapi harus bisa mengerti apa temannya itu baik atau tidak.
Memang saya suruh dia berteman dan bermasyarakat dengan orang
baik-baik supaya tidak seperti orang-orang yang kurang pendidikan
dan kurang agama. Jadi memang saya anjurkan bermasyarakat
supaya wawasan dia lebih baik”.
10. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pembimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
Sy : “Anak saya suruh untuk bisa sopan santun, jangan terlalu
sombong sama teman-temannya, jujur dan baik sama teman-
temannya”.
11. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
Sy : “Ada, anak saya itu terlalu pendiam, itu ya baik jadi dia tidak
terlalu bebas”.
12. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan
masyarakat?
Jawab:
136

Sy : “Masalah mengatasi anak saya yang pendiam, saya sarankan


untuk bisa selalu berkomunikasi dengan teman-temannya, jangan
terlalu di rumah terus supaya banyak wawasan dan banyak teman”.
C. Proses Sosialisasi dalam Keluarga
1. Apa pendapat Anda tentang keluarga sebagai pembentuk kepribadian
anak?
Jawab:
Sy : “Saya ingin menjadikan anak yang baik dan sholeh”.
2. Apa yang Anda ajarkan pada anak dalam keluarga?
Jawab:
Sy : “Dalam keluarga saya ajarkan anak supaya bisa rukun dengan
adik-adiknya dan kakak-kakaknya jangan sampai sering
bertengkar, jadi yang besar memberi contoh pada yang kecil dan
yang kecil mengikuti jejak yang besar supaya jadi baik”.
3. Apa yang Anda lakukan dalam membantu penyesuaian diri anak
terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga?
Jawab:
Sy : “Saya menyuruhnya berpakaian yang sopan, menyesuaikan tata
cara perilaku di lingkungannya”.
4. Kebiasaan apa saja yang Anda tanamkan dalam keluarga pada diri
anak?
Jawab:
Sy : “Anak saya tanamkan sholat lima waktu, makan bersama,
membantu orangtua, masalah agama saya serahkan pada lembaga
agama dan orangtua ikut memberi semangat dan memberi contoh-
contoh yang baik”.
5. Apa ada hal-hal yang mempengaruhi proses belajar anak menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab:
Sy : “Lingkungan di sekitar sini baik tapi anak saya jarang keluar
rumah”.
137

6. Apa dampak dari hal-hal tersebut pada diri anak?


Jawab:
Sy : “Dampaknya anak terlalu minder dengan orang sekelilingnya”.
7. Bagaimana peran Anda sebagai orangtua dalam mengatasinya?
Jawab:
Sy : “Saya selalu ngasih saran untuk main-main ke tempat tetangga
supaya tahu bagaimana caranya berteman dan bermasyarakat”.
8. Bagaimana cara Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai
norma atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
Sy : “Di keluarga sini masalah norma-norma saya didik supaya ikut
tata cara lingkungan. Anak saya hanya bergaul dengan tetangga
saja tidak jauh-jauh”.
9. Apa tujuan Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai norma
atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
Sy : “Supaya anak menjadi orang yang sholeh dan baik”.
Mr : “Supaya anak diterima di masyarakat dengan baik”.
D. Permasalahan Anak Usia Remaja
1. Apa Anda mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi anak Anda?
Jawab:
Sy : “Permasalahan anak saya kurang mengetahui, terus terang anak
saya itu pendiam”.
Mr : “Saya enggak tahu , anak saya enggak pernah cerita”.
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di rumah?
Jawab:
Sy : “Tidak ada”.
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di sekolah?
Jawab:
Sy : “Masalah nilainya yang jelek yaitu Bahasa Inggris”.
138

4. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di masyarakat?


Jawab:
Sy : “Tidak ada”.
5. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
agama dalam masyarakat?
Jawab:
Sy : “Kelihatannya baik”.
6. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma adat
atau kebiasaan dalam masyarakat?
Jawab:
Sy : “Tidak pernah”.
7. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
susila dalam masyarakat?
Jawab:
Sy : “Tidak pernah”.
8. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
kesopanan dalam masyarakat?
Jawab:
Sy : “Sepengetahuan saya tidak pernah”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab tigkah laku anak Anda yang
menyimpang tersebut?
Jawab:
Sy : “Tidak ada”.
10. Apakah Anda membatasi pergaulan anak dengan teman-temannya?
Jawab:
Sy : “Kalau membatasi tidak, asal dia bergaul dengan yang baik tapi
kalau dia melenceng memang saya batasi dan saya tegasi. Saya
anjurkan bergaul dengan anak baik-baik supaya menjadi anak yang
berguna”.
Mr : “Saya tidak membatasi”.
139

E. Upaya Orangtua dalam Mengatasi Permasalahan Remaja


1. Apa yang Anda lakukan untuk membantu anak dalam mengatasi
permasalahannya?
Jawab:
Sy : “Selama ini anak saya tidak punya masalah, tapi kalau punya
masalah saya kasih saran dan jalan keluar yang lebih baik”.
2. Apa yang Anda lakukan jika anak melakukan kesalahan?apa menegur,
menasihati, atau memberikan hukuman?
Jawab:
Sy : “Kalau kesalahan anak saya nasihati dan memberi wawasan yang
lebih baik”.
3. Hukuman apa yang biasa Anda berikan pada anak yang melakukan
kesalahan?
Jawab:
Sy : “Saya kasih pukulan kecil”.
4. Apa yang Anda lakukan jika upaya hukuman sudah tidak dapat
membantu merubah anak ke arah yang lebih baik?
Jawab:
Sy : “Belum pernah terjadi, tapi kalau terjadi saya kasih sanksi tidak
saya kasih uang saku selama 1 hari ke sekolah”.
F. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi
1. Apa ada hal-hal yang mendukung anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
Sy : “Selama ini anak saya patuh dan saya beri wawasan supaya baik
dengan lingkungan”.
2. Apa ada kendala yang dihadapi anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
Sy : “Ada, dia itu pendiam jadi wawasannya kurang”.
3. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?
140

Jawab:
Sy : “Saya menasihati anak supaya jangan terlalu pendiam dan lebih
banyak berkomunikasi dengan tetangga dan orang banyak”.
4. Perbaikan-perbaikan apa yang Anda lakukan agar kendala tersebut
tidak terulang lagi?
Jawab:
Sy : “Masalah perbaikan, saya anjurkan pada adiknya supaya jangan
seperti kakaknya yang pendiam, dan saya suruh adiknya untuk
bermasyarakat yang lebih baik”.
141

HASIL WAWANCARA

IV. Informan Orangtua


A. Identitas Subjek
1. Nama Suami : Suaib Sukardi (SS)
2. Tempat/ Tgl Lahir : Rembang, 11 Mei 1972
3. Umur : 35 Tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD
5. Nama Istri : Kasriah (Ks)
6. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 18 Januari 1975
7. Umur : 32 Tahun
8. Pendidikan Terakhir : SD
9. Tanggal Menikah : 09 April 1991
10. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 04/ 04 Mejobo Kudus
11. Tanggal wawancara : 29 April 2007
B. Keluarga Pernikahan Dini
1. Umur berapa Anda menikah?
Jawab:
SS : “Saya menikah umur 19 tahun”.
Ks : “Saya umur 16 tahun tapi di buku nikah dituakan 18 tahun agar
boleh nikah”.
2. Apa alasan Anda menikah dini?
Jawab:
SS : “Ya bagaimana lagi, saya itu sudah tidak punya orangtua jadi ya
pingin cepat berkeluarga saja”.
Ks : “Menyenangkan orangtua”.
3. Apa Anda mengetahui kerugian dan keuntungan pernikahan dini?
Jawab:
SS : “Kerugiannya itu saya sudah melewatkan masa muda dengan
teman-teman karena saya menikah duluan, kalau keuntungannya
saat anak saya sudah besar, orangtua masih bisa bekerja”.
142

Ks : “Tidak tahu”.
4. Apa Anda menginginkan anak Anda menikah dini?
Jawab:
SS : “Ya terserah keinginan anak”.
Ks : “Kalau bisa ya iya, dari pada kalau menikah dewasa diomong
orang”.
5. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
SS : “Sebagai orangtua ya mendidik dan memberi nafkah anak”.
Ks : “Yang saya ketahui agar anak pintar, pintar ngaji dan sekolah”.
6. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
SS : “Anak saya didik di rumah dan saya sekolahkan biar pintar”.
Ks : “Anak harus manut apa kata orangtua”.
7. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pendidik anak?
Jawab:
SS : “Tidak ada, anak saya patuh semua”.
Ks : “Tidak ada”.
8. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pendidik anak?
Jawab:
SS : “Tidak ada kesulitan dalam mendidik anak jadi ya tidak ada yang
saya lakukan”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga yang membimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
SS : “Yang saya ketahui ya membimbing anak bergaul dengan teman-
temannya”.
143

10. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pembimbing


anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
SS : “Saya menyuruh anak agar bergaul yang baik-baik”.
Ks : “Disuruh kumpul orang banyak, ikut kumpulan jam’iyah agar
kumpul orang banyak”.
11. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
SS : “Tidak ada kesulitan”.
Ks : “Tidak ada”.
12. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan
masyarakat?
SS : “Tidak ada”.
C. Proses Sosialisasi dalam Keluarga
1. Apa pendapat Anda tentang keluarga sebagai pembentuk kepribadian
anak?
Jawab:
SS : “Ya keluarga mendidik agar menjadi anak yang baik”.
Ks : “Tidak tahu Mbak”.
2. Apa yang Anda ajarkan pada anak dalam keluarga?
Jawab:
SS : “Disuruh makan, mandi, disuruh apa aja”.
Ks : “Diajari tata krama, sopan santun sama orangtua, masak, nyapu,
nyuci biar kalo besar rajin mengerjakan pekerjaan rumah, dan
kalau masalah agama diserahkan “ngajinan” (sekolah agama
islam)”.
3. Apa yang Anda lakukan dalam membantu penyesuaian diri anak
terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga?
Jawab:
144

Ks : “Dikasih tahu yang baik-baik dengan teman jangan bertengkar,


saya suruh kumpul sama anak seumurannya, kalau orangtua kan
bukan kumpulannya”.
4. Kebiasaan apa saja yang Anda tanamkan dalam keluarga pada diri
anak?
Jawab:
SS : “Anak dibiasakan bangun pagi, sholat lima waktu, disuruh
membantu orangtua mengerjakan pekerjaan rumah”.
Ks : “Kebiasaannya tiap hari ya bangun pagi, sholat subuh, nyapu trus
mandi, sarapan, pergi sekolah, sorenya nyapu lagi, dan jarang
makan bersama keluarga”.
5. Apa ada hal-hal yang mempengaruhi proses belajar anak menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab:
SS : “Lingkungan di sini itu baik, anak saya mudah dikasih tahu, dan
patuh sama orangtua”.
6. Apa dampak dari hal-hal tersebut pada diri anak?
SS : “Tidak ada”.
7. Bagaimana peran Anda sebagai orangtua dalam mengatasinya?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
8. Bagaimana cara Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai
norma atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
SS : “Dikasih tahu yang baik-baik, kalau malam anak perempuan tidak
boleh keluar rumah”.
Ks : “Memperbolehkan yang baik dan melarang yang jelek”.
9. Apa tujuan Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai norma
atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
SS : “Agar anak tingkah lakunya baik di masyarakat”.
Ks : “Agar anak menjadi orang yang berguna”.
145

D. Permasalahan Anak Usia Remaja


1. Apa Anda mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi anak Anda?
Jawab:
SS : “Tidak tahu”.
Ks : “Tidak ada permasalahan”.
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di rumah?
SS : “Bertengkar dengan tante dan adiknya, tapi habis itu ya baikan
lagi”.
Ks : “Tidak ada”.
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di sekolah?
Jawab:
SS : “Tidak tahu”.
Ks : “Tidak ada”.
4. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di masyarakat?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
5. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
agama dalam masyarakat?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
6. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma adat
atau kebiasaan dalam masyarakat?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
7. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
susila dalam masyarakat?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
8. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
kesopanan dalam masyarakat?
146

Jawab:
SS : “Tidak ada”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab tigkah laku anak Anda yang
menyimpang tersebut?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
10. Apakah Anda membatasi pergaulan anak dengan teman-temannya?
Jawab:
SS : “Dibatasi, tidak boleh bergaul dengan anak laki-laki”.
Ks : “Tidak, agar temannya banyak, tapi kalau teman yang jelek tidak
boleh”.
E. Upaya Orangtua dalam Mengatasi Permasalahan Remaja
1. Apa yang Anda lakukan untuk membantu anak dalam mengatasi
permasalahannya?
Jawab:
SS : “Memberi pengarahan pada anak”.
2. Apa yang ibu lakukan jika anak melakukan kesalahan?apa menegur,
menasihati, atau memberikan hukuman?
Jawab:
SS : “Diberi nasihat”.
Ks : “Diomel-omeli”.
3. Hukuman apa yang biasa Anda berikan pada anak yang melakukan
kesalahan?
Jawab:
SS : “Dijewer”.
Ks : “Tidak pernah”.
4. Apa yang Anda lakukan jika upaya hukuman sudah tidak dapat
membantu merubah anak ke arah yang lebih baik?
Jawab:
SS : “Tidak tahu Mbak”.
147

F. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi


1. Apa ada hal-hal yang mendukung anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
SS : “Tingkah laku anak yang baik”.
Ks : “Sebagai orangtua saya memberi saran agar dia patuh dan tingkah
lakunya nurut sama masyarakat”.
2. Apa ada kendala yang dihadapi anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
Ks : “Tidak ada”.
3. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?
Jawab:
SS : “Tidak ada”.
4. Perbaikan-perbaikan apa yang Anda lakukan agar kendala tersebut
tidak terulang lagi?
SS : “Tidak tahu Mbak”.
148

HASIL WAWANCARA

V. Informan Orangtua
A. Identitas Subjek
1. Nama Suami : Suroto (Sr)
2. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 23 Maret 1967
3. Umur : 40 Tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD
5. Nama Istri : Asminah (As)
6. Tempat/ Tgl Lahir : Kudus, 21 Oktober 1971
7. Umur : 36 Tahun
8. Pendidikan Terakhir : SD
9. Tanggal Menikah : 23 Januari 1987
10. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 04/ 04 Mejobo Kudus
11. Tanggal wawancara : 18 Mei 2007
B. Keluarga Pernikahan Dini
1. Umur berapa Anda menikah?
Jawab:
As : “Umur 16 tahun tapi neng buku nikahe dituake19 tahun, nek
suami kulo nikahe umur 20 tahun”.
2. Apa alasan Anda menikah dini?
Jawab:
As : “Aku kan gak iso nglanjutno sekolah tinggi dadine karena
ekonomi luwih becik aku nikah wae”.
3. Apa Anda mengetahui kerugian dan keuntungan pernikahan dini?
Jawab:
As : “Ngerti, rumangsaku gak ono keuntungane, rugine yo masalah
ekonomi kurang terus aku kan duwe putra dadine aku repot belum
siap punya anak”.
4. Apa Anda menginginkan anak Anda menikah dini?
Jawab:
149

As : “Ora pingin”.
5. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
As : “Ora reti, sing tak retini yo didik lan bimbing anak iku ono susahe
ono senenge roh-roh gede”.
6. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pendidik
anak?
Jawab:
As : “Yo rumangsaku anak dididik dikon nurut lan manut wong
tuwo”.
7. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai
pendidik anak?
Jawab:
As : “Masalah didik anak sulit, kesulitane masalah ekonomi kurang
terus waktu nikah kan ijeh cilik dadi durung duwe pengalaman lan
durung duwe pekerjaan sing tetap”.
8. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pendidik anak?
Jawab:
As : “Carane ngatasi kesulitan ekonomi yo duwe duwit sitik
ditindakke sitik”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang fungsi keluarga yang membimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
As : “Pendapatku nek bocah wis bener-bener, wis manut wong tuwo
yo tak jarke wae”.
10. Bagaimana Anda melaksanakan fungsi keluarga sebagai pembimbing
anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
As : “Yo nek wis apik yo dijarke wae”.
150

11. Apa kesulitan Anda dalam melaksanakan fungsi keluarga sebagai


pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat?
Jawab:
As : “Ora ono”.
12. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan dari fungsi
keluarga sebagai pembimbing anak dalam menyesuaikan diri dengan
masyarakat?
Jawab:
As : “Ora ono”.
C. Proses Sosialisasi dalam Keluarga
1. Apa pendapat Anda tentang keluarga sebagai pembentuk kepribadian
anak?
Jawab:
As : “Ora reti, tapi nek hubungane karo anak apik”.
2. Apa yang Anda ajarkan pada anak dalam keluarga?
Jawab:
As : “Yo diajari masalah toto krama, sopan santun, nyapu, ngepel, lan
masalah agama neng omah tak bimbing neng ngajinan dibimbing
gurune”.
3. Apa yang Anda lakukan dalam membantu penyesuaian diri anak
terhadap lingkungan sekitarnya khususnya dalam keluarga?
Jawab:
As : “Ora reti, yo anake sing iso dewe”.
4. Kebiasaan apa saja yang Anda tanamkan dalam keluarga pada diri
anak?
Jawab:
As : “Sing tak biasaake anak dikon tangi esuk, sholat, kon bantu wong
tuwo, terus sekolah ben ora telat, lan anak mulai SMP kelas 1 wis
tak biasaake iso nyuci dewe”.
5. Apa ada hal-hal yang mempengaruhi proses belajar anak menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
151

Jawab:
As : “Kene lingkungane apik”.
6. Apa dampak dari hal-hal tersebut pada diri anak?
Jawab:
As : “Anake gampang diatur”.
7. Bagaimana peran Anda sebagai orangtua dalam mengatasinya?
Jawab:
As : “Ora ono”.
8. Bagaimana cara Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai
norma atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
As : “Ngandani yo diatur supaya dadi bocah sing becik”.
9. Apa tujuan Anda membantu anak dalam bertingkah laku sesuai norma
atau adat istiadat dalam masyarakat?
Jawab:
As : “Anak mandiri lan iso luwih dewasa”.
D. Permasalahan Anak Usia Remaja
1. Apa Anda mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi anak Anda?
Jawab:
As : “Ora reti”.
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di rumah?
Jawab:
As : “Ora ono, kadang tukaran karo adike tapi mengko apik meneh”.
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di sekolah?
Jawab:
As : “Masalah iuran sekolah nunggak terus”.
4. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak Anda di masyarakat?
Jawab:
As : “Ora ono”.
152

5. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma


agama dalam masyarakat?
Jawab:
As : “Ono, masalah sholat kadang dang tek”.
6. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma adat
atau kebiasaan dalam masyarakat?
Jawab:
As : “Mboten wonten”.
7. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
susila dalam masyarakat?
Jawab:
As : “Mboten wonten”.
8. Apa anak Anda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma
kesopanan dalam masyarakat?
Jawab:
As : “Mboten wonten”.
9. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab tigkah laku anak Anda yang
menyimpang tersebut?
Jawab:
As : “Sholate kan dang tek iku masalah tangine kurang esuk”.
10. Apakah Anda membatasi pergaulan anak dengan teman-temannya?
Jawab:
As : “Tak jarke wae”.
E. Upaya Orangtua dalam Mengatasi Permasalahan Remaja
1. Apa yang Anda lakukan untuk membantu anak dalam mengatasi
permasalahannya?
Jawab:
As : “Dia pernah curhat masalah iuran sekolah yo tak semayani”.
2. Apa yang Anda lakukan jika anak melakukan kesalahan?apa menegur,
menasihati, atau memberikan hukuman?
Jawab:
153

As : “Misale duwe masalah kecil tak seneni yo tak nasihati”.


3. Hukuman apa yang biasa Anda berikan pada anak yang melakukan
kesalahan?
Jawab:
As : “Ora pernah”.
4. Apa yang Anda lakukan jika upaya hukuman sudah tidak dapat
membantu merubah anak ke arah yang lebih baik?
Jawab:
As : “Ora ngerti”.
F. Kendala dan Pendukung Proses Sosialisasi
1. Apa ada hal-hal yang mendukung anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
As : “Bocah patuh karo aturan”.
2. Apa ada kendala yang dihadapi anak dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat?
Jawab:
As : “Ora ngerti”.
3. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?
Jawab:
As : “Ora ono”.
4. Perbaikan-perbaikan apa yang Anda lakukan agar kendala tersebut
tidak terulang lagi?
Jawab:
As : “Ora ngerti”.
154

HASIL WAWANCARA

I. Informan Anak
A. Identitas Subjek
1. Nama : Ulin Noor Hidayah
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Nama orangtua : Abdul Rochman (AR) dan Shofiah (Sh)
4. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 04/ 03 Mejobo Kudus
5. Tempat / tgl lahir : Kudus, 15 Mei 1989
6. Umur : 18 Tahun
7. Pendidikan : SMA
8. Tanggal wawancara : 05 Mei 2007
B. Instrumen
1. Apa Saudara mengetahui bahwa orangtua Saudara menikah dini?
Jawab: “Iya”.
2. Apa Saudara ingin mengikuti orangtua Saudara untuk menikah dini?
Jawab: “Tidak”.
3. Apa saja yang diajarkan orangtua kepada Saudara dalam keluarga?
Jawab: “Masalah agama, tata krama, dan pergaulan”.
4. Bagaimana cara Saudara menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
khususnya keluarga?
Jawab: “Berusaha mempelajari lingkungan sekitar”.
5. Bagaimana cara orangtua mendidik Saudara?
Jawab: “Kadang dibebaskan untuk mengeluarkan pendapat tapi kadang
juga harus mengikuti kata orangtua”.
6. Bagaimana komunikasi Saudara dengan orangtua?
Jawab: “Sejauh ini dekat dan lancar-lancar saja, menurut saya
perhatian dari orangtua ke saya itu cukup, dan semenjak remaja
saya sering cerita masalah saya sama ibu”.
7. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada Saudara untuk
mengeluarkan pendapat?
155

Jawab: “Kadang iya kadang tidak”.


8. Apa Saudara memiliki masalah di rumah?
Jawab: “Kadang, masalah sama adik tapi langsung baikan lagi itu kan
masalah biasa”.
9. Apa Saudara memiliki masalah di sekolah?
Jawab: “Iya, masalah nilai matematika”.
10. Apa Saudara memiliki masalah di masyarakat?
Jawab: “Tidak pernah”.
11. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi masalah yang Saudara
hadapi?
Jawab: “Pertama introspeksi, kemudian membicarakan sama temen-
temen”.
12. Apakah Saudara selalu menceritakan masalah yang Saudara hadapi
kepada orangtua?
Jawab: “Iya sering sama ibu, masalah sekolah, masalah dengan teman-
teman”.
13. Bagaimana sikap orangtua Saudara mendengar masalah-masalah yang
Saudara hadapi?
Jawab: “Memberikan solusi semampunya”.
14. Bagaimana sikap orangtua Saudara menghadapi tingkah laku Saudara
yang bermasalah?
Jawab: “Orangtua saya memberikan nasihat”.
15. Apakah orangtua Saudara memberikan hukuman jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Iya”.
16. Apa bentuk hukuman yang diberikan orangtua jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Dicubit kadang dipukul”.
17. Apa ada hal-hal yang mendukung Saudara selama proses belajar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “ Saya mematuhi norma-norma yang ada di masyarakat”.
156

18. Apakah Saudara mengalami kendala selama proses belajar menjadi


anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Kadang, misalnya masalah perbedaan pendapat dengan
tetangga berbeda”.
19. Bagaimana sikap Saudara dalam mengatasi kendala tersebut?
Jawab: “Berusaha membaur denfan mereka dan mempelajari apa yang
biasa mereka lakukan”.
157

HASIL WAWANCARA

II. Informan Anak


A. Identitas Subjek
1. Nama : Laila Mudlikhah
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Nama orangtua : Nor Said (NS) dan Munzaro’ah (Mn)
4. Alamat : Ds. Kirig RT/ RW 03/ 04 Mejobo Kudus.
5. Tempat / tgl lahir : 07 Agustus 1994
6. Umur : 13 Tahun
7. Pendidikan : SMP
8. Tanggal wawancara : 29 April 2007
B. Instrumen
1. Apa Saudara mengetahui bahwa orangtua Saudara menikah dini?
Jawab: “Tidak tahu, Bapak Ibu tidak pernah cerita”.
2. Apa Saudara ingin mengikuti orangtua Saudara untuk menikah dini?
Jawab: “Tidak mau, pingin belajar dulu pingin jadi dokter”.
3. Apa saja yang diajarkan orangtua kepada Saudara dalam keluarga?
Jawab: “Tentang kesopanan, masalah pelajaran, dan masalah agama
saya belajar di Madrasah (sekolah agama islam)”.
4. Bagaimana cara Saudara menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
khususnya keluarga?
Jawab: “Interaksi, bicara sama teman dan tetangga tapi kalau dengan
tetangga jarang kumpul, saya lebih banyak menghabiskan
waktu di rumah”.
5. Bagaimana cara orangtua mendidik Saudara?
Jawab: “Saya harus menuruti apa kata orangtua, tapi kalau masalah
pendidikan diberi kesempatan berpendapat”.
6. Bagaimana komunikasi Saudara dengan orangtua?
Jawab: “Komunikasinya enggak ada jarak , tapi hubungannya sebatas
anak dengan orangtua, kalau curhat hanya masalah pelajaran”.
158

7. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada Saudara untuk


mengeluarkan pendapat?
Jawab: “Iya, dalam hal pendidikan sekolah dan ngaji”.
8. Apa Saudara memiliki masalah di rumah?
Jawab: “Masalah sama adik kalau dia gaduh tak pukul, dan kadang-
kadang iri sama adik”.
9. Apa Saudara memiliki masalah di sekolah?
Jawab: “Masalah pelajaran matematika, guru PPKn yang galak tapi
tidak mempengaruhi prestasi belajar, dan kadang bertengkar
dengan teman sekolah”.
10. Apa Saudara memiliki masalah di masyarakat?
Jawab: “Tidak pernah”.
11. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi masalah yang Saudara
hadapi?
Jawab: “Memikirkan matang-matang dan mencari pokok permasalahan
kemudian menyelesaikannya”.
12. Apakah Saudara selalu menceritakan masalah yang Saudara hadapi
kepada orangtua?
Jawab: “Iya masalah pelajaran”.
13. Bagaimana sikap orangtua Saudara mendengar masalah-masalah yang
Saudara hadapi?
Jawab: “Masalah tugas sekolah dibantu mencari jawaban di buku, ibu
selalu menenani belajar bareng”.
14. Bagaimana sikap orangtua Saudara menghadapi tingkah laku Saudara
yang bermasalah?
Jawab: “Biasanya ditegur”.
15. Apakah orangtua Saudara memberikan hukuman jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Tidak”.
16. Apa bentuk hukuman yang diberikan orangtua jika Saudara
melakukan kesalahan?
159

Jawab: “Tidak ada”.


17. Apa ada hal-hal yang mendukung Saudara selama proses belajar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Ada, dukungan dari teman-teman, norma di masyarakat
mudah dipatuhi, dan saya menyerap sendiri norma di
masyarakat”.
18. Apakah Saudara mengalami kendala selama proses belajar menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Tidak ada”.
19. Bagaimana sikap Saudara dalam mengatasi kendala tersebut?
Jawab: “Tidak ada”.
160

HASIL WAWANCARA

III. Informan Anak


A. Identitas Subjek
1. Nama : Sisca Aprilianti
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Nama orangtua : Suyatno (Sy) dan Murtiyah (Mr)
4. Alamat : Ds. Kirig RT/ RW 04/ 04 Mejobo Kudus.
5. Tempat / tgl lahir : Kudus, 03 April 1990
6. Umur : 17 Tahun
7. Pendidikan : SMP
8. Tanggal wawancara : 19 Mei 2007
B. Instrumen
1. Apa Saudara mengetahui bahwa orangtua Saudara menikah dini?
Jawab:”Tidak tahu”.
2. Apa Saudara ingin mengikuti orangtua Saudara untuk menikah dini?
Jawab: “Tidak”.
3. Apa saja yang diajarkan orangtua kepada Saudara dalam keluarga?
Jawab: “Sopan santun, ibadah, dan pekerjaan rumah tangga”.
4. Bagaimana cara Saudara menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
khususnya keluarga?
Jawab: “Diajarkan orangtua dan saya juga belajar sendiri”.
5. Bagaimana cara orangtua mendidik Saudara?
Jawab: “Dididik harus patuh tapi boleh berpendapat”.
6. Bagaimana komunikasi Saudara dengan orangtua?
Jawab: “Baik seperti teman sendiri”.
7. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada Saudara untuk
mengeluarkan pendapat?
Jawab: “Iya, misalnya dibidang pendidikan”.
8. Apa Saudara memiliki masalah di rumah?
Jawab: “Sulit disuruh belajar di rumah”.
161

9. Apa Saudara memiliki masalah di sekolah?


Jawab: “Kalau masalah pelajaran ada yang sulit yaitu Bahasa Inggris,
tapi kalau dengan teman tidak ada”.
10. Apa Saudara memiliki masalah di masyarakat?
Jawab: “Tidak karena saya lebih sering di rumah”.
11. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi masalah yang Saudara
hadapi?
Jawab: “Introspeksi diri”.
12. Apakah Saudara selalu menceritakan masalah yang Saudara hadapi
kepada orangtua?
Jawab: “Tidak pernah curhat dengan orangtua”.
13. Bagaimana sikap orangtua Saudara mendengar masalah-masalah yang
Saudara hadapi?
Jawab: “Menasihati”.
14. Bagaimana sikap orangtua Saudara menghadapi tingkah laku Saudara
yang bermasalah?
Jawab: “Membantu menyelesaikan masalah”.
15. Apakah orangtua Saudara memberikan hukuman jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Iya”.
16. Apa bentuk hukuman yang diberikan orangtua jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Diomeli dan tidak dikasih uang”.
17. Apa ada hal-hal yang mendukung Saudara selama proses belajar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Saya mematuhi saja norma-norma di masyarakat ini”.
18. Apakah Saudara mengalami kendala selama proses belajar menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Saya sulit bergaul dengan tetangga karena saya pendiam”.
19. Bagaimana sikap Saudara dalam mengatasi kendala tersebut?
Jawab: “Saya ingin memperbaiki diri tapi saya malu”.
162

HASIL WAWANCARA

IV. Informan Anak


A. Identitas Subjek
1. Nama : Khusnul Khotimah
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Nama orangtua : Suaib Sukardi (SS) dan Kasriah (Ks)
4. Alamat : Ds. Kirig RT/RW 04/ 04 Mejobo Kudus
5. Tempat / tgl lahir : Kudus, 23 November 1992
6. Umur : 15 Tahun
7. Pendidikan : SMP
8. Tanggal wawancara : 29 April 2007
B. Instrumen
1. Apa Saudara mengetahui bahwa orangtua Saudara menikah dini?
Jawab: “Tidak tahu”.
2. Apa Saudara ingin mengikuti orangtua Saudara untuk menikah dini?
Jawab: “Pingin, biar bisa kumpul orangtua tapi juga pingin sekolah
tinggi pingin jadi guru”.
3. Apa saja yang diajarkan orangtua kepada Saudara dalam keluarga?
Jawab: “Diajari sopan santun, sholat lima waktu, diajari masak, dan
nyuci”.
4. Bagaimana cara Saudara menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
khususnya keluarga?
Jawab: “Mengenal budaya orangtua, mengikuti tingkah laku orangtua
yang baik contohnya sholat, bantu orang lain, shohaqoh”.
5. Bagaimana cara orangtua mendidik Saudara?
Jawab: “Harus patuh sama orangtua, kalau masalah sekolah dipilih
bersama”.
6. Bagaimana komunikasi Saudara dengan orangtua?
Jawab: “Komunikasinya bagus, sering curhat sama orangtua,
contohnya masalah sekolah dan masalah teman”.
163

7. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada Saudara untuk


mengeluarkan pendapat?
Jawab: “Orangtua memberikan kebebaasan berpendapat, menentukan
sekolah, masalh teman orangtua membebaskan namun
pergaulan yang baik”.
8. Apa Saudara memiliki masalah di rumah?
Jawab: “Tidak ada, tapi orangtua kurang memberikan perhatian,
kadang bertengklar dengan adik dan tante tapi hanya masalh
kecil”.
9. Apa Saudara memiliki masalah di sekolah?
Jawab: “Masalah sama teman, kalau minta diajari tidak diajari, dan ada
guru bahasa inggris yang galak, tapi tidak mempengaruhi
nilai”.
10. Apa Saudara memiliki masalah di masyarakat?
Jawab: “Tidak ada, soalnya sering kumpul sama tetangga”.
11. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi masalah yang Saudara
hadapi?
Jawab: “Konsultasi sama orangtua”.
12. Apakah Saudara selalu menceritakan masalah yang Saudara hadapi
kepada orangtua?
Jawab: “Kadang kalau dapat niali bagus”.
13. Bagaimana sikap orangtua Saudara mendengar masalah-masalah yang
Saudara hadapi?
Jawab: “Dinasihati Mbak”.
14. Bagaimana sikap orangtua Saudara menghadapi tingkah laku Saudara
yang bermasalah?
Jawab: “Tidak ada”.
15. Apakah orangtua Saudara memberikan hukuman jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Ditegur dan dinasihati”.
164

16. Apa bentuk hukuman yang diberikan orangtua jika Saudara


melakukan kesalahan?
Jawab: “Dijewer soalnya bandel, kalau diperintah susah”.
17. Apa ada hal-hal yang mendukung Saudara selama proses belajar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Norma yang ada di masyarakat mudah dipatuhi”.
18. Apakah Saudara mengalami kendala selama proses belajar menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Tidak ada, komunikasinya baik”.
19. Bagaimana sikap Saudara dalam mengatasi kendala tersebut?
Jawab: “Tidak ada, soalnya tidak ada kendala”.
165

HASIL WAWANCARA

V. Informan Anak
A. Identitas Subjek
1. Nama : Riyan Andreyanto
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Nama orangtua : Suroto (Sr) dan Asminah (As)
4. Alamat : Ds. Kirig RT/ RW 04/ 04 Mejobo Kudus.
5. Tempat / tgl lahir : Kudus, 27 Desember 1988
6. Umur : 19 Tahun
7. Pendidikan : SMA
8. Tanggal wawancara : 18 Mei 2007
B. Instrumen
1. Apa Saudara mengetahui bahwa orangtua Saudara menikah dini?
Jawab: “Kalau itu saya belum mengetahui baru sekarang ini”.
2. Apa Saudara ingin mengikuti orangtua Saudara untuk menikah dini?
Jawab: “Kalau prinsip hidup saya beda sama orang lain, kalau belum
bisa buat rumah sendiri dan menafkahi siapa yang akan saya
nikahi saya enggak akan menikah dulu”.
3. Apa saja yang diajarkan orangtua kepada Saudara dalam keluarga?
Jawab: “Ya banyak, mulai dari segi moral, religi, dan nilai sosialisasi
di masyarakat juga diajarkan oleh orangtua saya”.
4. Bagaimana cara Saudara menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
khususnya keluarga?
Jawab: “Kalau itu dari kebiasaan dan adaptasi dengan lingkungan
sekitar kalau masyarakat maunya gini ya saya ngikut saja”.
5. Bagaimana cara orangtua mendidik Saudara?
Jawab: “Kalau soal sistem di keluarga saya menggunakan sistem
demokrasi terpimpin, jadi setiap individu dalam keluarga
dikasih hak untuk mengeluarkan suaranya tapi masih dipimpin
kepala keluarga yaitu bapak”.
166

6. Bagaimana komunikasi Saudara dengan orangtua?


Jawab: “Sampai sekarang ini baik-baik saja, kalau hubungan dengan
orangtua ya kadang dekat kadang tidak, karena dengan keadaan
orangtua saya sekarang yang pekerjaannya semakin padat
jadwalnya saya jarang bisa berkomunikasi dengan orangtua.
Saya lebih dekat dengan ibu bisa face to face dan bisa bisara
satu sama lain”.
7. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada Saudara untuk
mengeluarkan pendapat?
Jawab: “Itu pasti, kami selalu dikasih kebebasan berpendapat untuk
mengeluarkan unek-unek di keluarga kami, salah satunya soal
memilih jurusan IPA, IPS atau Bahasa karena kemampuan saya
sedang-sedang saja saya memilih IPS dan orangtua saya
menyetujuinya”.
8. Apa Saudara memiliki masalah di rumah?
Jawab: “Kalau permasalahan tiap orang juga punya termasuk saya.
Soal masalah dengan keluarga itu saya jarang bangun pagi jadi
ya kadang dapat omelan dari ibu”.
9. Apa Saudara memiliki masalah di sekolah?
Jawab: “Kalau di sekolah itu kami masih proses belajar jadi kalau ada
masalah bisa kami selesaikan bersama, jadi masalah yang ada
bisa diatasi dengan cepat”.
10. Apa Saudara memiliki masalah di masyarakat?
Jawab: “Sampai sekarang ini belum ada”.
11. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi masalah yang Saudara
hadapi?
Jawab: “Kalau saya punya masalah, pertama saya curhat dengan
orangtua saya, kedua harus bisa beradaptasi apa maunya
masyarakat”.
12. Apakah Saudara selalu menceritakan masalah yang Saudara hadapi
kepada orangtua?
167

Jawab: “Tidak selalu, ada masalah yang tidak saya ceritakan cuma
saya pendam sendiri. Kalau masalah pribadi saya bisa curhat
tapi kalau masalah kemasyarakatan dan bersosialisasi saya sulit
menceritakan sama orangtua karena itu bisa menumbuh
kembangkan kepribadian saya jadi saya mencoba memecahkan
masalah itu sendiri”.
13. Bagaimana sikap orangtua Saudara mendengar masalah-masalah yang
Saudara hadapi?
Jawab: “Respon dari orangtua saya memberikan pendapatnya,
walaupun itu bisa saya terima atau tidak tapi mungkin
pendapatnya itu bisa membuat aku lebih tahu soal problematik
yang sedang saya alami”.
14. Bagaimana sikap orangtua Saudara menghadapi tingkah laku Saudara
yang bermasalah?
Jawab: “Setiap saya punya masalah di masyarakat atau dengan teman-
teman saya selalu terbantu dengan nasihat dari arang tua”.
15. Apakah orangtua Saudara memberikan hukuman jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Mulai sekarang ini saya tidak pernah mendapat hukuman
karena orangtua saya tahu saya sudah besar jadi tidak pantas
dapat hukuman baik secara fisik maupun lisan”.
16. Apa bentuk hukuman yang diberikan orangtua jika Saudara
melakukan kesalahan?
Jawab: “Dulu waktu SMP masih dijewer”.
17. Apa ada hal-hal yang mendukung Saudara selama proses belajar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Kalau hal yang mendukung untuk proses sosialisasi di
masyarakat itu saya lakukan secara alamiah, jadi masyarakat
melakukan apa saya reflek untuk melakukan itu juga dan saya
mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat”.
168

18. Apakah Saudara mengalami kendala selama proses belajar menjadi


anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga?
Jawab: “Kendalanya banyak, tapi saya tidak bisa menyebutkan satu
persatu karena saya baru remaja ini masuk di masyarakat secara
utuh, contohnya itu sebagai remaja saya belum punya
kesabaran yang cukup jadi untuk memecahkan masalah di
masyarakat itu emosi saya masih meledak-ledak jadi sulit
sekali untuk memecahkan masalah di masyarakat”.
19. Bagaimana sikap Saudara dalam mengatasi kendala tersebut?
Jawab: “Saya berusaha untuk mengendalikan emosi saya dalam
mengatasi masalah”.
169

HASIL WAWANCARA

I. Informan Tokoh Masyarakat


A. Kepala KUA Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus
Nama : Drs. H. Sururi
Jabatan: Kepala KUA Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus

9. Bagaimana tanggapan Saudara terhadap pernikahan dini?


Jawab: “Sebagai pelaksana hukum, kami menikahkan pasangan calon
suami istri yang sudah memenuhi syarat dalam arti batasan usia
baik laki-laki maupun perempuan. Proses pernikahan itu kan
ada pemeriksaan pranikah dan ada istilah penasihatan pra
perkawinan. Ketika kami memberikan penasihatan itu
disesuaikan secara kondisional yang sedang dihadapi. Misal
untuk pernikahan dini itu otomatis bagaimana calon mempelai
bisa mewaspadai terhadap kemungkinan-kemungkinan baik
dari sisi kesehatan maupun mentalitas, karena pendidikan
sangat berpengaruh terhadap kejiwaan atau kedewasaan anak.
Menurut saya sesuai UU No. 1tahun 1974 bahwa bagi
mempelai putra maupun putri yang belum berumur 21 tahun
harus ada ijin orang tua. Jadi pernikahan dini itu pernikahan
pasangan calon suami istri yang belum mencapai umur 21
tahun”.
10. Bagaimana sikap orang yang menikah dini dalam masyarakat?
Jawab: “Sikapnya ya bermacam-macam, ada yang baik dan ada yang
tidak tergantung individunya masing-masing”.
11. Bagaimana pendapat Saudara tentang keluarga pernikahan dini dalam
mendidik anaknya (remaja)?
Jawab: “Kalau orang menikah dini itu kan dibelakangnya macam-
macam, artinya keberhasilan pasangan suami istri yang baru itu
ada beberapa hal yang mendukung. Pertama mereka sendiri,
170

dan kedua adalah sejauh mana dukungan orang tua dari


masing-masing mempelai. Sudah menjadi kebiasaan di Jawa
kalau nikah yang sudah direstui masing-masing orang tua
kemungkinan seperti itu ditanggung bersama tidak hanya
dibebankan pada mempelai, karena di sini termasuk kategori
tradisional. Memang idealnya orang menikah itu sudah punya
pekerjaan terutama suami”.
12. Bagaimana pendapat Saudara tentang proses belajar anak (remaja)
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga
pernikahan dini?
Jawab: “Umumnya itu anak belajar sendiri menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Mereka mengikuti kebiasaan-kebiasaan dan
aturan-aturan yang ada di masyarakatnya”.
13. Apa saja dampak positif bagi pasangan suami istri yang menikah dini?
Jawab: “Ya jelas ada, yang namanya orang menikah itu dalam agama
ada istilah “’abdun gholidhun” artinya suatu ikrar bersama
yang sangat punya nilai”.
14. Apa saja dampak negatif bagi pasangan suami istri yang menikah dini?
Jawab: “Dampak negatifnya kalau kesehatan tidak dominan, tapi
biasanya orang menikah dini itu kadang-kadang nanti kalau
keluarga sudah berjalan 5-10 tahun biasanya ada gangguan”.
15. Apa saja dampak positif bagi anak dari keluarga pernikahan dini?
Jawab: “Dampak positifnya bagi anak ketika keluarga itu betul-betul
sakinah justru menurut saya lebih positif. Artinya ketika orang
punya anak lebih dini, maka masa anak di bawah tanggungan
orang tua akan lebih lama juga. Ketika anak sudah beranjak
dewasa, orang tua masih bisa membiayai pendidikannya.
Kondisi seperti itu lebih terasa di kalangan PNS, ketika orang
tua sudah pensiun anak sudah bisa berdiri sendiri. Tetapi semua
itu sangat tergantung keberhasilan ekonomi orang tua”.
16. Apa saja dampak negatif bagi anak dari keluarga pernikahan dini?
Jawab: “Dampak negatifnya itu tidak selalu ada. Hal ini tergantung
bagaimana cara orang tua itu mendidik anaknya”.
171

B. Tokoh Masyarakat
Nama : Subhan
Pendidikan terakhir : SD
Jabatan : Pembantu Kaur Kesra desa Kirig

1. Bagaimana tanggapan Saudara terhadap pernikahan dini?


Jawab: “Menurut persyaratan hokum pernikahan UU No. 1 tahun 1974
bahwa pasangan suami istri yang ideal itu perempuan 21 tahun
dan laki-laki 25 tahun, kalau di bawah umur 21 tahun harus ada
ijin dari orang tua”.
2. Bagaimana sikap orang yang menikah dini dalam masyarakat?
Jawab: “Baik”.
3. Bagaimana pendapat Saudara tentang keluarga pernikahan dini dalam
mendidik anaknya (remaja)?
Jawab: “Anak dididik terutama masalah pendidikan agama. Usia orang
tua yang muda dan rendahnya pendidikan menurut saya tidak
berpengaruh pada anak”.
4. Bagaimana pendapat Saudara tentang proses belajar anak (remaja)
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam keluarga
pernikahan dini?
Jawab: “Baik”.
5. Apa saja dampak positif bagi pasangan suami istri yang menikah dini?
Jawab: “Membangun rumah tangga yang sakinah”.
6. Apa saja dampak negatif bagi pasangan suami istri yang menikah dini?
Jawab: “Kurang dapat mendidik anak dan masalah kesehatan”.
7. Apa saja dampak positif bagi anak dari keluarga pernikahan dini?
Jawab: “Ya saat anak sudah dewasa orang tua masih kelihatan muda”.
8. Apa saja dampak negatif bagi anak dari keluarga pernikahan dini?
Jawab: “Anak sulit masalah pendidikan keluarga”.
172

CATATAN LAPANGAN

1. Keluarga AR dan Sh
Identitas Informan:
Nama orang tua : Abdul Rochman (AR) dan Shofiah (Sh)
Nama anak : Ulin Noor Hidayah

Jumlah anggota keluarga dalam keluarga ini adalah empat orang, yaitu
terdiri dari orang tua (AR dan Sh), dan dua orang anak perempuan. Ulin
(informan anak) adalah anak pertama dalam keluarga ini. Sekarang dia duduk
di SMA kelas 12 si sebuah sekolah swasta di kota Kudus. Kegiatan rutin yang
dilakukan oleh ulin tiap harinya yaitu mulai dari bangun pagi, sholat Subuh,
nyuci, mandi, sarapan, berangkat sekolah, pulang sekolah, makan siang, sholat
Dzuhur, makan siang, tidur siang, bangun tidur nonton TV, membersihkan
rumah, mandi, sholat A’shar, nonton TV, sholat Maghrib, pergi mengaji,
sholat Isya’, pulang ke rumah, nonton TV dengan keluarga, belajar, kemudian
tidur. Hal tersebut adalah kegiatan rutin yang selalu dilakukan Ulin jika tidak
ada kegiatan yang lain.
Komunikasi antara orang tua dan anak dalam keluarga ini terjalin
dengan baik. Hubungan Ulin dengan anggota keluarga yang lain seperti nenek,
kakek, dan tante juga baik, hal tersebut karena meskipun mereka semua
tinggal di rumah yang berbeda tetapi masih dalam satu desa sehingga lebih
sering bertemu.
173

CATATAN LAPANGAN

2. Keluarga NS dan Mn
Identitas Informan:
Nama Orang Tua : Nor Said (NS) dan Munzaro’ah (Mn)
Nama Anak : Laila Mudlikhah

Keluarga NS dan Mn merupakan keluarga kecil, yaitu terdiri dari orang


tua dan dua orang anak. Laila Mudlikhah adalah anak pertama dalam keluarga
ini. Dalam kesehariannya, Laila tumbuh menjadi anak yang keras karena
dididik secara otoriter. Orang tuanya mengatakan bahwa Tugas Laila di rumah
hanya harus belajar agar nilai sekolahnya bagus. Dia jarang membatu Ibunya
di warung. Ayah Laila (NS) selalu menyuruh anaknya belajar karena Laila
termasuk anak yang berprestasi di sekolah, dia selalu mendapat rangking lima
besar di kelasnya. Oleh karena itu orang tuanya tidak ingin prestasinya turun.
Selain belajar di sekolah formal, Laila juga belajar agama Islam di
lembaga pendidikan agama Islam di Desa Kirig yaitu Madrasah Diniyyah.
Pelaksanaannya yaitu tiap hari Jum’at sampai Rabu pada malam hari setelah
Sholat Magrib. Dari situlah Laila mendapatkan pendidikan agama Islam.
174

CATATAN LAPANGAN

3. Keluarga Sy dan Mr
Identitas Informan:
Nama Orang Tua : Suyatno (Sy) dan Murtiyah (Mr)
Nama Anak : Sisca Aprilianti

Keluarga Sy dan Mn memiliki religi yang kuat. Dalam mendidik


anaknya, Sy menggunakan agama. Keluarga ini juga merupakan bentuk
keluarga kecil yaitu terdiri dari orang tua dan dua orang anak. Sisca adalah
anak pertama dalam keluarga ini. Sisca merupakan anak yang pendiam, hal
tersebut diakui oleh kedua orang tuanya. Dan menurut seorang temannya,
Sisca juga pendiam jika bersama teman-temannya. Peneliti juga merasakan hal
yang sama saat mengamati keluarga ini dan saat wawancara dengan Sisca.
Saat wawancara Sisca selalu memberikan jawaban yang singkat-singkat dan
dia juga mengucapkannya dengan suara yang lirih. Dia cenderung sulit dalam
mengungkapkan perasaannya dalam bentuk kata sehingga peneliti harus
mengulang-ulang pertanyaan agar Sisca dapat memberikan jawaban yang
mendalam.
Menginjak usia remaja, menurut orang tuanya Sisca mulai berani
membantah pada orang tua. Sy ayah Sisca memberi contoh jika sudah di
depan TV Sisca sulit disuruh belajar, dan dia membantah jika ditegur untuk
belajar. Meskipun demikian jika di luar rumah, menurut temannya Sisca
adalah anak yang pendiam.
175

CATATAN LAPANGAN

4. Keluarga SS dan Ks
Identitas Informan:
Nama Orang Tua : Suaib Sukardi (SS) dan Kasriah (Ks)
Nama Anak : Khusnul Khotimah

Keluarga SS dan Ks dalam mendidik anaknya sedikit keras. Berdasarkan


pengamatan yang peneliti lakukan, Ks Ibu Khusnul selalu memukul (pukulan
kecil) dan mencubit anaknya jika melakukan kesalahan atau tidak mau disuruh
orang tua. Ks selalu memarahi khusnul jika tidak mau disuruh-suruh, dan Ks
berteriak teriak jika menuruh anaknya melakukan sesuatu.
Setelah menginjak remaja, Khusnul mulai berani membantah orang
tuanya jika disuruh melakukan sesuatu. Dia juga sering bertengkar dengan
tantenya hanya masalah kecil, tetapi pertengakaran mereka tidak berlangsung
lama dan baikan lagi. Khusnul sering bertengkar dengan tantenya karena
dalam keluarga ini termasuk Ks (ibu Khusnul) dan tantenya terbisa bicara
dengan suara yang keras sehingga Khusnul jengkel.
Meskipun kadang-kadang membantah ibunya tetapi hubungan Khusnul
dengan Ibunya tetap terjalin baik. Hal tersebut sudah dianggap biasa dalam
keluarga ini, dan Khusnul juga sering cerita dengan ibunya masalah
pelajarannya di sekolah. Khusnul juga sering kumpul dengan tetangganya
sehingga dapat bersosialisasi dengan masyarakat .
Selain belajar di sekolah formal, Khusnul juga belajar agama Islam di
Madrasah Diniyyah di Desa Kirig pada malam hari. Di sana Khusnul
mendapatkan pendidikan agama Islam dan mendapat teman yang banyak.
176

CATATAN LAPANGAN

5. Keluarga Sr dan As
Identitas informan:
Nama orang tua : Suroto (Sr) dan Asminah (As)
Nama anak : Riyan Andreyanto

Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah di keluarga ini
berjumlah enam orang, yaitu orang tua (Sr dan As), empat orang anak, dan
seorang nenek.keluarga ini hidup dengan ekonomi yang kurang baik, hal
tersebut dikarenakan kepala rumah tangga dalam keluarga ini menganut
poligami sehingga keuangan harus dibagi dua. Sr memiliki dua orang istri, As
adalah istri pertama dan Siti adalah istri kedua, tetapi mereka berdua tinggal di
rumah yang berbeda. Hidup dengan ekonomi yang kurang dirasakan keluarga
Sr da As sejak As melahirkan anak ketiga, sejak itu As berhenti bekerja dari
pekerjan sebagai buruh pabrik. As berhenti dari pekerjaannya untuk mengasuh
anak-anaknya di rumah.
Andre (informan anak) adalah anak pertama dari pasangan Sr dan As.
Dia mengalami masalah di sekolah yaitu dia sering nunggak membayar iuran
sekolah karena orang tuanya belum memiliki uang untuk membayarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari Andre tumbuh menjadi anak yng mau membantu
orang tua mengerjakan pekerjaan rumah seperti nyapu, dan nyuci karena
ibunya sibuk mengasuh adik-adiknya dan ayahnya jarang di rumah. Dia juga
selalu mengajak main adik ketiganya yang masih di bawah umur 3 tahun jika
ibunya sedang mengasuh adiknya yang paling kecil yang masih berumur di
bawah satu tahun.
Menurut ibunya, Andre termasuk anak yang jarang sholat terutama
sholat Subuh. Dia selalu malas bangun pagi meskipun sudah dibangunkan
ibunya. Andre lebih dekat dengan ibunya karena ayahnya jarang di rumah.
Jenis pekerjaan sebagai sopir membuat Sr jarang bersama keluarga karena
harus mengantar barang ke luar kota atau bahkan ke luar pulau.
177

FOTO INFORMAN

1. Keluarga Abdul Rochman (AR) dan Shofiah (Sh)

Foto penulis dengan bapak AR dan Sh

Foto penulis dengan Ulin (informan anak)

Foto penulis dengan keluarga AR dan Sh


178

2. Keluarga Nor Said (NS) dan Munzaro’ah (Mn)

Foto penulis dengan NS dan Mn

Foto penulis dengan Laila (informan anak) dan orang tuanya


179

3. Keluarga Suyatno (Sy) dan Murtiyah (Mr)

Foto penulis dengan Sy dan Mr

Foto penulis dengan Sisca (informan anak)

Foto penulis dengan keluarga Sy dan Mr


180

4. Keluarga Suaib Sukardi (SS) dan Kasriah (Ks)

Foto penulis dengan SS dan Ks

Foto penulis dengan Khusnul (informan anak)

Foto keluarga SS dan Ks


181

5. Keluarga Suroto (Sr) dan Asminah (As)

Foto penulis dengan As

Foto penulis dengan Andre (informan anak)

Foto penulis dengan keluarga Sr dan As


182

6. Tokoh Masyarakat

Foto penulis dengan Drs. H. Sururi (Kepala KUA Kec. Mejobo Kab. Kudus)

Foto penulis dengan bapak Subhan (Kaur Kesra desa Kirig)


183

Anda mungkin juga menyukai