Persiapan resusitasi neonatus adalah penilaian awal yang dilakukan sejak janin masih
dalam kandungan melalui penilaian antenatal. Dalam pemeriksaan tersebut, dilakukan
penilaian faktor risiko perinatal yang dapat meningkatkan potensi terjadinya asfiksia
intrapartum. Penilaian awal akan membantu persiapan personil dan peralatan yang
lebih maksimal.[9,10]
Resusitasi neonatus umumnya dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami
permasalahan transisi kehidupan, yang awalnya dari dalam kandungan menjadi
kehidupan di luar kandungan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus tindakan
resusitasi juga dapat dilakukan hingga usia 1 minggu pasca kelahiran. Penilaian awal
adalah komponen penting dalam tindakan resusitasi neonatus. Terdapat 3 komponen
penting dalam penilaian awal, yaitu:
Menangis atau bernapas: apakah bayi menangis atau bernapas setelah lahir? [9,10]
Jika semua jawaban dari 3 pertanyaan di atas adalah “ya”, maka bayi dapat tetap
bersama ibu dan menjalani perawatan rutin. Perawatan rutin yang diberikan pada bayi
dengan kondisi tersebut, antara lain pengeringan, termoregulasi, penilaian warna kulit,
dan pembersihan jalan napas bila diperlukan. Observasi terkait aktivitas, napas, dan
warna kulit tetap dilakukan secara berkala.[8-10]
Namun, jika minimal terdapat satu jawaban “tidak” pada salah satu komponen
pertanyaan di atas, maka neonatus perlu mendapatkan tindakan lanjutan. Tindakan
lanjutan dalam resusitasi neonatus dilakukan berdasarkan urutan dan respons yang
diberikan oleh bayi.[8-10]
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan untuk tindakan resusitasi neonatus sebaiknya selalu
tersedia lengkap di ruang bersalin dengan berbagai ukuran, untuk neonatus dengan
usia gestasi yang bervariasi. Secara umum dibutuhkan peralatan yang digunakan untuk
menghangatkan tubuh neonatus, membantu respirasi, melakukan suction, memberikan
cairan dan obat-obatan, serta tindakan prosedural lainnya.[8,10]
Peralatan Terkait Respirasi
Peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi neonatus terkait respirasi, antara lain:
Stetoskop
Manometer
Laringoskop dengan ukuran 0,1, dan 00, disertai dengan lampu dan baterai cadangannya
Stilet untuk ETT
Laryngeal mask airway (LMA) ukuran 1 [8,10]
Suction
Aspirator meconium
Peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi neonatus terkait pemberian cairan, antara lain:
Resusitasi neonatus perlu disiapkan cairan injeksi epinefrin 1:10.000 atau 0.1 mg/ml. Peralatan
yang dibutuhkan adalah:
Peralatan sebaiknya ditempatkan pada lemari yang diorganisir berdasarkan tahapan algoritma
resusitasi. Penelitian menunjukkan bahwa penempatan yang terorganisir dapat menghemat waktu
hingga 32% dengan pengambilan alat yang lebih akurat.[10,11]
Posisi Pasien
Salah satu langkah awal resusitasi neonatus adalah memposisikan bayi dalam posisi sniffing yang
bertujuan membuka jalan napas. Posisi ini merupakan posisi fleksi pada leher dengan ekstensi
pada bagian servikal atas dengan menggunakan bantal yang diletakkan di bawah leher. Bantal
tersebut berfungsi untuk menopang bagian oksiput yang besar di bagian kepala.[10,12]
Penelitian menunjukkan bahwa posisi sniffing terbukti dapat memberikan sudut antara
oksiput, opistion (titik tengah pada batas posterior foramen magnum), dan tulang servikal sebesar
144-150 derajat. Besaran sudut tersebut dapat meningkatkan probabilitas lebih dari 95% terhadap
patensi jalan napas.[10,12]
Prosedural
Berdasarkan American Heart Association Guidelines 2015, resusitasi neonatus terdiri dari 4
langkah yang dilakukan berurutan sesuai respons neonatus:
Langkah awal stabilisasi
Kompresi dada
Semua langkah tersebut perlu dilakukan secara cepat, kurang lebih 60 detik untuk melakukan
langkah awal, reevaluasi, hingga memulai ventilasi, dan oksigenasi. Hal ini penting karena
berkaitan dengan tingkat keberhasilan tindakan resusitasi.[6,8,10]
Tali pusat (korda umbilikal) juga sebaiknya dijepit setelah minimal 30 detik pasca kelahiran.
Guideline Eropa bahkan menyarankan untuk menunda penjepitan tali pusat minimal hingga 1
menit setelah bayi lahir jika memungkinkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah redistribusi
darah secara mendadak ke paru-paru, mengurangi resiko perdarahan intraventrikular, mencegah
transfusi, serta mengurangi resiko terjadinya necrotizing enterocolitis (NEC).[6,10]
Gambar 1. Alur Resusitasi Neonatus diadaptasi dari guideline AHA 2015 (Sumber: dr. Giovanni
Gilberta, 2019) [10]
Langkah Awal Stabilisasi
Langkah stabilisasi awal dilakukan apabila terdapat minimal satu jawaban “tidak” dari tiga
pertanyaan terkait usia gestasi, tonus otot, dan kondisi neonatus menangis atau bernapas.
Langkah awal stabilisasi terdiri dari mempertahankan suhu, memposisikan pasien,
membersihkan sekret, mengeringkan neonatus, dan menstimulasi bayi untuk bernapas.[8-10]
Penilaian denyut jantung juga merupakan salah satu komponen dalam langkah awal, karena
dapat digunakan untuk mengevaluasi usaha napas dan intervensi yang diberikan dalam resusitasi.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan oksimetri atau monitor EKG. Namun, penggunaan
EKG lebih disarankan karena penilaian terjadi dengan lebih cepat dan akurat.[6,8,10]
Mempertahankan Suhu:
Selama tindakan suhu neonatus perlu dipertahankan berada dalam rentang 36,5-37,5 derajat C.
Kondisi hipotermia memiliki asosiasi dengan peningkatan resiko perdarahan, sepsis,
hipoglikemia, dan mortalitas. Kondisi hipertermia lebih dari 38 derajat C juga penting untuk
dihindari.[8,10]
Cara mempertahankan suhu pada bayi dapat dilakukan dengan mengeringkan bayi, menutup
kepala dan badan dengan handuk, serta menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit (skin-
to-skin) dengan ibu. Pada kondisi dengan sumber daya terbatas, bayi dapat ditempatkan dalam
plastik hingga leher dan dipakaikan pakaian setelah dikeringkan.[8,10]
Bayi prematur rentan mengalami hipotermia sehingga perlu intervensi yang bervariasi. Intervensi
yang dilakukan adalah penggunaan bungkus polietilen, radiant heater, topi, matras hangat,
penggunaan gas yang hangat dan sudah dihumidifikasi, serta ruang bersalin yang hangat.[9,10]
Memposisikan Pasien:
Tujuan memposisikan bayi pada tindakan resusitasi adalah untuk membuka jalan napas. Posisi
yang paling tepat adalah posisi sniffing dengan memfleksikan leher dan posisi ekstensi pada
servikal atas dengan bantal di bawah leher. Posisi ini terbukti dapat meningkatkan 95% patensi
jalan napas.[10,13]
Membersihkan Sekret:
Proses pembersihan sekret dilakukan bila jalan napas diduga mengalami sumbatan atau terdapat
indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif (VTP). Tindakan pembersihan dapat menyebabkan
bradikardi akibat stimulasi di nasofaring. Biasanya sekret dibersihkan menggunakan balon
penghisap atau suction catheter. Tindakan intubasi dan suction tidak lagi diindikasikan pada bayi
yang lahir dengan aspirasi mekonium.[10,13]
Mengeringkan Neonatus:
Proses pengeringan neonatus dilakukan dengan menggunakan handuk yang sebelumnya sudah
dihangatkan dan hanya dilakukan pada neonatus aterm. Pada kondisi bayi prematur, proses
pengeringan tidak perlu dilakukan dan neonatus biasa langsung dibungkus dengan menggunakan
plastik.[8,10]
Stimulasi bayi untuk bernapas dapat diawali dengan proses pembersihan sekret dan pengeringan.
Namun pada beberapa kondisi, tindakan tersebut tetap tidak dapat menginisiasi proses bernapas
sehingga dibutuhkan tindakan stimulasi lain, seperti mengusap bagian punggung atau menyentil
bagian telapak kaki neonatus.[8,10]
Tahapan ventilasi dan oksigenasi dilakukan jika neonatus tidak memberikan respons yang
adekuat setelah dilakukan langkah awal stabilisasi. Berdasarkan rekomendasi American Heart
Association 2019, inisiasi pemberian oksigen sebaiknya diawali dengan konsentrasi sebesar
21%. Penggunaan oksigen dapat meningkatkan mortalitas apabila diberikan konsentrasi 100%,
sehingga tidak lagi disarankan.[6,10,13]
Pada neonatus prematur dengan usia gestasi kurang dari 35 minggu, konsentrasi oksigen dapat
dimulai dari konsentrasi 21% hingga 31%. Konsentrasi oksigen dapat dititrasi secara bertahap
sesuai kebutuhan. Target saturasi oksigen yang diharapkan adalah saturasi preduktal berdasarkan
rentang interkuartil yang diukur pada neonatus sehat. Target saturasi preduktal pada neonatus
yang diharapkan adalah sebagai berikut:
Menit 1 : 60-65%
Menit 2 : 65-70%
Menit 3 : 70-75%
Menit 4 : 75-80%
Menit 5 : 80-85%
Sebelum memberikan bantuan ventilasi, evaluasi terhadap usaha napas dilakukan terhadap
neonatus. Pada neonatus yang mengalami apnea, gasping, sianosis sentral menetap meskipun
sudah diberikan suplementasi oksigen, atau nadi kurang dari 100 kali/menit, ventilasi tekanan
positif / VTP merupakan pilihan.[6,10]
Pemberian VTP dapat dilakukan menggunakan resuscitator T-piece, balon mengembang sendiri
(self-inflating bag), atau balon yang tidak mengembang sendiri (flow-inflating bag), tergantung
ketersediaan dan preferensi. Pemberian VTP dilakukan dengan frekuensi 40-60 kali/menit
dengan tekanan puncak inspirasi awal 30-40 cmH2O, namun pada bayi prematur tekanan dimulai
dari 20-24 cmH2O.[10,14]
Evaluasi terkait pemberian VTP dilakukan setelah 15 detik berdasarkan denyut jantung dan
pengembangan dada. Jika ventilasi yang diberikan tidak efektif, langkah koreksi dengan
akronim MR.SOPA dapat dilakukan, yaitu:
Mask adjustment: memperbaiki letak sungkup wajah
Reposition airway: mereposisi jalan napas dengan meletakkan kepala pada posisi netral atau
ekstensi
Suction mouth and nose: mengisap bagian mulut dan hidung
Open mouth: membuka mulut dan mengangkat dagu ke depan
Pressure increase: meningkatkan tekanan puncak inspirasi 5-10 cmH2O hingga maksimal 40
cmH2O
Alternative airway: menggunakan jalan napas alternatif berupa ETT atau sungkup laring (LMA)
[10,14]
Penggunaan pipa endotrakeal (Endotracheal Tube / ETT) atau sungkup laring merupakan salah
satu langkah korektif untuk memperbaiki ventilasi inadekuat. Penggunaan ETT juga
diindikasikan ketika penggunaan ventilasi sungkup wajah berkepanjangan, kompresi dada, atau
keadaan khusus, seperti hernia diafragmatika kongenital.[10,14]
Penempatan optimal ETT berlokasi pada vertebra thorakal 1 atau 2 dengan ukuran ETT yang
dapat ditentukan berdasarkan usia gestasi atau metode panjang nasal-tragus. Apabila intubasi
tidak dapat dilakukan, pemakaian sungkup laring (Laryngeal Mask Airway / LMA) dapat
digunakan pada neonatus yang memiliki usia gestasi lebih dari 34 minggu.[10,14,15]
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi
dengan kesulitan bernapas atau sianosis persisten. CPAP juga dapat digunakan untuk membantu
bayi prematur dengan usia gestasi <30 minggu yang dapat bernapas spontan. Tekanan yang
dianjurkan adalah sebesar 5-8 cmH2O. Pada kasus bayi prematur yang mengalami kesulitan
napas dan membutuhkan VTP, penggunaan Positive End-Expiratory Pressure
(PEEP) direkomendasikan.[6,10,14]
Kompresi Dada
Kompresi dada diindikasikan pada neonatus yang memiliki denyut jantung dibawah 60
kali/menit, meskipun sudah diberikan VTP yang adekuat melalui intubasi. Terdapat dua teknik
kompresi yang dapat dilakukan, yaitu teknik 2-ibu jari dan teknik 2-jari.[8,10,14]
Teknik 2-ibu jari menggunakan ibu jari untuk melakukan kompresi dan jari lainnya mengelilingi
dada, serta menyokong punggung. Penggunaannya lebih tidak melelahkan bagi penolong dan
merupakan metode yang direkomendasikan. Teknik 2-jari menggunakan jari 2 dan 3 untuk
kompresi, sedangkan tangan lain digunakan untuk menyokong punggung.[8,10,14]
Kompresi dilakukan pada sepertiga bawah tulang sternum dengan kedalaman sekitar sepertiga
diameter anteroposterior dada. Kompresi dilakukan dengan rasio kompresi banding ventilasi 3:1,
dengan kecepatan 90 kompresi dan 30 napas dalam 1 menit. Evaluasi denyut jantung dilakukan
setelah 60 detik dengan rekomendasi penilaian menggunakan EKG. Kompresi dihentikan apabila
denyut jantung ≥60 kali/menit.[8,10,14]
Apabila denyut jantung tetap kurang dari 60 kali/menit, walaupun sudah pemberian ventilasi
adekuat dengan konsentrasi 100% menggunakan ETT, dan sudah dilakukan kompresi dada
selama 60 detik, epinefrin dan/atau volume cairan NaCl 0,9% diindikasikan untuk diberikan pada
neonatus.[8,10,14]
Jika proses resusitasi telah berhasil mengembalikan ventilasi dan sirkulasi secara efektif, jalan
napas dan ventilasi perlu dipertahankan tetap stabil. Neonatus sebaiknya mendapatkan ventilasi
mekanik dengan udara hangat dan telah dihumidifikasi untuk mencegah hipotermia dan
overdistensi. Penggunaan PEEP disarankan untuk mencegah atelektasis. Target saturasi yang
diharapkan adalah 90-96% untuk bayi aterm dan 90-92% untuk bayi prematur.[8,10]
Selama masa transisi, bayi banyak menggunakan glukosa sehingga sering dijumpai penurunan
glukosa darah pada 2-6 jam pertama kehidupan bayi aterm. Kadar glukosa darah bayi biasa akan
stabil pada 50-60 mg/dl. Pada bayi hipoglikemia simptomatik dapat diberikan
cairan dextrose 10% dalam air (dextrose 10 in water / D10W) secara bolus sebanyak 2 ml/kg.
Diikuti dengan infus pemeliharaan D10W kombinasi dengan larutan elektrolit lain, seperti ringer
laktat atau 1/2 larutan salin.[8,10]
Pasca resusitasi, bayi perlu mencapai homeostasis glukosa dan keseimbangan elektrolit, serta
mempertahankan volume intravaskuler. Evaluasi terkait berat badan, status hidrasi, produksi
urin, dan konsentrasi natrium perlu dilakukan secara berkala. Kebutuhan cairan harian dimulai
60-80 ml/kg/hari pada bayi yang ditempatkan di inkubator.[8,10]
Proses Pemindahan Neonatus
Pada beberapa kasus, bayi perlu dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Tenaga
medis perlu mempersiapkan dokumentasi resusitasi dan memastikan bayi telah mendapatkan
semua perawatan rutin sebelum meninggalkan fasilitas kesehatan. Semua pipa, kabel, kateter,
dan alat bantu lain harus berada dalam posisi yang adekuat, sehingga tidak berpindah posisi atau
bergeser saat proses pemindahan neonatus. Jika memungkinkan, proses pemindahan dikawal
oleh petugas kesehatan yang berpengalaman dalam prosedur resusitasi neonatus.[8,10]
Hipotermia Terapeutik
Neonatus yang terdiagnosa mengalami ensefalopati derajat sedang-berat dalam 1-6 jam pasca
kelahiran, disertai dengan asfiksia peripartum, direkomendasikan menjalani tindakan hipotermia
terapeutik. Kondisi asfiksia peripartum terjadi apabila neonatus memenuhi minimal satu kriteria
berikut:
Tindakan hipotermia terapeutik adalah menurunkan suhu inti tubuh neonatus hingga mencapai
33,5 derajat C selama 72 jam. Pasca periode waktu tersebut, suhu tubuh akan ditingkatkan secara
bertahap. Tindakan ini bersifat neuroprotektif dan terbukti mengurangi kematian, serta kecacatan
pada usia 18 bulan.[9,10]