Anda di halaman 1dari 7

Jenis-Jenis Feminisme dalam Gender

1. Feminism Psikoanalisis Gender


Psikoanalisis mengkaji pertanyaan tentang bagaimana perempuan
itu hadir kemudian berkembang. Psikoanalis meyakini bahwasanya anak
laki-laki dan perempuan tidak memiliki banyak perbedaan ketika lahir,
namun konsep Oedipal yang mengkotak-kotakkan mereka kedalam peran
sosial masing-masing dengan posisi perempuan tidak melampaui posisi
laki-laki. Seorang tokoh feminism psikoanalisis, Freud menyatakan
bahwasanya awal anak laki-laki dan perempuan pada masa pra-Oedipalnya
ialah sama yang mana secara emosional mereka terikat kepada ibu. Hal ini
lah yang menjadi landasan Freud meyakini bahwasanya gadis kecil ialah
pria kecil dengan maksud bahwa bayi belum dapat dibedakan secara
seksual.1 Freud meyakini bahwasanya inferioritas perempuan disebabkan
oleh perbedaan fisik dimana perempuan tidak memiliki penis seperti laki-
laki. Perkembangan manusia menurut Freud juga memiliki seperangkat
urutan yang kompleks dan apabila seseorang tidak berkembang sesuai alur
yang ada dianggap sebagai individu yang cacat dan menyimpang.
Psikoanalisis menjunjung tinggi gagasan libido maskulin tunggal.
Psikoanalisis merupakan jenis feminism yang berfokus terhadap
penerapan norma-norma terkait gender terhadap anak-anak dan bagaimana
hal tersebut membuat pikiran manusia menjadi terstruktur.
Psikoanalisis sangat menjunjung tinggi gagasan libido maskulin
tunggal dan super ego dimana keinginan untuk seorang perempuan
menjunjung tinggi feminism disebabkan oleh anatomi tubuh atau seksual.
Saya kurang setuju dengan hal ini sebab perasaan inferioritas perempuan
lebih condong terhadap kesadaran akan subordinasi mereka dikehidupan
sosial. Perempuan merasa iri terhadap laki-laki karena kekuasaan dan hak
istimewa dalam kehidupan sosial yang mereka dapatkan. Adanya budaya

1
Natalie Kate Kamber, “Feminism and Psychoanalysis”. Deakin University: Australia. Hal: 3-4
patriarki yang menunjukkan dominansi laki-laki di kehidupan juga
menjadi sebab munculnya perasaan inferioritas perempuan. Bukan hanya
hal seksualitas yang menjadi dorongan seseorang menjunjung tinggi
feminism. Kenyataan bahwasanya perempuan tidak memiliki penis dan
akan memproduksi anak adalah faktor yang menakdirkan perempuan
hidup sebagai makhluk inferior tidak dapat sepenuhnya dibenarkan
sebabkan inferioritas perempuan justru diproduksi oleh struktur sosial
bukan seksual.
Adapun tokoh dari psikoanalisis gender ialah Sigmund Freud,
Dorothy Dinnerstein, Jacques Lacan.
2. Eksistensialisme Feminimism
Eksistensialisme ialah melihat manusia sebagai sesuatu yang tinggi
dan menghargai keberadaannya dengan caranya sendiri sebab hanya diri
sendirilah yang tahu cara menempatkan diri dan sadar akan dirinya.
Namun sayangnya, dalam kehidupan perempuan dianggap hanya sebagai
etre pour les autres yang artinya ‘ada untuk yang lain’. Perempuan
merupakan sosok liyan bagi laki-laki. Adapun definisi dari liyan bagi
perempuan terkait dari 3 pemikiran:
 Takdir dan sejarah perempuan
 Mitos tentang perempuan
 Kehidupan perempuan kini
Feminisme eksistensialisme berbeda dengan feminisme lainnya yang
cenderung memperjuangkan perempuan diranah publik. Feminism
eksistensialisme sendiri merupakan jenis feminism yang memperjuangkan
perempuan diranah privat atau domestik. Perempuan memiliki kebebasan
untuk mengaktualisasikan dirinya baik jika ingin tetap bertahan atau
terlepas dari dominansi laki-laki. Menurut Simone de Beauvoir,
perempuan yang memiliki kesadaran akan kebebasan, dapat menentukan
jalan hidupnya dengan lebih leluasa dan dapat menolak dijadikan obyek.
Feminisme eksistensialisme menjunjung tinggi kebebasan untuk
perempuan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Menurut saya, jenis
feminism ini dapat menimbulkan spekulasi negatif terkait poin kebebasan
tadi didalam sebuah pernikahan. Ketika seseorang sudah mengambil
keputusan untuk menikah, ia harus siap dengan segala konsekuensi yang
ada baik terkait kebebasan dan lainnya. Bagaimanapun pernikahan
merupakan hal yang sakral, dan ketika seseorang memutuskan untuk
menikah ia sudah harus siap dengan fakta bahwasanya kebebasannya akan
berbeda. Terlebih juga ketika sudah menikah, tentu saja perempuan akan
menjadi obyek suaminya yang mana hal ini bertentangan dengan prinsip
yang dipegang oleh feminism eksistensialisme. Paham ini menimbulkan
ketakutan-ketakutan dan rasa ragu terhadap perempuan sehingga tidak
sedikit dari mereka yang memutuskan untuk tidak menikah.
Adapun tokoh dari feminism eksistensialisme ialah Simon de
Beauvoir.
3. Post-Modern Feminism
Feminism post-modern merupakan perpaduan dari post-
strukturalisme, post-modernisme dan feminism prancis. Post-Modern
terpaku pada teori kontruktivis sosial yang mengatakan bahwa gender
adalah konstruksi bahasa atau wacana.2 Di abad 21, terjadi perubahan yang
cukup signifikan dalam paham feminism dimana bahasa dan kebudayaan
merupakan hal yang dapat mengkonstruksi gender. Kelas, ras, etnis dan
seksualitas juga bertanggung jawab dalam membangun identitas
“perempuan”. Post-modern berupaya untuk mengembangkan sudut
pandang baru yang tidak terpaku kepada filosofis tradisional serta
menekankan feminism dengan bahasa, seks dan kebudayaan.
Post-Modern menentang penjelasan tunggal terkait cara-cara yang
harus dilakukan oleh perempuan dalam mencapai kebebasan sebab ia
percaya bahwasanya setiap perempuan memiliki caranya sendiri dalam
menyelesaikan masalah secara unik. Post-Modern juga menentang tulisan
atau narasi-narasi yang berkiblat dan diciptakan oleh laki-laki. Tokoh-

2
Sands R., Nuccio K. (1992). “Teori Feminis Postmodern dan Pekerjaan Sosial: Sebuah
Dekonstruksi.” Pekerja Sosial, 37 (6), 489-494.
tokoh Post-Modern cenderung menghindari istilah-istilah yang didalamnya
tersirat terkait hal kesatuan yang membatasi perbedaan. Feminism Post-
Modern terkesan terlalu subjektif dan membuat para pemikirnya menjadi
kesulitan sebab adanya penolakan penjelasan umum. Feminism Post-
Modern juga terkenal sebagai ‘ranahnya para akademisi yang sombong’
sebab mereka hanya berpatokan dengan teori.
Adapun tokohnya ialah Hélène Cixous, Luce Irigay dan Julia
Kristeva.
4. Cultural Feminism
Cultural Feminism ialah jenis feminism yang mengapresiasi sisi-
sisi positif dari perempuan dengan menciptakan ruang khusus untuk
perempuan. Cultural Feminism pertama kali digagas pada tahun 1975 oleh
Brooke Williams yang merupakan seorang kritikus feminism radikal.
Cultural feminism memaparkan tentang bagaimana kodrat seorang
perempuan serta meninjau dan mendeskripsikan ulang hal-hal yang
diklaim sebagai karakter feminim.3 Adapun tujuannya ialah untuk
menguatkan validasi terhadap atribut feminim yang sering kali diremehkan
dalam masyarakat patriarki. Feminisme jenis ini merujuk kepada filosofi
yang menyatakan bahwasanya laik-laki dan perempuan memiliki reaksi
sikap yang berbeda terhadap lingkungan disekitar mereka serta cara
pandang perempuan yang cenderung lebih unggul daripada lelaki dalam
memandang dunia.
Feminisme kultural memegang prinsip dasar bahwasanya
perempuan memiliki budaya dan epistemologi yang berbeda seperti ide,
ras, kelas, dan usia. Sehingga hal ini dianggap sebagai celah untuk
membangun kembali masyarakat dengan institusi dan kekuasaan yang
sepenuhnya berpusat kepada perempuan. Adapun tujuan dari feminism
kultural ialah menciptakan ruang khusus untuk perempuan seperti toko
buku, ruang seni, gym, majalah dan lainnya. Selain itu juga keinginan
3
J.J Lewis. (2021) “Feminism Kultural (Cultural Feminism)”. ThoughtCo.
https://www.thoughtco.com/cultural-feminism-definition-3528996 (diakses pada Kamis, 18 Mei
2023 pada pukul 06.56 WIB)
untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan serta lingkungan yang
sehat dan bebas dari maskulinitas.
Para kritikus menyatakan bahwasanya feminisme kultural masih
mengabaikan hal tentang sampai sejauh mana keperempuanan itu
berfungsi sebagai pelengkap bagi laki-laki. Pendapat saya tentang
feminsme kultural ialah sulit rasanya untuk dapat menciptakan kesetaraan
gender jika pada nyatanya feminism jenis ini bertujuan untuk menciptakan
struktur kekuasaan yang hanya berpusat pada perempuan. Tak dapat
dipungkiri bahwasanya kita hidup berdampingan dengan laki-laki dan
budaya maskulinitas yang kental, sehingga hal tersebut menjadi
penghambat untuk menciptakan struktur kekuasaan yang berpusat pada
perempuan. Jika hal tersebut terealisasikan pun tentunya tidak
mencerminkan adanya kesetaraan gender dalam kehidupan kita.
Adapun tokohnya ialah Brooke Williams dan Mary Daly
5. Black Feminism
Black feminism merupakan gerakan feminism yang lebih
menekankan perbedaan antara pengalaman perempuan kulit hitam dengan
perempuan kulit putih, representasi budaya serta kepentingan mereka.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya perempuan kulit hitam banyak
mengalami rasisme dan diskriminasi. Black feminism menyatakan
bahwasanya semua teori feminis wajib memahami imperialism dan
menghadapinya. Mereka berasumsi perempuan kulit putih tidak memiliki
kepekaan dengan cara perempuan kulit putih dapat berbicara pengalaman
atas nama semua perempuan. Sebagai contoh perempuan kulit putih yang
berbicara tentang pengalaman perempuan kulit hitam sebagai metafora
bagi perempuan kulit putih tanpa memperhatikan ucapannya yang tanpa
sadar mengandung rasisme terhadap perempuan kulit hitam.4
Black feminism ialah praktik intelektual, artistik, filosfis dan
aktivis yang berdasrkan pengalaman hidup dari perempuan kulit hitam.
Istilah Black Feminism pertama kali digagas oleh Kimberé Crenshaw pada

4
Maggie Humm, “Ensiklopedia Feminisme”. 40-42
tahun 1989. Feminism ini sebenarnya juga bersifat rasisme sebab mereka
hanya berfokus terhadap pembebasan hak perempuan kulit hitam saja.
Namun, berdasarkan sejarah dan fakta-fakta terdahulu, hal ini dapat
dimaklumi. Sebab Black feminism muncul karena tidak adanya keadilan
yang perempuan kulit hitam rasakan terkait Gerakan pembebasan
perempuan. Gerakan pembebasan yang dilakukan oleh National
Association of Colored Women fokus utamanya ialah perempuan kulit
putih kelas menengah dan fokus terakhirnya pada pria kulit hitam.
Adapun tokoh dari black feminism ialah Kimberé Crenshaw,
Barbara Smith, Audre Lodre dan Alice Walker.
Daftar Pustaka
Beauvoir, Simone de. 2016. “Second Sex: Kehidupan Perempuan. (Toni
B. febrianto & Nuraini Juliastuti, Penerjemah). Yogyakarta: Narasi

Hariati, Sri. “Aliran Feminisme Modern dan Aliran Feminisme Menurut


Islam.” Jurnal Hukum Jatiswara

Heriyani. 2018. “Eksistensi Perempuan Bali dalam Tempurung Karya Oka


Rusmini: kajian Feminisme Eksistensialisme Simone de Beauvoir.”

Humm, Maggie. 2002. “Ensiklopedia Feminisme”. 40-42

Irigay, L. 2005. “This Sex Which is Not One [versi elektronik].”


(Catherine Porter, Penerjemah). New York: Cornell University Press

Kamber, Natalie Kate. “Feminism and Psychoanalys.” Deakin University,


Australia

Lewis, J.J. 2021. “Feminism Kultural (Cultural Feminism)”. ThoughtCo.


https://www.thoughtco.com/cultural-feminism-definition-3528996

Mohajan, Haradhan. 2022. “An Overview on the Feminism and Its


Categories.” Reseach and Advances in Education 1, No. 3 (September) 11-26

Pratiwi, Ni Putu Sri. “Feminisme Posmodern Luce Irigay: Pembebasan


Perempuan dari Bahasa Patriarki.”

R,Sands & Nuccio K. 1992. “Teori Feminis Postmodern dan Pekerjaan


Sosial: Sebuah Dekonstruksi.” Pekerja Sosial, 37 (6), 489-494

Anda mungkin juga menyukai