II. PENOKOHAN
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa
metode penyajian watak tokoh, yaitu
a. Melalui apa yang dibuatnya.
b. Melalui ucapana-ucapannya.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh.
d. Melalui pikiran-pikirannya.
e. Melalui penerangan langsung.
III. ALUR/PLOT
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun
berdasarkan beberapa pendapat, yaitu
1. Berdasarkan kriteria urutan waktu: (Hariyanto, 2000:39)
Alur maju
Alur maju disebut juga alur kronologis, alur lurus atau alur progresif. Peristiwa-peristiwa ditampilkan secara
kronologis, maju, secara runtut dari awal tahap, tengah hingga akhir.
Alur mundur
Alur mundur disebut juga alur tak kronologis, sorot balik, regresif, atau flash-back. Peristiwa-peristiwa
ditampilkan dari tahap akhir atau tengah dan baru kemudian tahap awalnya.
Alur campuran
Alur campuran merupakan alur yang dimulai dari awal/masa sekarang, masa lalu, kembali ke masa sekarang,
kemudian masa depan.
Tahapan alur
1. perkenalan/pemaparan pada tahap ini akan dimunculkan nama-nama tokoh sentralnya
2. pengungkapan peristiwa/komplikasi pada tahap ini dimunculkan sebuah awal konflik sehingga
membuat pembaca apa yang akan terjadi berikutnya.
3. menuju konflik/ klimaks pada tahap ini penulis memunculkan suatu permasalahan menuju ketegangan
akhir
4. puncak konflik/ klimaks pada tahap ini penulis benar-benar memunculkan puncak permasalahan dan
disertai akhir dari penyelesaian.
5. penyelesaian / peleraian pada tahap ini penulis mencoba memberikan sebuat amanat/pesan moral dari
isi cerita
IV. LATAR
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana
terjadinya peristiwa dalam cerita.
Macam-macam Latar
1. Latar Tempat
Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita.
2. Latar Waktu
Latar Waktu menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi
3. Latar Sosial
Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kondisi tokoh atau masyarakat yang
diceritakan dalam sebuah cerita.
4. Latar suasana / ada yang menyebutnya Emosional (Psikologi)
latar Latar emosional lebih sering muncul saat membangun konflik, hingga ia memiliki peran yang
sangat penting dalam sebuah cerita
V. SUDUT PANDANG
Bennison Gray membedakan sudut pandang menjadi sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang
ketiga.
1. Sudut pandang orang pertama .
Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana pengarang terlibat langsung
mengalami peristiwa-peristiwa cerita. sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti aku, saya, hamba,
daku, Dls. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita.
Sudut pandang orang pertama dibedakan menjadi dua.:
a. Sudut pandang Pertama pelaku utama, yaitu pengarang memposisikan dirinya menjadi tokoh sentral
dalam cerita tersebut sebagai sudut pandang.
b. Sudut pandang Pertama pelaku sampingan, yaitu pengarang memposisikan dirinya bukan sebagai tokoh
sentral tetapi masih berada didalam cerita yang menceritakan peristiwa yang dialami tokoh sentralnya.
2. Sudut pandang orang ketiga
Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah cara bercerita di mana pengarang tidak terlibat dalam
peristiwa-peristiwa cerita atau berada diluar cerita. sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti
orang ketiga seperti dia, ia, mereka, atau nama orang yang dijadikan sebagai nama samaran. Gaya
sudut pandang orang ketiga dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Sudut pandang ketiga pelaku serba-tahu / tak terbatas, yaitu pengarang berada di luar cerita tetapi tahu
segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita baik secara fisik maupun psikisnya.
Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita.
b. Sudut pandang ketiga pelaku Sampingan/terbatas, yaitu pengarang membatasi diri dengan memaparkan
atau melukiskan berdasarkan yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang
dilihatnya saja.
2) Nilai Sosial
Prosa merupakan gambaran kehidupan, tiruan kehidupan, atau mimesis kehidupan. Sebab itu, prosa bisa
disebut juga sebagai agen sosial. Sebagai agen sosial, tentu saja prosa merupakan penyebar nilai-nilai sosial yang
diketahui oleh pengarangnya sebagai bahan baku imajinasinya.
Seorang pengarang ketika mengolah imajinasinya untuk bahan cerita, tentu saja bermula dari keadaan
sosial yang dilihatnya, dirasakannya, dan diketahuinya. Mustahil seorang pengarang membuat ceritanya
mengabaikan fenomena sosial. Sebab pengarang menemukan ide ceritanya, memupuk imajinasinya, bermula
karena melihat kenyataan sejarah, gejolak sosial, keadaan sosial, komunitas sosial, elemen sosial, dan simbol-
simbol sosial yang ada.
Maka nilai-nilai yang timbul dalam prosa dilihat dari unsur sosialnya adalah (1) tokoh-tokoh yang
diciptakannya sebagai pelaku sosial; (2) keadaan ekonomi yang menggerakkan elemen sosial (simbol sosial); (3)
konflik yang dibangun antartokoh sehingga cerita terasa utuh dan mimesis kehidupan; (4) idiologi tokoh-
tokohnya; dan (5) sejarah perkembangan manusia yang dilihat digambarkan dalam cerita.
3) Nilai Budaya
Cerita pendek bagian dari karya sastra, dan sebagai karya sastra tentu saja di dalamnya terdapat
gambaran budaya, karena prosa dibuat oleh makhluk berbudaya (manusia). Sebagai mahkluk berbudaya
pengarang tahu benar tentang budaya di sekitanya, yang akan menjadi bumbu berharga pada karya sastra yang
dibuatnya. Bumbu atau penyedap rasa berupa budaya itu bisa saja berupa mengenai hakikat hidup manusia,
hakekat karya manusia, kedudukan manusia dalam ruang waktu, hubungan manusia dengan alamnya, dan
hubungan manusia dengan manusia lagi.
Pengarang ketika menulis karyanya, tentu saja akan berpijak pada sebuah peradaban yang dibangun dari
wujud kebudayaan. Wujud kebudayaan menurut pedapat Koentjaraningrat (1994:5) terdiri dari tiga bagian:
a. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan;
b. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dan masyarakat; dan
c. wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Dalam prosa pun terdapat nilai-nilai kebudayaan sebagai pembangun tema, karakter tokoh, latar, alur,
dan amanat. Nilai-nilai budaya yang bisa ditemukan berupa; 1)nilai kepercayaan manusia pada Tuhannya; 2)
nilai kebiasaan dalam bentuk kolektif atau ketradisian; 3) nilai kemanusiaan sebagai alat bermasyarakat; 4)
sikap berkomunikasi dalam mengkomunikasikan peradaban; 5) nilai estetika sebagai pencipta berkesenian; 6)
nilai penghidupan untuk mempertahakan kehidupan; 7) nilai beradaban dan alat yang diciptakannya; dan 8) nilai
politis sebagai alat bernegara.
4) Nilai Psikologi
Cerita pendek lahir dari angan-angan pengarangnya, imajinasi, hayalan, dan dari mimpi-mimpi
pengarangnya. Karena pada dasarnya cerita pendek adalah karya rekaan, karya fiksional. Sebagai karya rekaan,
tentu saja ide cerita itu bermain-main dahulu di benak pengarang; berhayal atau bermimpi, setelah melihat
kenyataan, setelah merenungkan kehidupan, dan direalisasikan dalam cerita tersebut. Ketika cerita itu
bergemuruh di hati pengarang, bermain-main di otaknya, maka yang berkerja adalah psikologi pengarang.
Tokoh-tokoh yang diciptakan pengarang, bisa saja mewakili psikologi pengarangnya, atau gejolak
batinnya setelah mengalami, mendengar, merasakan, atau melihat fenomena yang di temukan di sekitar
kehidupannya. Tokoh-tokoh dalam cerita atau sudut pandang bisa saja mewakili gejolak jiwanya. Pengarang
menciptakan orang dengan segala karakter dan kebiasaannya itu wakil dari gejolak batin serta olah imajinasi
pengarangnya. Maka untuk lebih mengatahui unsur psikologi dalam cerita pendek harus mengetahui latar
belakang kehidupan pengarangnya; baik pendidikannya, pekerjaannya, lingkungan hidupnya, dan karya-karya
yang lainnya.
Parameter menilai prosa dari unsur psikologi, tentu saja tidak bisa terlepas dari unsur intrinsik, yaitu
penokohan dan karakteristiknya; alur cerita, dan sudut pandangnya. Karena apresiator harus mampu
menganalisis (1) perkembangan jiwa tokohnya, (2) falsafah hidup tokohnya, (3) ide-ide pengarang, (4)
perkembangan cerita yang menggerakkan tokohnya, (5) obsesi pengarang melalui pemilihan tokoh, dan (6)
konflik yang dibangun pengarang dalam cerita tersebut.
5) Nilai Religius
Cerita pendek, begitu juga karya sastra lainnya, lahir dari pergolakan batin pengarangnya, tentu saja akan
melahirkan nilai-nilai spiritual yang dalam. Nilai-nilai spiritual itu bisa saja berupa nilai vertikal, artinya ada
kaitan antara sudut pandang dengan nilai agama sebagai bahan baku spiritual. Seorang pengarang merasa “eling”
dengan apa yang akan diciptakannya, merasa berkewajiban untuk menyambungkan “kasih sayang Tuhan”, maka
walau pengarang tidak menjadi pendakwah, tetapi ada rasa ketuhanan yang dalam dalam spirit menulisnya.
Misalnya ketika ingin membuat cerita tentang penderitaan seorang petani yang tertimpa musibah banjir, spirit
ketuhanan akan muncul juga. Walaupun kelak apakah simbol Tuhan atau agama itu eksplisit atau implisit,
terserah pengarang. Hanya, nilai kepercayaan bahwa Tuhan itu ada tetap akan terasa, sebab cerita harus
mewujudkan sipat ideal, bermakna, dan menjadi bahan perenungan bagi pembacanya.
Tetapi perlu diingat, nilai religius dalam karya sastra tidak bisa dipisahkan dari unsur moral, didaktis, dan
sosial. Sebab yang membentuk wujud kepercayaan pada Tuhan adalah adanya sosial atau interaksi antara
manusia dengan manusia, yang akan membentuk kesatuan atau umat. Unsur moral akan membentuk pula
bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan secara utuh (kesalehan). Dan unsur didaktis atau ajaran merupakan
spirit terpenting dalam pembentukan ketaqwaan atau kepercayaan pada Tuhan. Jadi, dalam prosa bisa diapresiasi
spiritual keagamaan yang membentuk pengkarakteran tokohnya, alur cerita, latar, dan amanat yang
dikembangkannya untu ditangkap oleh pembaca.
6) Nilai Didaktis
Dalam cerita pendek bisa saja ditemukan nilai hitam dan putih, bisa juga menggambarkan nilai hitam,
atau memperlihatkan nilai putih. Nilai hitam atau putih dalam karya sastra disebut juga nilai didaktis, nilai yang
mengandung unsur kebaikan sebagai tuntunan disebut nilai putih, dan nilai keburukan dalam hidup digambarkan
nilai hitam. Paling terasa hitam dan putihnya cerita ada dalam cerita rakyat. Biasanya, yang berprilaku hitam
akan mendapat hukuman, yang berprilaku putih akan mendapat ganjaran. Contoh dalam cerita rakyat Bawang
Merah dan Bawang Putih, terlihat sekali nilai didaktisnya.
Seorang pengarang tentu saja akan memperhatikan nilai didaktis dalam karyanya, sebab nilai didaktis,
yakni pendidikan dan pengajaran, dapat mengantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Oleh sebab itu karya
sastra yang baik adalah karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang memiliki kebijaksanaan dan
kearifan sehingga pembaca dapat mengambilnya sebagai teladan.
Keteladan yang terdapat dalam cerita bisa berupa (1) ajaran kebaikan terdapat dalam cerita, (2) moral
yang digambarkan, (3) falsafah hidup tokoh-tokohnya, (4) ganjaran yang diterima tokoh-tokohnya, (5) isme-
isme yang mempengaruhi atau menggerakkan tokohnya, (6) kekalahan nilai keburukan, (7) keadaan pendidikan
tokohnya yang digambarkan, dan (8) amanat di akhir cerita
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa dengan kisahan yang pendek dengan kesan
tunggal dan terpusat pada satu tokoh dalam suatu situasi. Cerpen terbangun dari dua unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik cerpen meliputi, tema, amanat, latar (setting). Sudut pandang (point of view), tokoh
dan penokohan, alur , dan diaolog Sedangkan unsur ekstrinsik cerpen meliputi latar belakang masyarakat terdiri
dari kondisi politik, kondisi social, dan kondisi ekonomi masyarakat, latar belang pengarang, nilai – nilai dalam
cerita terdiri dari nilai agama, nilai moral dan nilai budaya
Banyak hal yang terkandung dalam cerpen, di dalam cerpen terdapat watak tokoh cerpen, amanat, serta
sejumlah permasalahan yang dihadapi tokoh cerpen merupakan potret kehidupan nyata disajikan oleh pengarang
melalui cerita. Itu berarti, dengan mengapresiasi cerpen, kita akan mendapat banyak pengalaman hidup,
termasuk nilai positif watak di dalamnya.
Cerpen termasuk salah satu jenis karangan narasi, narasi merupakan karangan berupa rangkaian peristiwa
yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Selain cerpen, karangan yang tergolong kedalam jenis narasi adalah
novel, roman, dan semua karya prosa imajinatif.
Karangan jenis ini bermaksud menyajikan peristiwa atau mengisahkan apa yang telah terjadi dan
bagaimana suatu peristiwa terjadi.
Selain berdasarkan fakta, kejadiannya boleh berupa sesuatu yang dikhayalkan oleh penulis dan dihidupkan
dalam alam fantasi yang sama sekalijauh dari realita kehidupan.Mengapresiasikan cerpern ada banyak sekali
macamnya, salah satunya yaitu dengan cara menganalisis unsur pembangunnya, baik itu unsur intrinsik maupun
unsur ekstrinsik. Berdasarkan uraian diatas, kami akan menyusun makalah yang berjudul Analisis Kajian Cerpen
“Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina “.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dirumuskan dalam rumusn masalah berikut :
1. Bagaimana tokoh dan penokohan tokoh utama cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina“ karya “Hanna
Fransisca“...?
2. Bagaimana pengunaan gaya bahasa perbandingan dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina “ karya
“Hanna Fransisca”...?
3. Apa amanat yang terkandung dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina “ karya “Hanna Fransisca”...?
C. Tujuan
Adapun tujuan laporan ini adalah untuk mengetahui:
1. Tokoh dan penokohan tokoh utama cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina “ karya “Hanna Fransisca”
2. Pengunaan gaya bahasa perbandingan dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina “ karya “Hanna
Fransisca”
3. Amanat yang terkandung dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina “ karya “Hanna Fransisca”
D. Manfaat
1. Menambah ilmu pengetahuan
2. Melatih kerjasama dengan teman
3. Meningkatkan kemampuan menulis dalam makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
e. Latar/setting :
- Latar alat : Kain tapis, , kapal perang
“Itulah kain tipismu yang ke 340!Akulah, istrimu.”
“Dari teluk Jakartan sebuah kapal perang berpenumpang ratusan prajurit merapat
di bandar.”
- Latar suasana : Tegang ,Haru, Sedih.
“Siapa lagi yang membunuh gajah-gajah itu?Demi Tuhan,ini pertanda celaka!”
“Aku telah menemukan laki laki, Ayah!Dan aku jatuh cinta kepadanya.
“Lalu Zhu melihat kepergian dua orang itu.Terpaksa hanya bisa melihat.Dengan
hati perih.”
- Latar tempat : Bandar Lampung, Kualakambas, Ladang, Hutan, Kebun,
pelabuhan, Pantai, Balai kampung, Rumah Zhu.
f. Amanat :
- Mengikhlaskan orang yang sudah meninggal.
- Membantu orang yang kesulitan dan tanpa memandang statusnya.
- Bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
- Menjaga titipan dari leluhur yang mulia dengan sebaik-baiknya.
h. Gaya bahasa :
- Pleonasme : Kemilau emas memancar
- Repetisi : Hamparan ratusan kotak-kotak beton di seantero kota-kota itu
- Metafora : Kota berteluk hangat di selat sunda
Cerita pendek adalah karangan nasihat yang bersifat fiktif yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan
pelakunya relatif singkat tetapi padat.
Unsur instrinsik cerpen diantaranya tema, plot/alur, tokoh, latar, amanat dan sudut pandang.
Cerpen ini menceritakan tentang budaya tionghoa dan agama konghucu secara detail. Menceritakan secara detail
bagaimana proses upacara pemakaman dengan adat konghucu. Apa saja yang harusnya dipersiapkan untuk sajian
orang yang meninggal. Tidak hanya menceritakan agama dan budaya saja, tetapi menceritakan makna arti
kehidupan sosial dan romantisme juga. Semua berpadu menjadi suatu cerita yang menguras emosi.
B. Saran
Melihat kalimat yang digunakan dalam cerita pendek karya Hanna Fransisca yang berjudul “Sulaiman Pergi ke
Tanjung Cina” mengandung banyak pesan moral, maka cerpen ini disarankan dibaca oleh para penggemar
cerpen ataupun novel. Penulisan kalimat yang sederhana tapi menyimpan makna yang dalam membuat pembaca
mendapatkan pengalaman berbeda dari segi imajinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.2014.Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan
Akademik.Indonesia
Sumber referensi:
http://sriretnoandriani.blogspot.com/2013/11/resensi-kumpulan-cerpen-sulaiman-pergi.html?m=1
http://ameliarefiani.blogspot.com/2014/08/cerpen-sulaiman-pergi-ke-tanjung-cina_28.html?m=1
http://smansax1-edu.blogspot.com/2014/08/membedah-struktur-cerpen-sulaiman-pergi.html?m=1
http://www.bimbingan.org/contoh-kesimpulan-dan-saran-dalam-skripsi-literature.htm