CIREBON
Busana pengantin Cirebon ada dua macam, yang berwarna hijau kombinasi ungu
dengan model kemben dan dilengkapi teratai yang sewarna dengan kemben pada
bahu dan dadanya, disebut pakaian pengantin corak kebesaran. Sedangkan yang
model kebaya dan jas dari beludru hitam atau hijau disebut busana pengantin
bercorak kepangeranan.
Sejak setelah tahun 1985, busana pengantin yang lazim digunakan oleh dua keraton
Cirebon yakni Kasepuhan dan Kanoman ditetapkan sebagai busana pengantin
Cirebon maka busana pengantin kedua keraton tersebut kini resmi sebagai busana
1
adat pengantin Cirebon. Karena berasal dari dua keraton maka busana pengantin
Cirebon pun terbagi menjadi dua macam yakni busana pengantin kepangeranan
yang berasal dari keraton Kasepuhan dan busana pengantin kebesaran yang
berasal dari keraton Kanoman. Tapi, karena kedua keraton tersebut yang memang
pada awalnya merupakan keraton yang sama maka tak heran kiranya jika kemudian
aksesoris yang dipakai dalam busana pengantin kedua keraton itu memiliki
kesamaan satu sama lain, pun begitu dengan makna-makna dari simbol yang
terkandung di dalamnya.
BUSANA PENGANTIN
1. Busana Pengantin Wanita
Busana yang dikenakan oleh pengantin wanita untuk menutup bagian atas tubuhnya
digunakan kemben hijau yang berhiaskan manik-manik warna keemasan, dan untuk
menutup bagian bawah sendiri digunakan kain berlancar dan dodot Cirebonan
dengan warna dasar violet muda yang diberi motif dengan bentuk besar-besar di
setiap pojokannya. Sedangkan untuk bagian dada hingga ke leher digunakan
tratean, yaitu sebuah kain yang berbentuk melingkar yang fungsinya untuk menutup
bagian dada, bahu hingga ke belikat. Untuk warna, motif dan bahan yang digunakan
untuk teratean ini disesuaikan dengan motif, warna dan bahan yang digunakan
untuk kemben agar terlihat senada dan tak terkesan tumpang tindih. Makna yang
terkandung dalam teratean ini sendiri adalah berasal dari kata teratai yaitu sejenis
bunga yang tumbuh di air dan Lumpur tapi memiliki bunga yang sedemikian indah.
Jadi dengan kata lain, makna dari teratean ini adalah bahwa pengantin wanita ini
ibarat bunga teratai yang sedang mekar, dan tak penting lagi seperti apa asal-
usulnya, dari mana ia berasal, dan sebagainya.
Untuk aksesoris yang dipakai pengantin wanita sendiri adalah antara lain mahkota
suri berhias permata asem jarot yang dikenakan di kepala yang telah bersanggul.
Makna dan simbol yang terkandung dalam mahkota yang terpasang di kepala ini
sendiri adalah bahwa mulai hari itu sang mempelai wanita merupakan seorang ratu,
baik saat ini selaku pengantin maupun hingga nanti sebagai ratu bagi suami dan
rumah tangganya. Disamping itu, dengan memakai mahkota seperti ratu itu di
harapkan nantinya dalam mengarungi rumah tangga sang perempuan bersikap
layaknya ratu yang tiap laku lampahnya menyorotkan sinar keagungan, menjaga
kehormatan suaminya, dan sebagainya.
Kemudian aksesoris lain yang dipakai oleh pengantin perempuan adalah untaian
bunga melati yang menjuntai dari pelipis hingga ke dada, giwang yang dkenakan di
telinga kiri dan kanan, cincin yang dikenakan di kedua jari manis, kalung tiga susun
yang seolah-olah tertempel pada teratean untuk menghiasi leher dan dada, kelat
bahu berbentuk naga yang dikenakan di bagian lengan dekat bahu yang bermakna
bahwa sang pengantin telah siap secara fisik maupun mental untuk mengarungi
bahtera rumah tangga, gelang kono yang dipakai di kedua pergelangan tangan yang
dari bentuknya yang membulat memiliki makna atau simbol dari kebulatan tekad ,
2
sabuk yang melingkar di pinggang yang terbuat dari emas atau logam lain yang
disepuh dengan warna keemasan dan yang terakhir adalah selop berhias manik-
manik yang motif dan warnanya disesuaikan dengan warna kemben dan teratean
pada bagian dada.
Jika kita amati, busana pengantin dan aksesoris yang dipakai oleh mempelai wanita
ini didominasi oleh kedua jenis warna yakni hijau dan kuning. Ini jelas bukan sekedar
warna tanpa makna. Warna hijau dalam tradisi Islam merupakan manifestasi dari
kata Rahmaan dan kuning sendiri adalah simbol warna untuk kata rahiim. Jadi
kedua warna tadi yaitu hijau dan kuning merupakan simbol dari kalimat basmalah
yang memang merupakan kalimat yang selalu diucapkan umat Islam setiap akan
melakukan sesuatu. Basmalah adalah gerbang dari segala perbuatan kedepan yang
akan dilakukan. Untuk itu, dengan hijau dan kuning yang berarti mengucap
basmalah, mengingatkan kepada sang pengantin bahwa perkawinan ini haruslah
diawali dengan niat baik demi untuk menggapai ridho Allah.
Pada bagian kepala pengantin pria dikenakan sebuah mahkota yang berbentuk
bundar dan menyempit keatas dengan tinggi sekitar 25 cm dan terbuat dari bahan
beludru berwarna hijau yang dilapisi dengan emas dan permata di sekeliling
lingkarannya. Makna simbolik dari mahkota yang disebut sebagai mahkota Prabu
Kresna ini adalah bahwa dengan memakai mahkota ini diharapkan nantinya sang
pengantin pria kelak ketika memimpin rumah tangganya memiliki kcakapan seperti
halnya prabu Kresna yang dikenal sangat adil, bijaksana, dan tangguh dalam
melindungi keluarganya.
Untuk bagian atas tubuh pengantin pria dikenakan baju oblong berwarna putih atau
gading. Baju ini berlengan pendek. Kemudian untuk menutupi bagian dada seperti
hanya pada pengantin perempuan, dikenakanlah teratean dengan motif dan warna
yang sama persis dengan yang dikenakan oleh pengantin perempuan yang memiliki
makna bahwa keduanya memang telah sehati dan seuyunan dalam memutuskan
menjadi suami istri. Satu-satunya yang membedakan teratean yang dikenakan oleh
pengantin pria dengan pengantin perempuan ini hanyalah pada maalah bentuk saja,
disesuaikan dengan lambang yoni dan lingga.
Untuk bagian bawah, pengantin pria mengenakan celana tiga perempat yang jatuh
beberapa centi dibawah lutut. Celana yang pada bagian bawahnya terdapat sulaman
benang emas ini terbuat dari beludru yang berwarna senada dengan baju yang
dikenakan. Pengantin pria juga memakai kain dodot khas Cirebon dipinggangnya.
Lalu di atas dodot batik itu dililitkan satu helai stagen cinde dan diperkuat dengan
kamus epek timang yang juga terbuat dari beludru.
Tak ketinggalan juga, selendang dan satu boro kewer yang menghiasi kedua
pahanya dibagian depan agak menyamping. Dan yang terakhir adalah keris yang
dikenakan di bagian pinggang dengan hiasan ombyok dari bunga mawar disela-sela
3
gagangnya. Makna dari keris ini sendiri adalah untuk mengingatkan kepada
mempelai pria bahwa dia harus melindungi keluarganya dari bahaya yang datang
dari luar. Menjaga keselamatan keluarga merupakan kehormatan terbesar bagi laki-
laki.
Untuk aksesoris lain yang dipakai hampir sama seperti yang dipakai oleh mempelai
perempuan yakni cincin, kalung, kelat bahu berbentuk naga, gelang kono, dan
sebagainya.
Cirebon merupakan kota yang berposisi di pesisir utara perbatasan Jawa Barat dan
Jawa Tengah dimana pernah mengalami masa kejayaan sebagai salah satu pusat
perkembangan agama Islam di Pulau Jawa. Ditunjang posisi geografisnya, Cirebon
memiliki kekayaan budaya yang beragam dengan keunikan dan daya tarik tersendiri.
Cirebon juga memiliki potensi budaya, seni dan ekonomi yang tinggi.
Peninggalan kejayaan Cirebon di masa silam masih dapat dirasakan hingga saat ini.
Sebagai kota pelabuhan yang memiliki akses ke dunia luar membuat kota ini
mendapat pengaruh dari budaya Cina dan Arab yang dapat dilihat dalam seni dan
budaya masyarakatnya, tak terkecuali dalam tata cara pernikahan.
Seperti halnya adat pengantin Jawa, awal dari seluruh upacara ialah acara lamaran.
Sewaktu melamar pihak calon mempelai pria membawa sebilah keris untuk
melambangkan kesetiaan, juga keperluan dapur selengkap-lengkapnya. Upacara
dilanjutkan dengan Siraman Tawandari. Bila pada adat Jawa acara siraman
dilakukan secara terpisah di rumah masing-masing calon pengantin putri.
Upacara selanjutnya yang tak kalah menarik ialah upacara Tunggak Jati Leluhur,
yaitu merupakan upacara ziarah untuk mohon doa restu ke makam leluhur (Sunan
Gunung Jati). Dalam upcara ini pihak calon pengantin pria melakukan ziarah.
Setelah selesai kembalikan lagi ke pini sepuh pihak pengantin pria.
Puncak dari acara ini adalah akad nikah. Acara dibuka dengan dialog antara pini
sepuh wakil dari kedua mempelai yang isinya adalah ucapan serah terima dari pihak
mempelai pria pada mempelai wanita. Kemudian dilanjutkan dengan acara Ijab
Kabul dan upacara temu pengantin yang sering kita dengar istilah “Temon”.
Utusan pihak pria datang ke rumah orangtua gadis dan menyampaikan maksud
kedatangannya meminang anak gadis. Lalu ibu si gadis akan memanggil anaknya
untuk dimintai persetujuan. Si gadis pun memberikan jawaban disaksikan utusan
tersebut. Setelah mendapat jawaban, utusan dan orangtua si gadis langsung
4
berembug menentukan hari pernikahan. Setelah ada kesepakatan, utusan mohon
diri untuk menyampaikan kepada orangtua pihak pria.
Seserahan
Siram tawandari
Kedua calon pengantin oleh juru rias dibawa ke tempat siraman (cungkup) dengan
didampingi orangtua dan sesepuh. Saat berjalan menuju tempat siraman dengan
iringan gending nablong, calon pengantin memakai sarung batik khas Cirebonan
yakni kain wadasan.
Parasan
Setelah acara siraman, upacara dilanjutkan dengan acara parasan untuk calon
pengantin wanita atau ngerik yaitu membuang rambut halus yang dilakukan juru rias
seraya disaksikan oleh orangtua dan para kerabat. Acara ini diringi dengan musik
karawitan moblong yang artinya murub mancur bagaikan bulan purnama.
Tenteng pengantin
Tiba hari pernikahan yang telah disepakati, pihak gadis mengirimkan utusannya
untuk menjemput calon pengantin pria. Setiba di rumah keluarga pria dan utusan
menyampaikan maksud kedatangannya untuk menenteng (membawa) calon
pengantin pria ke tempat upacara pernikahan di rumah pihak gadis. Orangtua
pengantin pria tidak ikut dalam upacara akad nikah dan dilarang untuk menyaksikan.
Pada waktu ijab qabul, calon pengantin pria ditutup dengan kain milik ibu pengantin
wanita.
5
Hal ini menandakan bahwa pria itu telah menjadi menantunya. Setelah selesai kain
itu diambil kembali, yang menandakan bahwa pengantin sudah tidak lagi dalam
perlindungan orangtua dan sekarang memiliki tanggung jawab sendiri.
Salam temon
Selesai akad nikah dilakukan upacara salam temon (bertemu). Kedua pengantin
dibawa ke teras rumah atau ambang pintu untuk melaksanakan acara injak telur.
Telur yang terdiri dari kulit, cairan warna putih dan kuning di dalamnya mengandung
makna:
Acara ini diadakan sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia orangtua atas
terlaksananya pernikahan anak-anak mereka. Uang receh yang dicampur dengan
beras kuning dan kunyit ditaburkan sebagai tanda agar kedua pengantin diberikan
limpahan rezeki, dapat saling menghormati, hidup harmonis dan serasi.
Pugpugan tawur
Dengan posisi jongkok, kepala pengantin ditaburi pugpugan oleh juru rias.
Pugpugan ini terbuat dari welit yaitu ilalang atau daun kelapa yang sudah lapuk.
Acara ini bertujuan agar pernikahan dapat awet bagaikan welit yang terikat erat
sampai lapuk serta keduanya dapat memanfaatkan sebaik mungkin rezeki yang
mereka dapatkan dengan baik. Selesai acara, oleh juru rias, pengantin dibawa ke
pelaminan. Orangtua pengantin pria lalu dijemput oleh kerabat dari pengantin wanita
untuk bersama-sama mendampingi pengantin di pelaminan.
Acara pengantin makan nasi ketan kuning ini dipimpin oleh juru rias. Nasi ketan
kuning ini dibentuk seperti bulatan kecil berjumlah 13 butir. Pertama, orangtua
pengantin wanita menyuapi pengantin sebanyak empat butir. Dilanjutkan dengan
6
orangtua pihak pria memberi suapan sebanyak empat butir. Lalu empat butir lagi,
kedua pengantin bergantian saling menyuapi. Sisanya satu butir untuk diperebutkan,
siapa yang mendapatkan butiran nasi ketan kuning terakhir melambangkan bahwa
dialah yang akan mendapatkan rezeki paling banyak .
Namun rezeki ini tidak boleh dimakan sendiri dan harus dibagi pada pasangannya.
Saat acara berlangsung, kedua pengantin duduk berhadapan yang melambangkan
menyatunya hati suami-istri untuk membina rumah tangga bahagia. Selain itu, acara
adep-adep sekul ini juga mengandung arti kerukunan dalam rumah tangga, yaitu
terhadap pasangannya, orangtua, serta mertua.
Kedua pengantin melakukan sembah sungkem pada orangtua dengan cara mandap
(berjongkok) yang merupakan cerminan rasa hormat dan terima kasih kepada
orangtua atas segala kasih sayang dan bimbingan yang selama ini dicurahkan
kepada anaknya. Kedua pengantin juga memohon doa restu untuk membina rumah
tangga sendiri bersama pasangan. Setelah acara sungkem, dilagukan kidung Kinanti
dengan harapan agar pengantin dapat menjalankan bahtera rumah tangganya seia,
sekata, sehidup, semati.
7
CONTOH SUSUNAN PANITIA PERNIKAHAN
Dengan menunjukkan rasa puja dan puji sukur alhamdulillah serta selalu mohon
rahmat dan berkah dari Allah SWT, semoga diijinkan hajat kami akan menetapkan
bhakti leluhur menikahkan amak kami yaitu :
...........................................................
(Putri Bpk Sudarmana
Menikah Dengan
..........................................................
(Calon Menantu)
Tiada lain dari semua itu dengan memohon serta mengharap agar lancar dan
sukses, selamat segala-galanya tiada gangguan sedikitpun, Semoga atas
kelongaran waktu, pikiran dan tenaga Bpk/Ibu/Sdr, sekalian mendapat ridho dari
Allah SWT. Amien, Ya Rabbal Alamin.
Kami berdua,
8
Contoh Susunan Panitia Pernikahan
9
Mas Kawin dan
Seserahan
SALAM TEMON
1 Koordinator :
2 Perias PW :
3 Perias PP :
4 Pengatur Perlengkapan :
5 Yang Menyiapkan :
perlengkapan
SAWER/SURAK
1. Pemangku Hajat/Kedua
Orangtua
2. Pengatur Perlengkapan
3. Yang Menyiapkan
perlengkapan
PUGPUGAN TAWUR
1 Koordinator
2 Juru Rias
3 Pejemput Orangtua
Pengantin Pria
4 Pengatur Perlengkapan
5 Yang Menyiapkan
perlengkapan
ADEP-ADEP SEKUL
(MAKAN NASI KETAN
KUNING)
1 Koordinator
2 Juru Rias
3 Pengatur Perlengkapan
4 Yang Menyiapkan
perlengkapan
10
SUNGKEM PADA
ORANGTUA
1 Koordinator
2 Juru Rias
3 Pengatur Perlengkapan
4 Yang Menyiapkan
perlengkapan
PEMBERIAN DOA
RESTU, UCAPAN
SELAMAT, DAN
HIBURAN
1 Koordinator
2 Pengatur Perlengkapan
3 Yang Menyiapkan
perlengkapan
RESEPSI
1 Koodinator :
2 MC/ Pembawa Acara :
3 Pemberi Kata Sambutan 1.
2.
3.
4 Among Tamu Wanita 1.
2.
3.
4.
5.
5 Among Tamu Pria 1.
2.
3.
4.
5.
6 Perias PW
7 Perias PP
8 Koordinator Upacara
Kirab
9 Pelaku Kirab
11
- Pemimpin Kirab
- Patah
- Putri Dhomas
- Pagar Bagus
- Pendamping
10 Narator Rombongan
Kirab
11 Koordinator Tarian&
Gamelan
12 Dokumentasi Foto&
Video
13 Pengatur Sound System
KONSUMSI
1 Penanggung Jawab
Konsumsi
2 Pengantar Makanan
3 Pengawas Konsumsi
4 Pengatur Konsumsi
Sopir
5 Penanggung Jawab
Konsumsi Pengantin
PERLENGKAPAN
1 Penerima Kado
2 Koordinator
Transportasi
3 Pengatur Kendaraan
Tamu
4 Koordinator Pelaminan,
dekorasi, tuwuhan
5 Pengaturan Dalam
Gedung
6 Koordinator Undangan
7 Keamanan
12
UPACARA PERKAWINAN ADAT KERATON SURAKARTA
Pada upacara perkawinan adat Keraton Mataram Islam ada beberapa proses yang
harus dilalui, yaitu memilih pasangan, lamaran, pasang tarub, tuwuhan siraman, ijab
qabul, panggih, resepsi, sepasaran, dan selapanan.
Setidaknya ada tiga kriteria yang harus diperhatikan, yaitu bibit, bobot, dan bebet.
Ketiga konsep ini sesuai dengan prinsip Islam, yaitu karena cantiknya,keturunannya,
hartanya, dan agamanya. Kriteria karena agamanya menjadi pertimbangan paling
tinggi dalam Islam. Agama mengatur akhlak dan budi pekerti yang luhur, dan
mengatur tentang tata cara berhubungan dengan masyarakat juga dengan Allah
SWT.
Di Keraton Mataram, lamaran dari calon pengantin pria dilakukan dengan mengirim
utusan (seorang pangeran) kepada pihak keluarga wanita. Jika calon pengantin
telah mantap dan cocok, maka raja mengajukan lamaran kepada calon menantu
dengan mengirim surat “dawuh” yang disampaikan oleh seorang pangeran sekaligus
memberitahukan kapan upacara perkawinan dilaksanakan.
Jika calon pengantin adalah puteri raja, maka pihak utusan dia, akan dijawab oleh
pihak keraton sekaligus memberitahukan kapan upacara perkawinan akan
dilaksanakan. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan upacara paningsetan (bingkisan
perkawinan). Paningsetan ini dimaksudkan untuk mengikat batin calon pengantin
agar tidak berpaling kepada orang lain.
Tarub adalah atap yang dipasang di halaman yang diberi hiasan dan dipergunakan
untuk acara perkawinan. Hiasan yang beraneka ragam ini disebut dengan tuwuhan.
Banyak sekali peralatan yang dipergunakan dalam tuwuhan di antaranya adalah
13
janur kuning, pisang raja, daun alang-alang, daun apa-apa, dan lain-lainnya. Janur
kuning cara pemasangannya tidak boleh digunting, tetapi disuir-suir. Hal ini
melambangkan bahwa kelak jika telah hidup berumah tangga akan menghadapi
berbagai persoalan dan cobaan hidup, meskipun hatinya hancur, sakit bagaikan
disuir-suir, tetapi harus tetap tabah dan mempertahankan rumah tangganya. Janur
kuning berasal dari kata jan dalam bahasa Arab jannah artinya ‘surga’, nur artinya
‘cahaya’, dan ning berati wening artinya suci. Jadi janur kuning di sini dimaksudkan
untuk mengingatkan kedua calon pengantin kepada yang Mahasuci yang memiliki
surga. Kemudian, ada daun alang-alang maksudnya menghalangi, daun kawis/wis
(sesudahnya), dan daun maja/aja (Jangan). Ini mengan-dung sebuah harapan
mudah-mudahan sesudahnya tidak ada halangan suatu apapun. Ada daun beringin,
pohon ini sifatnya ngayomi atau melindungi. Ini maksudnya kelak mampu
menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kesejahteraan masyarakat. Ada juga
pisang raja beserta buahnya, pohon pisang ini merupakan pohon yang cepat
berbuah dan dapat tumbuh di mana-mana. Ini mengandung arti bahwa mempelai
berdua diharapkan cepat mendapatkan keturunan. Ada juga pohon tebu (antebing
kalbu) ini mengandung arti bahwa perkawinan bukanlah ajang bermain-main, tetapi
merupakan sesuatu yang sakral yang harus dijaga kesuciannya. Tebu juga harus
yang sudah manis dan jika sudah dimakan akan menjadi sepah, ini mengandung arti
bahwa dalam mengarungi hidup berumah tangga tidak selamanya manis, tetapi
suatu saat juga pasti akan datang kesulitan-kesulitan. Secara umum semua
peralatan yang dipergunakan dalam tuwuhan melambangkan kekayaan alam yang
harus disyukuri. Secara khusus dari masing-masing peralatan tersebut mempunyai
makna sendiri-sendiri.
Upacara ini melambangkan pembersihan diri dari noda dan dosa serta sifat-sifat
yang kurang baik yang harus dilebur sebelum upacara ijab. Kemudian pengantin
wanita dirias dengan gaya keraton. Ada enam hal yang harus diperhatikan dalam
merias pengantin gaya keraton, yaitu dengan memberi gajahan, pengapit, panitis,
godeg, ukel, dan cunduk mentul. Gajahan melambangkan kekuasaan Allah,
pengapit melambangkan seorang ibu, panitis melambangkan seorang bapak, ukel
melambangkan kesetiaan seorang istri kepada suami, dan cunduk mentul
melambangkan harapan semoga istri selalu dapat menjaga kesuciannya. Untuk
pengantin pria hanya dikerik sedikit rambutnya di bagian alisnya.
Upacara ini biasanya dilakukan dengan duduk bersama sambil membacakan do’a
semoga jalannya upacara dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada
acara midodareni juga biasanya dilakukan dengan tidak tidur semalam suntuk “lek-
lekan” oleh para pinisepuh dan kerabat keraton. Inti dari upacara midodareni adalah
tebus kembar mayang. Kembar mayang ini terbuat dari bunga yang dirangkai
14
dengan janur kuning dengan segala aksesorisnya yang disusun secara indah dan
diberikan kepada calon pengantin wanita.
Ijab diartikan sebagai ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan untuk
mengikat hidup berkeluarga.25 Pernyataan yang diungkapkan oleh pihak yang
mengadakan akad berikutnya disebut qabul. Dalam ijab qabul ini ada lima syarat
yang harus terpenuhi, yaitu kedua calon pengantin, wali calon pengantin wanita, dua
orang saksi, mahar/maskawin, dan ijab qabul.
Ijab qabul dipimpin oleh Abdidalem Penghulu Keraton setelah memperoleh perintah
dari raja. Ijab qabul dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Jawa sesuai
dengan bahasa resmi keraton. Pemberian maskawin dari calon pengantin pria
dilakukan dengan cara dihutang. Setelah semuanya selesai, baru ditutup dengan
do’a. Doa ini dipanjatkan untuk meminta keselamatan kepada Allah SWT yang
ditujukan kepada kedua pengantin, Ingkang sinuhun, kerabat keraton serta keraton
itu sendiri. Selanjutnya adalah pembacaan ta’lik talak. Ta’lik talak di keraton
dilaksanakan setelah keluarnya UU Perkawinan tahun 1974, sebelumnya tidak
pernah dilaksanakan. Ta’lik talak ini berisi tentang kesanggupan pengantin pria
untuk menjaga dan memberi nafkah kepada pengantin wanita dan tidak
meninggalkannya melebihi waktu yang telah ditentukan. Jika ini dilanggar maka
telah jatuh talaknya.
Upacara ini dimulai dengan upacara sungkeman terlebih dahulu kepada raja pada
pagi harinya dan baru diadakan pertemuan pengantin pada siang harinya. Upacara
pertemuan pengantin dimulai dengan saling melempar daun sirih yang diikat dengan
kain putih (gantal). Gantal ini berjumlah empat ikatan, dan calon pengantin saling
melempar dengan cara bergantian. Calon pengantin pria melempar daun sirih ke
dada calon pengantin wanita, ini melambangkan bahwa seorang suami harus
mencintai dan menyayangi istrinya serta melindungi dan memberikan nafkah
kepadanya. Sementara itu, pengantin wanita melempar daun sirih ke kaki pengantin
pria, ini bermakna bahwa seorang istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya.
Setelah acara saling melempar daun sirih (gantal) selesai, dilanjutkan dengan acara
menginjak telur. Telur yang sudah dipersiapkan diletakan di depan pengantin pria
dan wajib diinjak hingga pecah. Kegiatan ini melambangkan bahwa kedua pengantin
telah membuka dunia baru, yaitu dunia rumah tangga, mereka tidak lagi menjadi
gadis dan jejaka. Kemudian kaki pengantin pria dibersihkan dengan air sritaman
oleh pengantin. Hal ini melambangkan kesetiaan istri pada suaminya. Kemudian
kedua pengantin berjalan berdampingan ini melambangkan keserasian.
15
Ketujuh, adalah upacara bopongan
Upacara ini dilakukan jika pengantin wanita merupakan putri raja. Bopongan ini
melambangkan penganugerahan seorang putri raja, dan kepada pengantin pria
kemudian diberi gelar baru, yaitu KRMH (Kanjeng Raden Mas Haryo) sebagai
pengangkatan derajat dari yang rendah kepada yang lebih tinggi.
Pada upacara ini pengantin pria membawa klasa bangka beserta biji-bijian, seperti
kacang hijau dan kedelai yang diletakkan di pangkuan pengantin wanita. Ubarampe
tersebut harus diterima pengantin wanita dengan menggunakan alas saputangan.
Diusahakan ubarampe tersebut tidak ada yang tercecer sedikit pun. Kacar kucur ini
melambangkan bahwa seorang suami wajib memberi nafkah kepada istrinya.
Upacara ini dilakukan oleh kedua pengantin kepada orangtuanya dan kedua
mertuanya. Ini melambangkan ucapan terimakasih atas segala perhatian, asuhan,
dan bimbingannya sejak masih dalam kandungan sampai berumah tangga.
Pada lima hari setelah akad nikah diadakan selamatan sepasaran di tempat
diselenggarakannya upacara panggih. Upacara ini biasanya dilakukan untuk
memberi nama baru (nama panggilan tua) bagi pengantin pria.
Upacara ini biasanya dilaksanakan pada tigapuluh lima hari setelah ijab. Acaranya
diisi dengan hiburan semalam suntuk dengan menampilkan hiburan wayang kulit
dengan cerita tentang dunia percintaan serta pelajaran tata hidup berkeluarga dan
bermasyarakat yang baik.
Pada upacara perkawinan adat Keraton Mataram Islam ada beberapa proses yang
harus dilalui, yaitu memilih pasangan, lamaran, pasang tarub, tuwuhan siraman, ijab
qabul, panggih, resepsi, sepasaran, dan selapanan.
16
Simbolisme dalam
Upacara Perkawinan Adat Keraton Surakarta
Setidaknya ada tiga kriteria yang harus diperhatikan, yaitu bibit, bobot, dan bebet.
Ketiga konsep ini sesuai dengan prinsip Islam, yaitu karena cantiknya,keturunannya,
hartanya, dan agamanya. Kriteria karena agamanya menjadi pertimbangan paling
tinggi dalam Islam. Agama mengatur akhlak dan budi pekerti yang luhur, dan
mengatur tentang tata cara berhubungan dengan masyarakat juga dengan Allah
SWT.
Di Keraton Mataram, lamaran dari calon pengantin pria dilakukan dengan mengirim
utusan (seorang pangeran) kepada pihak keluarga wanita. Jika calon pengantin
telah mantap dan cocok, maka raja mengajukan lamaran kepada calon menantu
dengan mengirim surat “dawuh” yang disampaikan oleh seorang pangeran sekaligus
memberitahukan kapan upacara perkawinan dilaksanakan.
Jika calon pengantin adalah puteri raja, maka pihak utusan dia, akan dijawab oleh
pihak keraton sekaligus memberitahukan kapan upacara perkawinan akan
dilaksanakan. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan upacara paningsetan (bingkisan
perkawinan). Paningsetan ini dimaksudkan untuk mengikat batin calon pengantin
agar tidak berpaling kepada orang lain.
17
Kedua, adalah pemasangan tarub
Tarub adalah atap yang dipasang di halaman yang diberi hiasan dan dipergunakan
untuk acara perkawinan. Hiasan yang beraneka ragam ini disebut dengan tuwuhan.
Banyak sekali peralatan yang dipergunakan dalam tuwuhan di antaranya adalah
janur kuning, pisang raja, daun alang-alang, daun apa-apa, dan lain-lainnya. Janur
kuning cara pemasangannya tidak boleh digunting, tetapi disuir-suir. Hal ini
melambangkan bahwa kelak jika telah hidup berumah tangga akan menghadapi
berbagai persoalan dan cobaan hidup, meskipun hatinya hancur, sakit bagaikan
disuir-suir, tetapi harus tetap tabah dan mempertahankan rumah tangganya.
Janur kuning berasal dari kata jan dalam bahasa Arab jannah artinya ‘surga’, nur
artinya ‘cahaya’, dan ning berati wening artinya suci. Jadi janur kuning di sini
dimaksudkan untuk mengingatkan kedua calon pengantin kepada yang Mahasuci
yang memiliki surga. Kemudian, ada daun alang-alang maksudnya menghalangi,
daun kawis/wis (sesudahnya), dan daun maja/aja (Jangan). Ini mengan-dung
sebuah harapan mudah-mudahan sesudahnya tidak ada halangan suatu apapun.
Ada daun beringin, pohon ini sifatnya ngayomi atau melindungi. Ini maksudnya kelak
mampu menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kesejahteraan masyarakat.
Ada juga pisang raja beserta buahnya, pohon pisang ini merupakan pohon yang
cepat berbuah dan dapat tumbuh di mana-mana. Ini mengandung arti bahwa
mempelai berdua diharapkan cepat mendapatkan keturunan.
Ada juga pohon tebu (antebing kalbu) ini mengandung arti bahwa perkawinan
bukanlah ajang bermain-main, tetapi merupakan sesuatu yang sakral yang harus
dijaga kesuciannya. Tebu juga harus yang sudah manis dan jika sudah dimakan
akan menjadi sepah, ini mengandung arti bahwa dalam mengarungi hidup berumah
tangga tidak selamanya manis, tetapi suatu saat juga pasti akan datang kesulitan-
kesulitan. Secara umum semua peralatan yang dipergunakan dalam tuwuhan
melambangkan kekayaan alam yang harus disyukuri. Secara khusus dari masing-
masing peralatan tersebut mempunyai makna sendiri-sendiri.
Upacara ini melambangkan pembersihan diri dari noda dan dosa serta sifat-sifat
yang kurang baik yang harus dilebur sebelum upacara ijab. Kemudian pengantin
wanita dirias dengan gaya keraton. Ada enam hal yang harus diperhatikan dalam
merias pengantin gaya keraton, yaitu dengan memberi gajahan, pengapit, panitis,
godeg, ukel, dan cunduk mentul. Gajahan melambangkan kekuasaan Allah,
pengapit melambangkan seorang ibu, panitis melambangkan seorang bapak, ukel
melambangkan kesetiaan seorang istri kepada suami, dan cunduk mentul
melambangkan harapan semoga istri selalu dapat menjaga kesuciannya. Untuk
pengantin pria hanya dikerik sedikit rambutnya di bagian alisnya.
Upacara ini biasanya dilakukan dengan duduk bersama sambil membacakan do’a
semoga jalannya upacara dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada
acara midodareni juga biasanya dilakukan dengan tidak tidur semalam suntuk “lek-
lekan” oleh para pinisepuh dan kerabat keraton. Inti dari upacara midodareni adalah
18
tebus kembar mayang. Kembar mayang ini terbuat dari bunga yang dirangkai
dengan janur kuning dengan segala aksesorisnya yang disusun secara indah dan
diberikan kepada calon pengantin wanita.
Ijab diartikan sebagai ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan untuk
mengikat hidup berkeluarga.25 Pernyataan yang diungkapkan oleh pihak yang
mengadakan akad berikutnya disebut qabul. Dalam ijab qabul ini ada lima syarat
yang harus terpenuhi, yaitu kedua calon pengantin, wali calon pengantin wanita, dua
orang saksi, mahar/maskawin, dan ijab qabul.
Ijab qabul dipimpin oleh Abdidalem Penghulu Keraton setelah memperoleh perintah
dari raja. Ijab qabul dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Jawa sesuai
dengan bahasa resmi keraton. Pemberian maskawin dari calon pengantin pria
dilakukan dengan cara dihutang. Setelah semuanya selesai, baru ditutup dengan
do’a. Doa ini dipanjatkan untuk meminta keselamatan kepada Allah SWT yang
ditujukan kepada kedua pengantin, Ingkang sinuhun, kerabat keraton serta keraton
itu sendiri. Selanjutnya adalah pembacaan ta’lik talak. Ta’lik talak di keraton
dilaksanakan setelah keluarnya UU Perkawinan tahun 1974, sebelumnya tidak
pernah dilaksanakan. Ta’lik talak ini berisi tentang kesanggupan pengantin pria
untuk menjaga dan memberi nafkah kepada pengantin wanita dan tidak
meninggalkannya melebihi waktu yang telah ditentukan. Jika ini dilanggar maka
telah jatuh talaknya.
Upacara ini dimulai dengan upacara sungkeman terlebih dahulu kepada raja pada
pagi harinya dan baru diadakan pertemuan pengantin pada siang harinya. Upacara
pertemuan pengantin dimulai dengan saling melempar daun sirih yang diikat dengan
kain putih (gantal). Gantal ini berjumlah empat ikatan, dan calon pengantin saling
melempar dengan cara bergantian. Calon pengantin pria melempar daun sirih ke
dada calon pengantin wanita, ini melambangkan bahwa seorang suami harus
mencintai dan menyayangi istrinya serta melindungi dan memberikan nafkah
kepadanya. Sementara itu, pengantin wanita melempar daun sirih ke kaki pengantin
pria, ini bermakna bahwa seorang istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya.
Setelah acara saling melempar daun sirih (gantal) selesai, dilanjutkan dengan acara
menginjak telur. Telur yang sudah dipersiapkan diletakan di depan pengantin pria
dan wajib diinjak hingga pecah. Kegiatan ini melambangkan bahwa kedua pengantin
telah membuka dunia baru, yaitu dunia rumah tangga, mereka tidak lagi menjadi
gadis dan jejaka. Kemudian kaki pengantin pria dibersihkan dengan air sritaman
oleh pengantin. Hal ini melambangkan kesetiaan istri pada suaminya. Kemudian
kedua pengantin berjalan berdampingan ini melambangkan keserasian.
Upacara ini dilakukan jika pengantin wanita merupakan putri raja. Bopongan ini
melambangkan penganugerahan seorang putri raja, dan kepada pengantin pria
kemudian diberi gelar baru, yaitu KRMH (Kanjeng Raden Mas Haryo) sebagai
pengangkatan derajat dari yang rendah kepada yang lebih tinggi.
19
Kedelapan, adalah upacara kacar-kucur
Pada upacara ini pengantin pria membawa klasa bangka beserta biji-bijian, seperti
kacang hijau dan kedelai yang diletakkan di pangkuan pengantin wanita. Ubarampe
tersebut harus diterima pengantin wanita dengan menggunakan alas saputangan.
Diusahakan ubarampe tersebut tidak ada yang tercecer sedikit pun. Kacar kucur ini
melambangkan bahwa seorang suami wajib memberi nafkah kepada istrinya.
Upacara ini dilakukan oleh kedua pengantin kepada orangtuanya dan kedua
mertuanya. Ini melambangkan ucapan terimakasih atas segala perhatian, asuhan,
dan bimbingannya sejak masih dalam kandungan sampai berumah tangga.
Pada lima hari setelah akad nikah diadakan selamatan sepasaran di tempat
diselenggarakannya upacara panggih. Upacara ini biasanya dilakukan untuk
memberi nama baru (nama panggilan tua) bagi pengantin pria.
Upacara ini biasanya dilaksanakan pada tigapuluh lima hari setelah ijab. Acaranya
diisi dengan hiburan semalam suntuk dengan menampilkan hiburan wayang kulit
dengan cerita tentang dunia percintaan serta pelajaran tata hidup berkeluarga dan
bermasyarakat yang baik.
20
PROSESI UPACARA ADAT SOLO
Nontoni
Bagian pertama dari rangkaian prosesi pernikahan solo adalah Nontoni. Proses
nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah untuk
mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya, apakah masih
legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga
agar jangan sampai terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si
gadis menjadi menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga
mendapat ‘lampu hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan
panembung.
Panembung
Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar seorang gadis yang
akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga
seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang
dipercaya disertai beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria
menyampaikan maksud kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab
boleh atau tidak putrinya diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang
disampaikan kepada keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid.
Untuk itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat
tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj
21
menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu
untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.
Paningset
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka
jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus memberikan
perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar kedua keluarga
bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu,
orangtua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah
paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon
pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum
pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara srah-srahan
paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.
1. SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung serta
melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya.
2. WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya
dalam melaksanakan hajat diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala halangan.
Dalam wilujengan ini memakai sarat berupa makanan dengan lauk-pauk, seperti
‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’ beserta ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini
semua sarat ubarampe enak dimakan oleh manusia.
3. PASANG TARUB
Merupakan tradisi membuat ‘bleketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan
atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil ‘wewarah’ atau ajaran Ki
Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat
menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng
membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Hal itu dilakukan dkarena rumah Ki
Ageng uang kecil tidak dapat memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar
diteduhi dengan ‘payon’ itu ruang yang dipergunakan untuk para tamu Agung yang
luas dan dapat menampung seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu
disebut ‘tarub’, berasal dari nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara
memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memegangi tangga
sambil membantu memberikan ‘bleketepe’ (anyaman daun kelapa). Tatacara ini
menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom
keluarga.
22
4. PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dapat
memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga.
Tuwuhan terdiri dari :
Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan yang akan
menikah telah mempunyai pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang
raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak
mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
B. Tebu wulung
Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber
manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna
wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang
perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu
bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau kebijakan.
C. Cengkir gadhing
Merupakan symbol dari kandungan tempat si jabang bayi atau lambing keturunan.
Peralatan yang dipaka untuk siraman adalah sekar manca warna yang dimasukkan
ke dalam jembangan, kelapa yang dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar,
dan tumpeng robyong. Air yang dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh
sumber air, atau air tempuran. Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh
termasuk ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk
mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dan Islam.
Selain itu angka sembilan juga bermakna ‘babakan hawa sanga’ yang harus
dikendalikan.
23
Masing-masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung
yang terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai
wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil
berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah pamore anakku’.
Seusaii siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju
kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut
di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan rambut tersebut diberikan kepada
sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam di
halaman rumah. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon
pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita. Kemudian rambut
calon pengantin wanita dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya
‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan
ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.
Dodol Dawet
Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan
tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga
diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambing kebulatan
kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.
Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan ‘kreweng’
(pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan
manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang
menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka
yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri , harus
saling membantu.
6. SENGKERAN
Setelah calon pengantin wanita ‘dihaluh-halubi’ atau dibuat cengkorong paes lalu
‘disengker’ atau dipingit. Artinya tidak boleh keluar dari halaman rumah.Hal ini untuk
menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan selama seminggu, atau
minimal 3 hari. Yang mana dalam masa ini, calon pengantin putri setiap malam
dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan
ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah
tangga.
A. Jonggolan
24
berada di rumah calon pengantin wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda
dan hanya disuguhi air putih.
B. Tantingan
D. Wilujengan Majemukan
8. IJAB PANIKAH
Pelaksanaan ijab panikah ini mengacu pada agama yang dianut oleh pengantin.
Dalam tata cara Keraton, saat ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat
duduk penghulu maupun mempelai diatur sebagai berikut :
• Pengantin laki-laki menghadap barat
• Naib di sebelah barat menghadap timur
• Wali menghadap ke selatan, dan para saksi bisa menyesuaikan
25
PROSESI UPACARA ADAT BIMA
Kota Bima merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Pulau Sumbawa. Letaknya yang strategis menjadikan daerah ini sebagai jalur
perdagangan antar-daerah, bahkan menjadi transportasi perdagangan laut
internasional. Penduduk Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan
budaya yang menyebar dari seluruh pelosok Tanah Air. Pembentukan
masyarakatnya pun lebih dominan berasal dari imigrasi yang dilakukan oleh
pendatang yang berasal dari daerah-daerah sekitar seperti Makassar, Bugis dengan
mendiami wilayah pesisir Bima. Mereka umumnya berbaur dengan penduduk asli,
salah satu caranya dengan melakukan perkawinan dengan gadis-gadis asli Bima.
Mata pencaharian penduduknya cukup bervariasi seperti petani, pedagang, nelayan
atau pegawai pemerintahan.
Para pendatang ini datang pada sekitar abad XIV, baik untuk berdagang ataupun
menyiarkan agama. Dengan beragamnya etnis dan budaya yang masuk ke Bima
maka tak mengherankan jika perkembangan agama di daerah ini cukup beragam
meski 90 persen masyarakatnya memeluk agama Islam. Masyarakat Bima juga
dikenal tetap memegang teguh nilai-nilai kearifan yang sudah tertanam sejak zaman
nenek moyang mereka.
Tahapan palinga
Merupakan proses awal dari keseluruhan rangkaian tata cara adat di mana seorang
jejaka melakukan penjajakan untuk mencari seorang gadis yang akan dijadikan
pasangan hidup. Bila dalam tahapan palinga ini ternyata si jejaka menyukai gadis
tersebut dan ingin memperistrinya maka dia akan melaporkan hal ini kepada
orangtuanya. Untuk mewujudkan keinginan sang anak, pihak keluarga pria akan
mengirimkan utusan keluarga yang diberi tugas mencari tahu apakah gadis yang
diinginkan anak lelakinya tersebut sudah ada yang punya atau belum. Bila belum
ada yang punya dan si gadis bersedia menerima maksud hati sang jejaka yang
disampaikan oleh utusannya maka akan dilakukan kesepakatan untuk menentukan
26
kapan saat yang tepat keluarga pihak pria akan datang ke rumah keluarga gadis itu
untuk melakukan peminangan secara resmi.
Peminangan
Pada hari yang telah disepakati sebelumnya, keluarga pihak pria beserta rombongan
akan mendatangi rumah sang gadis untuk meminang. Kedua belah pihak keluarga
akan mengadakan pembicaraan lebih lanjut untuk dapat berbesan. Bila ternyata
dalam pertemuan ini tidak ditemukan kata sepakat maka kedua belah pihak akan
menentukan hari, tanggal dan berbagai syarat keperluan adat yang harus dipenuhi
oleh pihak keluarga pria menjelang pernikahan.
Sehari sebelum hari H, tepatnya pada malam hari sebelum akad nikah, di rumah
calon pengantin wanita akan dilakukan acara yang disebut dengan malam kapanca
yaitu acara pemberian daun pacar atau inai untuk calon pengantin. Acara ini
dilakukan oleh para ibu yang secara bergantikan akan memasangkan lumatan daun
pacar pada calon pengantin wanita. Tidak hanya di bagian kuku tetapi juga pada
telapak tangan yang jumlahnya harus ganjil, tujuh atau sembilan.
Acara ini dilakukan sambil berzikir yang dimaksudkan untuk memohon restu agar
nantinya dalam rumah tangga calon pengantin wanita dapat mendatangkan
kedamaian dan memberi kebahagiaan. Dengan adanya tanda merah inai di tangan
calon pengantin wanita maka hal ini menandakan bahwa dirinya sudah ada yang
punya dan pada esok hari akan segera melangsungkan akad nikah.
Saat upacara kapanca ini, calon pengantin wanita akan dirias layaknya riasan
pengantin serta memakai pakaian adat lalu didudukkan di tengah tamu yang hadir.
Upacara kapanca ini juga dimaksudkan untuk memberi contoh kepada para tamu,
khususnya gadis-gadis yang hadir di malam itu, untuk dapat segera mengikuti jejak
calon pengantin wanita mengakhiri masa lajang. Upacara kapanca ini menjadi
dambaan para ibu di mana mereka juga mengharapkan agar putrinya kelak dapat
segera melewati upacara yang sama.
Sebelum acara malam kapanca, calon pengantin wanita harus terlebih dulu
melakukan acara sangongo yaitu upacara mandi uap dengan beraneka rempah dan
27
bunga-bungaan. Setelah itu diadakan acara siraman yang disebut boho oi ndeu.
Selanjutnya masih di rumah calon pengantin wanita, akan dilakukan acara cafi ra
hambu maru kai yaitu membersihkan, menata dan merias kamar pengantin.
Setelah semua acara selesai dilakukan, termasuk upacara malam kapanca dan
acara-acara lainnya, selanjutnya diadakan acara rawa mbojo yaitu semacam
nyanyian tradisional masyarakat Bima yang syairnya berupa pantun nasihat untuk
calon pengantin sambil diiringi suara alat musik biola. Acara ini biasanya
berlangsung sampai pagi menjelang.
Keesokan harinya pada waktu yang telah disepakati, datanglah rombongan calon
pengantin pria ke rumah keluarga calon pengantin wanita disertai dengan ketua adat
sebagai juru bicara yang mewakili pihak orangtua. Calon pengantin pria datang
sambil diapit oleh dua orang pendamping yang membawa berbagai perlengkapan
menurut aturan adat berupa mahar yang sebelumnya telah disepakati.
Sebelum rombongan keluarga calon pengantin pria masuk ke dalam rumah, mereka
akan dihalangi oleh sekelompok ibu-ibu dari pihak keluarga pengantin wanita yang
membawa sebatang galah bambu. Acara ini disebut upacara tapa gala di mana
calon pengantin pria tidak diperbolehkan masuk ke rumah calon istrinya dengan
mudah.
Beberapa orang ibu memegang sebatang bambu yang panjang dan kuat untuk
menghalanginya. Rombongan calon pengantin pria harus mampu melewatinya.
Pada saat inilah terjadi dorong-mendorong antara kaum ibu dari pihak pengantin
wanita dengan kaum ibu dari pihak pengantin pria. Pada akhirnya aksi dorong-
mendorong ini akan dimenangkan oleh ibu-ibu pihak pengantin pria.
Acara tokencai
Acara tokencai ini dilakukan setelah upacara akad nikah selesai dilaksanakan.
Pengantin pria datang menuju kamar pengantin untuk menjemput sang istri.
Sebelum masuk, dia harus terlebih dahulu mengetuk pintu kamar dan terjadilah
acara saling berbalas pantun. Pintu kamar akan dibukakan bila pengantin pria
bersedia memberikan hadiah atau sejumlah uang yang besarnya telah ditentukan
oleh ina ru’u atau perias pengantin.
28
PROSESI UPACARA ADAT JOGJAKARTA
A. Nontoni
Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya.
Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan
dinikahinya, bahkan terkadang belum pernah melihatnya, meskipun ada
kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya.
Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni.
Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan
diperjodohkan telah mengirimkan penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang
akan diambil menantu.
B. Lamaran
Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu diantara pria dan wanita yang
akan menikah terkadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah
yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah
puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari
baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.
Upacara lamaran: Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon
besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada
zaman dulu yang lazim disebut Jodang ( tempat makanan dan lain sebagainya )
yang dipikul oleh empat orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras
ketan antara lain : Jadah, wajik, rengginan dan sebagainya. Menurut naluri makanan
tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak
glutennya sehingga lengket dan diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan
tetap lengket (pliket,Jawa). Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak
merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara peningsetan. Banyak keluarga
Jawa masih melestarikan sistem pemilihan hari pasaran pancawara dalam
menentukan hari baik untuk upacara peningsetan dan hari ijab pernikahan.
C. Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat,
peningsetan jadi berarti pengikat. Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan
sesuatu sebagai pengikat dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon
pengantin putri. Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya,
semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon ( imbalan) disesuaikan
kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh,
pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri,
satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending
29
Nala Ganjur . Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara
kedua pihak setelah upacara peningsetan.
D. Upacara Tarub
Tarub adalah hiasan janur kuning ( daun kelapa yang masih muda ) yang dipasang
tepi tratag yang terbuat dari bleketepe ( anyaman daun kelapa yang hijau ).
Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di kiri pintu gerbang satu unit dan dikanan
pintu gerbang satu unit ( bila selesai pisang dan kelapa bisa diperebutkan pada
anak-anak ) Selain pemasangan tarub diatas masih delengkapi dengan
perlengkapan-perlengkapan sbb. (Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi
luhung, harapan serta do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ) yang dilambangkan
melalui:
30
23. Tampah(niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1 butir telor ayam
mentah, uang logam, gula merah 1 tangkep, 1 butir kelapa.
24. Empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul, kluwak, pengilon,
jungkat, suri, lenga sundul langit
25. Ayam jantan hidup
26. Tikar
27. Kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan
28. Kepala/daging kerbau dan jeroan komplit
29. Tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi ( merang )
30. Sayur pada mara
31. Kolak kencana
32. Nasi gebuli
33. Pisang emas 1 lirang
1. Area sumur
2. Area memasak nasi
3. Tempat membuat minum
4. Tarub
5. Untuk menebus kembarmayang ( kaum )
6. Tempat penyiapan makanan yanh akan dihidangkan.
7. Jembatan
8. Prapatan.
E. Nyantri
Upacara nyantri adalah menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga pengantin
putri 1 sampai 2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempat
kan dirumsh saudara atau tetangga dekat. Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk
melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat upacara pernikahan
dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap dit3empat sehingga tidak
merepotkan pihak keluarga pengantin putri.
F. Upacara Siraman
Siraman dari kata dasar siram ( Jawa ) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan
siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan
diri agar menjadi suci dan murni. Bahan-bahan untuk upacara siraman :
31
7. Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang
8. Dlingo bengle
9. Lima macam bangun tulak ( kain putih yang ditepinnya diwarnai biru)
10. Satu macam yuyu sekandang ( kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis
benang kuning)
11. Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek
(kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah).
12. Sampo dari londo merang ( air dari merang yang dibakar didalam jembangan
dari tanah liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram
air, air ini dinamakan air londo)
13. Asem, santan kanil, 2meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain
grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih
14. Sabun dan handuk.
Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa
dan harapan yang di simbulkan dalam:
1. Tumpeng robyong
2. Tumpeng gundul
3. Nasi asrep-asrepan
4. Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang
5. Empluk kecil ( wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras
6. 1 butir telor ayam mentah
7. Juplak diisi minyak kelapa
8. 1 butir kelapa hijau tanpa sabut
9. Gula jawa 1 tangkep
10. 1 ekor ayam jantan
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan
tujuh orang yang memandikan, tujuh sama dengan pitu ( Jawa ) yang berarti pitulung
(Jawa) yang berarti pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias (pemaes)
dengan memecah kendi dari tanah liat.
G. Midodareni
Midodareni berasal dari kata dasar widodari ( Jawa ) yang berarti bidadari yaitu putri
dari sorga yang sangat cantik dan sangat harum baunya. Midodareni biasanya
dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai
malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur.
Saat akan melaksanakan midodaren ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa
dan harapan yang di simbulkan dalam:
32
4. Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut,
minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan
keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :
1. Nasi gurih
2. Sepasang ayam yang dimasak lembaran ( ingkung, Jawa )
3. Sambel pecel, sambel pencok, lalapan
4. Krecek
5. Roti tawar, gula jawa
6. Kopi pahit dan teh pahit
7. Rujak degan
8. Dengan lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan ( jaman dulu)
H. Upacara Langkahan
Langkahan berasal dari kata dasar langkah (Jawa) yang berarti lompat, upacara
langkahan disini dimaksudkan apabila pengantin menikah mendahului kakaknya
yang belum nikah , maka sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin
diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.
I. Upacara Ijab
Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai agama pasangan
pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan
menyerahkan / menikahkan anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin
pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi
pengantin perempuan. Upacara ijab qobul biasanya dipimpin oleh petugas dari
kantor urusan agama sehingga syarat dan rukunnya ijab qobul akan syah menurut
syariat agama dan disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil
yang akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.
J. Upacara Panggih
Panggih ( Jawa ) berarti bertemu, setelah upacara akad nikah selesai baru upacara
panggih bisa dilaksanaakan,. Pengantin pria kembali ketempat penantiannya,
sedang pengantin putri kembali ke kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka
upacara panggih dapat segera dimulai.
Upacara Panggih dalam Perkawinan Adat Jawa merupakan puncak acara dari
serangkaian upacara adat yang mendahuluinya. Rangkaian acara yang mewarnai
upacara panggih meliputi :
33
7. Dahar klimah
8. Penjemputaqn orangtua mempelai atau besan
9. Sungkeman
Setelah upacara panggih selesai dapat diiringi dengan gending Sriwidodo atau
gending Sriwilujeng.Pada waktu kirab diiringi gending : Gatibrongta, atau Gari
padasih.
34
PROSESI UPACARA ADAT BALI
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu
Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi
secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama.
Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan
Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama.
Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup
diprioritaskan untuk mencapai moksa.Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya
untuk mewujudkan tujuan hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama
menurut lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut
“Yatha sakti Kayika Dharma” yang artinya dengan kemampuan sendiri
melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri
mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah
yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang
perkawinan.Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan
dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan amat
membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya dengan sukses atau
memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Bimbingan tersebut akan
amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli dalam bidang agama Hindu,
terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang grhastha, untuk bisa mandiri di
dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan
Dharma.
Menyucikan Diri
35
dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan
melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.Perkawinan umat
Hindu merupakan suatu yang suci dan sakral, oleh sebab itu pada jaman Weda,
perkawinan ditentukan oleh seorang Resi, yang mampu melihat secara jelas,
melebihi penglihatan rohani, pasangan yang akan dikawinkan. Dengan pandangan
seorang Resi ahli atau Brahmana Sista, cocok atau tidak cocoknya suatu pasangan
pengantin akan dapat dilihat dengan jelas.
Pasangan yang tidak cocok (secara rohani) dianjurkan untuk membatalkan rencana
perkawinannya, karena dapat dipastikan akan berakibat fatal bagi kedua mempelai
bersangkutan. Setelah jaman Dharma Sastra, pasangan pengantin tidak lagi
dipertemukan oleh Resi, namun oleh raja atau orang tua mempelai, dengan
mempertimbangkan duniawi, seperti menjaga martabat keluarga, pertimbangan
kekayaan, kecantikan, kegantengan dan lain-lain. Saat inilah mulai merosotnya nilai-
nilai rohani sebagai dasar pertimbangan.
Pada jaman modern dan era globalisasi seperti sekarang ini, peran orang tua
barangkali sudah tidak begitu dominan dalam menentukan jodoh putra-putranya.
Anak-anak muda sekarang ini lebih banyak menentukan jodohnya sendiri. Penentuan
jodoh oleh diri sendiri itu amat tergantuang pada kadar kemampuan mereka yang
melakukan perkawinan. Tapi nampaknya lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan
duniawi, seperti kecantikan fisik, derajat keluarga dan ukuran sosial ekonomi dan
bukan derajat rohani.
36
Peralatan Upacara Mekala-kalaan
1. Sanggah Surya
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara
(hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah
sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
4. Keris
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin
pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang
kepurusan dari pengantin pria.
5. Benang Putih
6. Tegen – tegenan
37
Perangkat tegen-tegenan :
– batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal
tebu ruas demi ruas, secara manis.
– Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja,
berkarma berdasarkan Dharma
– Periuk simbol windhu
– Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
– Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan
bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih
yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari
bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
8. Dagang-dagangan
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu
sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu
ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik,
prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar
tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian
dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu).
Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas).
Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan
kesucian.Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa
(metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki
oleh pengantin wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling
mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung.
Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali.
Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
11. Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon
penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
38
perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta
kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara
Ratih agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.
Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang
berarti bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik
yang selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur
kepada Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai
wanita.
39
PROSESI UPACARA ADAT MAKASSAR
Tata cara upacara adat Bugis-Makassar dalam acara perkawinan sejatinya memiliki
beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:
1. A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
2. A’suro (Massuro) atau melamar.
3. A’pa’nassar (Patenre ada’) atau menentukan hari.
4. A’panai Leko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
5. A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
6. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’
( mencukur rambut halus dari calon mempelai.
7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
8. Assimorong atau akad nikah.
9. Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu.
10. Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.
Upacara tradisional tersebut di atas masih memiliki uraian-uraian yang lebih detail
dari masing-masing tahapan atau proses. Pada kesempatan ini akan diuraikan
tentang tata cara upacara adat:
Kegiatan dalam tata cara atau prosesi upacara adat ini terdiri dari:Appassili bunting.
Persiapan sebelum acara ini adalah calon mempelai dibuatkan tempat khusus
berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada
tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga.
Alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah:
Pammaja besar/Gentong.
Gayung/tatakan pammaja.
Air, sebagai media yang suci dan mensucikan.
Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
Ja’jakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah
bakul.
Kanjoli’ (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan
batang.
Kelapa tunas.
Gula merah.
Pa’dupang.
Leko’ passili.
Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada
kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon
mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk
segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai
wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat
siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai
dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta)
yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.
Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah
dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian
ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung, disertai dengan doa dari
masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai.
Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu
calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat
sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti
pakaian.
A’bubbu’ (Macceko).
41
serta assesories lainnya. Prosesi acara A’bubbu (macceko) dimulai dengan
membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.
Appakanre bunting.
Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-
kue khas
tradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ bayao, Sirikaya,
Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan
ditempatkan
dalam suatu wadah besar yang disebut bosara lompo.
2. Akkorontigi (Mappacci).
Rumah calon mempelai telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi
khas daerah bugis makassar, yang terdiri dari:a. Pelaminan (Lamming)
b. Lila-lila
c. Meja Oshin lengkap dengan bosara.
d. Perlengkapan Korontigi/Mappacci.
Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti
kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai
senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya.
Perlengkapannya:
Pelaminan (Lamming).
Bantal.
Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal.
Bombong Unti (Pucuk daun pisang).
Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun
pisang secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar.
Leko’ Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun
pacar) yang ditumbuk halus.
Benno’ (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan
minyak hingga mekar.
Unti Te’ne (Pisang Raja).
Ka’do’ Minnya’ (Nasi Ketan).
Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).
Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang
telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai dengan
pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka
prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh
sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas untuk meletakkan pacci.
42
Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-
gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan.
Acara Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua orang
tua tercinta dan ditutup dengan doa.
Kegiatan ini dilakukan di kediaman calon mempelai wanita, dimana rumah telah
ditata dengan indahnya karena akan menerima tamu-tamu kehormatan dan
melaksanakan prosesi acara yang sangat bersejarah yaitu pernikahan kedua calon
mempelai.
1. Dua pasang sesepuh untuk menjemput CPP dan memegang Lola menuntun
CPP memasuki rumah CPW.
2. Seorang ibu yang bertugas menaburkan Bente (benno) ke CPP saat
memasuki gerbang kediaman CPW.
3. Penerima erang-erang atau seserahan.
4. Penerima tamu.
43
Prosesi acara Assimorong:
Setelah CPP beserta rombongan tiba di sekitar kediaman CPP, seluruh rombongan
diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika CPP telah siap di bawa
Lellu sesepuh dari pihak CPW datang menjemput dengan mengapit CPP dan
menggunakan Lola menuntun CPP menuju gerbang kediaman CPW. Saat tiba di
gerbang halaman, CPP disiram dengan Bente/Benno oleh salah seorang sesepuh
dari keluarga CPW. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan
penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu CPP beserta
rombongan memasuki kediaman CPW untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin CPW kepada kedua
orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan
Qobul.
Setelah acara akad nikah dilaksanakan, mempelai pria menuju ke kamar mempelai
wanita, dan berlangsung prosesi acara ketuk pintu, yang dilanjutkan dengan
appadongko nikkah/mappasikarawa, penyerahan mahar atau mas kawin dari
mempelai pria kepada mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke
depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada
kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan
acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.
44
PROSESI UPACARA ADAT PALEMBANG
Konon, ritual dan tradisi adat pernikahan Palembang merupakan salah satu simbol
yang mencerminkan keagungan serta kejayaan dinasti raja-raja Sriwijaya berabad-
abad silam. Kilau keemasan serta simbol kemewahan dan keagungan terlihat dari
rangkaian upacara adat yang menyertakan sejumlah ornamen warna keemasan dan
kain sutera, baik untuk perlengkapan prosesi lamaran, seserahan, hingga saat
pernikahan. Gemerlap warna keemasan juga menjadi titik pusat keindahan busana
mempelai berikut asesorisnya. Berikut beberapa ritual adat yang mengiringi acara
pernikahan adat Palembang :
1. Madik
Dalam tradisi madik keluarga calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon
mempelai wanita untuk berkenalan sekaligus melakukan observasi terhadap
keadaan calon mempelai wanita dan keluarganya.
Dalam tradisi ini biasanya calon mempelai pria mengutus orang kepercayaan dari
kerabat ibu atau bapak calon mempelai pria yang dapat memberikan informasi yang
akurat. Utusan tersebut datang berkunjung sambil melihat apakah calon mempelai
wanita sudah cocok dan pantas untuk dijadikan pasangan hidup untuk calon
mempelai pria. Penting juga untuk diketahui asal usul serta silsilah keluarga masing-
masing dan apakah wanita yang dituju itu belum ada orang lain yang meminangnya.
Beberapa tenong atau songket yang berbentuk bulat terbuat dari anyaman bambu,
juga beberapa tenong berbentuk songket segi empat dibungkus dengan kain batik
bersulam benang emas yang berisi bahan makanan, seperti : mentega, telur, gula
diserahkan kepada calon mempelai wanita sebagai buah tangan yang bersifat tidak
resmi.
2. Menyenggung
Tradisi ini merupakan bentuk tanda keseriusan dari calon mempelai pria. Seperti
halnya madik, dalam menyenggung calon mempelai pria juga mengutus kerabat
dekat dan orang kepercayaannya untuk membicarakan kesepakatan dan mengatur
tanggal kedatangan berikutnya untuk melamar. Buah tangan yang dibawa juga
serupa dengan madik seperti tenong atau songket dan beberapa bahan makanan.
3. Meminang / Melamar
Keluarga calon mempelai pria beserta orang-orang yang diutus dan kerabat dekat
lainnya datang ke rumah keluarga calon mempelai wanita untuk meminang.
Rombongan tersebut menjelaskan maksud dan tujuan untuk meminang dengan
membawa buah tangan dan apabila lamaran sudah diterima maka barang-barang
hantaran diserahkan kemudian dilanjutkan dengan memutus kato atau menentukan
hari dan tanggal pernikahan.
45
Hantaran atau gegawan yang dibawa antara lain berupa kain terbungkus dengan
sapu tangan diletakkan diatas nampan, berikut 5 tenong berisi gula, gandum,
juadah, buah-buahan dan lain sebagainya. Jumlah songket atau tenong selalu ganjil.
Barang bawaan lebih lengkap berupa kain, baju, selendang, alat perhiasan, tas,
kosmetik, selop, sepatu dan sebagianya. Juga disertai pisang setandan sebagai
lambang kemakmuran.
4. Berasan dan Mutus
Utusan yang diwakili juru bicaranya menyampaikan kata-kata indah kadang berupa
pantun. Selanjutnya para utusan melakukan upacara pengikatan tali keluarga, yakni
dengan mengambil tembakau setumpuk dari sasak gelungan (konde) dan dibagi-
bagikan pada para utusan dan keluarga. Kedua belah pihak mengunyah sirih
dengan tembakau yang artinya kedua keluarga tersebut telah saling mengikat diri
untuk menjadi satu keluarga.
Buah tangan yang dibawa biasanya berupa tenong, nampan, songket segi empat,
satu baju dan satu selendang sutera, senting, selop, sandal, sepatu, alat rias,
kosmetik, disertai pula buah-buahan dan setandan pisang.
5. Akad Nikah / Perkawinan
Seperti halnya akad nikah dan perkawinan pada umumnya, acara ini dihadiri oleh
karib kerabat dan keluarga kedua mempelai. Mas kawin yang diserahkan biasanya
berupa perhiasan atau barang lain sesuai dengan apa yang diminta oleh keluarga
pihak wanita dan telah disetujui pihak pria. Pengantin pria dibawa masuk ke
ruangan, lalu penghulu memimpin pelaksanaan akad nikah.
6. Mengarak Pacar
Acara ini merupakan simbol bahwa mempelai wanita menerima pribadi suami atas
pengakuan dan kemudian ditimbang-timbang, seolah-olah mempelai wanita
berkata : pada saat ini suamiku kusambut dan kuterima segala titah dan
kewajibanku sebagai ratu rumah tangga yang baik.
Perlengkapan yang digunakan antara lain seperti perahu yang dihiasi ornamen yang
indah, lampu warna-warni, alat musik tabuh-tabuhan, keris pusaka, nampan serta
kain sutra emas.
46
PROSESI UPACARA ADAT BETAWI
Sistem pernikahan pada masyarakat Betawi pada dasarnya mengikuti hukum Islam,
kepada siapa mereka boleh atau dilarang mengadakan hubungan perkawinan.
Dalam mencari jodoh, baik pemuda maupun pemudi betawi bebas memilih teman
hidup mereka sendiri. Karena kesempatan untuk bertemu dengan calon kawan
hidup itu tidak terbatas dalam desanya, maka banyak perkawinan pemuda pemudi
desa betawi terjadi dengan orang dari lain desa. Namun demikian, persetujuan
orangtua kedua belah pihak sangat penting, karena orangtualah yang akan
membantu terlaksanakannya pernikahan tersebut.
Istilah lain yang juga dikenal dalam masa perkenalan sebelum pernikahan dalam
adat Betawi adalah ngedelengin. Dulu, di daerah tertentu ada kebiasaan
menggantungkan sepasang ikan bandeng di depan rumah seorang gadis bila si
gadis ada yang naksir. Pekerjaan menggantung ikan bandeng ini dilakukan oleh Mak
47
Comblang atas permintaan orangtua si pemuda. Hal ini merupakan awal dari tugas
dan pekerjaan ngedelengin.
Ngedelengin bisa dilakukan siapa saja termasuk si jejaka sendiri. Pada sebuah
keriaan atau pesta perkawinan biasanya ada malem mangkat. Keriaan seperti ini
melibatkan partisipasi pemuda. Di sinilah ajang tempat bertemu dan saling kenalan
antara pemuda dan pemudi. Ngedelengin juga bisa dilakukan oleh orangtua
walaupun hanya pada tahap awalnya saja.
2. Nglamar
Bagi orang Betawi, ngelamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dari pihak
keluarga laki-laki (calon tuan mantu) untuk melamar wanita (calon none mantu)
kepada pihak keluarga wanita. Ketika itu juga keluarga pihak laki-laki mendapat
jawaban persetujuan atau penolakan atas maksud tersebut. Pada saat melamar itu,
ditentukan pula persyaratan untuk menikah, di antaranya mempelai wanita harus
sudah tamat membaca Al Quran. Yang harus dipersiapkan dalam ngelamar ini
adalah:
1. Sirih lamaran
2. Pisang raja
3. Roti tawar
4. Hadiah Pelengkap
5. Para utusan yang tediri atas: Mak Comblang, Dua pasang wakil orang tua dari
calon tuan mantu terdiri dari sepasang wakil keluarga ibu dan bapak.
Tanda putus bisa berupa apa saja. Tetapi biasanya pelamar dalam adat betawi
memberikan bentuk cincin belah rotan sebagai tanda putus. Tande putus artinya
bahwa none calon mantu telah terikat dan tidak lagi dapat diganggu gugat oleh pihak
lain walaupun pelaksanaan tande putus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan acara
akad nikah.
Masyarakat Betawi biasanya melaksanakan acara ngelamar pada hari Rabu dan
acara bawa tande putus dilakukan hari yang sama seminggu sesudahnya. Pada
acara ini utusan yang datang menemui keluarga calon none mantu adalah orang-
orang dari keluarga yang sudah ditunjuk dan diberi kepercayaan. Pada acara ini
dibicarakan:
48
4. pelangke atau pelangkah kalau ada abang atau empok yanng dilangkahi
4. Akad Nikah
Sebelum diadakan akad nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan
rangkaian pra-akad nikah yang terdiri dari:
1. Masa dipiare, yaitu masa calon none mantu dipelihara oleh tukang piara atau
tukang rias. Masa piara ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan
memelihara kecantikan calon none mantu untuk menghadapi hari akad nikah nanti.
2. Acara mandiin calon pengatin wanita yang dilakukan sehari sebelum akad nikah.
Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, mempelai wanita dipingit dulu selama
sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada masa pingitan itu,
mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya
kelak berjalan lancar.
3. Acara tangas atau acara kum. Acara ini identik dengan mandi uap yang tujuanya
untuk membersihkan bekas-bekas atau sisa-sisa lulur yang masih tertinggal. Pada
prosesi itu, mempelai wanita duduk di atas bangku yang di bawahnya terdapat air
godokan rempah-rempah atau akar pohon Betawi. Hal tersebut dilakukan selama 30
menit sampai mempelai wanita mengeluarkan keringat yang memiliki wangi rempah,
dan wajahnya pun menjadi lebih cantik dari biasanya.
4. Acara ngerik atau malem pacar. Dilakukan prosesi potong cantung atau ngerik
bulu kalong dengan menggunakan uang logam yang diapit lalu digunting.
Selanjutnya melakukan malam pacar, di mana mempelai memerahkan kuku kaki
dan kuku tangannya dengan pacar.
49
Pada prosesi ini mempelai pria betawi tidak boleh sembarangan memasuki
kediaman mempelai wanita. Maka, kedua belah pihak memiliki jagoan-jagoan untuk
bertanding, yang dalam upacara adat dinamakan “Buka Palang Pintu”. Pada prosesi
tersebut, terjadi dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita, kemudian ditandai
pertandingan silat serta dilantunkan tembang Zike atau lantunan ayat-ayat Al Quran.
Semua itu merupakan syarat di mana akhirnya mempelai pria diperbolehkan masuk
untuk menemui orang tua mempelai wanita.
Pada saat akad nikah, mempelai wanita Betawi memakai baju kurung dengan teratai
dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing
serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong.
Kemudian pada dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit yang
menandakan bahwa ia masih gadis saat menikah.
Sementara itu, mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, hem, jas,
serta kopiah, ditambah baju gamis berupa jubah Arab yang dipakai saat resepsi
dimulai. Jubah, baju gamis, dan selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta
topi model Alpie menjadi tanda haraan agar rumah tangga selalu rukun dan damai.
Setelah upacara pemberian seserahan dan akad nikah, mempelai pria membuka
cadar yang menutupi wajah pengantin wanita untuk memastikan apakah benar
pengantin tersebut adalah dambaan hatinya atau wanita pilihannya. Kemudian
mempelai wanita mencium tangan mempelai pria. Selanjutnya, keduanya
diperbolehkan duduk bersanding di pelaminan (puade). Pada saat inilah dimulai
rangkaian acara yang dkenal dengan acara kebesaran. Adapun upacara tersebut
ditandai dengan tarian kembang Jakarta untuk menghibur kedua mempelai, lalu
disusul dengan pembacaan doa yang berisi wejangan untuk kedua mempelai dan
keluarga kedua belah pihak yang tengah berbahagia.
5. Acare Negor
Sehari setelah akad nikah, Tuan Penganten diperbolehkan nginep di rumah None
Penganten. Meskipun nginep, Tuan Penganten tidak diperbolehkan untuk kumpul
sebagaimana layaknya suami-istri. None penganten harus mampu memperthankan
kesuciannya selama mungkin. Bahkan untuk melayani berbicara pun, None
penganten harus menjaga gengsi dan jual mahal. Meski begitu, kewajibannya
sebagai istri harus dijalankan dengan baik seperti melayani suami untuk makan,
minum, dan menyiapkan peralatan mandi.
Acara ini berlangsung setelah tuan raje muda bermalam beberapa hari di rumah
none penganten. Di antara mereka telah terjalin komunikasi yang harmonis. Sebagai
tanda kegembiraan dari orangtua Tuan Raje Mude bahwa anaknya memperoleh
50
seorang gadis yang terpelihara kesuciannya, maka keluarga tuan raje mude akan
mengirimkan bahan-bahan pembuat lakse penganten kepada keluarga none mantu.
51
PROSESI UPACARA ADAT MINANGKABAU
I. Maresek / penjajakan
II. Maminang / batimbang tando
III. Minta izin / Mahanta Siriah
IV. Babako / Babaki
V. Malam Bainai
VI. Manjapuik Marapulai
VII. Pemberian Gelar
VIII. Penyambutan di rumah anak daro
I. Maresek
Awal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga, bermula dari penjajakan.
Di Minangkabau sendiri kegiatan ini di sebut dengan berbagai istilah. Ada yang
menyebut maresek, ada yang mengatakan marisiak, ada juga yang menyebut
marosok sesuai dengan dialek daerah masing-masing. Tapi tujuan dan artinya sama
yaitu melakukan penjajakan pertama.
Jika mamak atau ayah bundanya nampak memberikan respon yang baik, maka
angin baik ini segera di sampaikan kembali oleh si telangkai tadi kepada mamak dan
ayah bunda pihak si gadis.
Urusan resek-maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama, tetapi juga berlaku
sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih berada di Sumatera Barat, maupun
bagi mereka yang sudah bermukim di rantau-rantau.
52
Terutama tentu saja bagi keluarga-keluarga yang keputusan-keputusan penting
masih tergantung kepada orang-orang tua mereka. Untuk kasus-kasus yang
semacam ini, tentang siapa yang harus terlebih dahulu melakukan penjajakan,
tidaklah merupakan masalah. Karena di sini berlaku hokum sesuai dengan pepatah
petitih :
Seringkali resek-maresek ini tidak selesai satu kali, tapi bisa berlanjut dalam
beberapa kali perundingan. Dan jika semuanya telah bersepakat untuk saling
menjodohkan anak kemenakan masing-masing dan segala persyaratan untuk itupun
telah di setujui oleh pihak keluarga laki-laki dengan telangki yang, maka barulah
selanjutnya di tentukan untuk mengadakan pertemuan secara lebih resmi oleh
keluarga kedua belah pihak. Acara inilah yang di sebut acara maminang.
Batuka tando secara harfiah artinya adalah bertukar tanda. Kedua belah pihak
keluarga yang telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak kemenakannya itu,
saling memberikan tanda sebagai ikatan sesuai dengan hokum perjanjian
pertunangan menurut adat Minagkabau yang berbunyi ;
Artinya kalau tanda telah dipertukarkan dalan satu acara resmi oleh keluarga belah
pihak, maka bukan saja antar kedua anak muda tersebut telah ada keterikatan dan
pengesahan masyarakatan sebagai dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga
antar kedua keluarga pun telah terikatan untuk saling mengisi adat dan terikat untuk
tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu.
53
soal. Yang penting sirih lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara,
kalau tidak ada sirih pinang lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah
acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan.
Pada daun sirih yang dikunyah menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu pahit dan
manis, terkandung symbol-simbol tentang harapan dan kearifan manusia akan
kekurangan-kekurangan mereka. Lazim saja selama pertemuan itu terjadi
kekhilafan-kekhilafan baik dalam tindak-tanduk maupun dalam perkataan, maka
dengan menyuguhkan sirih di awal pertemuan, maka segala yang janggal itu tidak
akan jadi gunjingan. Sebagaimana dalam pasambahan siriah disebutkan :
Artinya orang tidak lagi mengigat-mengigat segala yang jelek, hanya yang manis
saja pada pertemuan itu yang akan melekat dalam kenangannya.
Kalau disepakati sebelumnya bahwa pada acara maminang tersebut sekaligus juga
akan dilangsungkan acara batuka tando atau batimbang tando maka benda yang
akan dipertukarkan sebagai tanda itu juga dibawa dalam wadh yang sudah dihias.
Yang dijadikan sebagai tanda untuk dipertukarkan lazimnya adalah benda-benda
pusaka, sepertikeris, atau kain adat yang mengandung nilai sejarah bagi keluarga.
Karena nilai sejarahnya inilah maka barang -barang yang dijadikan sebagai tanda itu
sangat berharga bagi keluarga yang bersangkutan dan karena itu pula maka setelah
nanti akad nikah dilangsungkan, masing-masing tanda ini harus di kembalikan lagi
dalam suatu acara resmi oleh kedua belah pihak.
Urutan Acara
Pembicaran dalam acara maminang dan batuka tando ini berlangsung antara
mamak atau wakil dari pihak keluarga si gadis dengan mamak atau wakil dari pihak
keluarga pemuda. . Bertolak dari penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya ada
empat hal secara simultan yang dapat dibicarakan, dimufakati dan diputuskan oleh
kedua belah pihak saat itu.
Namun menurut yang lazim di kampung, jika acara maminang itu bukan sesuatu
yang direkayasa oleh kedua keluarga sebelumnya, maka acara ini akan berlangsung
berkali-kali sebelum urutan ketentuan di atas dapat dilaksanakan. Karena pihak
keluarga pemuda pasti tidak dapat memberikan jawaban lagsung pada pertemuan
pertama itu. Orang tuanya atau ninik mamaknya akan meminta waktu dengan
keluarga-keluarganya yang patut-patut lainnya. Paling -paling pada pertemuan
tersebut, pihak keluarga pemuda menentukan waktu kapan mereka memberikan
jawaban atas lamaran itu.
Acara maminang yang berlangsung di kota-kota umumnya sudah dibuat dengan
scenario yang praktis berdasqrkan persetujuan kedua keluarga, sehingga urutan-
urutan seperti kami cantukan diatas dapat dilaksanan secara simultan dan
diselasaikan dalam satu kali pertemuan.
54
Tata Cara
Setelah rombongan keluarga pihak wanita dipersilakan naik ke atas rumah dan
didududkan di sekitar seprai yang telah ditata dengan makanan-makanan kecil,
maka mamak atau jurubicara dari pihak keluarga wanita yang datang yang kan
memulai pembicaraan menurut tata adat sopan santun Minang yang disebut
pasambahan.
Sambah yang dilakukan dengan mengakat kedua telapak tangn dihadpan wajah ini,
harus ditujukan kepada ninik mamak atau orang yang memang sudah ditentukan
oleh keluarga pihak pria yang telah ditunjuk untuk itu.
Yang menjadi inti pembicaraan pertama ialah pasambahan siriah, di mana jurubicara
pihak keluarga yang datang menyuguhkan sirih lengkap yang dibawahnya untuk
dicicipi oleh semua yang patut -patut dalam keluarga pihak laki-laki. Sirih yang
disuguhkan itu juga tidak harus dimakan; dengan memegang atau mengupil secuil
daun sirih itu saja juga sudah dianggap sah.
Setelah itu barulah juru bicara pihak yang datang menanyakan apakah mereka
sudah boleh menyampaikan maksud dan tujuan dari kedatangan mereka itu.
Lazimnya menurut adat, permintaan dari yang datang ini tidak langsung dipenuhi
oleh keluarga yang menunggu.
Selesai makan dan minum, juru bicara keluarga yang datang akan mengulangi lagi
permintaannya apakah sudah dibolehkan menyampaikan maksud kedatangan
mereka.
Jika lamaran telah diterima, maka dilangsungkanlah acara batuka tando. Tanda dari
pihak keluarga perempuan yang meminang diserahkan olek ninik mamaknya kepada
ninik mamak keluarga pria. Dan dari ninik mamak ini baru diteruskan kepada ibu dari
calon mempelai wanita. Begitu pula sebaliknya.
Bila seorang pemuda telah ditentukan jodoh dan hari perkawinannya, maka
kewajiban yang pertama menurut adat yang terpikul langsung ke diri orang yang
bersangkutan, ialah memberitahu dan mohon restu kepada mamak-mamaknya,
kepada saudara-saudara ayahnya ; kepada kakak-kakanya yang telah berkeluarga
55
dan kepada orang-orang tua lainnya yang dihormati dalam kelurganya.
Acara ini pada beberapa daerah di Sumatera barat di sebut minta izin.
Bagi calon pengantin wanita, kewajiban ini tidaklah terpikul langsung kepada calon
anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya yang wanita yang telah
berkeluarga , acara ini disebut mahanta siriah. Atau menghantar sirih.
Tata cara
Pada hari yang telah ditentukan calon mempelai pria dengan membawa seorang
kawan (biasanya teman dekatnya yang telah atau baru berkeluarga) pergi
mendatangi langsung rumah isteri dari keluarga-keluarga yang patut dihormati.
Kemudian menjelaskan segala rencana perhelatan yang akan diadakan oleh orang
tuanya.
Lalu minta izin (mohon doa) restu dan kalu perlu minta petunjuk dan sifat yang
diperlukan dalam rencana perkawinan.
Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh keluarganya
pada hari-hari perhelatan tersebut.
Tata busana
Untuk melaksanakan acara ini calon pengantin pria diharuskan untuk mengenakan
busana khusus. Ada dua pilihan untuk itu yang lazim berlaku sampai sekarang di
beberapa daerah di Sumatera Barat :
1. Mengenakan celana batik dengan baju ganting cina berkopiah hitam dan
menyandang kain sarung pelekat (atau sarung bugis )
2. Mengenakan celana batik degan kemeja putih yang diluarnya dilapisi dengan jas,
kerah kemeja ke luar menjepit leher jas. Tetap memakai kopiah dengan kain sarung
pelekat yang disandang di bahu atau dilingkarkan di leher.
Dahulu si calon mempelai pria juga di haruskan untuk membawa salapah (semacam
tempat untuk rokok daun nipah dengan tembakaunya) sekarang ditukar dengan
rokok biasa. Sebab tujuan membawa barang tersebut hanyalah sebagai suguhan
pertama sebelum membuka kata .
Bagi keluarga calon pengantin wanita yang bertugas melaksanakan acara ini yang
disebut mahanta siriah, yaitu peralatan yang dibawa sesuai dengan namanya yaitu
seperangkat daun sirih lengkap bersadah pinang yang telah tersusun rapi baik di
letakkan diatas carano maupun di dalam kampia (tas yang terbuat dari daun
pandan). Sebelum maksud kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu
yang disuguhkan kepada orang yang didatangi.
56
acaranya secara khusus.
Empat peristiwa tersebut ialah :
1. Waktu melaksanakan acara turun mandi atau memotong rambut anak pusako
beberapa waktu setelah dilahirkan.
2. Waktu perkawinannya.
3. Waktu pengangkatannya jadi penghulu (kalau dia laki-laki)
4. Waktu kematiannya.
Khusus pada waktu perkawianan anak pusako, keterlibatan pihak bako ini terungkap
dalam acara adat yang disebut babako-babaki. Dalam acara itu, sejumlah keluarga
ayah secara khusus mengisi adat dengan datang berombongan kerumah calon
mempelai wanita dengan membawa berbagai macam antaran.
Hakikat dari acara ini ialah bahwa pada peristiwa penting semacam itu, pihak
keluarga ayah ingin memperlihatkan kasih sayangnya kepad anak pusako mereka
dan merasa harus ikut memikul beban sesuai dengan kemampuan mereka.
Karena itulah dalam acara ini rombongan pihak bako waktu datang kerumah anak
pusakonya membawa berbagai macam antaran.
Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum acara akad nikah dilangsungkan.
Untuk efisiensi waktu dan biaya terutama di kota-kota besar, acara babako-babaki
ini sekarang sering distalikan pelaksanaannya dengan acara malam bainai.
Sore harinya pihak bako datang dantetap tinggal di rumah anak pusakonya itu untuk
dapat mengikuti acara bainai yang akan dilang-sungkan malam harinya.
Tata cara
Menurut tradisi di kampung, gadis anak pusako yang akan kawin biasanya dijemput
dulu oleh bakonya dan dibawa kerumah keluarga ayahnya itu. Calon anak daro ini
akan bermalam semalam di rumah bakonya, dan pada kesempatan itu yang tua-tua
akan memberikan petuah dan nasehat yang berguna bagi si calon pengantin
sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan berumah tangga nanti.
Arak-arakan bako mengahantar anak pusako ini diiringkan oleh para ninik mamak
dan ibu-ibu yang menjunjung berbagai macam antaran dan sering pula dimeriahkan
dengan iringan pemain-pemain musik tradisional yang ditabuh sepanjang jalan.
Keluarga ibu juga mempersiapkan penyabutab kedatngan rombongan bako ini
dengan tidak kalah meriahnya. Mulai dari penyambutan dihalaman dengan tari
gelombang sampai kepada penyediaan hidangan-hidangan di atas rumah
Barang yang dibawa bako
57
Menurut tradisi di kampung dulu, bawaan pihak bako ini juga dilengkapi dengan
berbagai macam bibit tumbuh-tumbuhan yang selain mengandung arti simbolik juga
dapat dipergunakan oleh calon anak daro dan suaminya sebagai modal untuk
membina perekomonian rumah tangganya nanti.
Lazim juga dibeberapa daerah di Minangkabau, air harum racikan dari haruman
tujuh macam bunga dengan sitawa sidingin dan tumbukan daun inai yang akan
dipergunakan dalam acara mandi-mandi dan bainai, langsungkan disiapkan dan ikuti
dibawa dalam arak-arakan keluarga bako ini.
Tata cara
1. Babako-Babaki :
Keluarga pihak ayah yang dalam sistim kekerabatan Matrilinial Minang disebut Bako
yang berperan penting dalam acara ini. Mereka datang lebih awal membawa segala
perlengkapn yang diperlukan untuk acara serta sekalian membawa barang-barang
bawaan pemberian pihak Bako untuk si Calon Anak daro. Penyerahan segala
barang-barang bawaan bako ini kepada pihak keluarga pengantin wanita dilakukan
secara resmi.
Filosofinya : Ringan sama dijinjing-Berat sama dipikul.
2. Sitawa Sidingin :
Jika semua keluarga terdekat telah hadir termasuk juga keluarga-keluarga terdekat
Calon Pengantin Pria, maka dilangsungkan acara mandi-mandi secara simbolis
dengan memercikkan air dengan ramuan 7 kembang. Air ini dipercikan kecuali oleh
Ayah Bundanya juga oleh perempuan-perempuan tua atau sudah berkeluarga
dilingkungan kelurga Bako- keluarga Ayah-Ibu dan keluarga Calon Besan.
58
Jumlahnya harus ganjil-7 atau 9 orang.
Si calon Pengantin wanita didudukan pada satu tempat khusus dengan dipayungi
dengan paying kuning oleh seorang dari saudara-saudara kandungnya yang laki-
laki.
Filosofinya : kehormatan dan keselamatan seorang wanita berada dibawah
lindungan saudaranya yang laki-laki yang dalam struktur kekeluargaan Minang akan
menjadi mamak bagi anak-anak yang akan dilahirkan nanti.
Selain itu 2 orang Wanita saudara-saudara ibunya akan mendampingi dengan
memegang kain Simpai .
Filosofinya : Keluarga-keluarga wanita dari pihak ibu ikut bertanggung jawab
melindungi ponakan-ponakannya yang wanita dari segala aib dan gunjingan orang.
1. Untuk mengungkapkan kasih saying keluarga kepada sang dara yang akan
meninggalkan masa remajanya.
2. Untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin yang segera akan membina
kehidupan baru berumah tangga.
3. Untuk menyucikan diri calon pengantin lahir dan batin sebelum ia melaksanakan
acara yang sacral, yaitu akad nikah,
4. Untuk membuat anak gadis kelihatan lebih cantik, segar dan cemerlang selama ia
berdandan sebagai anak daro dalam perhelatan-perhelatannya.
Acara mandi-mandi secara simbolik ini harus diawali oleh ibunya dan diakhiri oleh
Ayahnya. Setelah itu kedua ibu-Bapak menggandeng puterinya dengan penuh kasih
saying secara pelan-pelan membawa menapak di atas kain jajakan kuning yang
terentang antara tempat acara mandi-mandi dengan pelaminan dimana acara Bainai
yang dilaksanakan.
Filosofinya : Bimbingan terakhir dari seorang ayah dan ibu yang telah membesarkan
puterinya dengan penuh kehormatan, karena setelah menikah maka yang akan
membimbingnya lagi adalah suaminya.
Demikianlah seluruh rangkaian acara malam bainai dan upacara ini seluruhnya
dipandu oleh 2 orang wanita yang dalam istilah Minang disebut UCI-UCI.
59
Tujuan dari manjapuik marapulai ini untuk menghormati calon menantu dan calon
besan sesuai dengan adat Minang yang mengkategorikan mereka dalam keluarga
yang harus diperlakukan secara lebih khusus dengan aturan ” Ereng-Gendeng” –
“Kato Malereng- Datang bajapuik-Tibo basonsong.
Tata Caranya :
1. manjapuik :
Keluarga-keluarga terdekat pihak calon pengantin wanita termasuk menantu-
menantu berpasangan suami isteri (minimal 5 pasangan ) dengan dipimpin seorang
Ninik Mamak yang ahli berpetatah petitih sambil membawa 2 orang Pasundan
berangkat menurut waktu yang telah ditentukan menuju rumah calon mempelai pria..
Secara umum menurut ketentuan adat yang lazim, dalam menjemput calon
pengantin pria ini pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa tiga
bawaan wajib, yaitu :
Pertama : Sirih lengkap dalam cerana menandakan datangnya secra beradat.
Kedua : Pakaian pengantin lengkap dari tutup kepala sampai ke alas kaki yang akan
dipakai oleh calon pengantin pria.
Ketiga : Nasi kuning singgang ayam dan lauk-pauk yang telah dimasak serta
makanan dan kue-kue lainnya sebagai buah tangan.
2. Sambah Manyambah :
Setalah sampai di rumah calon mempelai pria dan telah dipersilakan duduk diatas
rumah ninik mamak juru bicara calon mempelai wanita membuka kata dengan
mempersembahkan sirih kepada keluarga yang patut-patut diatas rumah itu terlebih
dahulu. Kemudian baru menyampaikan maksud kedatangan yang ditujukan kepada
wakil-ninik mamak calon mempelai pria yang telah ditujuk untuk itu. Pengutaran
maksud dan jawabannya dilakukan dengan pepatah petitih Minang. Inilah yang
disebut acara : “Sambah menyambah”.
Filosofinya : Untuk sebuah acara yang sacral semacam perkawinan tentulah
diperlukan pembicaraan dan sikap yang lebih tertib dan sopan santun seremonial
dibandingkan dengan pembicaraan-pembicaraan keseharian.
3. Mananyokan gala :
Pada kesempatan tersebut selain dari mengutarakan maksud kedatangan dan basa-
basi lainnya yang penting lagi kalau calon menantu tersebut juga berasal dari
minang maka waktu itu juga dengan sambah manyambah langsung ditanyakan
siapa gelar yang telah diberikan oleh ninik mamak kaum kepada anak kemenakan
mereka yang akan dikawinkan itu. Tapi kalau calon menatu tersebut bukan orang
Minang, maka acara pemberian gelar diberikan oleh keluarga Ayah calon anak daro
selesai acara akad nikah.
Filosofihnya : Untuk semenda-semenda dari Minang di sebut “Ketek banamo-
Gadang bagala ” Sedangkan untuk semenda-semenda diluar Minang, disebut :
Inggok mancangkam Tambang basitumpu.
60
Filosofinya : Calon pengantin pada hari perkawinanya. Ditinggikan sarantiang
didahulukan salangkah artinya harus diperlakukan sebagai orang penting dengan
segala atributnya.
Tari Galombang
Lalu disambut oleh pemuda-pemuda dalam lingkungan kampung si Calon anak Daro
dengan Tri Galombang.
Filosofinya : Tibo basongsong – dan keselamatan orang datang harus dijaga oleh
pemuda-pemuda tsb yang dalam pola kekerabatan di Minang disebut “Parik Paga
dalam Nagari”. Merekalah yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban
kampung halamannya termasuk menjaga keselamatn tamu-tamu yang datang.
Persembahan Carano
Penyambutan yang dilakukan dijalan raya dimuka rumah calon mempelai wanita ini
dilanjutkan lagi dengan Tari Carano oleh sejumlah Dara-dara minang yang disebut
Limpapeh Rumah Nan Gadang. Mereka mempersembahkan sirih lengkap dalam
Carano Adat kepada Orang tua dan ninik mamak keluarga Calon mempelai pria dan
terakhir kepada si calon sendiri.
Filosofihnya : tagak Adat – tagak Carano. Sirih lengkap dalam wadahnya yang
disuguhkan kepada orang-orang yang dihormati itu berarti acara dilaksanakan
secara ber-adat.
61
ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda
Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya.
Penyembutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk
Sutan atau kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap
untuk menghormati sang menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa
memanggil nama.
Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan
Miangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik
kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakan-kemenakannya yang laki-laki.
Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda
sepersukuan yang akan berumah tangga. Pada umumnya gelar untuk pemuda-
pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Ada ketentuan adat yang
tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain
ini didalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda
ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga
mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan kedudukan sama rendah dengan
menantu dan orang semendanya yang lain.
Bila akad nikah dilangsungkan dirumah calon mempelai wanita, bukan di masjid,
maka acara penyambutan kedatangan calon mempelai pria dengan rombongannya
dihalaman rumah calon pengantin wanita akan menjadi peristiwa besar . Acara ini
disebut sebagai acara baralek gadang dengan menegakkan marawa-marawa
Minang sepanjang jalan sekitar rumah.
Tata cara
Ada empat tata cara menurut adat istiadat Minang yang dapat dilakukan oleh pihak
keluarga calon mempelai wanita dalam menyambut kedatangan calon mempelai pria
yang dilangsungkan pada empat titik tempat yang berbeda pula dihalaman
rumahnya.
Pertama, memayungi segea calon mempelai pria dengan paying kuning tepat pada
waktu kedatangannya pada titik yang telah ditentukan di jalan raya di depan rumah.
Atau kalau rombongan datang dengan mobil, pada titik tempat calon mempelai pria
ditentukan untuk turun dari mobilnya dan akan melanjutkan perjalanan menuju
rumah dalam arak-arakan berjalan kaki.
Kedua, penyambutan dengan tari gelombang Adat timbal balik oleh pemuda-
pemuda yang disebut parik paga dalam nagari dengan memberiakan penghormatan
pertama dan menjaga kiri kanan jalan yang akan dilewati oleh rombongan.
Pada satu titik di pertengahan jalan kedua barisan gelombang ini kan bersobok dan
pimpinannya masing-masing akan melakukan sedikit persilatan. Kemudian acara
dilanjutkan dengan barisan dara-dara limpapeh rumah nan gadang yang
menyonsong mempersembahkan sirih lengkap dalam carano adat bertutup dalamak
secara timbal balik dalam gerakan menyilang antara yang datang dan yang menanti.
Ketiga, sambah-menyambah antar jurubicara pihak tuan rumah dengan jurubicara
rombongan calon mempelai pria yang dilangsungkan tepat di depan pintu gerbang
sebelum masuk ke pekarangan rumah calon mempelai wanita. Menurut adanya
sambah-manyambah di luar rumah ini diawali oleh jurubicara pihak calon pengantin
wanita sebagai sapaan kehormatan atas datangnya tamu-tamu kerumah mereka.
Keempat, penyambutan oleh perempuan-perempuan tua tepat pada titik sebelum
calon mempelai pria memasuki pintu utama rumah. Perempuan-perempuan inilah
menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning sambil berpantung dan
62
kemudian setelah mempersilahkan naik manapiak bandua maningkek janjang,
mencuci kaki calon menantunya dengan menuangkan sedikit air ke ujung sepatu
calon mempelai pria.
Tata Busana
Dua orang yang jadi jurubicara untuk sambah menyambah boleh berpakaian yang
sama dengan keluarga.Yaitu pakai sarung dan berkemeja dilapisi jas di luarnya,
yang penting kepalanya harus tertutup dengan kopiah hitam. Boleh juga dikenakan
busana model engku damang atau yang sekarang juga sering disebut sebagai jas
dubes. Atau kalau dia hanya memakai kemeja dan pantaloon biasa maka di
lehernya harus dikalungkan kain pelekat yang kedua ujungnya terjuntai ke dada.
Sedangkan kepala harus memakai kopiah.
2. Mamasang Cincin
Secara bersilang oleh Ibuda masing-masing dilakukan pemasangan cincin kawin
kepada masing-masing menantunya dijari manis kanan.
Filosofinya : Basuluah bulan matoari-bagalanggang mato urang banyak. Batampuak
bullah dijinjiang – batali buliah diirik. Artinya : Dengan disaksikan orang banyak
mereka telah dinyatakan sayah terikat sebagai suami isteri.
3. Malewakan gala.
Kalau untuk menantu yang berasal dari Minang, gelar adat yang yang diberikan oleh
kaumnya disampaikan secara resmi dalam kesempatan ini langsung oleh ninik
mamak atau yang mewakili keluarga pengantin pria. Untuk menantu yang bukan
berasal dari Minang. Gelar ini disebutkan secara resmi oleh wakil keluarga Ayah
bpengantin Pria.
Filosofinya : Seorang semenda harus lah dihormati oleh keluarga pengantin Wanita
dan tidaklah layak untuk memanggilnya hanya dengan menyebut namanya saja. Itu
dapat dilakukan terhdap anak-anak kecil, sedangkan pemuda yang sudah kawin
menurut tata tertib adat disebut sudah “gadang” sudah bisa dibawa berunding.
“Ketek banamo-Gadang bagala”. Dan gelar ini juga harus disebutkan secara resmi
ditengah-tengah orang ramai. Inilah yang disebut acara “Malewakan gala
Marapulai”.
4. Balatuang kaniang.
Dengan disaksikan orang banyak kedua kening pengantin itu dipersentuhkan.
Filosofinya : Mereka sudah syah menjadi Muhrim. Dan persentuhan kulit tidak lagi
membatalkan uduk mereka.
63
5. Mangaruak nasi kuning.
Kedua pengantin saling berebutan mengambil daging ayam yang tersembunyi
didalam tumpukan nasi kuning. Dan bagian apa dari daging ayam itu yang mereka
dapat bersama-sama dipertontonkan kepada tamu-tamu.
Maknanya : Menurut kepercayaan orang-orang tua dulu bagian-bagian apa dari
daging ayam itu yang terpegang oleh masing-masing pengantin bisa meramalkan
tentang posisi masing-masing nanti didalam mengelola kehidupan rumah tangga
mereka.
Acara ini dilanjutkan dengan acara saling suap menyuapkan makanan tersebut.
Terlebih dahulu si suami mengambil sejemput besar nasi kuning itu dan
menyerahkan kepada si isteri. Si Isteri hanya memakannya secuwil saja dan
menyimpan sisanya.
Filosofinya : Si Isteri didalam berumah tangga harus bisa berhemat dan tidak
menghabiskan begitu saja semua rejeki yang diberikan oleh suaminya.
6. Bamain Coki.
Kedua suami baru itu dituntun untuk bermain coki, sejenis permainan semacam
catur. Tapi sekarang memang banyak dipergunakan adalah papan catur itu sendiri.
Filosofinya : Suami Isteri dalam kehidupan berumah tangga harus bisa mengatur
taktik dan strategi , bukan untuk saling mengalahkan tetapi yang penting bisa saling
mengikuti pola main masing-masing demi untuk kebahagian dan kelanggengan
perkawinan.
64
tujuh. Dan semakin banyak banta gadang yang dipasang berarti semakin tinggi pula
derajat orang yang dikawinkan, dan lain-lain sebagainya.
Sebagaimana kita menjaga identitas produk-produk kebudayaan Minang lainnya,
maka untuk pelaminan pun ada hal-hal yang ensensial yang tidak boleh kita buang
dan kta tinggalkan. Hal-hal yang ensensial yang memberi ciri Minang pada
pelaminan itu ialah :
1. bahan-bahan yang dipergunakan baik untuk tabia maupun yang lain-lainnya ialah
kain-kain bersulam benang emas atau perak dengan motif ukiran Minang.
2. Harus mempunyai banta-banta gadang.
3. Ada tirai (langik-langik) diatas tempat bersandingnya yang menggantungkan
mainan angkin dan karamalai.
4. Ada lalansia, kulumbu balapih dan banta-banta kopek pada bilik utamannya.
5. Mempunyai galuangan dan kain jalin dengan butun-butun pengapit biliknya.
65
Sedangkan pengantin Pria, mengenakan baju model roki sebutan untuk jas dan
celananya. Karena baju jas itu terbuka maka untuk penutupdada dipakai rompi
dengan ikatan tali ke punggung. Sedangkan pinggang memakai kain samping dari
bahan songket balapak.
Yang umum dipakai sekarang oleh pengantin Pria Minang adalah tutup kepala
berbentuk saluak. Karena itu disebut saluak marapulai.
Tari Galombang
Tarian yang dipergunakan untuk menyambut pengantin yang sesuai dengan adat
istiadat Minang ialah tari galombang.
Dua macam galombang
Pola galombang adat timbal balik . Jika perhelatan mereka langsungkan dirumah-
rumah dengan pekarangan yang luas atau kalau jalan raya di depan rumah mereka
dapat ditutupi dari lalu lintas kendaraan lain selama berlangsungnya upacara acara
tersebut.
Pola Galombang sapihak biasanya untuk pesta-pesta yang diadakan di gedung-
gedung, maka maka dalam penyambutan datangnya pengantin dan keluarga
lazimnya dinanti dengan barisan satu arah .
Ada empat macam lagu tradisional yang lazim dipergunakan untuk mengiringi tari
galombang dan persembahan sirih ini.
– Lagu talempong Tupai baguluik untuk mengiringi gerakan maju penari-penari
galombang.
– Lagu saluang lubuak sao untuk mengiringi gerak maju dara-dara yang membawa
carano.
– Lagu bansi Palayaran untuk mengiringi tarian dara-dara yang membawa
mempersembahkan sirih pada tamu-tamu.
– Lagu talempong si kambang manih untuk mengiringi tarian gembira ketika penari-
penari galombang dan persembahan sirih mengelu-elukan kedatangan pengantin di
akhir penyambutan.
66
PROSESI UPACARA ADAT SUNDA
Di dalam prosesi pernikahan adat sunda, ada beberapa ritual yang harus kita
pahami maknanya bersama, karena dalam pernikahan atau perkawinan yang ada di
Indonesia khususnya adat sunda, memiliki arti yang sakral, baik penghormatan
kepada Tuhan sang pencipta maupun kepada orang tua. Perlu diingat bahwa
rangkaian di bawah ini dilakukan setelah kedua mempelai dinyatakan resmi sebagai
suami istri.
Makna dari sembah sungkem dalam pernikahan adat sunda adalah mohon doa
restu kepada kedua orang tua. Diiringi dengan salawat nabi (ada yang seperti itu),
untuk menyampaikan salam dan salawat kita kepada Nabi Muhammad utusan Allah.
67
Melepas burung merpati memberi makna yaitu mengucapkan selamat jalan pada
anak-anaknya dan ibu merestui serta rela melepaskan pengantin untuk keluar rumah
mengarungi biduk rumah tangga.
Prosesi dalam pernikahan adat sunda yang sangat penting adalah Sawer Pengantin
Pada sawer pengantin adalah nasehat berupa tembang dan nyanyi kepada kedua
mempelai. Sebelum melakukan sawer pengantin, biasanya sudah dijelaskan terlebih
dahulu oleh penuntun acara adat. Pada saat sawer pengantin, orang tua memiliki
kesempatan terakhir untuk memberi nasehat sebelum menyerahkan mempelai
pengantin perempuan pada suaminya. Biasanya dibawakan dengan pantun nikah
sunda.
Alat-alat yang diperlukan mencakup paying besar, bokor berisi beras, uang logam,
kunyit yang diiris-iris dan permen.
Kemudian ritual pernikahan dilanjutkan dengan Menginjak Telur dan Mencuci Kaki
Acara ritual menginjak telur dan mencuci kaki melambangkan keturunan. Bila dalam
acara tersebut, telur yang diinjak pecah, pengantin akan segera memperoleh
keturunan. Sementara mencuci kaki adalah menyucikan diri dari berbagai hal
negatif.
Buka Pintu
Buka pintu memiliki makna yang mendalam khususnya dalam bertetangga. Sebelum
bergaul dengan tetangga, tentunya harus membuka pintu terlebih dahulu untuk
dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan di sekitar kita.
Demikian makna yang terkandung dalam proses pernikahan adat sunda, hal-hal
diatas mungkin saja ada penambahan atau pengurangan, namun garis besar dalam
resepsi perkawinan adat sunda adalah demikian halnya. Semoga anak cucu kita
bisa mewarisi budaya leluhur kita.
upacara sakral yang diharapkan sekali seumur hidup. Bentuk pernikahan banyak
sekali bentuknya dari yang paling simple, dan yang ribet karena menggunakan
upacara adat. Seperti pernikahan adat Sunda ini, kekayaan budaya tatar Sunda bisa
dilihat juga lewat upacara pernikahan adatnya yang diwarnai dengan humor tapi
tidak menghilangkan nuansa sakral dan khidmat.
Ada beberapa acara yang harus dilakukan untuk melangsungkan pernikahan, mulai
dari lamaran dan lainnya.
68
Ada Neundeun Omong (Menyimpan Ucapan): Yaitu, Pembicaraan orang tua atau
pihak Pria yang berminat mempersunting seorang gadis. Dalam pelaksanaannya
neundeun omong biasanya, seperti berikut ini :
Pihak orang tua calon pengantin bertamu kepada calon besan (calon
pengantin perempuan). Berbincang dalam suasana santai penuh canda tawa,
sambil sesekali diselingi pertanyaan yang bersifat menyelidiki status anak
perempuannya apakah sudah ada yang melamar atau atau masih (belum
punya pacar)
Pihak orang tua (calon besan) pun demikian dalam menjawabnya penuh
dengan benyolan penuh dengan siloka
Walapun sudah sepakat diantara kedua orang tua itu, pada jaman dahulu
kadang-kadang anak-anak mereka tidak tahu.
Di beberapa daerah di wilayah pasundan kadang-kadang ada yang
menggunakan cara dengan saling mengirimi barang tertentu. Seperti orang
tua anak laki-laki mengirim rokok cerutu dan orang tua anak perempuan
mengerti dengan maksud itu, maka apabila mereka setuju akan segera
membalasnya dengan mengirimkan benih labu siam (binih waluh siam).
Dengan demikian maka anak perempuannya itu sudah diteundeunan omong
(disimpan ucapannya).
Narosan (Lamaran) : Dilaksanakan oleh orang tua calon pengantin beserta keluarga
dekat, yang merupakan awal kesepakatan untuk menjalin hubungan lebih jauh.
Pada pelaksanaannya orang tua anak laki-laki biasanya sambil membawa barang-
barang, seperti yaitu :
Barang-barang yang dibawa dalam pelaksanaan upacara ngalamar itu tidak lepas
dari simbol dan makna seperti :
Sirih, bentuknya segi tiga meruncing ke bawah kalau dimakan rasanya pedas.
Gambir rasanya pahit dan kesat. Apu rasanya pahit. Tapi kalau sudah
menyatu rasanya jadi enak dan dapat menyehatkan tubuh dan mencegah bau
mulut.
Cincin meneng yaitu cincin tanpa sambungan mengandung makna bahwa
rasa kasih dan sayang tidak ada putusnya
Pakaian perempuan, mengandung makna sebagai tanda mulainya tanggung
jawab dari pihak laki-laki kepada perempuan
Beubeur tameuh, mengandung makna sebagai tanda adanya ikatan lahir
dan batin antara kedua belah pihak
69
Seserahan : Dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan, yaitu calon pengantin pria
membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan dan
lainnya.
Ngecagkeun Aisan. Calon pengantin wanita keluar dari kamar dan secara
simbolis digendong oleh sang ibu, sementara ayah calon pengantin wanita
berjalan di depan sambil membawa lilin menuju tempat sungkeman. Upacara
ini dilaksanakan sehari sebelum resepsi pernikahan, sebagai simbol lepasnya
tanggung jawab orang tua calon pengantin. Property yang digunakan:
o Palika atau pelita atau menggunakan lilin yang berjumlah tujuh buah.
Hal ini mengandung makna yaitu rukun iman dan jumlah hari dalam
seminggu
o Kain putih, yang mengandung makna niat suci
o Bunga tujuh rupa, mengandung makna bahwa perilaku kita, selama
tujuh hari dalam seminggu harus wangi yang artinya baik.
o Bunga hanjuang, mengandung makna bahawa kedua calon pengantin
akan memasuki alam baru yaitu alam berumah tangga.
Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar sambil membawa
lilin/ palika yang sudah menyala,
Kemudian di belakangnya diikuti oleh calon pengantin peremupan sambil dililit
(diais )oleh ibunya.
Setelah sampai di tengah rumah kemudian kedua orang tua calon pengantin
perempuan duduk dikursi yang telah dipersiapkan
Untuk menambah khidmatnya suasana biasanya sambil diiring alunan kecapi
suling dalam lagu ayun ambing.
Ngaras
Permohonan izin calon mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki
kedua orangtua pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun
aisan. Pelaksaannya sebagai berikut:
manah ti salira. Ngahapunteun kana sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina
dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah rosul. Hapunten Ema, hapunten
Bapa hibar pangdu’a ti salira.”
70
Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kepala anaknya:
“Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu
bagja ti Ema sareng ti Bapa mah, pidu’a sareng pangampura, dadas keur hidep
sorangan geulis”
sampurna ku paraniam
71
Potong rambut atau Ngerik. Calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh
kedua orangtua sebagai lambing memperindah diri lahir dan batin. Dilanjutkan
prosesi ngeningan (dikerik dan dirias), yakni menghilangkan semua bulu-bulu
halus pada wajah, kuduk, membentuk amis cau/sinom, membuat godeg, dan
kembang turi. Perlengkapan yang dibutuhkan: pisau cukur, sisir, gunting
rambut, pinset, air bunga setaman, lilin atau pelita, padupaan, dan kain
mori/putih. Biasanya sambil dilantunkan jangjawokan juga:
seureuh
Lalu dilanjutkan dengan Ngeuyeuk Seureuh. Kedua calon mempelai meminta restu
pada orangtua masing-masing dengan disaksikan sanak keluarga. Lewat prosesi ini
pula orangtua memberikan nasihat lewat lambang benda-benda yang ada dalam
prosesi. Lazimnya, dilaksanakan bersamaan dengan prosesi seserahan dan
dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk (juru rias). Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal
dari ngaheuyeuk yang ngartinya mengolah. Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua
calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada malam hari sebelum
akad nikah.
Pandangan hidup orang Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama yakni silih
asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikansebagai saling
menyayangi, saling menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam
berbagai upacara adat atau ritual terutama acara ngeuyeuk seureuh. Diharapkan
kedua calon pengantin bisa mengamalkan sebuah peribahasa kawas gula jeung
peuet (bagaikan gula dengan nira yang sudah matang) artinya hidup yang
rukun, saling menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan. Tata
cara Ngeuyeuk Sereuh:
72
ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin untuk menikah kepada
orangtua mereka.
2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan
sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai,
simbol harapan hidup sejahtera bagi sang mempelai.
3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi
nasihat untuk saling memupuk kasih sayang.
4. Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga
yang bersih dan tak ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian di atas kain
pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam
mengelola rumah tangga.
5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang
jambe melambangkan hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang
melambangkan suami istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang
dipegang oleh calon pengantin wanita.
6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan
digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan
tamu melakukan hal yang sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih
harus dibagikan.
7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang
yang berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari
rezeki dan disayang keluarga.
8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke
perempatan jalan, simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap
kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.
9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari
yang diterangi matahari dan harapan akan kejujuran dalam mebina kehidupan
rumah tangga.
Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan
keluarga calon pengantin Pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan.
Selain membawa mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur, perabotan
kamar tidur, kayu bakar, gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Di daerah
Priangan, susunan acara upacara akad nikah biasanya sebagai berikut:
Pembukaan:
1. Yang mewakili pemasrahan calon pengantin pria biasanya adalah orang yang
dituakan dan ahli berpidato.
2. Yang menerima dari perwakilan wanita juga diwakilkan
73
Akad Nikah:
Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya kita harus bersifat
dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer adalah sebagai
berikut :
KIDUNG SAWER
Pangapunten kasadaya
74
Tawis nu mikamelang
Megatan ngahalang-halang
Upama pakiya-kiya
Buka pintu
Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan
dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka.
Pengantin masuk menuju pelaminan..Dialog pengantin perempuan dengan
pengantin laki-laki seperti berikut ini :
KENTAR BAYUBUD
75
Apan ieu teh engkang
Mempelai pria menginjak telur di baik papan dan elekan (Batang bambu muda),
kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di kendi, me
ngelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua. Melambangkan pengabdian
istri kepada suami yang dimulai dari hari itu.
Ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil masing masing membawa burung
merpati yang kemudian dilepaskan terbang di halaman. Melambang kan bahwa
peran orang tua sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka telah mandiri dan
memiliki keluarga sendiri.
1. Pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua. Dimulai oleh para Ibunda
yang dilanjutkan oleh kedua Ayahanda.
2. Kedua mempelai saling menyuapi, Tersedia 7 bulatan nasi punar ( Nasi ketan
kuning ) diatas piring. Saling menyuap melalui bahu masing masing kemudian
satu bulatan di perebutkan keduanya untuk kemudian dibelah dua dan
disuapkan kepada pasangan .
Melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah berkeluarga, kedua
anak mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan juga
menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan menantu itu
sama besarnya.
Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar)
Kedua mempelai duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua
paha ayam bakakak di atas meja, kemudian pemandu acara memberi aba
76
UPACARA ADAT JAWA
Hubungan cinta kasih wanita dengan pria, setelah melalui proses dan
pertimbangan , biasanya dimantapkan dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan
hidup bersama secara resmi selaku suami istri dari segi hukum, agama dan adat.
Di Jawa seperti juga ditempat lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena
keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski
ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa
lalu.Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno
jalaran soko kulino, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa.
Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan
mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang
berlaku, kedua insan yang berkasihan akan memberitahu keluarga masing-masing
bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan
suami/istrinya.
Pinangan
Biasanya yang melamar adalah pihak calon penganten pria.Pada masa lalu, orang
tua calon penganten pria mengutus salah seorang anggota keluarganya untuk
meminang. Tetapi kini, untuk praktisnya orang tua pihak lelaki bisa langsung
meminang kepada orang tua pihak wanita . Bila sudah diterima, langsung akan
dibicarakan langkah-langkah selanjutnya sampai terjadinya upacara perkawinan.
Tidak kurang penting adalah pemilihan seorang pemaes, juru rias penganten
tradisional.Dalam upacara perkawinan tradisional, peran seorang perias temanten
77
sangat besar, karena dia beserta asisten-asistennya akan membimbing, paling tidak
memberitahu seluruh pelaksanaan upacara, lengkap dengan sesaji yang
diperlukan.Seorang pemaes yang kondang, mumpuni dan ahli dalam
bidangnya ,biasanya juga punya jadwal yang ketat, karena laris, diminta merias
dibanyak tempat, terlebih dibulan-bulan baik menurut perhitungan kalender Jawa.
Oleh karena itu, perias temanten harus dipesan jauh hari.
Dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa, pihak calon penganten wanita secara
resmi adalah yang punya gawe, pihak pria membantu.Bagaimana pelaksanaan
upacara perkawinan , apakah sederhana, sedang-sedang saja atau pesta besar
yang mengundang banyak tamu dan lengkap dengan hiburan, secara realitas itu
tentu tergantung kepada anggaran yang tersedia. Pada saat ini kedua pihak sudah
lebih terbuka membicarakan budget tersebut.
Yang lebih sibuk memang pihak orang tua calon penganten wanita. Hal-hal yang
mesti dilakukan adalah :
1. Mengundang keluarga terdekat untuk membicarakan dan menyiapkan
seluruh proses perkawinan.
Secara tradisi dibentuk sebuah panitya yang terdiri dari anggota keluarga dan
kenalan dekat dan masing-masing mempunyai tugas yang jelas.Hal yang penting
pula adalah penunjukkan pihak yang bertanggungjawab tentang konsumsi, Catering
mana yang akan ditunjuk.Penunjukkan catering berdasarkan pengalaman penting
sekali, harus yang baik dan bertanggungjawab dan servicenya memuaskan.
78
2. Pemasangan Bleketepe dan Tarub
Sehari sebelum upacara perkawinan, rumah orang tua mempelai wanita dipasangi
tarub dan bleketepe dipintu masuk halaman depan.Dibuat gapura yang dihiasi tarub
yang terdiri dari berbagai tuwuhan ,yaitu tanaman dan dedaunan yang punya arti
simbolis.
Dikiri kanan gapura dipasang pohon pisang yang sedang berbuah pisang yang telah
matang.
Siraman
Siraman dari asal kata siram ,artinya mandi. Sehari sebelum pernikahan, kedua
calon penganten disucikan dengan cara dimandikan yang disebut Upacara Siraman.
Calon penganten putri dimandikan dirumah orang tuanya, demikian juga calon
mempelai pria juga dimandikan dirumah orang tuanya.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk Siraman :
1. Persiapan tempat untuk siraman, apakah dilakukan dikamar mandi atau
dihalaman rumah belakang atau samping.
2. Daftar orang-orang yang akan ikut memandikan. Sesuai tradisi selain kedua
orang tua temanten, eyang temanten , beberapa pinisepuh . Yang diundang untuk
ikut memandikan adalah mereka yang sudah sepuh, sebaiknya sudah punya cucu
dan punya reputasi kehidupan yang baik.
3. Sejumlah barang yang diperlukan seperti : tempat air, gayung, kursi, kembang
setaman, kain, handuk, kendi dsb.
79
4. Sesaji untuk siraman, ada lebih dari sepuluh macam, diantaranya adalah seekor
ayam jago.
5. Pihak keluarga penganten putri mengirimkankan sebaskom air kepada pihak
keluarga penganten pria. Air itu disebut air suci perwitosari artinya sari kehidupan,
yaitu air yang dicampur dengan beberapa macam bunga,yang ditaruh dalam wadah
yang bagus , untuk dicampurkan dengan air yang untuk memandikan penganten
pria.
6. Pihak terakhir yang memandikan penganten adalah pemaes, yang menyirami
calon penganten dangan air dari sebuah kendi. Ketika kendi telah kosong, pemaes
atau seorang pinisepuh yang ditunjuk, membanting kendi dilantai sambil berkata :
Wis pecah pamore.artinya calon penganten yang cantik atau gagah sekarang sudah
siap untuk kawin.
7. Upacara siraman selesai dan calon penganten dengan memakai kain batik
motif grompol dan ditutupi tubuhnya dengan kain batik motif nagasari, dituntun
kembali keruang pelaminan.Calon temanten putri akan dikerik oleh pemaes.
Upacara Ngerik
Ngerik artinya rambut-rambut kecil diwajah calon pengantin wanita dengan hati-hati
dikerik oleh pemaes.Rambut penganten putri dikeringkan kemudian diasapi dengan
ratus/dupa wangi. Perias mulai merias calon penganten . Wajahnya dirias dan
rambutnya digelung sesuai dengan pola upacara perkawinan yang telah
ditentukan.
Sesudah selesai, penganten didandani dengan kebaya yang bagus yang telah
disiapkan dan kain batik motif sidomukti dan sidoasih, melambangkan dia akan
hidup makmur dan dihormati oleh sesama.
Malam itu, ayah dan ibu calon mempelai putri memberikan suapan terakhir kepada
putrinya, karena mulai besok, dia sudah berada dibawah tanggung jawab suaminya.
Sesaji untuk ngerik sama dengan sesaji siraman. Jadi untuk praktisnya, seluruh
sesaji siraman dibawa masuk kekamar pelaminan dan menjadi sesaji untuk ngerik.
Upacara Midodareni
Pada upacara midodareni yang berlangsung dimalam hari sebelum Ijab dan Temu
Manten/Panggih di keesokkan harinya, kedua orang tua calon mempelai pria beserta
calon mempelai pria, diantar oleh keluarga dekatnya, berkunjung kerumah orang tua
calon mempelai putri.
Calon mempelai putri setelah dirias dikamar pelaminan, nampak cantik sekali bagai
widodari, bidadari, dewi dari kahyangan.
Sesuai kepercayaan kuno, malam itu mempelai putri ditemani oleh beberapa dewi
cantik dari kahyangan. Malam itu dia harus tinggal dikamar dan tidak boleh tidur dari
jam 6/enam sore sampai tengah malam.Beberapa ibu sepuh menemani dan
memberikan nasihat-nasihat berharga.
Keluarga calon mempelai pria yang wanita, yang datang dimalam midodareni, boleh
menengok calon mempelai wanita yang sudah didandani cantik, siap untuk nikah
esok harinya.
Sesuai adat, dikamar pelaminan ada sesaji khusus untuk upacara midodareni, ada
sebelas macam makanan dan barang; selain itu ada 7/tujuh macam barang yang
lain .
80
Upacara diluar kamar pelaminan
Dimalam midodareni, orang tua dan keluarga calon penganten putri, menerima
kunjungan dari orang tua dan keluarga dari calon penganten pria. Mereka duduk
didalam rumah, saling berkenalan dan bersantap bersama. Calon penganten pria
juga datang, tetapi dia tidak boleh masuk rumah dan hanya boleh duduk diserambi
depan rumah. Diapun hanya disuguhi segelas air minum, tidak boleh makan atau
minum yang lain.Ini konon untuk melatih kesabaran seorang suami dan kepala
keluarga.
Peningsetan dari kata singset, artinya mengikat erat, dalam hal ini terjadinya
komitmen akan sebuah perkawinan antara putra putri kedua pihak dan para orang
tua penganten akan menjadi besan.
Pemberian itu berupa : Satu set suruh ayu sebagai perlambang harapan tulus
supaya mendapatkan keselamatan. Seperangkat pakaian untuk penganten wanita ,
termasuk beberapa kain batik dengan motif yang melambangkan kebahagiaan
hidup. Tidak boleh ketinggalan sebuah stagen, ikat pinggang kain putih yang besar
dan panjang, sebagai pertanda kuatnya tekad.Beberapa hasil bumi a.l. beras, gula,
garam, minyak goreng, buah-buahan dsb sebagai pralambang hidup kecukupan dan
sejahtera bagi keluarga baru.
Sepasang cincin kawin untuk kedua mempelai. Pada kesempatan ini, pihak calon
mempelai pria menyerahkan sejumlah uang, sebagai sumbangan untuk
pelaksanaan upacara perkawinan.Ini hanya formalitas belaka, karena urunan uang
sudah diberikan jauh hari sebelumnya.
Nyantri
Sewaktu rombongan keluarga temanten pria pulang dari upacara midodareni, calon
penganten pria juga ikut diajak pulang.Tetapi, bila calon mempelai pria nyantri, maka
dia ditinggal dirumah calon mertuanya.Tentu nyantri sebelumnya sudah dibicarakan
dan disetujui kedua pihak. Begini tata caranya : Orang tua calon mempelai pria
melalui jurubicara keluarga mengatakan kepada orang tua calon mempelai wanita,
bahwa calon mempelai pria tidak diajak pulang dan menyerahkan tanggung jawab
81
kepada orang tua calon mempelai putri.
Setelah keluarganya pulang, ditengah malam dia dipersilahkan masuk rumah untuk
makan, tidak boleh ketemu calon istrinya dan sesudah itu diantar kekamar tidur
untuk beristirahat.
Nyantri dilaksanakan untuk segi praktisnya, mengingat besok pagi dia sudah harus
didandani untuk pelaksanaan ijab kabul/pernikahan. Juga untuk keamanan
pernikahan, kedua calon mempelai sudah berada disatu tempat
Pelaksanaan Ijab
Ijab adalah hal paling penting untuk melegalisir sebuah perkawinan. Ijab atau
perkawinan dilaksanakan sesuai dengan agama yang dianut kedua penganten, bisa
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu. Kini, warga Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, perkawinannya juga diakui sah oleh
negara sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan. Persiapan untuk pernikahan/ Ijab, harus
benar-benar cermat, supaya lancar dan aman.
Sesudah Ijab selesai, artinya temanten sudah sah sebagai suami istri. Tentu hati
rasanya “plong”, orang tua dan keluarga kedua pihak juga lega.
Balangan suruh
Kedua penganten bertemu dan berhadapan langsung pada jarak sekitar dua atau
tiga meter, keduanya berhenti dan dengan sigap saling melempar ikatan daun sirih
82
yang diisi dengan kapur sirih dan diikat dengan benang. Ini yang disebut ritual
balangan suruh.
Penganten pria menginjak sebuah telur ayam kampung hingga pecah dengan
telapak kaki kanannya, kemudian kaki tersebut dibasuh oleh penganten putri
dengan air kembang.
Pralambang nya : rumah tangga yang dipimpin seorang suami yang bertanggung
jawab dengan istri yang baik, tentu menghasilkan hal yang baik pula termasuk anak
keturunan.
Ritual memecah telur ini ada versi lain dari Yogyakarta, pelaksanaannya sebagai
berikut :
Pengantin pria dan wanita berdiri berhadapan tepat. Telapak kaki kanan mempelai
pria dibasuh dengan air kembang oleh mempelai putri dengan sikap jongkok. Perias
temanten sebagai pembimbing upacara, memegang telur ayam kampung itu
ditangan kanannya.Ujung telur tersebut oleh perias ditempelkan pada dahi
pengantin pria dan kemudian pada dahi pengantin wanita.Kemudian telur itu dipecah
oleh perias diatas tumpukan bunga yang berada diantara kedua pengantin Ini
penggambaran kedua pengantin sudah mantap dalam satu pikiran, sadar saling
kasih membina rumah tangga yang bahagia sejahtera dan menghasilkan anak
keturunan yang baik-baik
Catatan : Pada masa dulu, ritual tampa kaya , dhahar kembul dll, memang dilakukan
didepan krobongan yang ada disenthong tengah ( Ruang tengah rumah kuno yang
biasa dipakai untuk melakukan sesaji). Pada masa kini, ritual tersebut tetap
diadakan meskipun upacara perkawinan diadakan digedung pertemuan atau hotel.
Dekorasi dibelakang kursi temanten adalah ukiran kayu yang berbentuk krobongan.
Ini untuk mengikuti perkembangan zaman dan sekaligus tetap melestarikan tradisi.
83
Dengan disaksikan orang tua pengantin putri dan kerabat dekat, sepasang
pengantin makan bersama, saling menyuapi. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi
kuning dengan lauknya berupa telor goreng,tempe, kedelai, abon, ati ayam. Lalu ia
menyuapkan kepada istrinya, sesudah itu ganti sang istri menyuapi suaminya,
diakhiri dengan minum teh manis bersama. Ini melambangkan bahwa mulai saat ini
keduanya akan mempergunakan dan menikmati bersama apa yang mereka punyai.
Kedua orang tua pengantin putri menjemput kedua orang tua pengantin pria didepan
rumah ( untuk perkawinan digedung menjemputnya didepan ruangan tempat
berlangsungnya acara ritual) dan mempersilahkan mereka masuk rumah/ ruangan
tempat upacara, selanjutnya mereka berjalan bersama menuju ketempat upacara.
Ibu-ibu berjalan didepan, bapak-bapak mengiringi dari belakang. Kedua orang tua
pengantin pria didudukkan sebelah kiri pengantin, orang tua pengantin putri duduk
disebelah kanan penganten.
Upacara Sungkeman
Sepasang pengantin melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang tua.
Mula-mula kepada orang tua pengantin wanita kemudian kepada orang tua
pengantin pria. Sungkem adalah merupakan bentuk penghormatan tulus kepada
orang tua dan pinisepuh.
Pada waktu sungkem ( menghormat dengan posisi jongkok , kedua telapak tangan
menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi), keris yang dipakai pengantin pria
dilepas dulu dan dipegangi oleh perias, sesudah selesai sungkem , keris dikenakan
kembali.
Orang tua dengan haru menerima penghormatan berupa sungkem dari putra
putrinya dan pada waktu yang bersamaan juga memberikan restunya supaya
keduanya menempuh hidup rukun, sejahtera. Tanpa mengucapkan kata-kata itu,
sebenarnya para orang tua pengantin sudah memberikan restu yang dilambangkan
dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum , artinya punyailah rejeki yang
cukup selama hidup. Kedua orang tua juga menggunakan ikat pinggang besar yang
namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk, artinya
orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak hati-hati, bijak
dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini.
84
PROSESI PERNIKAHAN ADAT LAMPUNG
Nindai / Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan meneliti
atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari segi fisik & perilaku
sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei (cacak pepaduan) akan
dilakukan acara cangget pilangan yaitu sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian
adat & keluarga calon pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang
diadakan di balai adat.
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan
terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan
apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana
dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya akan
melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
Bekado
Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati
mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis
makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga.
Nunang (melamar)
Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang melamar
dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka
macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang).
Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon
pengantin pria berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan
suku (berniali 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk
meminang anak gadis tersebut.
Nyirok (ngikat)
Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya
calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada
gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya.
Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan
tersebut.
Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat
pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna
putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar
perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.
85
Menjeu ( Berunding)
Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin wanita
untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang berhubungan
denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan,
sekaligus menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi
Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
Sesimburan (dimandikan)
Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin
wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan tabuh-tabuhan dan
talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu
mandi bersama sambil saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda
permainan terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan
melaksanakan akad nikah.
Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu
diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari
atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan
tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar
keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum
dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
Berparas (cukuran)
86
pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut.
Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua
mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
SESUDAH PERNIKAHAN
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis
kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak
bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang
pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung
tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh
pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur
dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia
sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah
tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik
tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama
girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai
pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah
dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang
titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin
hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan,
pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur
usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama.
Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut
mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.
Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro
(selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk
tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1),
wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria
Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai
wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi
87
cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud
agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada
gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk
pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
Penutup
88
PROSESI UPACARA ADAT ACEH
Maksud Jak Cah Roet adalah sebagai tahapan pertama dalam menjajaki atau
merintis jalan. Biasanya beberapa orang dari pihak keluarga calan mempelai putri,
datang bersilaturrahmi sambil memperhatikan calon mempelai putrid, suasana
rumah dan tingkah laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini, calon pihak
mempelai pria juga tidak lupa membawakan bungong jaroe atau bingkisan yang
berupa makanan. Setelah adanya pendekatan, keluarga calon mempelai pria/ linto
baro akan menanyakan apakah putrinya sudah ada yang punya atau belum. Apabila
mendapat jawaban dan sambutan baik dari pihak dara baro, maka dilanjutkan
dengan jak lake (jak ba ranub).
Upacara itu terjadi disebabkan pada masa lampau hubungan atau komunikasi
antara wanita dan pria khususnya antara remaja berlainan jenis kelamin dianggap
tabu, hubungan mereka sangat terbatas (tidak sebebas hubungan remaja masa kini,
sejak pertengahan abad 19). Selain itu peranan orang tua terhadap anaknya sangat
dominan (over protektif) sehingga dalam memilih jodoh pun menjadi tanggung jawab
orang tua masing-masing remaja, baik pria maupun wanita.
Dalam acara ini orang tua pihak Linto (Mempelai Pria) member theulangke (utusan)
dengan membawa sirih, kue-kue dan lain-lain. Pada theulangke, pihak linto sudah
mulai mengemukakan hasratnya kepada putrid yang dimaksud. Apakah pihak putrid
menerima, akan dijawab “insya Allah” dan pihak keluarga serta puteri yang
bersangkutan akan melakukan musyawarah. Jika hasil musyawarah tersebut “tidak
diterima” oleh pihak keluarga atau pihak puteri, maka mereka akan menjawab,
dengan alas an-alasan yang baik atau dengan bahasa isyarat “hana get lumpo/
mimpi yang kurang baik”. Sebaliknya jika “diterima” oleh pihak keluarga puteri, akan
dilanjutkan dengan “Jak ba tanda”
Di kalangan orang tua masa lampau masih banyak yang percaya pada hal-hal yang
berbau mistik, seperti adanya makna dari mimpi dan percaya pada kekuatan-
kekuatan alam. Kepercayaan itu dipengaruhi oleh ajaran agama islam yang kadang
kala masih membaur dengan ajaran animism atau kepercayaan yang di anut oleh
nenek moyang kita zaman prasejarah, sehingga dalam menentukan pinangan
diterima atau tidak, juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan tersebut.
89
1.3. Jak Ba tanda/ Bawa Tanda
Maksud dari “jak ba tanda” adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara
ini pihak calon linto membawa sirih lengkap dengan maca-macam bahan makanan
kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan “lapek tanda” dan perhiasan dari
emas sesuai dengan kemapuan calon linto baro. Ba tanda” ini di tempatkan didalam
“talam/ dalong” yang dihias dengan bunga kertas, kemudian tempat-tempat itu di
kosongkan dan di isi dengan kue-kue sebagai “balah hidang” oleh keluarga
mempelai putri. Acara balah hiding ini biasanya dilaksanakannya bias langsung atau
setelah beberapa hari kemudian.
Dalam upacara ini sekaligus dibicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (mas
kawin), peng angoh (uang hangus), jumlah rombongan pihak linto serta jumlah
undangan.
2. Pernikahan
1.1. Nikah Gantung, yaitu pernikahan gadis yang masih kecil belum cukup umur
atau masih dalam pendidikan, mereka dinikahkan terlebih dahulu dan akan
diresmikan beberapa tahun kemudian, Biasanya, hal ini terjadi pada gadis yang
dijodohkan, sebab pada zaman dahulu, agam ngon dara (bujang dan gadis) tabu
mencari jodoh sendiri. Penentuan teman hidup menjadi wewenang orang tua;
terutama bagi seorang gadis.
1.2. Nikah Langsung, yaitu pernikahan yang dilakukan langsung seperti biasa,
langsung diresmikan dan (wo linto) mempelai pria langsung pulang kerumah dara
baro. Pada gadis dewasa yang tidak ada halangan, nikah langsung dilaksanakan di
kantor KUA atau rumah mempelai wanita.
Pada masa lampau kaum bangsawan selalu membuat upacara pernikahan di rumah
calon mempelai wanita (dara baro).
Dalam upacara perkawinan adat Aceh, makanan kecil atau kue-kue yang tidak boleh
di tinggalkan adalah buluekat dengan tumpo (ketan), manok panggang (ayam
panggang), buleukat dengon (dodol), wajek, halua, meuseukat, thimpan serta kue-
90
kue kering yang disebut dengan reumok tho, kuekarah, kembang goyang (kembang
Loyang bhoi/ bolu), bungong kaye (bunga kayu). Sedangkan lauk-pauknya yang
biasa di hiding pada pesta perkawinan adat aceh antara lain :
Ä Seumur Aceh
Ä Dan lain-ain
Peudap jambo, atau pasang tarun pada adat perkawinan di jawa, dibuat kurang dari
tujuh hari sebelum pesta diadakan. Dikerjakan oleh pemuda kampong (kaum pria).
Bila sudah selesai dipeusijuk (di tepung tawar) bersama cawan pingan (peralatan
makan). Jambo ini didirikan dihalaman rumah sebagai tempat menerima tamu,
biasanya untuk tamu pria, sedangkan untuk tamu wanita biasanya di terima di
rumah. Untuk besan terdekat disediakan tempat khusus dan hidangannya telah
tersedia di tikar atau permandani.
Peulaminan (Pelaminan)
Saat itu di dalam rumah juga dihias dengan tabing atau tabir pada dinding tempat
menerima tamu. Untuk tempat duduk pengantin dibuat pelaminan yang terdiridari:
Ä Tabeng (Tirai)
91
Ä Kasho Duk, tilam persegi emapat untuk duduk yang di lapisi dengan tika
meusujoe (tikar bersulam benang emas/ kasab).
Ä Dan lain-alian sulaman khas aceh untuk keindahan yang tidak terikat.
Pada zaman dahulu, pelaminan dibuat dari kayu berbentuk tempat tidur dan
berukuran single bad, serta dihias dengan kain tile (seperti kelambu) atau kain yang
diberi hiasan, boleh juga kain brukat. Warna dasarnya kuning, merah dan hijau atau
violet.
Kain hiasan berkasap dibuat secara tradisional daerah Aceh. Masing-masing kain
yang terdiri dari berbagai warna yang berukuran 2,25 m yang terdiri dari 7 (tujuh)
macam warna. Pada bagian kiri dan kanan pelaminan memiliki warna yang sama
simetris. Kain-kain tersebut, bagian depannya ditarik kesamping kiri dan kanan
dengan menggunakan kait kelambu yang terbuat dari emas atau perak. Sehingga
terlihat seperti pintu berlapis 7 (tujuh) Pinto Tujoh.
Pada bagian atas pelaminan (kiri, kanan dan depan) dilapisi dengan ayu-ayu 9kain
berbentuk riak-riak yang bersulam emas).
Kain-kain yang ada disamping kiri-kanan juga dibentuk seperti bagian depan
(berbentuk fitrasye jendela). Setelah itu, di seluruh pelaminan disematkan hiasan-
biasan berupa kipas, ayam, kepiting, atau hiasan lainnya sesuai dengan seni
masing-masing perias.
Alas tempat duduk diberi tilam dan dilapisi dengan sarung tilam berkasab (tika
meusujoe) dan dilengkapi dengan sepasang bantai 9bantal) sadeu (banta
sandaran), kaso duek (tilam duduk); sedangkan di samping kiri dan kanannya dihiasi
dengan bantai meutampok (bantal bertampuk emas/perak) dan masing-masing
berjumlah ganjil.
Pada dinding-dinding sekitar pelaminan diberi “tabing” (tabir/ tirai) dan dibagian
atasnya diberi kain langit-langit. Pada lantai di sekitar pelaminan dibentangkan
permandani. Dari mulai pintu masuk sampai ke pelaminan di bentangkan kain titi.
Pada zaman dahulu, kain titi berwarna kuning hanya digunakan oleh kaum
bangsawan saja, tetapi zaman sekarang dapat dipat oleh semua orang yang
menghendakinya. Setelah itu, di bagian depan pelaminan diberi sepasang dalong
kiri dan kanan berisi seunijuek, yang terdiri dari:
92
Ä Manek Mano dan lain-lain dengan jumlah ganjil.
Pada sisi kana nada dalam piring besar, di tempatkan dalam dalong yang telah
dialasi ceradi 9alas dalong berumbai). Kemudia ketan itu dihias atasnya dengan U
mirah (Kelapa gongseng Merah). U mirah yang menjadi hiasan tersebut dapat
berupa bunga atau gambar apa saja yang disukai. Kemudian dalong tersebut ditutup
dengan sangee (tudung saji) dan diatasnya di tutup lagi dengan seuhap (kain
penutup dengan sulaman kasab).
Dalam kebudayaan Aceh, cara menghias pelaminan tidak terlalu terikat, karena
terus berkembang dan kreasinya sesuai seni masing-masing perias asalkan tidak
meninggalkan ciri-ciri khasnya. Pada pintu masuk sudah disiapkan alat-alat
perlengkapan cuci kaki pengantin pria yang terdiri dari :
Arti dari malam peugaca adalah malam berinai menjelang Wolinto. Dalam upacara
ini juga diadakan peusijuek calon dara baro (mempelai wanita), dan peusijuek gaca,
bate mupeh (batu giling).
Maksud dari peusijuek adalah member dan menerima restu, serta mengharapkan
keselamatan atas segala peristiwa yang telah dan akan terjadi.
Ä On Gaca (daun pacar/ inai) melambangkan isteri sebagai obat pelipur lara
sekaligus sebagai perhiasan rumah tangga.
93
Ä On Murong (daun kelor) lambing penangkal ilmu hitam.
Seluruh daun-daun diikat menjadi satu atau dua ikat dan ditempatkan dalam
mangkok besar yang berisi air. Bunga rampai, beras, padi ditempatkan dalam piring
kecil. Kemudian mangkok dan piring di letakkan didalam dalong dan ditutup dengan
tudung saji, lalu ditutup dengan seuhap (kain segi empat bersulam emas atau perak
dipakai untuk menutupi tudung saji).
Daun pacar yang sudah di lepas dari tangkainya, ditempatkan dalam piring besar
didalam dalong lain. Batu giling diletakkan pada “tika meusujo”dan dialas kain.
Upacara peugaca ini biasanya dilaksankan pada malam hari selama 3-7 malam,
semua perlengkapan ditempatkan dipiring yang telah dihias didalam dalong pada
tika meusujo (tikar kerawang khas Aceh). Busana yang dikenakan oleh dara baro
pada upacara malam peugaca tidak terikat dan terus berganti-ganti dari malam
pertama hingga malam ketujuh.
Upacara Peusijuk dipimpin oleh “Nek Maja” (sesepuh adat), dan dimulai oleh orang
tua/ibu calon “dara baro”, kemudian diikuti oleh keluarga terdekat, pada saat
peusijuk dimulai, dalam tempat yang berisi air seunijuk dimasukkan emas sebagai
lambing kemuliaan yang tidak pernah luntur. Peusijuek ini ditujukan kepada calon
dara baro, batu giling, daun pacar dan hadirin yang ada di sekitarnya juga diberikan
percikan air seunijuk (tempung tawar).
Calon dara baro, didudukkan di tilam bersulam kasap, di sebelah kiri dan kanannya
diletakkan dalong berisi seunijuk dan bu leukat (tepung tawar dan ketan), dibagian
depannya diletakkan dalong berisi daun pacar dan bate seumeupeh (batu giling).
Kaki dara baro dialasi dengan daun pisang muda.
Beras padi ditaburkan/ disebarkan ke samping dara baro, demikian pula halnya
dengan bunga rampai dan air seunijuek. Seumunya ini dimulai dari telapak tangan
mengintari badan menuju keatas kepala. Setelah itu calon dara baro diberi uang
sebagai hadiah, kemudian bersujud mencium tangan yang melakukan peusijuek dan
dibalas dengan ciuman kasih saying pada dahi lalu peusijuek bate dan gaca.
Selesai peusijuk, barulah daun pacar digiling oleh ibu calon dara baro dan keluarga
terdekat secara bergantian. Demikian pula memberi daun pacar yang telah digiling
itu pada calon dara baro secara bergantian dan disempurnakan oleh ahlinya (ibu
rias).
Upacara peusijuk biasanya dilaksanakan pagi hari, dengan harapan kehidupan terus
menanjak dan murah rezeki. Upacara peusijuek dilaksanakan dengan harapan agar
mempelai mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada saat itu biasanya
94
diadakan malam kesenian untuk hiburan mereka yang sedang bekerja untuk
persiapan pesta.
Koh Gigo
Pada masa lampau, seorang gadis yang telah dinikahkan, giginya harus dipotong
dengan alat pengikir gigi. Gigi yang telah dipotong itu diberi obat penguat gigi (baja
bruek). Pemotongan gigi ini sekurang-kurangnya dilaksankan 7 (tujuh) hari
menjelang pesta wolinto. Bahan-bahan yang diperlukan untuk Koh Gigo ini adalah:
Ä Pengikir Gigi
Ä Segelas air putih hangat-hangat kuku yang telah diberi sedikit garam untuk ber
kumur-kumur
Mempelai dalam posisi tidur diatas kasur sederhana (bebas). Pada bagian dada di
tutup kain putih atau kain panjang, rambut dibiarkan terurai (tanpa sanggul). Agar
mulut agak terbuka, antara gigi samping atas bawah disanggah oleh pineung ruek
(pinang tua) yang telah dikupas dan dibersihkan. Pemotongan gigi mulai dilakukan
dengan membaca basmalah dan dilakukan dengan mengikir gigi bagian sisi yang
tidak diganjal. Setelah selesai bagian sisi satunya, diteruskan dengan bagian sisi
yang lain, kemudian kumur-kumur dengan air hangat yang telah dicampur dengan
garam. Ambil kain perca yang telah di rendam air panas dan peraslah perca itu.
Sebelum mempelai mengatupkan gigi atas dan gigi bawah, letakkan perca yang
telas steril tersebut diantara gigi atas dan gigi bawah mempelai agar gigi kokoh dan
kuat. Berikan baja Bruek ke setiap celah gigi hingga merata, biarkan beberapa saat,
kemudian bersihkan dengan “tapeh/ sabuk kelapa” dan berkumur-kumur dengan air
hangat dan bersih.
95
Koh andam ini dilakukan pada calon mempelai wanita (dara baro) yang akan
bersanding. Pada upacara koh andam, dicukur bulu-bulu halus yang terdapat pada
bagian wajah dan kuduk dan digunting ujung rambutnya agar kelihatan lebih bersih.
Semua ini melambangkan, agar hal-hal yang kurang baik pada zaman dahulu harus
dihilangkan dan memulai dengan yang baru. Zaman sekarang hal itu sudah kurang
dilakukan.
Pelaksanaan upacara Koh Andam dilakukan saat dara baro dalam keadaan suci
badan/ bebas haid atau hadas. Bulu-bulu yang telah dicukur dan rambut yang telah
digunting ditempatkan didalam kelapa gading ataupun kelapa hijau yang masih ada
airnya dan telah diukir sedemikian rupa.
Kelapa ukiran yang berisi ujung rambut dan bulu-bulu roma calon mempelai wanita
tersebut ditanam tepat dibawah cucuran air dari atap rumah atau dibawah pohon
yang rindang dan berhawa sejuk. Hal ini dilakukan dengan harapan agar mempelai
wanita selalu berkepala dingin (berfikiran tenang) dalam menghadapi segala kemelut
rumah tangga yang akan dijalaninya nanti sehingga dapat hidup dengan rukun da
damai.
Mempelai dipayungi, diantara orang tuanya dan sanak saudara terdekat yang
dipimpin oleh orang tua adat sampai ke tempat pemandian sambil membaca salawat
nabi Muhammad SAW. Karena diantara pengiring tersebut ada yang pandai
berpantun, maka ada acara bersyair. Acara itu merupakan acara spontanitas yang
dapat menambah khitmatnya suasana pemandian. Syairnya berisi puji-pujian pada
keluarga dan nasehat untuk mempelai sesuai dengan kondisi saat itu.
96
Wahe putroe aneuk meutuah
Upacara peumano dara baro, dimasa lampau dilaksankan penuh khidmat dan
mempunyai makna sangat sakral. Dahulu pelaksanaan upacara ini hanya untuk
kalangan keluarga terdekat saja dan hanya dilakukan oleh kaum bangsawan. Tetapi
sekarang dapat dilakukan oleh semua orang tanpa terkecuali.
Pada saat upacara pemano dara baro, di sertai dengan tari pho (asal Aceh Barat).
Adapun perlengkapan yang diperlukan:
Ä Handuk (Seunalen)
Guci yang telah berisi air dimasukkan jeruk purut, bunga rampai dan minyak wangi.
Upacara ini dipimpin oleh sesepuh adat, dimulai dengan orang tua mempelai dan
diikuti oleh keluarga terdekat. Caranya adalah dengan menyiramkan segayung air
ramuan tersebut mulai dari atas kepala, ke bahu (pundak) sebelah kanan dan kiri
97
hingga rata keseluruh badan dan kaki yang dilakukan secra bergantian oleh ibu-ibu
saja. Boleh diikut sertakan ayah kandungnya.
Pada masa lampau, peukayan manoe, meugeutang ngon ija krong sutra (kemben
sarung sutra). Ija SAwak meutop baho meu junte u baroh (selendang menutup bahu
berjuntai ke bawah). Dada mempelai putri yang terbuka di tutup dengan perhiasan
(kalung besar) sesuai dengan kemampuan, biasanya memakai kalung berangkai
(eunteuk) atau kalung lainya yang terbuat dari emas.
Rambut dapat di lepas atau disanggul sederhana, agar gampang dilepas ketika akan
mandi. Rambut dihiasi bunga dengan satu macam bunga tau bermacam-macam
bunga untuk keindahan. Hiasan rambut hanya berupa bunga-bungaan saja, tanpa
ornament, tidak terikat peraturan yang kaku, asalkan tidak menyimpang dari adat
dan melanggar agama.
Khatam Qur’an
Perlengkapannya sbb:
Ä Beureuteh (Bereteh)
Ä Pisang Buie
Ä Tumpo
Upacara Khatam Qur’an ini dipimpin oleh Guru Ngaji dan dimulai dengan membaca
do’a memohon kepada Allah YME agar bahagia dunia dan akhirat. Kemudian calon
mempelai diusapi ketan dan tumpo yang telah tersedia, baru membaca ayat terakhir
Al-Qur’an. Setelah selesai calon dara baro menyalami dan mengucapkan terima
kasih serta mohon maaf atas segala kesalahan dan juga mohon do’a restu kepada
nguru ngaji sebagai tanda terimakasih dan pengambilan tarikat ilmu.
98
CONTOH SUSUNAN PANITIA PERNIKAHAN
Bgs. ..........................................................
DHAUP KALIAN
Rr. ...........................................................
Inggih awit saking puniko sadereng lan sasampunipun keparengo kulo sakulowargo
nyuwun agunging pangapunten dene kumowatun ngawuhaken panjenengan,
ingkang tundhonipun kulo suwuni sih pitulungan mugi kerso paring seserepan, iguh
ratikel saha sanes-sanesipun, angen kulo badhe hamengku dhamel benjing ing
dinten : ................ suryo kaping : .................... wanci tabuh : ............ WIB mapan ing
...............
Awet Kulo Saestu ngumaosi cupet ing samukawisipun, ingkang puniko kulo
ngaturaken agunging panuwun . Salajengipun keparengo panjenengan kulo suwun
dados panitya pahargyan tasyakuran penganten wiwit puwo ngantos wusananing
dhamel anggen kulo miwoho ngemah – emahaken anak kulo kasebat ing nginggil.
Mboten sanes sadoyo kala wau kanti panyuwunan saha panggajap sagedho lancak
sae, wilujeng ing sadayanipun saha mboten sanget-sanget sarudinulu ing ngakatah .
Ingkang puniko mugi wonteno kalonggaran panjenengan saha tansah pikantuko
ridho saking gusti Allah SWT . Amien , Ya Robbal Alamin.
.......................
99
Contoh Susunan Panitia Pernikahan
Rr. ..............................................
...................................................................
Dhaup Kaliyan
Bgs. ..........................................
.....................................................................
PAHARGYAN
Dinten: Minggu Kliwon
Suryo Kaping : 26 Juli 2020
Wanci Jam: 19.00 WIB
Wonten ing: .........................................................
Rr : ………………….
............................................................................................
Bg………………..........
.............................................................................................
100
NO JABATAN NAMA TELP HP
1 Pemangku Hajat
2 Ketua Panitia
3 Wakil Ketua
4 Wakil Keluarga CPW
5 Wakil Keluarga CPP
6 Sekretaris
7 Bendahara
SIRAMAN
1 Koordinator
2 Pemimpin Acara
Siraman
3 Yang Memberkahi
Siraman
4 Yang Menyiapkan
Sesaji Siraman
MIDODARENI
1 Koordinator
2 Pemberi Kata Sambutan
3 Penanggung Jawab
Kancing Gelung
4 Penanggung Jawab
Angsul-angsul
5 Koordinator Kesenian
6 Yang Menyiapkan
Sesaji
AKAD HIKAH
1 Koordinator
2 Penghulu/ Petugas KUA
3 Wali
4 Saksi CPW
5 Saksi CPP
6 Pembaca Doa
101
7 Penanggung Jawab
Mas Kawin dan
Seserahan
PANGGIH
1 Koordinator
2 Perias PW
3 Perias PP
4 Pengatur Perlengkapan
5 Yang Menyiapkan
Sesaji
RESEPSI
1 Koodinator
2 MC/ Pembawa Acara
3 Pemberi Kata Sambutan
4 Among Tamu Wanita 1.
2.
3.
4.
5.
5 Among Tamu Pria 1.
2.
3.
4.
5.
6 Perias PW
7 Perias PP
8 Koordinator Upacara
Kirab
9 Pelaku Kirab
- Pemimpin Kirab/
Subamanggala
- Patah
- Putri Dhomas
- Pagar Bagus
- Pendamping
102
10 Narator Rombongan
Kirab
11 Koordinator Tarian&
Gamelan
12 Dokumentasi Foto&
Video
13 Pengatur Sound System
KONSUMSI
1 Penanggung Jawab
Konsumsi
2 Pengantar Makanan
3 Pengawas Konsumsi
4 Pengatur Konsumsi
Sopir
5 Penanggung Jawab
Konsumsi Pengantin
UBARAMPE
1 Penerima Kado
2 Koordinator
Transportasi
3 Pengatur Kendaraan
Tamu
4 Koordinator Pelaminan,
dekorasi, tuwuhan
5 Pengaturan Dalam
Gedung
6 Koordinator Undangan
7 Keamanan
103