1. Pakaian Adat
Baju adat Laki laki
Baju adat Madura laki-laki sering kali kita lihat di pakai oleh tukang sate. Kaos belang
warna merah-putih atau merah-hitam dilengkapi dengan baju dan celana hitam longgar.
Pakaian ini biasanya digunakan sebagai pakaian sehari-hari laki-laki Madura. Pakaian ini
disebut sebagai baju Pesa’an. Baju Pesa’an ini juga dilengkapi dengan penutup kepala
berbahan dasar kain yang disebut dengan Odheng serta sabuk Katemang dan sarung
kotak-kotak.Pakaian adat ini memiliki arti filosofis, baju longgar berwarna hitam
menandakan bahwa masyarakat Madura menghargai sebuah kebebasan. Kaos berwarna
belang menandakan masyarakat Madura yang pemberani, tegas dan memiliki mental
pejuang. Sedangkan Odheng menunjukan tingkat kebangsawanan seseorang. Semakin
tegak kelopak Odheng semakin tinggi derajat kebangsawanannya.Odheng memiliki
beberapa ukuran dan motif. Jika dilihat berdasarkan bentuknya Odheng dibagi menjadi
Odheng Peredhan dan Odheng Tongkosan. Jika dilihat berdasarkan motifnya Odheng
dibagi menjadi motif toh biru, dul-cendul, modang, strojan dan garik. Selain ukuran dan
motifnya, ikatan Odheng juga memiliki arti filisofis.
Baju adat perempuan
Sama halnya dengan baju adat Madura laki-laki, pakaian adat Madura wanita juga
terkesan sederhana dalam motif dan desain. Baju adat Madura wanita biasa disebut
kebaya Rancongan dan baju Aghungan. Kebaya khas Madura biasanya menggunakan
warna hijau, biru ataupun merah yang pas bentuk tubuh. Hal ini menandakan bahwa
wanita-wanita Madura sangat menghargai keindahan bentuk tubuh dan kecantikan.
Sejak remaja gadis Madura sudah diberikan jamu-jamuan yang dapat menunjang
kecantikan dan keindahan bentuk tubuh mereka.Padanan kebaya yang berwarna
kontras itu berupa sarung batik bermotif lasem, storjan ataupun tabiruan. Tak lupa
wanita Madura juga menggunakan stagen ( Odhet ) yang diikatkan di perut. Selain
itu wanita Madura juga senang menggunakan aksesoris, aksesoris yang dipakai
diantaranya yaitu hiasan rambut yang terbuat dari emas biasanya di sebut cucuk sisir
dan cucuk dinar. Penutup kepala yang terbuat dari kain ( Leng Oleng ) juga biasa
dipakai oleh wanita Madura. Kalung emas yang berbentuk rentengan biji jagung atau
yang biasa disebut kalung brondong. Shelter penthol yaitu giwang emas yang dipakai
di kuping.
2. Rumah Adat (Tanean Lanjhang)
Tanean Lanjhang sebetulnya bukan sebutan untuk satu rumah saja, melainkan mencakup
beberapa rumah dan kelengkapannya dalam satu lingkungan. Dalam satu Tanean Lanjhang
terdapat beberapa rumah yang berjajar dan memanjang dari arah Barat ke Timur dilengkapi
dengan adanya mushola sebagai tempat ibadah keluarga serta kandang ternak, sumur, dan
halaman yang memanjang.
Secara umum, rumah adat Tanean Lanjhang disusun oleh beberapa komponen utama.
Komponen-komponen ruang rumah adat Jawa Timur ini memiliki fungsi-fungsi yang spesifik,
di antaranya :
Langghar berbentuk persegi panjang yang memanjang ke belakang dengan ukuran 23,1
m. Di dalamnya terdapat perlengkapan alat sholat dan sarana pendukung lainnya,
seperti tikar, sajadah, mukena, dan pengeras suara. Keberadaan langgar menunjukan
bahwa masyarakat Madura adalah masyarakat yang religius.
Tanean atau halaman berbentuk persegi panjang yang membujur dari barat ke timur
dengan panjang 90 m. Tanean biasa digunakan untuk tempat bermain anak-anak,
tempat menjemur hasil pertanian jika musim panen, dan tempat dilangsungkannya
acara keluarga.
Rumah berbentuk persegi panjang yang memanjang ke samping dengan ukuran 6,6 x 11
m
Dapur berbentuk persegi panjang yang memanjang ke belakang dengan ukuran 3,8 x
6,6 m. Setiap rumah dalam kompleks Tanean Lanjhang memiliki dapur. Di dalam dapur
terdapat beragam keperluan masak, seperti lincak, peralatan masak dan rak piring.
C. Saat Perkawinan
Pada tahap ini adalah tahap yang paling utama, busana pengantin juga sudah disiapkan
khusus agar lebih menarik perhatian di banding tamu-tamu yang akan menghadiri upacara
perkawianan tersebut. Pada saat pernikahan calon laki-laki menggunakan beskaik blangkon,
kain panjang yang didampingin orang tua, pini sepuh serta sanak keluarga lainnya. Sedangkan
untuk calon wanita menggunakan kebaya dan kain panjang. Upacara akad nikah dilaksanakan
dan dipimpin oleh penghulu dengan dua orang saksi yang diawali dengan doa-doa pemanjat
puji syukur kepada Allah. S.W.T lalu dilanjutkan dengan pengucapan ijab qobul yang disaksikan
para undangan dan memberikan seserahan mas kawin Al-Qur’an dan sajadah sebagai mas
kawin selanjutnya dengan syukuran bersama.
b. Upacara kelahiran
Upacara masa kelahiran serta masa bayi, terdiri dari seran kegiatan yang bersifat ritual.
Tahapan kegiatan upacara tersebut m upacara Brokohan, Menanam ari-ari, Sepasaran, tindik,
selapanan, an, tedak siten dan graulan
Apabila seorang wanita yang hamil sudah merasakan adan; da-tanda bahwa ia akan melahirkan,
maka ia memberitahukan 1 keluarganya. Pada saat itu juga dipanggil seorang dukun bayi unti
nolongnya. Setelah dukun datang, maka wanita yang akan mela itu dicarikan tempat dan
disuruh menghadap ke arah tertentu ya n urut perhitungan kepercayaan (Jawa : Petung)
menurut hari ke pasaran, perhitungan Jawa dianggap baik. Setelah orang yang ak lahirkan telah
duduk di tempat yang ditentukan tadi, maka duku segera menyuruh menguraikan rambut,
melonggarkan kain, melep hiasan serta melepas ikat pinggang. Di samping itu semua benda dan
jendela, yang tertutup harus dibuka. Hal itu semua dilakukan « harapan agar bayi lahir dengan
mudah. Kemudian orang yang mek tadi badannya disandarkan pada suaminya yang telah duduk
dibe^ nya. Kemudian si suami disuruh menahan badan isterinya dan mei bus ubun-ubunnya
sebanyak 3 kali. Pekerjaan ini disebut nyun yang maksudnya untuk membantu lancarnya
kelahiran. Pada nyundhang, suami tersebut hanya memakai sarung dan tidak m celana dalam.
Sementara itu dukun bayi membetulkan letak b ngan jalan memijit-mijit perut wanita yang
ditolongnya sambil ucapkan doa. agar bayi lekas lahir.
Apabila di dalam melahirkan itu mengalami kesukaran bayi tidak lekas lahir, maka diusahakan
syarat-syarat untuk mer agar bayi segera lahir. Syarat-syarat dimaksud antara lain :
Ibu yang akan melahirkan itu disuruh minta maaf kepada nya, orang tuanya dan mertuanya
Ibu yang akan melahirkan disuruh minum bekas air ren ari-ari kucing.
Ada sementara orang, bila isterinya mengalami kesulitan dalam melahirkan, maka suaminya’
disuruh menyiram alat vitalnya (kemaluannya), kemudian air bekasnya disuruh meminum isteri-
nya.
Apabila bayi telah lahir dan tembuni (Jawa : ari-ari) telah keluar, maka dukun bayi segera
memotong usus yang menghubungkan pusat (Jawa : puser) si bayi dengan ari-ari. Alat yang
dipergunakan untuk memotong tali pusat itu ialah sebilah sembilu yang disebut welat. Ada
kalanya sebelum dipotong, tali pusat itu diikat dengan benang yang maksudnya agar darah
tidak banyak yang keluar. Sebagai alas untuk memotong tali pusat itu adalah kunyit, Luka bekas
potongan itu diobati dengan ramuan yang terdiri dari kunyit, kapur, daun sirih yang dilumatkan
terlebih dahulu. Setelah bayi itu dimandikan dengan air suam- suam kuku, kemudian digedhong
yaitu dibalut dengan kain putih bersih, ubun-ubunnya diberi pupuk yang terdiri dari ramuan,
jamu tradisional yang terdiri dari : cengkih, adas, bawang merah, bawang putih, yang di-
lumatkan. Selanjutnya bayi tersebut ditidurkan di tempat yang telah disediakan yaitu di balai-
balai (Jawa: amben). Kemudian dukun bayi memukul balai-balai tiga kali (pekerjaan ini dalam
bahasa Jawa disebut : nggebrak). Maksudnya agar si bayi kelak kalau sudah besar tidak menjadi
anak yang mudah terkejut dan bingung.
Setelah bayi selesai dirawat, maka dukun bayi segera memandikan ibu yang melahirkan itu
dengan air suam-suam kuku. Selanjutnya dipijat (Jawa : diurut) dan seluruh badan diberi param
yang ramuannya sama dengan pupuk bayi. Kemudian ibu itu disuruh memakai gurita dan
bengkung, lalu disuruh tidur bersandar pada bantal-bantal yang di- tump uk ( Jawa : sendhen )
dengan menjelujurkan kaki lurus-lurus. Maksudnya supaya jalannya darah lancar dan
menghindari varises. Setiap pagi mandi wuwung yaitu mandi dengan menyiram seluruh
anggota badan. Hal ini dilakukan selama 40 hari. Maksudnya supaya air susu keluar deras dan
darah putih tidak naik.
c. Upacara Kematian
Perbedaan dari beberapa tradisi terletak pada untuk lo’ tello’ ataupun to’ pettok. Pihak
keluarga tidak mengundang orang lain. Tetapi para tetangga dan tamu sendiri yang datang
untuk melayat atau untuk berdoa ke tempat yang sedang ditimpa kematian.
Salah satu anggota keluarga nya itu dan sebaliknya untuk pa’ polo dan seterusnya. Biasanya
pihak keluarga yang mengundang orang lain untuk datang dan melayat untuk mendoakan
keluarga yang sudah meninggal tersebut. Hal lain yang lebih juga terdapat pada perayaan
meninggalnya seorang kiai besar atau orang shalih.
Maka peringatan tahunan (haul) kerapkali kita jumpai hingga saat ini. dalam haul ini biasanya
tidak hanya terjadi di desa-desa tetapi di kota-kota juga terjadi. Sebab bagi kebanyakan orang
bahwa mendoakan orang shalih atau kiai bagi kalangan ahlussunnah wal jamaah. Akan
memberikan kebarokahan hidup bagi mereka selama tinggal di dunia ini.
Pakaian adat Rumah Adat
Makanan daerah