Anda di halaman 1dari 11

KAIN IKAT CELUP

Makna Simbolik
Sebutan ikat celup berasal dari kosakata bahasa Inggris tie-dye. Tie-dye merupakan
salah satu bentuk seni tekstil warisan kaum Hippies atau Flower Generation yang
berkembang pada akhir 1960-an dan awal 1970-an di Amerika. Coraknya yang penuh
warna seolah mewakili semangat kebebasan yang dilambangkan melalui gaya
berbusana, gaya hidup, seks bebas, rock n roll, dan mariyuana. Tie-dye diaplikasikan
pada baju mereka agar terlihat lebih berwarna dan mendapatkan motif yang lebih trippy
seperti efek psikotropika. Tak heran bila ikat celup juga dianggap sebagai sebuah
bentuk psychedelic art.
Motif ini kemudian identik dengan kaum hippies dan menjadi bagian dari hippie style,
sama halnya dengan rambut gondrong dan ikat kepala. Baju ikat celup semakin popular
saat para musisi rockmenggunakannya sebagai pakaian panggung, misalnya
almarhum Jimmy Hendrix dan Janis Joplin.
Di Indonesia sendiri, baju yang kerap dijual dengan sebutan baju bali, baju reggae, baju
pantai, baju laskar pelangi atau baju Nidji ini memang baru popular setelah Giring,
vokalis band Nidji, memakainya dalam video klip Laskar Pelangi. Seluruh personel Nidji
pun kemudian memakai kaos yang sama pada malam penghargaan MTV Indonesia
Awards 2008. Sejak saat itu, baju ikat celup banyak dicari dan menghiasi gerai-gerai
pakaian di tanah air.
Berdasarkan apa yang dikemukakan diatas maka kain jumputan (istilah Sewan
Susanto) dapat pula dikatakan sebagai batik celup ikat atau “string resist dyed”.
Batik celup ikat adalah batik yang dibuat tanpa menggunakan malam sebagai bahan
perintang akan tetapi menggunakan tali yang diikatkan pada kain yang berfungsi
merintangi warna masuk keserat kain. Tali dibuka setelah pencelupan selesai. Karena
ikatan tali pada kain akan timbul motif tertentu. Bentuk motif yang terjadi terbatas pada
kemungkinan bentuk ikatan tali tersebut.

Fungsi
a.    Baju
b.    Tas
c.    Dan Karya Karya Tangan Lainnya

Cara Membuat Kain Ikat Celup

KAIN TAPIS
Makna Simbolik
Kain tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam
menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta
Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap
waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara
memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain
brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai sejak abad ke-2 Sebelum
Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key and rhomboid shape), pohon hayat, dan
bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif
binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang
bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh.
Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang
sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh
taradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.
Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan
kerajinan tapis. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap
dipertahankan.
Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan
penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut
dengan zaman bahari sudah mulai berkembang sejak zaman kerajaan
Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan
perkembangankerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500 - 1700 .

Fungsi
Tapis Jung Sarat
Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh
kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar,
pengantin serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat. Tapis Raja Tunggal
Dipakai oleh isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan
adat, pengambilan gelar pangeran dan sutan.
Di daerah Abung Lampung Utara dipakai oleh gadis-gadis dalam menghadiri upacara
adat.
Tapis Raja Medal
Dipakai oleh kelompok isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara adat
seperti : mengawinkan anak, pengambilan gelar pangeran dan sutan.
Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini digunakan oleh pengantin wanita            pada
upacara perkawinan adat.
Tapis Laut Andak
Dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada acara adat cangget. Dipakai juga oleh
Anak Benulung (isteri adik) sebagai pengiring pada upacara pengambilan gelar sutan
serta dipakai juga oleh menantu perempuan pada acara pengambilan gelar sutan.
Tapis Balak
Dipakai oleh kelompok adik perempuan dan kelompok isteri anak seorang yang sedang
mengambil gelar pangeran pada upacara pengambilan gelar atau pada upacara
mengawinkan anak. Tapis ini dapat juga dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada
upacara adat.
Tapis Silung
Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat
seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga
dipakai pada saat pengarakan pengantin.
Tapis Laut Linau
Dipakai oleh kerabat isteri yang tergolong kerabat jauh dalam menghadiri upacara adat.
Dipakai juga oleh para gadis pengiring pengantin pada upacara turun mandi pengantin
dan mengambil gelar pangeran serta dikenakan pula oleh gadis penari (muli cangget).
Tapis Pucuk Rebung
Tapis ini dipakai oleh kelompok ibu-ibu/para isteri untuk menghadiri upacara adat.
Di daerah Menggala tapis ini disebut juga tapis balak, dipakai oleh wanita pada saat
menghadiri upacara adat.
Tapis Cucuk Andak
Dipakai oleh kelompok isteri keluarga penyimbang (kepala adat/suku) yang sudah
bergelar sutan dalam menghadiri upacara perkawinan, pengambilan gelar adat.
Di daerah Lampung Utara tapis ini dipakai oleh pengantin wanita dalam
upacara perkawinan adat.
Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini dipakai oleh ibu-ibu pengiring pengantin pada
upacara adat perkawinan. Tapis Limar Sekebar
Tapis ini dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat serta dipakai juga
oleh gadis pengiring pengantin dalam upacara adat.
Tapis Cucuk Pinggir
Dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat dan dipakai juga oleh gadis
pengiring pengantin pada upacara perkawinan adat.
Tapis Tuho
Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan.
Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan
serta dipakai pula oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar
kerabatnya yang dekat.
Tapis Agheng/Areng
Dipakai oleh kelompok isteri yang sudah mendapat gelar sutan (suaminya) pada
upacara pengarakan naik pepadun/pengambilan gelar dan dipakai pula oleh pengantin
sebagai pakaian sehari-hari. Tapis Inuh
Kain tapis ini umumnya dipakai pada saat menghadiri upacara-upacara adat. Tapis ini
berasal dari daerah Krui, Lampung Barat.
Tapis Dewosano
Di daerah Menggala dan Kota Bumi, kain tapis ini dipakai oleh pengantin wanita pada
saat menghadiri upacara adat.
Tapis Kaca
Tapis ini dipakai oleh wanita-wanita dalam menghadiri upacara adat. Bisa juga dipakai
oleh wanita pengiring pengantin pada upacara adat. Tapis ini di daerah Pardasuka
Lampung Selatan dipakai oleh laki-laki pada saat upacara adat.
Tapis Bintang
Tapis Bintang ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat upacara adat.
Tapis Bidak Cukkil
Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
Tapis Bintang Perak
Tapis ini dapat dipakai pada upacara-upacara adat dan berasal dari daerah Menggala,
Lampung Utara.

Peragaan Kain Tapis

KAIN CEPUK

Makna Simbolik
Kerajinan kain Tenun Bali sudah terkenal hingga ke mancanegara, masing-masing kabupaten
memiliki motif kain yang unik dan khas seperti yang terdapat di Desa Tanglad, Kecamatan Nusa
Penida, Kabupaten Klungkung. Kain tenun khas Desa Tanglad ini bernama “Kain Tenun
Cepuk”. Kain Tenun Cepuk merupakan kerajinan khas Desa Tanglad, yang berasal dari nenek
moyang dan diwariskan secara turun-temurun. Hingga saat ini, kerajinan kain Tenun Cepuk
masih dapat kita jumpai di Desa Tanglad, Nusa Penida.

Asal usul nama kain Tenun Cepuk itu sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni ‘Cepuk’
yang berarti Kayu Canging. Kayu Canging merupakan jenis tumbuhan yang cocok digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan kain tenun. Berdasarkan sejarah tersebut nama kain Tenun
Cepuk menjadi brand dari kain tenun khas Desa Tanglad. Keberadaan kain Tenun Cepuk tidak
hanya dipakai saat melaksanakan persembahyangan saja, namun kain ini juga dipakai dalam
upacara agama tertentu.

Fungsi
Kain Tenun Cepuk terdiri dari beberapa jenis, dan masing-masing jenis tersebut memiliki
kegunaan yang berbeda dalam upacara agama, sebagai berikut:
1.     Cepuk Ngawis, kain tenun yang dipakai saat upacara pitra yadnya (ngaben).
2.    Cepuk Tangi Gede, kain tenun yang dipakai oleh anak tengah yang seluruh kakak
dan adiknya meninggal (upacara ngaben).
3.    Cepuk Liking Paku, dipakai oleh laki-laki dalam upacara potong gigi.
4.    Cepuk Kecubung, dipakai oleh perempuan dalam upacara potong gigi.
5.    Cepuk Sudamala, kain Cepuk yang dipakai untuk membersihkan diri.
6.    Cepuk Kurung, merupakan kain Cepuk yang dapat digunakan dalam hari-hari biasa

Peragaan Kain Cepuk


KAIN SONGKET

Makna Simbolik
Songket memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri khas budaya wilayah penghasil
kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak
Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan Simasam
adalah khas songket Pandai Sikek, Minangkabau. [12] Beberapa pemerintah daerah telah
mempatenkan motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatera
Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang telah terdaftar di antaranya
motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan Perak, dan Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya
belum terdaftar, termasuk motif Berante Berakam pada seragam resmi Sriwijaya Football Club.
Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum terdaftar yakni motif Songket Lepus
Bintang Berakam, Nago Besaung, Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis,
Lepus Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan sejumlah motif lain.

Fungsi
A     Motif bunga mawar dalam desain kain songket memiliki arti perlambangan sebagai penawar
malapetaka. Jenis kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai
kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga
mawar pada kain songket digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu
terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

B     Motif bungatanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai
lambang ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai motif bunga
tanjung biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.

C     Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan sopan santun, keanggungan dan
kesucian. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis
dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.

D     Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik sebab bambumerupakan pohon yang tidak
mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain
songket sebagai kepala kain atau tumpal kain tersebut. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain
songket dimaksudkan agar si pemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam
setiap langkah hidup.
KAIN POLENG

Makna Simbolik & Fungsi


Bentuk saput poleng ternyata beraneka ragam. Misalnya dari segi warna, ukurannya,
hiasannya, hiasan tepinya, bahan kainnya, dan ukuran kotak-kotaknya. Berdasarkan
warnanya, ada kain poleng yang disebut rwabhineda (hitam dan putih), sudhamala
(putih, abu-abu, hitam), dan tridatu (putih, hitam, merah). Dilihat dari segi ukuran
kotaknya pun berbeda. Ada yang berukuran 1 x 1 cm, 3 x 3 cm, dan 5 x 5 cm.
Berdasarkan perkiraan, perkembangan warna ini juga mencerminkan tingkat pemikiran
manusia, yakni dari tingkat sederhana menuju perkembangan yang lebih sempurna.
Diperkirakan, kain poleng yang pertama ada dan digunakan umat Hindu adalah kain
poleng rwabhineda. Setelah itu barulah muncul kain poleng sudhamala dan tridatu.
Makna filosofis saput poleng rwabhineda, menurut Rupawan adalah mewujudkan
rwabhineda itu sendiri. Menurut faham Hindu, rwabhineda itu adalah dua sifat yang
bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan, panjang-pendek, tinggi-
rendah, dan sebagainya.
Sedangkan saput poleng sudhamala merupakan cerminan rwabhineda yang
diketengahi oleh perantara sebagai penyelaras perbedaan dalam rwabhineda
Filosofi yang sama juga tercermin dalam saput poleng tridatu. Warna tridatu ini
melambangkan ajaran Triguna yakni satwam, rajah, tamah. Warna putih identik dengan
kesadaran atau kebijaksanaan (satwam), warna merah adalah energi atau gerak (rajah)
dan warna hitam melambangkan penghambat (tamah).
Jika dikaitkan dengan Dewa Tri Murti, menurut Rupawan, warna merah melambangkan
Dewa Brahma sebagai pencipta, warna hitam lambang Dewa Wisnu sebagai
pemelihara dan warna putih melambangkan Dewa Siwa sebagai pelebur. Dewa Tri
Murti ini terkait dengan kehidupan lahir, hidup dan mati.
Kain Poleng dalam budaya Bali merupakan pencetusan ekspresi penghayatan konsep
Rwa Bhineda, suatu konsep keseimbangan antara baik dan buruk, yang menjadi intisari
ajaran tantrik (tantrayana). Dengan menjaga kesimbangan antara kebaikan dan
keburukan dapat menciptakan kesejahteran dalam kehidupan.
Kain Poleng yang diikatan pada pohon-pohon besar atau juga tempat yang dianggap
tenget(angker) dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa pada lokasi tersebut
tinggal (ditempatkan)/stana energi “roh”para bhuta/penunggu karang (danhyangan).

Anda mungkin juga menyukai